∵ TWISTED ∵
|
|
|
|
Ratusan tahun berlalu, tak pernah lagi terdengar tentang keberadaan 'Penghisap darah' atau apapun mengenai mereka, entah memang keberadaan mereka memang tersembunyi, atau mereka memang sudah punah, atau memang Mansion Lee adalah penghisap darah terakhir di bumi Korea.
Namun ada sebuah dongeng yang diceritakan dari mulut ke mulut di sebuah desa kecil dekat dengan kaki gunung dan semakin lama cerita itu semakin berkembang dan terdengar hingga ke kota-kota lain bahkan kini cerita tersebut beredar dalam siaran-siaran radio dikota besar.
Adalah seorang vampire tampan yang begitu mencintai seorang manusia biasa, mereka hidup bersama tanpa saling melukai sama sekali.
Hingga suatu saat sang manusia semakin menua dan menua, sang vampire tak ingin menjadikan manusia itu menjadi monster seperti dirinya.
Setelah pasangan manusianya tewas termakan usia, sang vampire menelan vervains membunuh dirinya sendiri disebelah jasad kekasihnya sembari mengenggam erat jemari pasangannya.
Berharap dengan kematiannya mereka akan kembali bertemu dikehidupan selanjutnya bukan dengan perbedaan lagi namun sebagai sesama manusia.
"Aahhh aku sangat iri."
Suara seorang gadis yang menyahuti cerita didalam radio tersebut membuat beberapa teman sebayanya dalam bus sekolah terkekeh dan meledeknya. "Apa kau ingin memiliki kekasih seorang vampire? Ayolah tak ada vampire dijaman modern seperti saat ini."
Rengekan gadis itu menggundang tawa dari teman-temannya, sedangkan dikursi paling belakang seorang remaja pria berumur kurang lebih 13 tahun menutup kepala dan setengah wajahnya dengan hoodie mengeratkan earpod yang menempel di telinganya melantunkan lagu dari boyband favoritnya.
'Super Junior & EXO'
Bus sekolah berhenti dipemberhentian akhir, pria itu turun sambil menunduk memeriksa isi ponsel pintarnya yang trasparant dalam genggamannya. Dirinya sudah tiba di terminal akan kemana lagi dirinya setelah ini.
Ia membaca sekali lagi email yang didapatnya kemarin malam agar datang untuk mengikuti sebuah wawancara audisi secara langsung disebuah agensi besar. Beruntung ia berkata pada ibunya bahwa dirinya akan bermain kerumah temannya.
Remaja pria itu melangkah mencari bus lain menuju gedung agensi yang akan di datanginya, sepanjang perjalanan ia tertidur karena lelah harus melakukan perjalanan jauh setelah pulang dari sekolah.
Beruntung saja dirinya tidak melewatkan halte tempatnya harus turun, kaki panjangnya melangkah mencari nama sebuah agensi yang membalas email yang dikirimnya seminggu lalu saat mendaftar dan mengirimkan video audisi.
"SM Entertainment..." gumamnya sambil menatap sekeliling, sesekali membenahi letak kacamatanya diatas masker hitam yang digunakannya.
"Ah.. Disana.."
Remaja itu menyebrang dan memasuki gedung sambil membuka hoodie yang menutup kepalanya membiarkan surai kelamnya tertiup angin, kemudian ia memperlihatkan email yang didapat olehnya pada seorang Noona dimeja resepsionis yang berbentuk minimalis.
"Kau naik saja kelantai 3, disana banyak yang sama sepertimu."
"Terima kasih.."
Remaja itu membungkuk dan melangkah menuju tangga yang akan membawanya ke lantai 3 ia lebih memilih menggunakan tangga dari pada menggunakan lift. Kedua netra coklatnya tengah sibuk menatap interior dalam gedung yang sangat simpel namun terlihat futuristik tersebut.
Arsitek di tahun 2313 memang sangat hebat ia akui itu.
Saat dirinya tiba dilantai 3, sambil melihat sekeliling dengan perlahan ia melangkah menuju koridor yang dimaksud sambil membuka masker hitam yang menutup sebagian wajahnya sambil sesekali menunduk kembali menatap ponselnya.
Bugh..
"Maaf maaf.." Pemuda itu membungkuk dan meminta maaf namun pria dewasa yang ditabrak olehnya justru ikut membungkuk.
"Ah tidak-tidak, jangan meminta maaf. Apa kau datang untuk audisi?"
Pemuda itu mendongak dan menganggukkan kepalanya, ia melihat pria hadapannya tersenyum menghasilkan dimple dalam disalah satu pipinya, itu adalah salah satu idolanya "Semangat, jangan gugup.."
".... Ya.." Sahutnya justru dengan gugup.
"Lay.. Kau disana? Ayo temani aku cepat.."
Seorang pria memanggil Lay dari balik tubuh pemuda tersebut, membuatnya menoleh dan mendapati idola lainnya yang berwajah tampan dan beralis tebal, dia adalah leader EXO.
Mimpi apa dirinya semalam?
"Ya ya, semangat.." Lay mengacak rambut pemuda tersebut kemudian berlari kecil menghampiri pria lainnya "Kau benar-benar tak sabaran Suho-ya.." Ujarnya.
Pemuda itupun mengerjapkan kedua mata dibalik kacamatanya dan menghela nafas, "Baiklah, kau tidak boleh mengecewakan orang yang memberikanmu semangat." Ujarnya pada diri sendiri.
Iapun melanjutkan perjalanan dengan semangat berbelok menuju koridor yang diarahkan oleh panah yang menunjukkan ruang audisi, namun begitu semangat dirinya saat ini hingga..
Bugh
Remaja pria itu berhenti melangkah saat dirinya saling bertabrakan bahu dengan seseorang yang melangkah berlawanan arah dengannya.
"Maafkan aku."
"Maaf.."
Kedua remaja pria itu sama-sama saling meminta maaf, kemudian keduanya tertawa pelan.
"Aku berjalan dan tak melihat kedepan karena terburu-buru untuk ke kamar mandi. Maafkan aku..." ucap pria berpakaian hitam dengan mata bulat dengan senyum lebar nan manis.
"Dirikupun salah, karena tidak melihat jalan dengan baik." ia tersenyum tak enak hingga kedua matanya melengkung ikut tersenyum bersamaan dengan bibirnya membentuk sabit yang menggemaskan.
Keduanya terdiam sebentar merasa tak asing dengan apa yang mereka lakukan barusan.
"Kau dipanggil untuk audisi?" pertanyaan yang sama terlontar dari bibir keduanya, membuat mereka kembali tertawa, bahkan rasa terburu-buru yang membuat si manis berjalan tergesah-gesah tadi terlupa begitu saja.
"Ya." Dan lagi mereka kembali menjawab bersamaan.
"Kau tahu, ini pertama kali diriku mengalami hal seperti ini dalam hidupku."
"Ya, dirikupun.. Kurasa kita bisa berteman setelah ini."
Remaja berkacamata itu mengulurkan tangannya terlebih dahulu "Namaku Lee Jeno." Dan segera disambut oleh pria manis dihadapannya dengan semangat dan senyum lebar.
"Jaemin.. Na Jaemin."
"Ahahahaha..."
Suara tawa dari lantai satu membuat keduanya menoleh dan melihat kebawah bersamaan, mereka melihat 2 anggota boyband senior mereka superjunior tengah berjalan bersama sambil tertawa dan merangkul satu sama lain.
"Kau benar-benar bodoh Lee Donghae." Satu jitakan mendarat dikepala sang pria yang tertawa sangat kencang, dan sang pelaku segera berlari untuk kabur.
"Yaaak, Eunhyuk-ah..!" Sedangkan si korban segera berlari mengejar pelaku penjitakan kepalanya sambil tertawa tentu saja.
"Itu baru membuatku iri.." Ucap si remaja berkacamata, persahabatan seperti itu yang membuatnya iri bukan cerita mitos dari desa yang menceritakan kisah antara vampire dan manusia, hal tersebut hanya mitos dan belum tentu ada di dunia ini.
"Apa yang membuatmu iri?"
"Persahabatan mereka, kedekatan mereka. Aku ingin seperti mereka."
Pria bermata bulat itu terkekeh mendengar ucapannya "Kau sangat lugu Jeno-ssi, mari kita berteman dan bersama selamanya seperti mereka."
"Bersama.. selamanya?" Jeno melepas jabatan tangannya dengan Jaemin dan dengan terburu-buru mengulurkan kelingkingnya dan segera disambut oleh Jaemin.
"Selamanya.."
'Deg!'
Tanpa keduanya sadari, mereka telah mengukir takdir baru bagi keduanya. Bahkan mungkin mereka tak menyadari bahwa ada sebuah debaran kecil yang muncul didalam dada keduanya saat kelingking mereka saling bertautan.
Debaran yang mengikat janji keduanya di atas jembatan sungai Sanzu.
⇨ Twisted ⇦
2 tahun lewat setelah hari itu, siapa yang tak tahu dimana ada ada Jeno disanapun akan ada Jaemin mereka tak terpisahkan barang sedetikpun bahkan keduanya masuk SMA yang sama dan berada dikelas yang sama serta duduk di kursi yang bersebelahan.
Dan tak lama lagi keduanya akan segera diperkenalkan dalam rookies grup. Bahkan siapa yang menyangka bahwa Jeno akhirnya cukup dekat dengan Donghae yang sangat senang hati mengajarkannya beberapa alat musik.
"Mengapa kau sangat mirip denganku." Omel Donghae saat melihat betapa mirip wajah Jeno dengan wajahnya namun ia memeluk gemas anak itu hingga Jeno kehabisan nafas dalam pelukan Donghae.
"Apa ibumu memikirkan Donghae Hyung saat dirimu berada dalam kandungan." Sambar Jaemin sambil menyilakan kedua kakinya diatas sofa ruang latihan musik, ia masih memainkan ponselnya sesekali mengirim pesan chat pada seseorang.
"Apa kau mengigau Jaemin-ah? Bahkan Superjunior belum debut saat diriku dilahirkan." Bantah Jeno, ia mendekati senior yang sudah dianggap Hyung kandungnya sendiri, saat dirinya ingin bertanya bibirnya terdiam dengan sendirinya saat mendapati Donghae yang tengah menatap Eunhyuk didalam ruang rekaman.
"Mengapa kau menatapnya seperti itu Hyung?"
Donghae terkekeh ia menggendikan bahunya "Entahlah.. Ada sesuatu yang menarik dalam dirinya hingga diriku selalu ingin menatapnya dan berada didekatnya." Pria tampan itu menatap Jeno dan mengusak rambut hitam Jeno yang melirik Jaemin di sofa.
"Saat kau sudah dewasa nanti kau akan mengerti, mengapa kau juga menatap Jaemin seperti itu."
"H-hyung.. aku tidak menatap Jaemin.."
Donghae hanya tertawa dan kembali mengacak-acak surai hitam Jeno hingga berantakan. Apa anak ini ingin mengelak? Jelas-jelas Donghae melihat dengan jelas bagaimana cara Jeno menatap Jaemin begitu berbeda dengan cara anak ini menatap trainee yang lain.
"Eoo mana bocah itu, kenapa belum datang juga?" Omel Jaemin sambil melipat kedua tangannya di dada menandakan ia tengah kesal namun terlihat sangat menggemaskan dipandangan Jeno.
"Aku akan mencarinya."
Jaemin menurunkan kedua kakinya kemudian bangkit berdiri dan beranjak keluar dari ruang latihan musik "Jaemin-ah tunggu, hyung aku menyusul Jaemin." Tanpa menunggu Donghae menyahutinya Jeno segera berlari mengejar Jaemin.
Donghae kembali terkekeh dan menggelengkan kepalanya, melihat Jeno hanya membuat ia mengingat dirinya sendiri yang sangat bergantung pada Eunhyuk pria yang saat ini membalas senyuman manis Donghae dari balik kaca ruang rekaman.
"Mati aku, mati aku, aku terlambat Jaemin Hyung akan membunuhku."
Sepanjang perjalanan ia berbisik bagaikan itu adalah sebuah mantra yang akan membuat langkahnya semakin cepat, ia hampir berlari melewati seorang anak seumuran dengan dirinya yang terlihat kebingungan mencari letak sebuah ruangan.
Namun bukan hal itu yang menarik perhatian remaja bermata sipit itu, melainkan earpod yang digunakan anak ini berwarna sama dengan miliknya. Perlahan langkahnya terhenti dan berbalik badan, ternyata anak itupun berbalik untuk melihatnya dan keduanya saling menunjuk earpod mereka yang mereka gunakan berwarna sama lalu tertawa, sangat khas anak-anak.
"Kau tersesat?"
Mendengar pertanyaan itu diterjemahkan oleh earpod di telinganya pria berwajah oriental tersebut mengangguk dengan cepat "Aku akan mengantarkanmu.. Kemana kau ingin pergi?"
Ia menunjukan sebuah kertas pada remaja sipit ini "Ah aku tahu tempat ini, aku akan mengantarkanmu."
Remaja itu mengulurkan tangannya "Namun sebelum itu.. siapa namamu? Aku Park Jisung." Ucapnya panjang lebar sambil tersenyum lebar dengan mata sipitnya.
"Chenle... Zhong Chenle."
Keduanya saling menjabat tangan, dan melempar senyum polos. Setidaknya kali ini, mereka tidak akan kehilangan lagi satu sama lain.
"Yak Park Jisung?!"
Teriakan Jaemin membuat Jisung menatap kebalik tubuh Chenle "Omo Jaemin Hyung.." Ia mengenggam jemari Chenle dan mengajak pria itu berlari bersamanya menghindari Jaemin yang mungkin saja akan menjitaknya atau mencubit pipinya.
"Jaemin-ah.. Tunggu aku.."
Keempatnya berlarian saling mengejar satu sama lain, langkah panjang keempatnya semakin lama semakin panjang menghabiskan tahun demi tahun bersama dan tak akan terpisahkan dengan keji seperti sebelumnya.
Kali ini bahkan takdirpun enggan mengusik kebahagiaan mereka.
⇨ THE END ⇦
Tidak ada komentar:
Posting Komentar