UNTIL YOU
|
|
|
***
Kedua mata Jaemin membesar saat melihat bagaimana kedua jemari itu saling mengenggam dan meremas satu sama lain, seperti enggan terpisah. Salahnya yang duduk tepat ditengah-tengah kursi penumpang belakang dan kedua mata indahnya terpaksa melihat adegan kedua lelaki tampan dihadapannya saling bergandengan belum lagi ditambah dengan tatapan mata mereka yang saling memandang satu sama lain, bagaimana Jaemin menjelaskannya? Tatapan penuh cinta? Apa benar seperti itu?
"Permisi.." Suara Jaemin membuyarkan adegan saling menatap Lucas dan Jungwoo, keduanya menoleh bersamaan pada Jaemin yang bersuara dibelakang keduanya.
"Apa kalian memiliki hubungan?" Jaemin menggerakkan kedua tangannya dengan jemari yang mengerucut menjadi satu lalu menempelkan kedua jemarinya itu berkali-kali dan berhasil membuat Jungwoo tersedak lalu melepas genggamannya pada jemari Lucas sedangkan yang satunya berdehem lalu menggaruk pipinya dengan canggung.
"Ehehehe apa pertanyaanku membuat kalian kurang nyaman?" Jaemin masih tersenyum tanpa dosa ia tahu keduanya canggung namun dirinya suka menggoda kedua teman barunya itu setelah melihat reaksi mereka yang menggemaskan baginya.
"Kumohon rahasiakan hal itu, atau Lucas akan mendapat masalah. Berteman denganku saja dia sudah dipandang sebelah mata oleh murid lainnya."
Senyum lebar menggoda dibibir Jaemin menghilang perlahan karena mendengar permintaan Jungwoo, ah mereka benar-benar memiliki hubungan khusus ternyata, namun sayangnya harus disembunyikan karena perbedaan status, benar-benar disayangkan.
"Sudah kukatakan aku tidak masalah dengan hal itu, lagipula aku tidak membutuhkan mereka untuk menjadi temanku."
"Aku tidak ingin karena diriku kau justru tidak bisa bergaul dengan siapapun.."
"Mengapa kau sangat mudah merendahkan dirimu sendiri..."
Jaemin menoleh kekanan dan kiri dimana saat ini Lucas dan Jungwoo sedang beradu argument bahwa pendapat mereka berdua benar "Maaf, apa kalian akan terus bertengkar?" Tanyanya merasa tidak enak namun ia juga merasa berada ditempat yang salah karena tanpa sengaja membuat keduanya jadi mengedepankan pendapat mereka masing-masing.
"Yak!"
Jungwoo dan Lucas akhirnya menoleh karena mendengar omelan dari Jaemin kemudian berhenti beradu mulut satu sama lain.
Melihat kedua manusia itu menoleh bersamaan membuat Jaemin yang tadi berteriak kembali tersenyum tanpa dosa "Apa kalian berdua tidak bisa untuk tidak membuat penumpang kalian ini iri dan merasa bersalah secara bersamaan?"
"Ppfffttt"
Lucas dan Jungwoo mau tidak mau akhirnya tertawa karena mendengar protes yang keluar dari bibir Jaemin "Maaf Jaemin-ssi membuatmu tidak nyaman tapi kami sering beradu mulut hampir setiap hari." Jungwoo menjelaskan sambil menggaruk pipinya dengan telunjuk, dirinya benar-benar merasa tidak enak.
"Kau akan menemukan satu orang sepertiku yang memperhatikan dan beradu argument denganmu suatu saat nanti Jaemin-ssi jadi persiapkan saja dirimu."
"Oh itu terdengar seperti garis takdir buruk untukku." Jaemin bersandar sambil mengelus dadanya, seumur hidupnya Jaemin tidak pernah berpikiran hingga sejauh itu. Yang ada diotaknya hanya belajar dan uang, bahkan saat SMP saja Jaemin hanya mempunyai 2 orang teman.
Lucas terkekeh mendengar ucapan Jaemin tentang mendapatkan orang yang seperti dirinya adalah garis takdir buruk bagi Jaemin, ucapan itu juga pernah keluar dari bibir Jungwoo dulu namun akhirnya apa? Jungwoo memang menjadi miliknya juga pada akhirnya.
"Sudah sampai kalian turun dan kekelas saja terlebih dahulu aku akan memarkirkan mobil terlebih dahulu." Lucas memberhentikan mobilnya di depan lobby utama ia menunggu Jaemin dan kekasihnya turun lalu melambai pada Jungwoo baru ia segera beranjak pergi untuk memarkirkan mobilnya.
Jaemin melirik Jungwoo yang masih berdiri sambil melihat mobil Lucas yang sudah menjauh "Jungwoo-ssi, Lucasmu akan kembali." Ucapnya dan menyadarkan Jungwoo dari lamunannya.
"O! Maaf Jaemin-ssi, ini pertama kalinya aku turun dari mobil seorang diri rasanya sedikit menakutkan jika tidak ditemani Lucas."
Tahu akan ketakutan yang dirasakan Jungwoo, Jaemin segera merangkul teman barunya itu mencoba mentransfer rasa percaya dirinya yang berlebihan pada Jungwoo "Sekarang kau juga memiliki teman sepertiku, tenang saja." Jaemin menaik turunkan alisnya lalu menarik Jungwoo masuk kedalam gedung utama.
Jungwoo dan Jaemin memiliki sifat yang bertolak belakang, Jaemin terbiasa hidup seorang diri dan dia tidak takut pada siapapun jika dirinya didorong akan Jaemin balas mendorong, itu motto hidupnya.
Sedangkan Jungwoo, dia terbiasa berlindung dibalik tubuh Lucas sejak SMP kelas 2. Tahun pertamanya saat di SMP sangat mengerikan, hanya karena dirinya menerima bantuan sosial dari keluarga Lucas.
Namun mungkin karena ia memiliki teman sesama penerima dana bantuan yang sangat pemberani kini dirinya tidak perlu selalu berlindung dibalik tubuh Lucas, ia harus belajar dari Jaemin bagaimana cara mempertahankan diri.
Seperti saat ini, ketika dirinya dan Jaemin sedang mengambil buku di loker mereka tiba-tiba saja datang celetukan tidak mengenakkan dari belakang mereka, Jungwoo mencoba untuk menghiraukan celetukkan yang tiba-tiba didengarnya setelah sekian lama mulut-mulut itu terdiam tiba-tiba saja mereka bersuara hanya karena dirinya tidak bersama dengan Lucas saat ini.
"Si tidak mampu akhirnya bergaul dengan sesamanya." Jungwoo yang mendengar kata-kata itu sangat mengerti bahwa yang dimaksud oleh mereka adalah dirinya yang selama ini selalu menempel pada Lucas.
"Ya!" Jungwoo menoleh kearah Jaemin yang bersuara sambil menutup pintu lokernya "Apa kau ada masalah dengan pencernaanmu? Kenapa keluar bau busuk dari mulutmu?" Ucapnya dengan wajah yang jauh dari kesan ramah bahkan mata bulatnya yang biasanya sangat ramah menyapa Jungwoo sekarang justru memancarkan kekesalan.
"Jaemin-ssi." Jungwoo menarik lengan Jaemin agar tidak mencari masalah dengan pria tersebut yang sudah dikenalnya sejak SMP dan sangat suka membully dirinya.
Pria tinggi itu terdiam, padahal sebelumnya dirinya tertawa mentertawakan Jungwoo yang mungkin saja sudah di buang oleh Lucas karena hari ini si penerima bantuan ini hanya seorang diri.
"Yak, apa kau cari mati?" Ucapnya mengancam Jaemin.
"Apa kau juga mencari mati?" Balas Jaemin yang sama sekali tidak menunjukkan rasa takut sama sekali.
"Yak, sialan!!"
'Brak!!'
Punggung Jaemin menabrak pintu loker Jungwoo yang masih terbuka karena ulah si sok hebat ini dan jujur saja itu rasanya sangat sakit ketika punggungnya menghantam bagian dalam loker. Jemari Jungwoo gemetar jujur ia sangat takut membuat Jaemin dalam bahaya dan akhirnya tidak ingin berteman lagi dengannya. Jungwoo menunduk dan mengepalkan tangannya ia ingin menyembunyikan jemarinya yang bergetar karena rasa takut sebisa mungkin karena tatapan murid lain yang sedang menonton sama sekali tidak membantunya ataupun Jaemin.
"Apa kau sedang mencoba untuk menjadi pahlawan? Kau pun tidak tahu dimana tempatmu berada seharusnya, kau hanya sampah disekolah ini."
"Cih, sampah? Lihat siapa yang berbau busuk disini?" Sahut Jaemin sekali lagi tanpa rasa takut dimatanya, ia menarik kerah pria sok berkuasa itu dan hampir meninju wajah pria menyebalkan yang menyulut emosinya itu, andai saja lengannya tidak ditahan oleh seseorang.
Air wajah Jaemin yang sangat kesal berganti dengan raut terkejut saat melihat Jeno-lah yang menahan tangannya, ia mengerutkan keningnya menatap Jeno yang menatapnya tidak suka apalagi cengkraman pria itu pada lengannya sangat kuat seolah-olah ingin menyadarkan bahwa perbuatan Jaemin salah.
Jeno menarik tangan Jaemin yang mencengkram pria tersebut lalu mendorongnya lagi hingga menabrak loker milik Jaemin yang sudah tertutup "Kau harus tahu posisimu disini Na Jaemin." Ucap Jeno dengan penuh penekanan.
Jaemin sempat terdiam sebentar, ia terkejut. Terang saja dirinya terkejut ia pikir setelah apa yang pria itu lakukan untuknya kemarin Jeno berbeda dari murid kaya lainnya walau sangat menyebalkan namun nyatanya kini Jeno terlihat sama saja dengan murid kaya lainnya, mengintimidasinya. Ia mendorong Jeno menjauh darinya "Menjauhlah dariku atau tinjuku akan sampai diwajah tampanmu itu. Ayo Jungwoo-ssi."
Kali ini ganti Jeno yang terkejut dengan ucapan Jaemin padanya, ia melihat Jungwoo yang dipanggil Jaemin tadi segera menutup dan mengunci lokernya lalu menyusul Jaemin yang terlihat jauh lebih kesal pada Jeno daripada sipembully tadi.
"Berhenti disana."
Langkah Jaemin terhenti karena mendengar ucapan Jeno, dirinya dan Jungwoo menoleh dan ia melihat Jeno tiba-tiba memukul wajah di pembully tadi hingga ia tersungkur dilantai dan itu mengundang keterkejutan dari semua mata yang berada disana termasuk Jaemin dan Jungwoo yang sampai menutup mulutnya dengan tangan "Hanya diriku yang boleh mengintimidasinya, jika kau mencoba untuk menyentuhnya kubuat keadaanmu jauh lebih buruk daripada keadaannya."
Ucapan Jeno menimbulkan bisikan-bisikan dari murid lainnya, bagi para murid lain cara Jeno mengklaim Jaemin memiliki 2 arti. Melindungi atau memang ingin menendang si penerima dana bantuan itu dari sekolah ini dengan tangannya sendiri. Tapi apapun maksudnya tetap saja hanya berdampak pada Jaemin seorang bukan Jeno.
"Jagalah sikapmu, kau hanya menumpang disekolah ini." Ucap Jeno saat sudah berhadapan dengan Jaemin, ia kini mendorong pria yang sedikit lebih pendek darinya itu kesamping hingga terjatuh kelantai bertepatan dengan Lucas yang datang dan terkejut melihat keramaian diruang loker.
"Jungwoo? Jaemin-ssi? Kau tidak apa-apa?" Lucas segera datang membantu Jungwoo untuk menarik Jaemin kembali bangkit berdiri, beberapa murid beranjak pergi setelah Jeno pergi dan sipembully tadi beranjak pergi setelah dibantu berdiri oleh teman-temannya.
Benar bukan? Seluruh murid disini sama sekali tidak memiliki rasa simpati pada seseorang yang lebih lemah dari mereka.
"Kalian tidak apa-apa? Apa yang terjadi?"
"Jaemin menolongku."
"Apa si Lee itu menganggumu?"
Jungwoo menggeleng iapun tidak mengerti kenapa Jeno tiba-tiba muncul dan justru terlihat dengan sengaja mencari masalah baru dengan sipembully itu ataupun dengan Jaemin.
"Apa kau selalu mendapat perlakuan seperti ini? Tanganmu bergetar Jungwoo-ssi. Kau harus melawan mereka para manusia tanpa otak itu." Ucap Jaemin kesal, namun ia melirik Lucas yang menelan liurnya karena terkejut mendengar ucapan Jaemin "Kau tidak termasuk tenang saja."
"Jaemin-ssi, maafkan aku kau berada dalam masalah karena diriku. Aku mengerti jika kau tidak lagi ingin menjadi temanku."
Jaemin terkekeh "Siapa yang tidak ingin menjadi temanmu, berhenti menggunakan panggilan formal padaku. Kita ini teman, aku akan menolongmu menghadapi para orang gila itu agar Lucas tidak akan mati berdiri mengkhawatirkan dirimu."
"Benarkah?"
"Tentu saja, aku baik-baik saja. Menghajar mereka semuapun diriku sanggup, kalau bukan Lee Jeno datang sudah kubuat tumbang mereka semua."
"Kau akan dapat masalah jika memukul mereka, karena mereka semua akan sepakat mengatakan bahwa kau yang memulai masalah terlebih dahulu."
"Apa?? Bukankah itu tak masuk akal?"
Jungwoo mengangguk dengan cepat, pemandangan seperti ini sudah tidak asing lagi baginya "Jeno-ssi sepertinya menolongmu Jaemin-ah."
Menolong?
Karena ucapan Jungwoo padanya, Jaemin jadi berpikir ulang tentang penilaiannya pada Jeno. Namun jika memang itu cara Jeno menolongnya cara itu benar-benar menginjak-injak harga dirinya.
⇨ Until You ⇦
"Ini Junmyeon-ah.." Hyukjae memberikan formulir pendaftaran pada JunMyeon yang sudah tersenyum lebar saat menerima lembaran kertas ditangannya.
Setidaknya dengan adanya Junmyeon jumlah anggota clubnya menjadi 8 orang termasuk dirinya. Hampir Hyukjae putus asa karena nyatanya tidak begitu banyak yang mendaftar dihari pertama pendaftaran dibuka, bahkan dari kalangan sesama penerima bantuan.
Bagi mereka clubnya seperti bentuk perlawanan, padahal sama sekali bukan "Kapan kau akan mengoperasikan clubnya Hyung?"
"Secepatnya, aku hanya berharap akan datang 2 orang lagi yang mendaftar sehingga keanggotaannya lebih kuat daripada hanya berdelapan."
"Perlu bantuanku untuk mencarikan anggota Hyung?"
Hyukjae menggeleng sembari menatap Junmyeon, yang ia ketahui seharusnya berasal dari kalangan menengah berbeda dengan dirinya, melihat pria ini mau mendaftar di club nya saja Hyukjae sudah senang setengah mati.
Dari puluhan murid penerima dana bantuan disekolah ini hanya 7 orang yang sangat berminat ingin bergabung, bukankah sangat kelewatan?
"Kau bergabung saja aku sudah sangat senang Junmyeon-ah, tidak perlu membantuku.." Hyukjae memainkan pulpen disatu-satunya meja yang berada di tengah ruang siaran sembari menunggu Junmyeon selesai mengisi formulir pendaftaran.
"Bagaimana dengan pelajaranmu? Kau yakin ikut clubku tidak akan menganggu pelajaranmu bukan?"
Junmyeon berpikir sebentar ia lalu menggeleng, ia tidak terlalu perduli dengan nilainya. Karena dirinya berniat membuka sebuah cafe ditengah kota ia tidak ingin menikmati harta keluarga Choi walaupun itu haknya. Pemikiran Junmyeon dan Siwon kakaknya sebenarnya sama, mereka sama-sama berniat merintis usaha kecil baru dari awal namun tanggung jawab yang harus dipikul Siwon setelah kedua orangtua mereka tiada tentu tidak bisa si sulung Choi diabaikan begitu saja.
Mereka sepakat bahwa Junmyeon lah yang harus dapat mewujudkan impian keduanya.
"Tidak sepertinya, lagipula aku tidak ingin melanjutkan ke perguruan tinggi Hyung. Aku ingin membuka cafe setelah lulus nanti."
"Benarkah? Kenapa? Kau bisa mengambil jalur beasiswa atau prestasi bukan?"
Junmyeon terkekeh pelan "Aku hanya tidak tertarik Hyung." Ia mengembalikan formulir yang telah diisinya "Ini Hyung, apa sudah benar?"
Hyukjae memeriksa formulir yang diisi oleh Junmyeon lalu tersenyum dan mengangguk "Benar Junmyeon-ah, sekali lagi aku berterima kasih padamu."
"Tenang Hyung, ikut clubmu sepertinya satu-satunya keputusan terbaikku untuk tahun ini."
CLEK
Pintu ruang siaran terbuka setelah terdengar suara ketukan, Junmueon hampir beranjak namun Hyukjae menahannya "Tetaplah disini, kau satu-satunya anggota club yang kukenal saat ini."
"Kupikir kau tidak akan pernah merasa gugup Hyung." Junmyeon terkekeh pelan kemudian berdiri dan berpindah posisi duduk bersebelahan dengan Hyukjae, mereka melihat seseorang masuk kedalam.
Junmyeon sepertinya pernah melihatnya, wajahnya begitu tidak asing sejak beberapa waktu lalu.
.........
Ahh dia adalah seseorang yang saat ini menjadi bahan pembicaraan seantero sekolah karena apa yang dilakukan Jeno beberapa hari lalu di ruang loker.
"Ah kau anak yang terkenal itu bukan?" Tanya Junmyeon dengan semangat padahal pria yang baru datang itu masih melangkah mendekati meja yang diduduki oleh Hyukjae dan Junmyeon.
"A.... terkenal? Sepertinya kalian salah orang."
"Kau Na Jaemin bukan?"
Pria itu menganggukkan kepalanya dengan semangat, ia pun duduk berhadapan dengan kedua seniornya "Aku Na Jaemin, aku ingin mendaftar di club ini."
Hyukjae segera mengeluarkan kertas formulir dari dalam map merah di mejanya namun Junmyeon menahannya "Apa kau dan Jeno sudah berbaikan?"
Pertanyaan Junmyeon jelas saja membuat Jaemin sedikit tersentak kaget "Apa hal itu menjadi syarat bagiku untuk masuk kedalam club ini?"
"Tidak, aku hanya ingin tahu. Semenjak apa yang terjadi di ruang loker dia jadi lebih pendiam, jadi kalian benar-benar belum berbaikan ternyata." Junmyeon mengambil formulir dari tangan Hyukjae kemudian memberikannya pada Jaemin untuk segera diisi.
"Kau mengenal Jeno-ssi?"
Hampir saja Junmyeon mengangguk dan mengiyakan bahwa dirinya mengenal Jeno sejak kecil namun karena dirinya tidak ingin identitas aslinya diketahui Junmyeonpun menggeleng "Dia terlihat diam saat berada dikantin, itu yang kulihat."
"Kantin?" Jaemin berpikir sejenak, ia teringat akan janjinya pada Jeno untuk menjadi pe- hmm tidak naikkan harga dirimu Na Jaemin, asisten. Apa dia menunggu?
"Aku akan menemuinya nanti." Sebaiknya bertemu dan bertanya langsung pada Jeno tentang apa yang terjadi beberapa waktu lalu, karena kejadian tersebut Jaemin hampir lupa dengan janjinya sendiri pada Jeno. Ia pun terlalu sibuk bersama Jungwoo menghabiskan waktu istirahat di perpustakaan karena tuntutan tugas.
"Ada apa dengannya dan Jeno-ssi?" bisik Hyukjae saat melihat Jaemin tengah sibuk mengisi formulir.
"Rumor berkembang bahwa Jeno melindunginya dari pembullyan dengan mengklaim dirinya. Jadi secara tidak langsung hanya Jeno yang boleh mengintimidasinya." Jelas Junmyeon sambil berbisik karena ia tidak enak membahas ulang masalah beberapa hari lalu yang mungkin sudah bukan masalah utama bagi Jaemin lagi saat ini.
TOK TOK
Ketukan dipintu mengundang perhatian seluruh penghuni ruang siaran termasuk Jaemin yang seharusnya fokus dengan mengisi formulir.
"Oo Hyung?"
Hyukjae menghela nafas melihat siapa yang mengetuk pintu, ia tidak bisa dengan tiba-tiba beranjak pergi dan mengusir si tamu yang datang saat ada Junmyeon dan Jaemin disini. Hyukjae membutuhkan mereka sebagai anggota agar clubnya kuat.
"Ada apa Lee Donghae-ssi?"
Jaemin membulatkan mulutnya saat tahu siapa yang datang, ia lalu kembali fokus pada tugasnya mengisi formulir. Setelah ini dia harus mencari si bungsu Lee dan menanyakan banyak hal padanya serta mungkin meminta maaf karena melupakan janjinya sendiri.
"O.. Aku datang untuk mendaftar Lee Hyukjae-ssi." Sahut Donghae dengan senyum manis di wajahnya, ia tidak perduli akan diusir lagi oleh Hyukjae namun ia yakin Hyukjae tidak akan mengusirnya saat ini, beruntung ia datang di waktu yang tepat.
"Apakah masih bisa?" Senyumnya makin lebar saat melihat ekspresi terkejut Hyukjae yang membuat mata sipitnya membulat, mata yang membuat Lee Donghae jatuh hati pada pria itu dahulu.
"Hyung? Apa masih bisa?"
Junmyeon bertanya karena Hyukjae terdiam tidak mengiyakan atau menolak "Ya?" Hyukjae justru terlihat seperti baru sadar dari lamunannya dan menoleh pada Junmyeon, dirinya sangat ingin menolak namun ia tak tahu alasan apa yang harus diucapkannya saat ini, Hyukjae baru akan membuka mulutnya namun pria itu segera menyelanya.
"Aku tetap akan masuk dengan atau tanpa persetujuannya, jika dia mengusirku aku akan datang lagi setiap hari." Donghae memotong pembicaraan Hyukjae dan Junmyeon, dan ucapannya sukses kembali membuat ketiga manusia dalam ruangan itu kembali menoleh padanya.
"Aku akan terus kembali, sampai Lee Hyukjae-ssi menerimaku."
Jaemin mengerutkan keningnya ia merasa ucapan Donghae pada Hyukjae memiliki sebuah makna, hingga ia menyadari sesuatu saat Jaemin melihat Donghae dan Hyukjae saling melemparkan tatapan satu sama lain diantara dirinya.
Tatapan ini, sama seperti...
Lucas dan Jungwoo.
Omo... Jaemin menutup mulutnya saat ia menyadari apa yang mungkin terjadi diantara mereka sebelum ini.
'Mereka berhubungan?'
Tapi...
Bagaimana caranya...
Mereka berdua...
Jaemin segera mengakhiri kegiatannya untuk berpikir dan menatapi kedua seniornya itu, ia kembali fokus pada kegiatan awalnya untuk mengisi formulir. "Aku sudah selesai.." ucap Jaemin membuyarkan lamunan seluruh penghuni ruangan, terlebih Hyukjae yang bisa dikatakan terpaku karena ucapan Donghae padanya barusan.
"O, oh terima kasih.." Hyukjae mengambil kertas formulir milik Jaemin lalu membaca namanya "Jaemin-ssi."
"Ya sunbaenim, kalau begitu aku permisi dulu." Jaemin segera beranjak bangkit berdiri namun Junmyeon menahannya.
"Jangan lupa menemui Jeno, Jaemin-ssi."
"Ah iya aku hampir lupa, baiklah aku permisi." Jaemin membungkuk sebentar lalu segera berjalan keluar ia ingin segera cepat-cepat menghindar dari suasana canggung seperti barusan, dan setelah diingatkan oleh Junmyeon serta mempertimbangkan beberapa hal selama dirinya mengisi formulir, memang sepertinya Jaemin harus menemui Jeno.
"Jeno? Apa dia ada hubungan dengan Jeno?" Donghae yang ingin mendaftar teralihkan karena Junmyeon menyebut nama adiknya pada pria tadi.
"Pria itu, pria yang ditolong Jeno beberapa hari lalu. Dia Na Jaemin penerima dana bantuan dari keluargamu."
"Dia?" Donghae melongo, bukankah Jeno sangat tidak setuju saat tahu keluarganya akan memberikan dana bantuan?? Tapi mengapa sampai menolongnya? Ini ajaib.
"Apa yang dilakukan Jaemin hingga Jeno sampai menolongnya?" mau tidak mau Hyukjae pun ikut merasa penasaran dengan apa yang terjadi.
"Jaemin menolong temannya yang dibully ia hampir memukul sipembully itu, kau tahu bukan jika itu terjadi Jaemin bisa terkena masalah walaupun bukan dia yang bersalah dan Hyu... Ekhm maksudku kepala sekolahpun tidak bisa melakukan apapun."
Junmyeon menghela nafas ia hampir menyebut Kepala sekolah Choi Siwon adalah Hyungnya, tapi sepertinya Hyukjae tidak curiga kalau dirinya hampir keceplosan barusan, Junmyeon melirik Donghae yang kini duduk dihadapan Hyukjae karena rasa penasaran yang tinggi.
"Jadi Jeno menahannya untuk menyerang pembully itu, dan mengklaim Jaemin sebagai sasarannya dan tidak ada yang boleh mengintimidasi Jaemin selain dirinya."
"Terkesan kejam tapi Jeno jelas-jelas menolongnya."
"Ya aku mengerti itu.." Hyukjae mengangguk-angguk "Hal itu jauh lebih baik daripada perbuatan seseorang dahulu." ia melirik Donghae yang merasa bahwa yang tengah dijabarkan oleh Hyukjae adalah dirinya.
Donghae menulikan pendengarannya, ia lalu melipat kedua tangannya diatas meja kemudian dengan wajah tanpa dosa mengulurkan tangan kanannya dan meminta formulir pendaftaran pada Hyukjae "Datang lagi saja besok."
Hyukjae hampir bangkit berdiri andai saja Junmyeon tidak menahannya "Hyung jika Donghae Hyung masuk maka anggotamu pas 10 orang bukankah dengan begitu clubmu akan lebih kuat?"
Ucapan Junmyeon padanya mau tidak mau membuat Hyukjae berpikir tentang jumlah anggotanya, akhirnya ia mengalah dan menyerahkan formulir pendaftaran pada Donghae, tapi dia tetap berdiri dan enggan untuk kembali duduk "Aku akan kembali ke kelas, kau bisa mengambil formulir yang diisi olehnya lalu besok serahkan padaku."
Hyukjae segera beranjak pergi meninggalkan Junmyeon yang mengangguk patuh dan Donghae yang tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan di wajahnya.
"Kau akhirnya memulai langkah Hyung."
Donghae membetulkan dasi hitam miliknya sambil tersenyum bangga, dirinyapun tidak menyangka akan memiliki keberanian seperti ini hanya karena ingin lebih dekat lagi dengan Hyukjae yang sudah menjauhinya "Ini baru langkah awal."
⇨ Until You ⇦
Sambil melangkah perlahan Jaemin mendekati kantin dan mengintip kedalam mencari keberadaan Jeno, kenapa dia harus mengintip? Karena Jaemin tidak akan pernah bisa membayar makannya di dalam ruangan yang bernama kantin namun terlihat seperti restoran ternama itu.
"Apa dia tidak ada disini?" Matanya sudah menjelajah kesegala penjuru kantin namun ia tidak melihat Jeno berada disana.
Jaeminpun memutuskan untuk kembali ke perpustakaan saja, dirinya memutuskan untuk tidak mengikuti kelas olahraga karena belum memiliki seragam olahraga. Mereka berkata kalau penerima bantuan akan mendapatkam seragam paling terakhir jadi Jaemin hanya akan menghabiskan waktunya berada diperpustakaan seorang diri.
"Omo.." Betapa kagetnya Jaemin saat ia berbalik badan ternyata Jeno sudah berdiri dibalik tubuhnya, tengah berdiri menatapnya"Kau mengagetkanku."
Melihat Jaemin terkejut Jeno justru terkekeh pelan, ia sudah memperhatikan Jaemin yang mengintip sedari awal. Entah siapa yang dicarinya didalam "Apa yang kau lakukan? Kau tidak bersiap-siap untuk kelapangan?"
"Tidak.." Jaemin menatap Jeno dari atas hingga bawah, si bungsu Lee itu sudah berganti pakaian dengan seragam olahraga sedangkan dirinya masih mengenakan seragam biasa.
"Aku belum mendapatkan seragam olahraga jadi aku akan membaca saja diperpustakaan."
"Kau bisa duduk di tepi lapangan."
"Aku tidak terbiasa hanya duduk ditepi lapangan, daripada diriku tidak bisa ikut lebih baik aku tidak masuk."
Lihat betapa keras kepalanya Na Jaemin, bahkan Jeno sampai menghela nafas "Datang saja, atau aku akan melemparkan satu peti telur busuk kearahmu." Jeno segera beranjak pergi tanpa menunggu persetujuan Jaemin tentang dirinya akan datang atau tidak.
"Apa? Yaak, yaaaaaaak! Kenapa kau selalu mengancamku!"
Sepertinya ucapan Jeno bahwa hanya dirinya yang bisa mengintimidasi Jaemin ada benarnya, karena mau tidak mau walau Jaemin kesal sampai meremas udara ia tetap datang kelapangan pada jam olahraga.
Dengan bosan Jaemin duduk dikursi yang berada di tepi lapangan dan menghiraukan bisikan dan sindiran yang didengarnya dari murid lain yang satu kelas dengannya hanya karena dirinya belum memiliki seragam olahraga.
"Apa aku terlihat seperti pengkhianat?" Jungwoo dengan tidak enak hati menunduk saat melihat Jaemin duduk seorang diri di tepi lapangan, karena walau dirinyapun penerima dana bantuan tapi Lucas secara pribadi meminta seragam olahraga miliknya lebih cepat diberikan daripada seharusnya.
"Tidak, kau tenang saja. Jaemin pasti mengerti Jungwoo-ya. Kau jangan menyalahkan dirimu sendiri." Dengan tenang Lucas menepuk sayang kepala Jungwoo dan tersenyum manis pada pria yang sangat diperdulikannya itu.
Medengar ucapan Lucas membuat Jungwoo merasa jauh lebih tenang, iapun kembali menatap Jaemin "Aku akan menghampirinya sebentar." Jungwoo melangkah ingin menghampiri Jaemin setelah melihat anggukan Lucas, tapi langkahnya terhenti saat melihat Jeno datang dan melemparkan asal seragam olahraga pada Jaemin yang terkejut saat menangkap seragam tersebut.
"Apa ini?"
"Apa matamu buta? Itu seragam olahraga, cepat ganti pakaianmu diloker pria."
"Seragam olahraga?" Jaemin mengulang ucapan Jeno lalu segera memeriksa seragam yang tadi baru ditangkapnya. Kedua matanya membulat ia kembali menulikan telinganya saat bisikan demi bisikan makin terdengar ditelinganya.
"Bagaimana kau mendapatkannya?"
"Bagaimana? Ya jelas aku memintanya, cepat gunakan."
"Apa dia menjual dirinya?"
Ucapan seorang gadis masuk dengan jelas ke telinga Jaemin dan Jeno membuat air wajah keduanya berubah terlebih Jaemin ia bahkan tetap pura-pura tersenyum karena Jeno berada dihadapannya dan tengah menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa Jaemin artikan, bahkan Jungwoo terkejut mendengar tuduhan itu. Bagaimana tidak, dirinyapun pernah dituduh seperti itu dahulu.
Jeno segera berbalik dan menghampiri gadis yang berbicara itu, membuat mereka yang tadi tengah mengejek Jaemin kini terdiam dan menunduk "Sudah kukatakan bukan hanya diriku yang bisa mengintimidasinya, kau ingin mati eoh?" Ucap Jeno penuh penekanan "Keluargaku bertanggung jawab atas pendidikannya disekolah ini, apa salah kuberikan seragam bekas padanya? Sekali lagi kudengar ucapan busuk itu keluar dari mulutmu akan kubuat kau benar-benar membusuk disekolah ini."
Jaemin mengendus pakaian olahraga miliknya ia tidak menemukan tanda-tanda bahwa pakaian ini bekas dicuci, ini benar-benar pakaian olahraga baru. "Ayo Na Jaemin ikut aku." Suara Jeno membuyarkan lamunannya, dan dengan patuhnya mengikuti kemana Jeno melangkah hingga mereka berhenti diruang ganti yang terdapat loker khusus pria disana.
"Cepat ganti aku akan menunggu disini."
"Kenapa kau harus menungguku disini? Kenapa kau mendapatkan seragam baru untukku? Apa kau benar-benar ingin mengintimidasiku? Apa yang sebenarnya kau rencanakan?" Tanya Jaemin berapi-api, seumur hidupnya ia hanya berjuang hidup berdua dengan ibunya dan sekarang tiba-tiba muncul Jeno yang terkadang membantunya namun juga membuatnya merasa terintimidasi dengan segala sikapnya, Jaemin tidak ingin bantuan Jeno membuat dirinya bergantung pada seseorang.
Untuk beberapa saat Jeno terdiam mendengarkan dan mencerna ucapan demi ucapan dari bibir Jaemin yang terdengar menggebu-gebu padanya namun ia kembali menghela nafasnya "Kau ingin kuabaikan saja? Sudah kukatakan sejak awal kau harus melayaniku. Jika kau tidak suka dengan perbuatanku akan terus kulakukan sampai kau menjadi pelayanku dan berhutang budi padaku."
"Itukah yang kau inginkan? Hutang budi? Apa sebaiknya kukembalikan saja kedua seragam ini padamu sehingga diriku tidak perlu memiliki hutang budi padamu? Eoh?"
"Yak Na Jaemin!"
Walau Jeno membentaknya air wajah Jaemin tetap datar, ia sepertinya sudah terbiasa "Aku akan berganti pakaian." Jaemin melangkah masuk namun Jeno menahan lengannya.
"Bisakah kau tidak keras kepala seperti ini? Aku hanya sedang mencoba membantumu, tetaplah berada disekitarku hingga tidak ada satupun orang disekolah ini yang bisa menganggumu."
Jaemin menoleh ia mengerutkan keningnya rasanya janggal mendengar kata-kata baik keluar dari bibir seorang Lee Jeno "Agar hanya diriku yang bisa menganggumu."
"Ck..." Jaemin hampir luluh dengan ucapan manis Jeno namun ternyata hanya berujung sesuatu yang membuatnya kesal namun ia juga tidak bisa menyembunyikan tawanya.
"Baiklah, setelah ini aku akan menjadi asistenmu." Jaemin kembali melangkah masuk karena cengkraman ditangannya terlepas saat Jeno tengah berbicara panjang lebar padanya tadi.
Usai melihat punggung Jaemin masuk kedalam ruang ganti Jeno menghela nafasnya ia tersenyum simpul lalu berdiri bersandar pada dinding sambil menunggu Jaemin keluar, setidaknya Jaemin kali ini akan selalu berada didekatya.
"Jungwoo-yaaaa." Jaemin hampir berlari menghampiri Jungwoo yang sudah melambai-lambai pada Jaemin namun tubuh Jaemin tertarik kebelakang karena Jeno tiba-tiba menarik kerah belakang Jaemin untuk mengikutinya.
"O.. Kemana mereka?"
Lucas yang sedari tadi sudah berada disebelah Jungwoo hanya menggendikkan bahu namun apa yang dilakukan Jeno entah mengapa terasa familiar dikepalanya.
Sejak siang itu kemana Jeno pergi ia akan menarik Jaemin untuk berada didekatnya entah secara sukarela atau paksaan karena usainya Jaemin akan mengeluh pada Jeno yang sudah dengan seenaknya menarik-narik Jaemin.
"Kemari."
Jeno mendudukkan Jaemin dikursi yang berada disebelahnya, hari ini kelas matematika, bersyukur yang duduk didepan mereka adalah Jungwoo dan Lucas ia tidak akan terlalu merasa bosan nantinya.
"Apa hari ini kau kerja part time Jaemin-ah?" Tanya Jungwoo sebelum pelajaran dimulai, dan Jaemin menggelengkan kepalanya ia libur hari ini sungguh membahagiakan.
"Bagaimana jika kau ikut denganku dan Lucas?"
"Tidak bisa, hari ini Jaemin..."
"Bisa, tentu saja bisa sudah lama diriku tidak pergi berjalan-jalan." Potong Jaemin, ia tidak perduli Jeno saat ini tengah memplototinya dengan mata sipitnya itu.
"Jika kau sangat ingin bersama-sama dengan Jaemin kau bisa ikut bersama dengan kami." Tawar Lucas, ia tidak keberatan jika Jeno ikut karena ada yang ingin ditanyakan olehnya perihal segala sikap pria itu pada Jaemin.
"Tidak aku tidak akan ikut." Sahutnya ketus. Namun saat hari sudah siang dan jam pulang sekolah datang justru Jeno sendiri yang menunggui Jaemin didepan lokernya dan mengatakan bahwa dia akan ikut.
"Bosan berada dirumah." Itu alasan yang diberikan oleh Jeno pada Jaemin saat pria itu tengah menyimpan buku didalam loker sedangkan si bungsu Lee sibuk bersandar di loker yang ada disebelah loker Jaemin, menunggu.
Sejujurnya Jaemin tidak masalah sama sekali jika Jeno ikut dengannya, ia justru merasa lega karena Jeno mau mengikutinya sekali saja semenjak dirinya yang selalu mengekori Jeno kemanapun, anggaplah mereka bergantian kali ini. Namun, ia hanya belum mengatakan pada Jeno bahwa acara jalan-jalannya dengan Jungwoo dan Lucas kali ini tidak menggunakan mobil pribadi.
Sepanjang perjalanan dalam bus yang padat Jaemin tidak pernah berhenti menatap Jeno sembari menunjukkan senyuman tak berdosanya pada pria tampan yang terlihat tersiksa karena terhimpit beberapa orang saat berdiri dihadapannya.
"Maafkan aku.." ucap Jaemin tanpa suara saat melihat Jeno terdorong kesamping, namun Jeno hanya menghela nafas sambil menutup kedua matanya. Sepertinya ia menyesali keputusannya untuk mengikuti Jaemin.
Ketika mereka sampai di halte tujuan Jaemin menarik jemari Jeno agar mengikutinya untuk segera turun, begitu sampai diluar Jeno segera memicingkan matanya dan menghalau sinar dengan tangan kirinya Jeno merasa bahwa sinar matahari terlalu terang apa hari ini matahari tengah bersinar sangat cerah? Sampai-sampai ia tidak bisa membuka kedua matanya dengan sempurna.
"Kau tidak apa-apa?"
"Terlalu terang Jaemin-ssi aku sulit membuka mataku."
"Apa kau tinggal didalam goa atau apa?" Jaemin meraih jemari Jeno kembali lalu mengenggamnya erat "Aku bisa melihat dengan jelas dan membuka mataku lebar-lebar berpeganganlah padaku hingga kita masuk kedalam."
Jeno mengangguk patuh, walau ia tidak bisa membuka kedua matanya lebar-lebar tapi saat ia menunduk Jeno bisa melihat jemarinya dan Jaemin saling menggenggam satu sama lain. Tanpa Jeno sadari jemarinya semakin mengenggam erat jemari Jaemin.
"Kita sudah sampai.." Lucas memberikan Jungwoo, Jaemin dan Jeno masing-masing satu kartu, hari ini theme park baru di sisi barat kota baru saja buka dan itu adalah milik keluarga Lucas jadi ia ingin mengajak kekasihnya serta teman barunya untuk ketempat itu, dan karena ini adalah hari pertama pembukaan Lucas mendapatkan beberapa tiket free seperti pengunjung lainnya.
"Theme park?"
"Iya Theme Park, apa kau tidak pernah datang ke tempat seperti ini Jeno-ssi?"
Jeno mendengus tentu saja pernah tapi itu saat dirinya masih sangat kecil, "Aku hanya sudah lama tidak datang kesebuah Theme Park, bukan berarti tidak pernah ketempat seperti ini." Ia menoleh pada Jaemin yang sejak tadi memperhatikan kartu masuk miliknya lalu memotret kartu tersebut. "Abadikan kartuku juga." Jeno mendekatkan kartunya dan Jaemin atas dan bawah kemudian Jaemin memotretnya.
"Kenapa kalian tidak berfoto bersama aku akan mengambilkan beberapa foto untuk kalian." Lucas dengan tiba-tiba sudah mengeluarkan kamera kecil dari tasnya, kamera kesayangannya karena Jungwoo memberikannya sebagai kado ulang tahunnya.
"Tidak, tidak.." Jeno hampir beranjak tapi Jaemin menahannya ia merangkul Jeno dan menunggu Lucas mengambil potret keduanya.
"Lihat bukan? Kau tidak akan mati hanya karena berfoto." Jaemin melangkah terlebih dahulu untuk masuk bersama Jungwoo menyisakan Jeno dan Lucas setelah berhasil mendapatkan satu potret bersama dengan Jeno.
Lucas melihat hasil foto keduanya ia pun terkekeh geli "Kau belajarlah tersenyum sedikit, bukankah kau harus memiliki banyak kenangan indah dengan temanmu." Ia lalu memberikan sebuah topi hitam pada Jeno "Jaemin berkata kau merasa silau, ini pakailah. Dia membelikannya untukmu tapi memintaku untuk membayarnya terlebih dahulu karena menggunakan kartu kredit."
"Jaemin?"
"Iya, Jaemin. Cepat gunakan aku tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada matamu."
Lucas menyerahkan topi itu ketangan Jeno lalu segera beranjak masuk meninggalkan Jeno seorang diri yang tengah menatap topi hitam dengan rangkaian kata yang dibordir dalam bahasa inggris dan berwarna kuning muda 'Happy Day'. Senyum simpul muncul di bibirnya iapun menggunakan topi itu dan menyusul tiga orang lainnya yang sudah meninggalkannya.
Hari sudah hampir petang ke-4 pria itu baru saja selesai bermain dengan beberapa permainan extreme yang terdapat di Theme Park ini, saat ini topi yang sejak tadi digunakan oleh Jeno kini berpindah pada kepala Jaemin saat Lucas dan Jeno menemani Jaemin serta Jungwoo bermain game di game stasion, pria itu memakaikan topinya pada Jaemin karena melihat begitu sibuk membenahi poni pendeknya.
"Biarkan mereka bermain, kau mau ikut denganku membeli minuman?" Ajak Lucas, Jenopun mengangguk ia menepuk punggung Jaemin dan berkata ia akan pergi dengan Lucas sebentar, melihat Jaemin mengangguk Jeno segera beranjak dengan Lucas pergi mencari minuman.
Lucas tengah fokus dengan minuman yang dirinya pilih untuknya dan Jungwoo di mesin minuman, ia lalu melihat Jeno memilih minuman soda untuknya sedangkan jus untuk Jaemin "Jus?"
"Jaemin suka jus buah, ini akan menyegarkannya setelah bermain disana." Jeno segera melangkah terlebih dahulu meninggalkan Lucas namun panggilan Lucas menghentikannya.
"Jeno-ssi."
Jeno berbalik badan dan menatap Lucas yang memanggilnya "Ya?"
"Katakan padaku kau dekat dengan Jaemin bukan untuk menyakitinya seperti yang hyungmu lakukan pada Hyukjae Hyung.."
Jeno semakin menatap Lucas dengan wajah bingung, siapa Hyukjae? Apa yang sudah dilakukan Donghae pada pria itu? "Aku tidak mengerti maksudmu?"
"Maksudku jika kau hanya mendekatinya sebagai ajang taruhanmu dengan teman-teman kayamu seperti yang Hyungmu lakukan dahulu, sebaiknya hentikan. Karena Jaemin tidak layak untuk disakiti seperti itu."
Jeno terdiam sebentar kemudian kembali menghampiri Lucas "Sejak awal diriku tidak berniat seperti itu, lagipula temanku saat ini disekolah hanya Jaemin seorang. Dengan siapa aku harus bersekongkol untuk menyakitinya?"
Lucas terlihat kurang percaya dengan ucapan Jeno, walaupun dirinya sudah melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana perlakuan Jeno pada Jaemin akhir-akhir ini.
Pria itu begitu terlihat serupa seperti Lucas saat mendekati Jungwoo namun dengan cara yang sedikit berbeda, namun tetap saja, Lucas tahu bagaimana Jeno saat masih berada di sekolah menengah pertama.
Dia seorang pembully.
Menyadari tatapan tidak percaya yang ditujukan Lucas padanya, Jeno menghela nafas. Haruskah ia menjabarkan mengapa ia melakukan banyak hal demi Jaemin selama ini? Haruskah?
Kedua terdiam hingga Jeno menganggukkan kepalanya seolah meyakinkan dirinya sendiri saat ini "Kuharap kau tidak terkejut dengan alasan mengapa kutarik Jaemin kedalam hidupku.."
"Aku menyukainya, sejak kulihat dia membungkuk memperkenalkan dirinya dihadapan banyak orang dan saat kedua mata bulatnya menatapku, aku sudah menyukainya."
Pengakuan Jeno membuat Lucas terkejut, jika ini memang alasan utamanya sanglah pantas jika ia merasa tidak asing dengan tingkah laku Jeno pada Jaemin. Dirinya pun seperti itu dahulu demi mendapatkan Jungwoo, selalu membuatnya kesal.
"Kau menyukainya?"
"Sangat menyukainya."
"Aku sangat menyukai Na Jaemin."
"Omo..."
Lucas dan Jeno menoleh saat mendengar suara terkejut dibalik tubuh mereka, hingga Jeno pun ikut terkejut saat melihat Jaemin berdiri dibelakang sana terdiam bersama dengan Jungwoo yang menutup mulutnya usai tanpa sengaja bersuara dan membuat keberadaan mereka ketahuan.
⇨ To Be Continued ⇦
Tidak ada komentar:
Posting Komentar