∵ TWISTED ∵
|
|
|
|
Mobil merah metalik milik Xiaojun berhenti dipekarangan didepan panti asuhan yang ditinggali oleh Jinhyuk dan Jaemin sedari kecil, keduanya menatap sekeliling sebelum turun dari mobil yang dibawa oleh detektif muda tersebut.
Sebelum mereka tiba Jinhyuk sudah menghubungi Junmyeon dan bertanya dimana Hyungnya tersebut berada, dan beruntung memang Junmyeon tengah berada di panti.
Keduanya melangkah memasuki bangunan panti, Xiaojun menatap sekeliling ini pertama kali ia memasuki sebuah panti asuhan. Saat dirinya kecil dan dibuang dijalanan ia hanya hidup dan tidur di tepi jalan tak ada yang berniat membawanya kerumah singgah hingga Renjun menghampirinya di tengah hujan dengan payung hitam dan tangan yang terulur.
Dirinya sudah tinggal di Mansion Lee sejak Renjun membawanya dan beranjak keluar setelah dirinya mulai bekerja 5 tahun lalu. Netranya memandang sekeliling ruangan yang terdapat banyak bingkai foto diatas meja tinggi yang terbuat dari kayu mahogany dan terdapat banyak laci dibawahnya.
Jinhyuk memimpin jalan mereka menuju bagian belakang panti yang merupakan bagian favorit sang Hyung sejak dulu, mereka berpapasan dengan seorang anak perempuan kecil yang hampir menabrak Xiaojun.
"Mija-ya kau belum tidur siang?"
"Aku akan ke kamar Oppa, aku baru saja memeluk Junmyeon Oppa.." gadis kecil itu memeluk Jinhyuk sebelum berlari semakin kedalam menuju lorong yang terlihat terdapat banyak pintu berhadapan didalamnya.
Sepertinya itu deretan kamar anak-anak.
Jinhyuk tersenyum hingga kedua matanya menyipit dan menghilang melambai pada Mija adik kesayangannya, dia benar-benar terlihat seperti Lami saat masih kecil, sangat menggemaskan.
"Kau sudah datang?" sapa Junmyeon dan membuat Jinhyuk mengalihkan perhatiannya dari Mija pada Junmyeon.
"Hyung.."
Xiaojun membungkuk sebagai bentuk salam pada Junmyeon, keduanya melangkah menuju halaman belakang mengikuti langkah Junmyeon.
"Siapa dia?"
"Dia Xiaojun, detektif.."
"Waw.." Junmyeon terkekeh pelan kemudian menatap kedua pria dihadapannya, adiknya sudah lebih tinggi dan terlihat lebih kuat darinya ternyata ia hampir lupa bahwa waktu berlalu dengan cepat. "Ada hal apa sampai seorang Letnan membawa seorang detektif untuk berbincang denganku?"
"Tentu saja membicarakan pria yang dekat denganmu belakangan ini. Apa kau bisa berhenti bersikap terlalu baik padanya, dia hanya memanfaatkanmu."
"Zhang Yixing? Aku hanya sedikit menolongnya, apa itu salah? Apa itu suatu bentuk kejahatan?"
Jinhyuk hampir membuka mulutnya namun Xiaojun menahannya "Apa kau membiarkan kartu kreditmu digunakan olehnya? Apa kau tahu dia membeli sebuah mobil atas kartu kreditmu kemudian menggunakan mobil itu untuk menabrakku?"
"Apa?" Junmyeon terlihat terkejut, dari reaksinya saja Xiaojun dan Jinhyuk sudah bisa menebak bahwa Junmyeon di manfaatkan habis-habisan oleh Zhang Yixing.
"Apa kau tahu kemarin malam Hyukie dan diriku terluka karena Lami? Karena adik kecil kita itu dekat dengan Zhang Yixing."
Junmyeon terdiam ia benar-benar terkejut, awalnya ia sudah tak ingin mendengar ucapan detektif yang sama sekali tak dikenalnya ini, bisa saja bukan pria itu hanya mengada-ada? Namun tak mungkin Junmyeon tak percaya dengan ucapan Jinhyuk adiknya sendiri.
Namun Junmyeon tetaplah Junmyeon ia tetap mencoba membantah hingga terjadi pertengkaran kecil diantara dirinya dan Jinhyuk.
Xiaojun menghela nafasnya, ia sudah menduga akan mendengarkan pertengkaran seperti ini. Zhang Yixing itu sudah terlalu memikat Kim Junmyeon dan membuat pria ini menjauhi pemburu itu rasanya adalah hal mustahil. Perlahan ia melangkah mundur dan tak berniat mendengar pertengkaran kedua kakak beradik tersebut, ia baru saja berbalik dan berniat kembali masuk kedalam namun suara sebuah vas bunga yang jatuh membuat langkahnya dan pertengkaran Jinhyuk serta Junmyeon terhenti.
Ketiganya menoleh bersamaan kebagian dalam bangunan panti "Apa ada orang lain selain anak-anak?" Jinhyuk mengeluarkan pistol dari balik sakunya sedangkan Xiaojun mendengus kesal karena lupa membawa senjatanya ikut bersamanya.
"Tentu saja tidak, kau bekerja, Jaemin tak tinggal disini, Hyukie masih berada di cafe bersama dengan Lucas, Lami pun tak terlihat sejak diriku datang. Tak ada siapapun disini selain diriku."
Jinhyuk dan Xiaojun melangkah masuk kembali kedalam dan menemukan vas bunga didekat lorong menuju deretan kamar anak-anak terjatuh dan hancur di atas lantai.
"Aaaaa...."
"Inkyung?!" Junmyeon segera berlari menuju pintu dapur dan menemukan jejak pria berpakaian hitam yang tengah menggendong seorang anak pria dengan paksa.
Tanpa pikir panjang Jinhyuk menembak kaki orang tersebut membuatnya jatuh dan membuat anak kecil itu berlari kearah Junmyeon.
"Hyung!"
"Inkyung-ah tak apa-apa kau jangan takut... Bersembunyilah cepat.." Junmyeon membisikkan tempat yang harus digunakan anak itu untuk bersembunyi dan berkata jangan keluar hingga polisi datang.
Junmyeon berlari menuju lorong yang terdapat deretan kamar anak-anak lainnya, namun hampir saja dirinya diserang andai saja Xiaojun tidak menahan serangan tersebut. "Bawa anak-anak keluar."
Pria itu kembali bangkit dan meminta seluruh adik-adik kecilnya untuk mengikutinya keluar namun ketika ia berlari menuju pintu ia melihat ada beberapa orang yang tengah berjaga didepan sana "Kemari." Junmyeon kembali keruang tengah dan membisikkan pada mereka satu persatu tempat yang berbeda untuk bersembunyi dan jangan keluar sampai polisi datang.
Anak yang terakhir sudah pergi Junmyeon merasa ada yang kurang "Mija? Mija-yaaa!"
Jinhyuk dan Xiaojun saling membantu melawan beberapa pria yang menerobos masuk kedalam panti, keduanya menendang 2 pria berbaju hitam secara bersamaan ketika mereka berganti posisi.
"Oppaaa!!"
"Mija!!"
Jinhyuk mengejar pria yang menggendong adik kecilnya itu tanpa ampun memukul pria tersebut saat sudah menarik dengan mudah tubuh Mija berpindah dari gendongan pria tersebut pada gendongannya.
"Pergi dengan paman Xiaojun dia akan mengantarkanmu pada Junmyeon Oppa." Jinhyuk memberikan Mija pada Xiaojun dan memintanya mengantarkannya pada Junmyeon.
"Oppaaa...."
"Tenang... Tidak akan terjadi apa-apa.." Xiaojun segera pergi melewati lorong dapur menuju ruang tengah namun ia terjatuh saat punggungnya dipukul dari belakang dengan keras.
"Paman?!"
"Aku tak apa-apa, pergilah Junmyeon Oppa ada diruang tengah." Xiaojun mengangkat tangannya menahan serangan selanjutnya yang hampir menghantam kepalanya "Pergi cepat.."
Xiaojun mau tak mau menahan serangan disana sampai ia kembali lagi menuju lorong dapur meninggalkan Mija yang berjalan ketakutan menghampiri Junmyeon yang hampir menggila mencari satu adiknya lagi.
"Oppaa!"
Junmyeon segera berlari keluar dari lorong lainnya dan berlutut merentangkan tangannya menunggu Mija menghampirinya dengan senyum lebar, ia bersyukur adiknya tidak apa-apa.
"Kemari Mija-ya.."
Gadis kecil itu berlari pelan menghampiri Junmyeon namun langkahnya terhenti dengan tiba-tiba saat melihat siapa yang berada tak jauh dibelakang Junmyeon, memberikan gesture akan membunuh Junmyeon jika anak itu mendekat.
"Mija? Kenapa?"
Dengan jemari kecilnya yang gemetar Mija menunjuk kearah belakang Junmyeon membuat Oppanya menoleh perlahan kebelakang dan melihat Yixing berada disana melambai dan tersenyum padanya namun Junmyeon tak dapat mengartikan maksud tatapan dan senyuman itu apa.
"Yixing?"
'BUUUKKHH'
Junmyeon merasakan hantaman kuat dibelakang kepalanya, telinganya terasa mendengung dengan kuat hingga tubuhnya ambruk tergeletak diatas lantai.
Netranya dengan samar menatap adiknya yang membuang balok panjang dihadapan Junmyeon kemudian menggendong paksa Mija untuk ikut dengannya bersama dengan Yixing yang mengikuti dari belakang.
"...... L-Lami.."
"Oppaaa!!! Oppaaa!!"
Jeritan Mija membuat Xiaojun segera beranjak kembali kedalam dan meninggalkan Jinhyuk, ia terkejut melihat Junmyeon sudah tergeletak bersimbah darah dan tak ada Mija bersamanya.
"Mija!" panggilnya sambil berlari kebagian belakang berharap Jinhyuk berhenti berkelahi dan segera menyusul Mija yang diambil oleh mereka.
Namun begitu tiba dibelakang ia justru melihat tubuh Jinhyuk ambruk setelah disemprot dengan cairan yang sangat ia yakini adalah pelumpuh syaraf.
"Jinhyuk-ssi!!" Xiaojun hampir saja berlari mengejar para pria berpakaian hitam yang menyeret tubuh Jinhyuk yang terlihat kaku lemas dan tak bisa digerakan serta Mija yang digendong paksa meronta-ronta sambil menangis.
Namun sebuah tangan menahan bahunya dan menarik Xiaojun agar berbalik badan, begitu tubuhnya berbalik pria bersurai terang itu merasa sakit luar biasa di perut kirinya.
"A-akhh..."
Xiaojun menunduk, ia melihat sebuah belati berwarna hitam pekat sudah bersarang diperutnya. Netranya menatap penusuknya yang tersenyum ramah padanya, Yixing.
"Sejak awal seharusnya kau menuruti permintaan Huang Renjun untuk tidak ikut campur Detektif... Kami tidak memiliki urusan apapun denganmu."
Yixing memutar belati digenggamannya membuat ujung tajamnya semakin melukai perut Xiaojun hingga darah menetes dari sana, semakin banyak darah yang menetes semakin dalam Yixing menekan belati tersebut merobek perut pria itu.
"Gadis itu menginginkan Jeno, sedangkan diriku...menginginkan Park Jisung." usai dengan kalimatnya Yixing melepaskan tangannya dari bahu Xiaojun dan melihat pria itu mundur beberapa langkah kebelakang sebelum terjatuh keatas tanah berumput.
Ia menatap gerombolan manusia itu pergi begitu saja meninggalkannya yang mungkin saja akan tewas kehabisan darah disini.
"Hhh hhhh..." Xiaojun menyentuh luka di perutnya, sedikitpun darah kental tak berhenti mengalir dari sana, dirinya benar-benar seperti tengah menunggu ajal.
".... R-Renjun-ah.."
Chenle duduk didalam mobil menyusul Hendery yang sudah membuka laptopnya dan mulai mencari keberadaan pemilik nomor ponsel yang diberikan Jaemin padanya tadi.
"Ini ponselmu.."
"Oh terima kasih Chenle-ssi.." Hendery mengambil ponsel miliknya dan meletakkannya di jok sebelum ia kembali sibuk dengan laptopnya sedangkan Chenle mencoba menghubungi Jisung untuk yang kesekian kalinya.
Namun hasilnya tetap nihil.
Chenle sejujurnya takut ketika ia menghubungi ke Mansion dan mereka mengatakan bahwa keduanya belum kembali, otak pintarnya akan berpikir kemana-mana hanya karena Jisungpun tak menerima panggilannya.
Ibu jarinya dengan ragu menekan nomor rumah Mansion Lee, menunggu ada yang mengangkat panggilannya hingga suara seseorang terdengar disana.
"Bibi Kang? Ini aku, Chenle."
"Ahh yaaa Chenle-ya? Ada apa?"
"Um.. Aku ingin bertanya, apa Jisung dan Jeno-ssi sudah berada di Mansion? Mereka berkata akan segera pulang setelah dari Sungai Han."
"Mereka? Mereka belum kembali. Mungkin mereka akan sampai sebentar lagi, apa ada yang ingin ku sampaikan pada mereka jika keduanya sampai?"
"Tak ada Bibi Kang.." Chenle hampir mematikan panggilannya tapi ia kembali berbicara "Katakan pada Jisung untuk mengabariku. Terima kasih Bibi Kang."
"Baiklah, akan kusampaikan... Tak perlu sungkan Chenle-ya.."
Panggilan berakhir, Chenle menyimpan ponselnya kembali kedalam saku ia melirik Hendery yang masih fokus dengan pekerjaannya.
"Kau baik-baik saja?"
Chenle menganggukkan kepalanya ragu ia tidak baik-baik saja, ucapan Xiaojun menggema dikepalanya "... Aku akan disini menemanimu, jika hasilnya sudah keluar aku akan segera memberitahu Jaemin Hyung.."
Hendery menekan tombol enter, ia berhasil masuk hanya tinggal melacak keberadaan GPS dari kedua ponsel tersebut saja, iapun menoleh pada Chenle.
"Kau yakin? Karena kau terlihat tak baik- baik saja."
Pria bersurai pink itu diam, dia sama sekali tak menjawab masih ragu sepertinya namun perlahan Chenle mengeluarkan ponselnya "Setelah selesai melacak kedua nomor ponsel itu bisakan kau melacak seseorang untukku?"
"Tentu.."
"Siapa yang menelpon?" Donghae bertanya saat tengah menuruni tangga, ia melihat Bibi Kang baru saja meletakkan gagang telepon kembali ketempatnya.
"Chenle-ssi, dia bertanya apakah Jisung dan Jeno sudah sampai atau belum."
Donghae mengerutkan keningnya, kenapa Chenle sampai harus menghubungi kerumah? Bukankah biasanya Jisung dan Chenle tak pernah terpisahkan?
"Kabari dia jika keduanya sudah pulang.."
"Baik.." Bibi Kang segera beranjak kembali kebelakang sedangkan Donghae meneruskan langkah menuju ruang kerjanya, namun getaran ponsel di sakunya membuatnya berhenti melangkah.
"Ya? Jungwoo, ada apa?"
"Bisa kau kemari? Kurasa Hyukjae-ssi tidak baik-baik saja, diriku dan Lucas sibuk melayani pelanggan tak ada yang menemaninya berbicara, sedari tadi dia hanya diam saja."
"Baiklah... Aku akan kesana sekarang juga." Donghae meletakkan berkas dalam genggamannya keatas meja kemudian segera beranjak pergi dari Mansion menuju Jewel's Cafe.
⇨ Twisted ⇦
Kedua netra Renjun tengah menatap Xiaojun yang sejak sadar langsung menghisap darah dari beberapa mayat yang tergeletak di sekeliling taman belakang, dirinya tengah berjaga-jaga andai saja polisi akan benar segera datang Renjun akan menarik Xiaojun menjauh.
Tubuh pria bersurai terang itu terduduk usai ia merasa tenggorokannya tak lagi merasa panas akan dahaga, ia melirik Renjun yang tengah menatapnya.
"Kau menyelamatkanku?" Xiaojun menghapus jejak darah disudut bibirnya, namun kemudian ia menunduk dan melihat belati kecil yang masih bersarang diperutnya. Perlahan ia menarik belati tersebut sambil menahan ringisan dibibirnya.
Belati itu terlepas, Xiaojun segera membuangnya dan melihat dengan mata kepalanya sendiri perlahan luka di perutnya tertutup rapat seolah-olah ia tak pernah terluka sebelumnya.
"Hebat bukan? Sekarang kau bagian dari kami."
Ia kembali menatap Renjun, apa sekarang dirinya butuh pujian? Atau Renjun ternyata tengah menyindirnya? "Kupikir kau tak akan menyelamatkanku.."
"Kupikir kau akan mendengar ucapanku untuk menjauh dari masalah, menjauh dari pemburu itu."
Xiaojun diam, seharusnya memang dia menuruti ucapan Renjun padanya namun ia hanya berharap segalanya selesai setelah menarik Junmyeon keluar dari genggaman Yixing.
"Aku hanya berpikir untuk membantu, lagipula diriku dan Jinhyuk tidak mendatangi pemburu itu, kami mendatangi Junmyeon... Kau tahu ini seperti jebakan untukku dan Jinhyuk."
"Ya... Kau membantu." Renjun menghela nafasnya, apa segalanya akan berjalan dengan mudah setelah berurusan dengan pemburu itu.
Dirinya tahu ia salah, tapi niatnya benar-benar ingin membantu, namun Jinhyuk dan Mija justru dibawa oleh Zhang Yixing sedangkan Jun.... Xiaojun teringat pada pria itu "Junmyeon? Bagaimana dengannya? Dia terluka tadi."
"Bisakah kau berhenti memikirkan oranglain? Dirimupun terluka bahkan hampir tewas didepan mataku andai saja... aku..."
"Sshh..." Xiaojun segera bangkit berdiri, ia menarik Renjun kedalam pelukannya. Pria ini hanya perlu mengatakan dirinya khawatir tanpa mengomel apa terasa sangat sulit?
"Aku baik-baik saja... Kau menyelamatkanku bukan? Maafkan aku Renjun-ah.."
Renjun memeluk Xiaojun dengan kuat, apa dia tahu Renjun hampir berhenti bernafas saat melihat betapa pucat wajah Xiaojun tadi? Betapa dirinya takut kehilangan Xiaojun, bagaimana jika mereka telat menemukan Xiaojun "Berjanjilah, menjauh dari pemburu. Aku tak ingin kehilanganmu lagi."
Perlahan Xiaojun menarik kedua sudut bibirnya, dadanya semakin menghangat mendengar ucapan Renjun, ya.. dia akhirnya mendapatkan pria itu. Gunung es yang berdiri kokoh itu akhirnya mencair.
⇨ Twisted ⇦
Jaemin menghapus air matanya ia benar-benar berharap ambulance datang dengan cepat dan membawa Junmyeon untuk segera diobati, ia harus mencari Jinhyuk setelah ini.
Bruk.
Ia menoleh ke arah sumber suara, Jaemin melangkah kedalam ruang kerja yang dahulu sering Junmyeon gunakan, dengan langkah perlahan sembari menyentuh pistol miliknya yang berada di balik saku Jaemin melangkah mendekati asal suara yang berasal dari bawah meja kerja.
"Ilwoo?!"
"H-Hyuung.." anak kecil itu segera keluar dari bawah kolong meja dan memeluk Jaemin dengan erat, ia menceritakan tadi banyak pria berpakaian hitam yang menarik mereka agar keluar dari kamar. Namun Jinhyuk dan temannya yang bersurai terang melawan mereka dan Junmyeon meminta dirinya bersembunyi sampai polisi datang.
"Sssst sudah jangan menangis ada hyung disini, sebentar lagi polisi akan datang." Jaemin segera memeluk adik kecilnya sembari keduanya melangkah keluar dari dalam ruangan.
Anak kecil itu melihat Junmyeon yang tergeletak diatas lantai dan kembali menangis sembari menunjuk tubuh hyung mereka itu "J-Junmyeon Hyung... Kulihat Lami Noona memukulnya dan membawa Mija pergi."
Jaemin terdiam ia tengah mencerna ucapan sang adik, "Apa katamu?"
"Lami Noona, dia memukul Junmyeon Hyung.. Apa Junmyeon Hyung akan baik-baik saja Hyung?"
Ia benar-benar tak percaya bahwa Lami melakukan itu, ia tak percaya gadis itu tega melukai Junmyeon dan pergi meninggalkan pria yang sudah bekerja keras membanting tulang menyekolahkan mereka semua?
"Junmyeon Hyung akan baik-baik saja, percaya pada Hyung."
Chenle dan Hendery menatap layar laptop, kedua ponsel dari nomor yang diberikan Jaemin berada di daerah pesisir, apa mereka kesana bersama? Atau Yixing membawa mereka kesana?
"Aku akan memberitahukan pada Jaemin Hyung."
"Sebentar Chenle-ssi.. Kau bilang bahwa kau ingin diriku melacak nomor seseorang, berikan padaku."
Hampir dirinya lupa bahwa dirinya penasaran dengan keberadaan Jisung, bahkan sudah lebih dari setengah jam tapi tidak ada kabar dari Jisung, bahkan polisi belum juga datang.
Mau tak mau Chenle membuka kontaknya dan memberikan nomor ponsel Jisung pada Hendery. Pria bersurai kelam itu segera mencari nomor ponsel tersebut dalam databasenya kemudian menyambungkan perangkatnya dengan GPS yang terpasang di ponsel Jisung.
Dan kali ini pencarian GPS pada nomor ponsel ini sangat cepat, walau menghasilkan kerutan di kening Hendery.
"Ada apa?"
"Dia sepertinya sedang berkendara.."
Chenle menghela nafasnya, mungkin Jisung sejak tadi menghabiskan waktunya bersama dengan Jeno dan sekarang pria itu akan pulang ke mansion.
"Tapi..."
"Tapi apa?" Chenle menatap Hendery bingung.
"Dia bergerak kearah pesisir, arah yang sama dengan kedua nomor sebelumnya."
"Apa maksudmu?"
Hendery hampir menjawab tapi Chenle mengangkat tangannya meminta Hendery diam, dia hanya bertanya tapi tentu Chenle mengerti apa maksudnya dari ucapan Chenle.
"Coba lacak nomor ini." Chenle memberikan nomor lain pada Hendery dengan nama Jeno tertulis disana.
Dengan cepat Hendery mengetikkan nomor ponsel tersebut masuk kedalam database lalu melacak GPSnya. Hendery menelan liurnya dan menggeser laptopnya agar Chenle bisa melihatnya "Mereka berada di kendaraan yang sama menuju pesisir."
"Sial.."
Chenle segera beranjak keluar dari mobil dan disusul oleh Hendery sambil membawa laptopnya ia mengikuti Chenle yang berlari kembali masuk kedalam bangunan panti mencari Jaemin.
Begitu melihat Jaemin tengah menggendong seorang anak kecil keluar dari sebuah ruangan Chenle segera mendekatinya "Hyung!"
"Bagaimana? Kau sudah menghubungi Mansion? Kalian sudah melacak kedua nomor itu?"
"Mereka ada di pesisir." jawab Hendery, Jaemin pun segera menyerahkan adiknya tersebut pada Chenle.
"Aku akan kesana jaga dia sampai polisi datang."
Tapi Chenle segera memberikan anak kecil itu pada Hendery yang tergesa-gesa meletakkan laptop yang dibawanya demi menggendong anak kecil tersebut "Tenang, kau aman bersamaku."
"Tunggu Hyung.."
"Kau tidak bisa ikut Chenle, ini masalahku dan keluargaku."
Chenle menahan lengan Jaemin dan meremasnya dengan kuat "Bukan hanya saudaramu yang ada disana Hyung."
"Apa maksudmu?"
"Saat kuhubungi Mansion Bibi Kang berkata bahwa mereka berdua belum sampai, dan kuminta Hendery-ssi melacak nomor ponsel Jisung dan Jeno."
Wajah Jaemin memucat, ia benar-benar tak siap mendengar kelanjutan ucapan Chenle bahwa... "Mereka sedang dalam perjalanan kearah pesisir.."
"B-Bagaimana bisa?"
"Jeno sudah tahu segalanya.."
Suara Xiaojun terdengar dari arah belakang, ia datang bersama dengan Renjun yang kini menatap pria bersurai terang itu dengan kening berkekrut "Tahu apa?"
"Tentang kejadian 20 tahun yang lalu."
"Bukankah tak ada yang mengatakan apapun padanya?" Renjun menahan lengan Xiaojun agar pria ini bicara padanya.
"Jinhyuk-ssi menceritakan pada Jeno setelah kalian datang kemari mengambil kembali berkas penyelidikan dan membakarnya. Mereka menutup mulut mereka rapat-rapat tentang kenyataan ini dari kalian."
"Maksudmu Jeno sudah tahu semuanya, dia tahu bahwa dia tanpa sengaja membunuh ayahku?"
Xiaojun menganggukkan kepalanya "Hari ini dia dan Jinhyuk menemuiku di cafe tempat kau menjemputnya tadi, kami berencana akan memulai penyelidikan tentang Zhang Yixing."
Jaemin tak lagi mendengar penjelasan lebih lengkap tentang apa rencana mereka ia segera beranjak pergi namun Renjun menahannya "Kemana kau akan pergi?"
"Kemana lagi? Tentu saja menyusul Jeno."
"Aku ikut denganmu."
"Tidak." Jaemin menahan Renjun agar tetap berada dipanti.
"Kau disini, tunggu hingga polisi dan ambulance datang tetaplah disini dengan hyungku dan Hendery serta Xiaojun. Tolong jaga dan temukan adik-adikku yang lain, mereka bersembunyi disekitar panti, Ilwoo akan membantu kalian menemukan mereka, aku dan Chenle yang akan menyusul Jeno dan Jisung."
Renjun tak sempat lagi menahan Jaemin, ia hanya bisa melihat kedua manusia tersebut pergi dari panti dengan mobil Jeno.
"Kemana mereka pergi?"
"Pesisir.. Jeno dan Jisung menyusul jejak Jinhyuk dan Lami di pesisir." Hendery mendudukkan anak kecil dalam gendongannya.
"Apa mereka akan baik-baik saja?"
Namun tak ada yang menjawab pertanyaan Renjun, karena mereka semua pun tak yakin jika mereka menjawab 'Semua akan baik-baik saja'.
⇨ Twisted ⇦
Jeno melirik Jisung yang menghiraukan panggilan Chenle yang kesekian kali diponselnya, ia sungguh tak enak pada Chenle karena membiarkan Jisung tetap pergi bersamanya.
"Kau tak ingin mengangkatnya?"
"Jika kuangkat, itu hanya membuatku akan berubah pikiran."
"Kau masih bisa kembali Jisung-ah.."
Jisung tersenyum ia menoleh pada Jeno sebentar kemudian kembali fokus menyetir "Aku tak ingin kembali, jadi sebaiknya kita selesaikan ini dengan cepat lalu pulang..."
"Kau yakin?"
"Tentu.."
Jeno menghela nafasnya ia kembali menatap keluar jendela mobil, mereka sudah tiba di pesisir. Hanya tinggal mencari dermaga dimana mereka berjanji untuk bertemu dengan pemburu itu.
Merasa Jeno tak lagi akan bertanya apapun padanya Jisung menatap layar ponselnya yang masih menyala karena baru saja Chenle kembali menghubunginya, ia bisa melihat selca dirinya dan Chenle disana dengan wajah saling menempel dan tawa yang lebar.
'Aku akan pulang Chenle-ya... Tunggu aku di mansion dan jangan mencariku.'
Mobil yang membawa keduanya berhenti di sebuah dermaga, mereka berdua bisa melihat dengan jelas ada 2 mobil van hitam terparkir didepan mereka.
Baik Jeno ataupun Jisung turun dan tanpa ragu melangkah menuju titik pertemuan, mereka melihat seorang pria yang mengenakan jumper hitam dan menutup kepalanya dengan hoodie membelakangi keduanya, siluet yang sama seperti yang pernah dilihat Jisung dahulu saat pria itu menyeret Chenlenya menuju gang kecil.
"Kau... Zhang Yixing?" Tanya Jisung tanpa sedikitpun merasa takut, namun Jeno menahan Jisung untuk melangkah lebih dekat.
Walau dirinya hanya membaca berkas penyelidikan semata, seolah-olah Jeno bisa menilai dengan mudah karakter seorang Zhang Yixing ia yakin bahwa pria itu tak sendiri disini, ditambah ia mengingat suara Jinhyuk yang tengah dipukuli serta suara Lami saat menghubunginya tadi, jadi tak mungkin hanya ada dirinya disini.
"Kau menginginkanku bukan? Serahkan Jinhyuk dan Xiaojun aku akan mengganti nyawa mereka dengan milikku jika kau ingin."
"Hyung?! Apa yang kau bicarakan, aku membantumu kemari bukan untuk mengantarkan nyawamu."
Pria berhoodie itu berbalik sambil membuka hoodienya ia terkekeh pelan melihat 2 orang yang ditunggunya datang kehadapannya tanpa repot-repot menangkapnya "Ah, tenang.. aku sama sekali tak menginginkan dirimu Lee Jeno.."
"Apa maksudmu?"
Yixing tiba-tiba mengeluarkan pistol dari balik saku hoodienya dan menembak perut Jisung dengan peluru yang sudah dilapisi dengan rendaman air Vervains*.
'Dorr!'
Jeno terkejut, ia segera menahan tubuh Jisung yang tertembak dan hampir ambruk limbung kebelakang. Lukanya tak menutup seperti biasanya, bahkan kini Jisung mengerang sambil meremas perutnya dengan kuat membuat darahnya terus menetes dari sana.
"H-hyung.."
Yixing tertawa pelan melihat bagaimana Jisung kesakitan saat ini, pria itu akan merasakan rasa terbakar yang sama seperti saat dirinya merasa kehausan luar biasa di tenggorokannya, namun sayangnya kali ini tak ada yang bisa menghilangkan rasa panas dan membakar itu, bahkan darah sekalipun.
"Apa yang kau tembakkan!"
"Vervains.. Seharusnya kalian lebih maju dari pada kami, Park Jisung akan mati perlahan setelah dia melihatmu tewas dihadapannya."
Jeno mendudukkan Jisung membisikkan kata-kata agar adiknya itu menahan rasa sakitnya. Setelah ia selesai Jeno berjanji akan membawa Jisung pergi dari sini "Tahan Jisung-ah, Hyung akan membawamu pergi dari sini."
Ia bangkit berdiri dan melangkah lebih dekat dengan Yixing "Apa salahnya? Bukankah kau melakukan ini karena diriku? Kau membantu Lami untuk melenyapkanku?!"
"Pfftt... Lami? Itu urusan kalian berdua. Urusanku adalah dengan dia, karena dia aku kehilangan adikku, Zhong Chenle tak pernah sekalipun membantah ucapanku, dan dia merebut Chenle dariku."
".... Kau benar-benar sudah gila."
"Oppaaa!!"
Jeno menoleh kearah salah satu pintu van hitam yang terbuka ia melihat Mija berada disana tengah meronta dalam dekapan erat Lami bahkan tubuh Jinhyuk berada disana penuh dengan darah ia tak tahu apakah pria itu masih hidup atau tidak.
"Apa yang kau lakukan, itu adik dan Oppamu sendiri Lami!!" Jeno melangkah mendekat pada Van namun Lami menodongkan sebuah pisau lipat pada leher Mija membuat Jeno tak dapat mendekat sedikitpun.
"Kumohon Lami.."
"Aku akan membiarkan mereka hidup.. serahkan nyawamu padaku, jika aku tak mendapatkan Jaemin Oppa begitu juga denganmu."
"Haruskah seperti itu? Kau tahu apa yang kau lakukan ini menyakiti Jaemin." Jeno mencoba melangkah kembali mendekat saat melihat Lami sedikit teralihkan karena ucapannya.
"Jangan mendekat padaku!" Lami yang menyadari gerakan Jeno justru mengeratkan pisau dalam genggamannya pada leher Mija, hingga leher anak kecil itu lecet dan mengeluarkan sedikit darah.
Jeno mengangkat kedua tangan dan menghentikan langkahnya, ia menyerah. Asalkan Jinhyuk, Mija dan Jisung bisa selamat, ia menyerah.
⇨ Twisted ⇦
Begitu Donghae tiba di restoran ia melihat Jungwoo dan Lucas sudah berada di luar Cafe bersama dengan Hyukjae, ia melihat Jewel's Cafe sudah ditutup.
"Kenapa kalian menutup cafe?"
"Perasaanku tak enak, kami ingin kembali ke panti."
"Baiklah akan kuantar... Jika memang perasaanmu tak enak aku tak akan mengijinkanmu untuk membawa kendaraanmu sendiri."
Hyukjae mengangguk mengiyakan ucapan Donghae, iapun akhirnya naik kedalam mobil Donghae disusul Jungwoo dan juga Lucas.
"Perasaankupun tidak enak sedari tadi."
Donghae menghela nafasnya, jika Jungwoo sampai berkata perasaannya pun tak enak itu artinya memang terjadi sesuatu diantara salah satu penghisap darah.
Dengan cepat Donghae membawa mobilnya menuju panti, namun begitu tiba mereka melihat banyak mobil polisi dan ambulance didepan gang menuju panti.
Hyukjae segera membuka pintu tanpa menunggu Donghae selesai memarkir mobilnya, Lucas pun segera turun dengan tergesah-gesah mengejar Hyukjae namun tak bisa di pungkiri pria tan itu penasaran dengan apa yang terjadi dipantinya.
Keduanya tertahan digaris polisi karena dilarang untuk masuk kedalam, namun Jungwoo dengan cepat menyentuh tangan polisi tersebut "Kami keluarganya, biarkan kami masuk.." Ucapnya dengan lembut, dan berhasil membuat polisi itu membiarkan mereka ber-4 masuk kedalam.
Yang pertama kali mereka lihat adalah beberapa kantung mayat yang dibawa keluar dan dibagian dalam panti dan terlihat Renjun serta Xiaojun sedang duduk bersama anak-anak panti yang lain memeluk mereka yang terlihat ketakutan. Sedangkan Hendery memberikan beberapa keterangan pada polisi dan Siwon yang berada dipanti saat ini.
Namun yang membuat tubuh Hyukjae jatuh lemas saat melangkah masuk kedalam adalah saat para polisi menutup seluruh tubuh pucat Junmyeon dengan kain putih.
"T-tidaak!!"
Lucas meraih tubuh Hyukjae yang hampir terduduk di atas lantai, Siwon yang berada disana pun segera menghampiri sumber suara setelah menghapus air matanya dan meminta agar tubuh Junmyeon dibawa untuk di outopsi.
"Hyukie.." Siwon dan Lucas memeluk erat Hyukjae yang menangis dan meraung, dadanya benar-benar sesak ia tidak pernah bermimpi sekalipun akan berpisah dengan Junmyeon melalui cara menyakitkan seperti ini.
Donghae menatap Renjun dan Xiaojun, ia bisa merasakan aroma detektif itu telah berubah, Renjun menyelamatkan Xiaojun diambang kematiannya. Ia mengalihkan pandangannya dari Xiaojun namun kembali ia berbalik badan membelakangi kekasihnya, sebisa mungkin Donghae tidak ingin melihat Hyukjaenya menangis hingga seperti itu, dadanyapun ikut sakit saat ini.
Melihat Hyung mereka menangis, anak-anak pantipun turut menangis dalam pelukan Renjun dan Xiaojun dan sebagian berlari memeluk Jungwoo, walaupun Jungwoo tak mengenal siapa yang meninggal tersebut namun melihat mereka semua menangis hatinyapun ikut terasa perih.
Siapapun yang tega membuat malaikat-malaikat kecil ini menangis benar-benar keterlaluan.
"Siapa yang melakukan ini?"
Suara Donghae terdengar sangat berat, beruntung para polisi sudah meninggalkan mereka para penghuni panti dan beberapa anggota mansion Lee serta Hendery didalam bangunan ini.
"Lami Noona memukul Junmyeon Hyung!! Aku benci Lami Noona!!" Ilwoo kembali berteriak sambil menangis. Anak kecil ini sampai harus melihat hal menyakitkan seperti itu karena Lami yang matanya sudah tertutup oleh kebencian.
Tangisan Hyukjae makin menjadi, ia menunduk dan semakin terisak. Mengapa adik manisnya jadi seperti ini? Apa benar hanya karena Jaemin dan Jeno? Tidak mungkin.
"Dimana Jaemin dan Jinhyuk? Apa sudah ada yang menghubunginya?" Setelah sekian lama Siwon baru bertanya tentang keberadaan kedua adiknya yang tak tampak sedari tadi.
"Kami disini bersama dengan Jaemin tadi.." Hanya Hendery yang membuka suaranya, entahlah Renjun dan Xiaojun hanya diam saja mereka sepertinya tak tahu harus menjawab apa, keduanya hanya ingin menenangkan anak-anak yang tengah menangis ini.
"Lalu kemana dia?"
"Jaemin pergi mencari Jinhyuk dan menyusul Jeno serta Jisung."
"Apa? Sebentar, aku tak mengerti maksudmu.." Donghae mendekati Hendery, dadanya sudah berdebar kuat ia mulai merasakan apa yang Jungwoo rasakan, perasaan khawatir dan takut.
"Mereka..."
Hendery bercerita dari awal apa saja yang ia dengar dari Xiaojun dan ditambah dengan pengakuan Ilwoo belum lagi hasil pencariannya dengan Chenle, mereka semua kini menuju pesisir entah apa yang akan terjadi.
Donghae mengepalkan tangannya bahkan kedua pupilnya mulai memerah karena menahan emosinya yang memuncak, seharusnya ia melenyapkan pemburu itu saja saat mendengar namanya.
"Aku akan menyusul mereka.." Siwon segera berdiri ia hampir mengambil kunci mobilnya.
"Aku akan sampai lebih cepat, kemana mereka pergi?"
Hendery yang terkejut melihat perubahan mata Donghae segera menunjukkan kedip merah dari GPS ponsel mereka dimaps yang terpampang pada layar laptopnya.
Dalam hitungan detik Donghae menghilang dari hadapan Hendery saat berbalik badan membuat pria bersurai kelam itu terkejut hingga terjungkal.
Renjun yang melihat Donghae pergi begitu saja ia tahu, mungkin keganasan milik Donghae yang selama ini ia tahan akan dikeluarkan olehnya, sekali lagi seperti saat pria itu membunuh para prajurit kerajaan yang mengepung adiknya ratusan tahun lalu.
⇨ Twisted ⇦
Mobil sedan hitam yang dikendarai Jaemin melaju dengan cepat membelah jalan bebas hambatan menuju pesisir, mereka bahkan beberapa kali melanggar lampu lalu lintas karena terburu-buru.
Baik Jaemin ataupun Chenle sama sekali tak bisa lagi bertoleransi dengan waktu karena nyawa kekasih mereka tengah dipertaruhkan dengan waktu yang ada, semakin cepat mereka sampai mungkin Chenle bisa kembali membujuk kakaknya dan menghentikan hal buruk apapun yang akan dilakukan Zhang Yixing pada orang yang berharga bagi keduanya.
Sesekali Jaemin melirik pada titik merah pada layar ponsel mereka yang kini berhenti di dermaga. Ia yakin mereka benar-benar sudah berhenti saat ini.
"Kita akan segera sampai Chenle ya, kau jangan khawatir."
"Aku benar-benar takut Hyung.."
Jaemin meremas gagang stirnya, ia pun merasakan hal yang sama. Ia takut sangat takut, dirinya tak bisa membayangkan berada di posisi Jeno yang bersikap tak tahu apa-apa padahal dia sudah tahu segalanya. Bagaimana bisa Jeno hanya diam saja dihadapannya, bagaimana bisa pria itu berpura-pura dirinya tak tahu apa-apa?
Suara ban mobil berdecit, Jaemin menghentikan mobilnya saat melihat mobil Jisung berada tak jauh dari mereka, baik Jaemin ataupun Chenle segera keluar dari mobil dan berlari pelan mendekati mobil milik Jisung.
"Tidak.. Tidak.. Tunggu.."
"Ada apa Chenle-ya?"
"A-aku.."
Perlahan Jaemin meremas kedua jemari Chenle yang terasa gemetar ketakutan saat ini, ia paham mengapa anak ini begitu merasa ketakutan "Kau diamlah disini, aku akan kesana.."
Jaemin melangkah mendekat dan menghiraukan Chenle yang masih meminta mereka untuk bersembunyi terlebih dahulu, bahkan tangan Chenle tak bisa menjangkau ujung pakaian yamg digunakan Jaemin saat pria itu pergi meninggalkannya.
Keduanya melihat Jeno kini mengangkat kedua tangannya keatas dengan Jisung yang terduduk lemas di atas dermaga sembari menyentuh perutnya dan mengerang tertahan "Berhenti, hentikan semua ini!"
Kedatangan Jaemin membuat semua yang berada disana terkejut, namun tidak dengan Yixing. Ia tahu pasti mereka akan datang menyusul kekasihnya, ada Jaemin pasti akan ada Chenle bukan?
Dan ya, ia melihat Chenle bersembunyi di balik mobil berwarna biru milik Jisung, menatap pria yang lemas itu dengan khawatir.
"O-Oppa?" Entah apa yang dipikirkan Lami, ia tersenyum melihat Jaemin datang. Bahkan ia melepaskan Mija dalam dekapannya yang segera berlari menuju Jeno sambil menangis.
"Apa yang kau lakukan disini?" Omel Jeno pada Jaemin sambil memeluk Mija dan meminta anak itu berlari ke arah Jisung.
"Apalagi? Mengapa kau datang kemari sendiri Lee Jeno! Aku hampir mati mengkhawatirkanmu kau tahu!"
Senyum diwajah Lami memudar "Kau datang bukan untukku Oppa?"
Belum usai rasa kesalnya pada Jeno dirinya harus mendengar ucapan seperti itu dari bibir Lami, ia melirik gadis yang masih terlihat cantik itu walaupun matanya sembab dan noda darah ada dipakaiannya.
"Kau..? Untuk apa diriku datang untuk seorang pembunuh sepertimu."
Baik Jeno dan Lami terkejut dengan ucapan Jaemin, pisau lipat yang berada dalam genggaman Lami terlepas begitu saja hingga terjatuh keatas tanah, apa itu artinya ia tadi benar-benar membunuh Junmyeon?
Tapi, bukankah dirinya dan Jeno sama-sama seorang pembunuh, tapi kenapa Jaemin membencinya? Kenapa Jaemin tak bisa memperlakukannya sama seperti pria itu memperlakukan Jeno.
"Diapun pembunuh Oppa, tapi kau tidak pernah sekalipun memandangnya sebagai seorang pembunuh, Lee Jeno seorang monster kau tahu!"
"Dia membunuh ayahku dalam keadaan tak sadar, sedangkan dirimu? Kau membunuh Hyungku dalam keadaan sadar eoh! Kau monster Lami-ya!!"
Lami melangkah mundur beberapa langkah, ia tak percaya Jaemin akan membencinya hingga seperti itu, ini kali pertama dalam hidupnya Lami melihat Jaemin menatap matanya dengan tatapan seperti ini, pertama kali dalam hidupnya nada bicara Jaemin sangat tinggi padanya.
"Berhenti mengangguku ataupun Jeno ataupun Hyung lainnya." Lanjut Jaemin "Setelah kubawa Jinhyuk Hyung kerumah sakit, kau berurusan denganku." Jaemin menatap Jeno dan meminta pria itu pergi saja dari sini, sedangkan Jaemin berusaha membantu Jinhyuk bangkit berdiri membiarkan Lami mulai menangis dan menunduk seorang diri.
Jeno menurut, ia melirik Lami benar-benar dengan pandangan tulus dan prihatin sebelum dirinya beranjak kembali mendekati Jisung dan membantu adiknya untuk berdiri "Kubantu Oppa.."
"Terima kasih Mija-ya.."
"Jisung-ah.."
Baik Jisung ataupun Jeno menoleh kesumber suara, Jisung tersenyum lemah menahan ringisan dari bibirnya sambil meremas perutnya yang benar-benar terasa terbakar dan tak henti mengalirkan darah disana. Ia melihat Chenle berlari dengan cepat kearahnya dan membantu Jisung untuk bangkit.
"Kau bodoh, kenapa datang kemari?"
Chenle menatap Jisung dengan matanya yang berair hampir menangis, ia bisa mencium aroma vervains yang kuat dari tubuh Jisung. Rasanya ingin menangis saat dirinya tahu ia akan kehilangan Jisung...
Dirinya seorang pemburu, Jisung seorang penghisap darah, mereka tahu efek vervains apa.. Mereka tahu mungkin ini terakhir kali keduanya saling menatap satu sama lain.
"K-kau yang bodoh, eoh? Bukankah dimana ada dirimu harus ada diriku hh Jisung-ah." Chenle perlahan memeluk Jisung.
"Sebaiknya kita segera membawa Jisung pulang."
"Tak perlu repot-repot, dia akan mati sebentar lagi.." Yixing kembali bersuara, ia tak terlalu suka drama dihadapannya.
Inilah yang ia kurang suka saat menunda untuk melenyapkan seorang penghisap darah, seharusnya ia bisa menusukkan pasak miliknya pada dada Jisung dan Jeno andai saja gadis ini tidak meminta untuk menjadikan Jinhyuk umpan.
"Hyung, bisakah.. hentikan? Bukankah kau sudah melukainya? Jisungku akan menghilang seperti keinginanmu, bukankah kau sudah mencapai apa yang kau inginkan? Bisakah kau hentikan saja semuanya?"
Chenle benar-benar memohon pada sang Hyung, meminta Yixing menghentikan kegilaannya namun pria berwajah oriental itu justru menjentikkan jemarinya membuat beberapa anak buahnya yang entah bersembunyi dimana keluar dari persembunyian mereka.
"Kau pikir aku menyiapkan hari ini untuk apa Zhong Chenle? Sudah kukatakan sejak awal, jangan pernah bermain-main denganku."
Mereka menatap sekeliling, bagaimana cara mereka pergi jika ternyata mereka terkepung seperti ini. Perlahan Jaemin mendudukan Jinhyuk didekat Mija dan Chenle yang masih berusaha menahan tubuh Jisung yang semakin lemas.
"Hyung.. tunggulah sebentar aku akan membawamu kerumah sakit." Walau lemah Jaemin masih bisa melihat anggukan kecil dikepala Jinhyuk, tubuh Hyungnya itu penuh dengan darah dan luka "Mija-ya, Chenle kalian tetap disini jaga Hyungku." Jaemin memberikan pistol dari sakunya pada Chenle "Gunakan ini jika ada yang mendekat, jangan ragu untuk menggunakannya."
Ragu Chenle menganggukkan kepalanya dan menerima pistol tersebut ia mengenggam senapan itu dengan jemari gemetar, ini kali pertama ia menyentuh senjata dengan tangannya.
Hanya tersisa Jeno dan Jaemin yang bisa melawan, mereka tak ingin berakhir disini jadi sebaiknya melawan hingga akhir bukan mengalah untuk menyerah.
Perkelahian tak imbang terjadi, keduanya sebisa mungkin menahan serangan dan menjauhkan para penyerang dari Chenle yang menjaga 3 orang sekaligus, walau keduanya berhasil menghalau serangan dan pukulan namun Jaemin yang hanya manusia terjerembab saat tubuh dan kakinya ditendang dengan kuat.
"Akhh.."
Jisung menutup mata Mija dengan tangannya yang penuh dengan darah "Jangan lihat.." Pintanya dan Mija menurut untuk menutup matanya sambil menutup telinganya menggunakan tangan, tubuh anak itu bergetar saat melihat Jaemin terjatuh dengan suara nyaring dari kakinya.
"Menjauh darinya!!" Umpat Jeno kesal saat melihat Jaemin terjerembab, ia menarik penyerang yang mengerumuni Jaemin memukuli mereka dan menendang semuanya satu persatu hingga tumbang.
"Kau baik-baik saja?" Tanya Jeno tanpa bisa membantu Jaemin untuk bangkit, ia harus waspada akan serangan lain. Pria bersurai auburn itu mengeram dan bangkit kembali berdiri dengan kekuatannya sendiri.
Walau kakinya kini sakit dan terlihat tertatih dalam bergerak namun ia tetap akan membantu Jeno melawan. Kedua tangannya mengepal kembali dan kembali dalam posisi siaga untuk melawan setiap serangan.
Jeno memukul wajah dan menendang perut dari beberapa penyerangnya membuat mereka terhuyung dan mendekati Jaemin yang sudah siap untuk memberikan bogem mentah dan tak ragu memelintir leher mereka.
Disaat perkelahian terjadi, Yixing melangkah mendekti Lami yang terlihat menangis dan menunduk "Apa kau hanya akan diam saja? Aku melakukan semua ini, hari ini, untuk membantumu melampiaskan dendammu Lami." Yixing merangkul Lami menepuk-nepuk bahu kecil gadis yang masih menangis tersebut.
"Jangan dengarkan Jaemin, semua ini, semua hal buruk yang terjadi pada dirimu dan panti asuhanmu semuanya salah Lee Jeno."
Gadis itu perlahan menghentikan tangisannya, netra bulatnya menatap Jeno yang tengah bertarung dengan mahir menumbangkan anggota Yixing termasuk hal yang mudah untuk makhluk itu.
"..... Semua salahnya."
Yixing mengelus surai hitam milik Lami, perlahan ia mengeluarkan sebuah pasak yang terbuat dari kayu pohon oak dan memberikannya pada Lami.
"Dada kirinya, dan dia akan tewas menghilang dari dunia ini. Dan Na Jaemin akan kembali padamu."
Tanpa pikir panjang gadis itu mengambil pasak kayu tersebut mengenggamnya dengan erat, ia hampir melangkah namun Yixing membisikkan sesuatu "Jika kau tak keberatan.. Bunuhlah Park Jisung untukku, diapun selalu membantu Lee Jeno menghancurkan hidupmu bukan."
Tak perlu mendengar jawaban, sudut bibir Yixing terangkat menjadi sebuah senyuman saat melihat Lami melangkah mendekati Jeno dengan cepat sembari membawa pasak digenggamannya, langkahnya semakin cepat dengan tangan yang terangkat.
"Jeno!!"
Jaemin susah payah memukul siapapun yang menghalangi jalannya walaupun dengan langkah tertatih mendekati Jeno saat melihat Lami berniat menyerang prianya.
Sambil mengambil salah satu pedang dari jasad prajurit didekatnya Jaemin masih bisa menyerang beberapa prajurit yang berusaha menyerangnya yang tengah berjalan tertatih menghampiri Jeno.
Ia menarik Jeno agar menjauh dari serangan Lami, berdiri didepan Jeno agar serangan itu tidak melukai prianya. Kedua netra Jeno terkejut, bahkan Jisungpun seperti tengah melihat kejadian yang sama akan terulang.
"H-Hyung.." Panggil Jisung dengan tersengal.
Panah yang seharusnya bersarang didada Kiri Jeno kini justru bersarang di punggung menembus hingga ke dada kanan Jaemin, Jeno terkejut setengah mati melihat Jaeminnya berdiri menjadi tameng baginya.
"Apa yang kau lakukan, Jaemin-ah?"
Namun, tidak kali ini.
Pasak itu kini bersarang didada kirinya, memberikan rasa sakit yang luar biasa saat kayu pohon oak itu seakan membakar dadanya secara perlahan bahkan ia yakin benda ini akan membunuhnya sebentar lagi..
Sebagaimana seorang penghisap darah akan tewas saat seseorang menancapkan pasak dari kayu pohon oak pada dadanya, itulah keadaan Jeno saat ini. Menukar posisinya dan Jaemin didetik terakhir sebelum kekasihnya kembali meregang nyawa karena menyelamatkannya.
Kedua netra coklat itu saling berpandangan untuk sesaat sebelum kedua tubuh mereka yang saling menahan satu sama lain dan merosot terduduk diatas lantai dermaga.
"J-Jeno?"
"Apa yang kau lakukan Lee Jeno?!"
Jemari Jeno terangkat ia mengelus wajah Jaemin mungkin untuk yang terakhir kalinya bibirnya menyunggingkan senyum hangat pada Jaemin "Kali ini.. aku.. yang melindungimu.... Kibum-ah.."
⇨ To Be Continued ⇦
*Vervains (Sejenis lavender) namun merupakan racun mematikan bagi kaum Vampire (penghisap darah), menimbulkan rasa terbakar yang hebat hingga menyebabkan hilang kesadaran melemahkan penghisap darah bahkan dapat menyebabkan kematian instant.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar