myCatalog

Kamis, 17 September 2020

UNTIL YOU - PART THREE



UNTIL YOU

|

|

|




***








"Merepotkan."

Jeno memakai dasinya dengan wajah kesal, ia masih ingat ibunya meminta dirinya harus bersikap baik disekolah jika bertemu dengan sipenerima beasiswa itu, lagipula apa urusannya dengan pria itu...

Siapa namanya? Na Jaemin?

Oh, Jeno sama sekali tidak berniat untuk bertemu dengannya sama sekali dan juga tidak ingin berurusan dengannya sama apalagi bertegur sapa dengan orang itu.

"Ingat pesan eomma Jeno-ya."

Jeno hanya mengangguk-anggukkan kepalanya malas sambil masuk kedalam mobil dan segera pergi kesekolah, hari pertamanya di SMA tidak ingin dirusak hanya karena urusan Na Jaemin semata yang sejak tadi disebutkan oleh ibunya tanpa henti.

"Cih, macet. Apa semua orang harus di antar dengan mobil? Apa kuminta Donghae Hyung menungguku saja jika ingin berangkat?" Gumamnya kesal karena mobilnya berjalan pelan saat memasuki pelataran sekolah yang sangat panjang hingga mencapai parkiran serta lobby.

Saat kedua matanya sedang asik menatap kemacetan didepan atensinya teralihkan pada seorang pria dengan rambut auburn, berkulit putih, dengan mata bulat dan bibir tipis yang tengah berdiri ditrotoar jalan setapak menuju ChoiShin HighSchool.

Jeno berkedip sekali menyakinkan dirinya bahwa ia tengah menatap pria yang baginya sangat terlihat imut ketika tertawa pada siapapun yang tengah di ajak videocall olehnya saat itu.

'TIN TIN'

Suara klakson dari belakang membuat Jeno tersadar dan iapun melihat pria itu menoleh kearah mobilnya dengan wajah bingung.

Bodoh, apa yang Jeno lakukan? Ini baru hari pertama lagipula dari seragamnya jelas-jelas pria itu bukan murid ChoiShin HighSchool. Jeno segera menjalankan mobilnya meneruskan perjalanan menuju sekolah, setelah memarkirkan mobil kesayangannya Jeno segera menuju lobby dengan wajah yang dipenuhi senyuman berseri-seri.

Wajah pria tadi tidak dapat dilupakannya hingga membuatnya tersenyum sendiri seperti orang bodoh, namun ternyata senyuman tampannya justru membuat para gadis yang sudah mengenalnya melalui acc SNS meneriakinya seperti seorang fans berat.

'Tenanglah Jeno, bahkan walaupun kau tersenyum seperti orang bodohpun kau tetap memiliki fans.'
Teman-teman semasa SMPnya yang lain pun datang dan menepuk bahunya, mereka saling menyapa lebih tepatnya Jeno saat ini tengah tebar pesona hingga sebuah kalimat tentang anak penerima beasiswa masuk ketelinganya.

Saat ia menoleh, Jeno hanya melihat seorang pria tengah membungkuk dan menyebut namanya Na Jaemin.

Na Jaemin adalah nama penerima dana bantuan sosial dari kedua orangtuanya bukan? Baru Jeno ingin menghindar dari pertemuannya dengan si penerima beasiswa itu tapi justru takdir dengan cepat berkata lain.

Iapun melangkah menghampiri pria bernama Na Jaemin yang masih membungkuk itu sambil berpikir, entah mengapa rambut dan pakaian anak ini familiar baginya.

"Kau, Na Jaemin?"

Suaranya terdengar begitu angkuh karena ia tahu Jaemin adalah sipenerima beasiswa namun dalam sepersekian detik hampir saja Jeno tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya saat melihat Jaemin mendongak menatapnya, dia pria yang membuatnya melamun dijalan tadi.

Mata bulatnya, kulit putihnya, rambut auburn nya, bibir tipisnya yang saat ini tengah tersenyum pada Jeno membuat ia sadar bahwa pria tadi kini ada dihadapannya.

'Deg deg deg deg'

Oh tidak, sudah lama Jeno tidak merasakan debaran seperti ini, apa dia jatuh cinta?

Tapi seorang Lee Jeno tidak akan mudah merasa jatuh cinta bukankah begitu? Ingat dia adalah Jaemin sipenerima beasiswa. Dengan susah payah ia mengembalikan ekspresi angkuhnya dan meminta Jaemin untuk menjadi pelayannya seperti rencana awalnya jikalau sampai dirinya bertemu dengan si penerima beasiswa.

Namun penolakan Jaemin justru membuat dadanya semakin berdebar, bukan kesal hanya merasa 'wah dia memang berbeda' dia tidak lemah dan tentu saja dia semakin menarik dimata Jeno. Tapi kenapa dia tiba-tiba ingin pergi? Tanpa sadar Jeno memanjangkan kakinya membuat Jaemin tersandung dan terjatuh.

Hampir Jeno mengumpat dan merasa bersalah atas apa yang dilakukannya, tapi ia menahan diri saat melihat Jaemin ditolong oleh pria lain, melihatnya saja sudah membuat dada Jeno berdebar kesal.

"Ini baru kakimu, aku belum membuat hidupmu yang tersandung banyak masalah." tanpa sadar Jeno dengan sengaja menabuh genderang perang dengan pria itu, sepertinya Na Jaemin orang yang sangat keras kepala. Jeno hanya perlu meluluhkan kekeras kepalaannya dengan selalu membuat Na Jaemin berada didekatnya cepat atau lambat.

Seperti mendapatkan durian runtuh, Jeno tengah menatap kertas formulir dihadapannya ia sesekali melirik mencuri pandang kearah samping kanannya dimana Jaemin berada dan tengah sibuk menghitung dengan kalkulator ponselnya.

Memulai pembicaraan hanya itu yang perlu Jeno lakukan seharusnya, namun kata-kata yang kurang enak didengar justru keluar dari bibirnya dengan mengejek Jaemin, sedikit menyesal namun balasan Jaemin justru membuatnya semakin ingin membuat pria itu semakin terlihat kesal padanya.

Apakah pernah terlintas didalam kepala seseorang betapa menggemasnya Na Jaemin saat tengah melampiaskan kekesalannya pada Jeno? Bahkan dengan sengaja Jeno mengambil formulir milik Jaemin dan menatap kelas apa saja yang diambil oleh Jaemin, beruntung dirinya ternyata mereka mengambil kelas yang sama hanya 1 kelas yang berbeda.

Bukankah kebetulan yang menguntungkan baginya?

"Lee Jeno, Na Jaemin."

Namun keberuntungannya terenggut karena panggilan tersebut, Jaemin segera bangkit pergi meninggalkan Jeno untuk masuk kedalam ruang guru.

Penasaran Jeno mengintip, namun senyum di bibirnya perlahan menghilang karena guru didalam ruangan tersebut menyudutkan Jaemin hanya karena pria manis itu adalah penerima bantuan dana sosial dan juga belum menggunakan seragam ChoiShin HighSchool.

Tanpa pikir panjang Jeno masuk kedalam memberikan formulir miliknya lalu menarik Jaemin keluar dari ruangan tersebut menuju koridor. Ia baru sadar bahwa dirinya menarik Jaemin keluar saat pria manis itu menarik tangannya dari cengkraman eratnya.

Jeno dengan seksama mendengarkan ocehan yang keluar dari bibir Jaemin karena kesal ditarik-tarik olehnya, ada perasaan kesal saat melihat Jaemin hanya terpaksa mengangguk dan menunduk karena diomeli oleh salah satu gurunya.

"Aku hanya bosan mendengar ocehannya, lagipula mau sampai kapan kau akan ditegur hanya karena pakaianmu?"

'Salah keluargaku yang hanya menanggung uang sekolahmu dan tidak membelikanmu seragam yang harganya sangat mahal itu.' Jeno sangat ingin berteriak seperti itu, tapi harga dirinya masih sangat tinggi. Ia tidak ingin Jaemin menjadi kelemahan terbesarnya.

Jeno meminta Jaemin menemuinya usai jam pulang sekolah, suka atau tidak mau tidak mau Jaemin harus datang karena dirinya menggunakan alasan yang cukup jahat untuk memaksa Jaemin datang menemuinya.

Usai beranjak meninggalkan Jaemin ia menghubungi satu-satunya teman yang dipercaya olehnya dalam kelas "Jun-ah, aku tidak masuk kelas buatkan alasan untukku jika mereka menanyaiku." tanpa menunggu sahutan dari sambungan diseberangnya Jeno memutuskan secara sepihak panggilannya dan segera beranjak ke parkiran, pergi dari pelataran sekolah menuju butik milik ibunya.

Kedua matanya menatap seragam yang tergantung dihadapannya, hanya dalam sekali lihat ia sudah tahu ukuran Na Jaemin. Ia hanya menunjuk salah satu seragam yang serupa dengan yang digunakannya, berbahan bagus dan tentu saja berharga mahal.

Namun Jeno tidak perlu membayar untuk itu, butik ini milik ibunya "Bungkuskan akan kubawa kembali kesekolah." pintanya dan disambut anggukan patuh dari karyawan disana.

Selagi menunggu Jeno menerima panggilan, ponselnya sedari tadi bergetar. Akhirnya ia mengangkat panggilan dari sahabatnya itu "Ya ya aku akan kembali sebentar lagi."

"Cepatlah, kau ingin mati dihari pertama eoh?!!"

Teriakan dari sebrang sana membuat Jeno menjauhkan ponselnya "Ck, baiklah aku kembali." seakan lupa dengan seragam yang dimintanya dan mengira seragam tersebut sudah dimasukkan kedalam bagasinya Jeno segera pergi kembali kesekolah.

Ia tidak perduli mendapat omelan didepan kelas bahkan sampai dilihat oleh Hyungnya yang terpaksa menjadi penengah agar dirinya tidak di omeli lagi dikelas khusus yang sudah dipilih oleh Jeno sendiri. Beruntung tidak ada Jaemin disini, akan ditaruh dimana mukanya?

"Apa yang kau lakukan? Belajarlah dengan benar, tidak biasanya kau membolos." Donghae menepuk bahu Jeno sebelum kembali kekelasnya sendiri, sedangkan Jeno harus menjalani pelajaran dikelas yang terasa sangat lama menuju pulang sekolah.

"Jeno-ssi, selesaikan essaimu baru kau keluar."

Ia hanya bisa berdecak kesal dan menyelesaikan essainya sebagai hukuman atas kesalahannya tadi, padahal ia harus cepat-cepat menuju sky bridge. Bagaimana jika Jaemin sudah berada disana?
"Ah! Disana kau ternyata!"

Jeno sudah berlarian secepat kilat dari kelasnya menuju sky bridge tapi ia melihat Jaemin justru tengah berbincang dengan pria lain yang... yang terlihat lebih tinggi darinya dan berkulit lebih coklat dari dirinya. Lebih terlihat seperti seorang lelaki matang daripada dirinya tentu saja.

"Yaaak!!" Jeno segera menarik Jaemin saat mendengar Jaemin berkata tidak mengenalnya, oh dirinya benar-benar kesal saat ini. Tanpa berkata apa-apa Jeno segera membawa Jaemin menuju parkiran mobil, ia ingin memberikan seragam yang dipilihnya pada Jaemin namun kenapa bagasinya kosong???

"Apa tertinggal?" ocehan dari bibir Jaemin pun tak terdengar ditelinganya, ia justru segera menarik Jaemin untuk masuk kedalam mobilnya dan berniat membawa Jaemin bersamanya menuju butik.

Melihat Jaemin yang kesulitan dan tidak mengerti bagaimana cara memasang seat belt kedua tangan dan tubuh Jeno maju untuk membantu Jaemin namun begitu selesai ia bertatapan dengan Jaemin yang tengah menatapnya.

'Deg deg deg deg'

Jika sebuah stetoskop diletakkan didadanya semua orang pasti bisa mendengar debaran jantungnya saat ini.

"Apa yang kau pikirkan?"

"Aku berpikir kau sangat tampan."

Jadi apakah dirinya adalah definisi tampan dimata Jaemin bukan pria tadi? Menetralisir kegugupan adalah hal yang dipelajari secara otodidak dalam sehari oleh Jeno "Oh."

Bagaimana bisa ia hanya menjawab 'oh' padahal dadanya berdebar kuat hingga rasanya bisa terdengar oleh telinganya sendiri. Jeno mengalihkan kegugupannya pada tujuan awalnya pergi ke butik.

"Anda pergi sebelum kami selesai membungkusnya tuan muda."

Jeno tersenyum seperti orang bodoh sambil menggaruk pipinya ia benar-benar terlihat bodoh karena Na Jaemin. "Maaf aku kembali ke sekolah terburu-buru. Tapi terima kasih Ahjushi." Jeno mengambil paper bag yang berisi seragam kemudian menghampiri Jaemin yang tengah melihat-lihat seragam sekolah elite lain yang juga dijual di butik ini, ia biarkan Jaemin menatap seragam-seragam itu sesaat sedangkan dirinya menatap Jaemin dari belakang.

Begini saja sudah membuktikan dirinya jatuh hati pada Na Jaemin kurang dari 12 jam.

Esoknya dengan sengaja Jeno berkumpul dengan Donghae dan Junmyeon serta mengajak temannya Renjun di atas sky bridge hanya untuk menunggu Jaemin datang, melihat apakah pakaian itu cocok dengannya.

Ia bahkan sama sekali tidak menyimak apapun pembicaraan antara kakaknya dan temannya itu matanya hanya fokus pada siapa saja yang datang, menanti seseorang kenapa sangat menyakitkan.

Yang dinantikan datang, Jaemin keluar dari sebuah sedan berwarna biru metalik bersama dengan Jungwoo teman sekelas mereka juga, sedikit lega saat tahu ada yang memberikan Jaemin tumpangan daripada berjalan seorang diri dari depan halte bus hingga kedalam.

Walau ia tidak mendengar apa yang dibicarakan keduanya dibawah sana tapi melihat wajah cemas Jungwoo yang hanya berdua saja dengan Jaemin tanpa Lucas ia segera mengerti mengapa, Renjun berkata bahwa Jungwoo korban bully saat di SMP dan hanya Lucas yang selalu menjaganya.

Jeno tersenyum, ia senang Jaemin sudah mendapatkan teman setidaknya selain mengenal orang menyebalkan seperti dirinya ia juga memiliki teman untuk berbagi. Begitu Jaemin dan Jungwoo masuk kedalam iapun segera mengajak Renjun agar kembali ke kelas.

"Baiklah, temani aku mengambil buku dulu diloker." Jeno mengiyakan permintaan Renjun sahabatnya, namun ketika mereka sampai diruang loker keduanya mengerutkan kening mengapa sangat ramai? Ada apa?

Jeno berusaha menyalip paling depan agar melihat apa yang terjadi, begitu sampai didepan ia melihat salah satu pembully mendorong Jaemin ke loker. Betapa terkejutnya Jeno melihat hal itu dadanya bergemuruh kesal namun melihat Jaemin hampir membalas Jeno segera menghampiri dan menahan Jaemin.

Ia menarik tangan Jaemin dan mengenggam erat jemari yang mengepal tersebut, apa Jaemin sudah gila? Dia baru 2 hari disekolah ini, bagaimana jika dia sampai dikeluarkan?

Jeno mendorong Jaemin hingga menabrak pintu loker, tatapannya khawatir, kesal, dan marah menjadi satu. Kedua mata bulat itu menatapnya, Jeno sangat ingin melindungi Jaemin dari para pembully lain tapi jika ia terang-terangan mengatakannya sama saja dengan mendorong Jaemin kejurang. Tidak akan ada yang menerima perlakuan khusus yang diterima sipenerima dana bantuan, sama seperti yang dialami Jungwoo.

Satu-satunya cara hanya dengan membuat mereka mengira bahwa Jaemin hanyalah target miliknya, "Kau harus tahu posisimu disini Na Jaemin."

'Kau harus tahu kau dalam bahaya Jaemin-ah, aku mengkhawatirkanmu.'

Ucapan yang keluar dari bibirnya berbeda dengan jeritan dalam hatinya, bahkan ia tidak bisa membantah apapun saat Jaemin terlihat sangat marah padanya dan mengancam akan memukul wajah tampannya, lagi-lagi Jaemin menyebutnya tampan walaupun tengah kesal sekalipun.

"Berhenti disana."

'Berhenti.. aku ingin menjelaskannya.'

Setidaknya sebelum Jaemin pergi dia harus tahu bahwa yang Jeno lakukan adalah untuknya bukan untuk oranglain. Jeno berbalik ia segera memukul pembully tadi dengan kuat ia tidak perduli jika salah satu giginya lepas ataupun rahang pembully itu patah sekalipun, itulah balasannya karena menyakiti Jaeminnya.

"Hanya diriku yang boleh mengintimidasinya."

'Na Jaemin milikku'

"Jika kau mencoba untuk menyentuhnya kubuat keadaanmu jauh lebih buruk daripada keadaannya."

'Jika kau berani menyakitinya sehelai rambutpun akan kubuat kau membayarnya dengan nyawamu'

Jeno merasa ucapannya sudah cukup jelas, ia sudah mengklaim Jaemin sebagai targetnya walaupun ia tidak tahu apa dirinya bisa menjadikan Jaemin targetnya sendiri. Ia menoleh pada Jaemin yang menatapnya bingung

"Jagalah sikapmu."

'Berhati-hatilah..'

"Kau hanya menumpang disekolah ini."

'Jangan membuatku khawatir pada keadaanmu.'

Terpaksa Ucapan dan pikirannya kembali berbeda, ia bahkan harus mendorong Jaemin dari hadapannya dan pergi menjauh kembali menghampiri Renjun.

"Kau mengklaimnya? Itu tidak terlihat seperti klaim bagiku."

Jeno hanya melirik Renjun ia memutuskan untuk pergi meninggalkan sahabatnya itu dan kembali kekelas, ia tahu setelah ini akan sulit kembali mendekati Jaemin yang mungkin menjaga jarak darinya.

"Mengapa mereka sangat lama? Aku sangat haus." Keluh Jungwoo sambil menyentuh lehernya yang terasa kering.

Sambil membetulkan topi Jeno dikepalanya Jaemin mengambil hadiah dari kupon yang mereka kumpulkan "Kita susul saja mereka, aku saja tidak yakin Jeno-ssi akan membelikanku jus buah."

"Baiklah, aku hampir mati kehausan." Jongwoo dan Jaemin melangkah menghampiri satu-satunya mesin penjual minuman terdekat dengan tempat mereka bermain.

Jungwoo menarik Jaemin agar segera mendekat saat melihat siluet Lucas dan Jeno yang tengah berbincang tanpa sadar akan kedatangan mereka ber-2, hingga sebuah kalimat membuat Jaemin berhenti melangkah disusul dengan Jungwoo.

"Aku menyukainya, sejak kulihat dia membungkuk memperkenalkan dirinya dihadapan banyak orang dan saat kedua mata bulatnya menatapku, aku sudah menyukainya."

"Kau menyukainya?" Tanya Lucas kurang percaya, tapi melihat cara Jeno menjabarkan bagaimana dia menyukai teman barunya dan Jungwoo sepertinya Jeno memang tidak sedang berbohong.

"Sangat menyukainya."

"Aku sangat menyukai Na Jaemin."

"Omo..." Jungwoo yang terkejut mendengar ucapan Jeno sampai tidak bisa mengerem mulutnya sendiri untuk tidak bersuara, ia menoleh pada Jaemin yang terdiam dan kini tengah menatap Jeno yang perlahan menoleh padanya.

Lucas dan Jeno menoleh bersamaan ketika mendengar suara terkejut dibalik tubuh mereka, keduanya bukan main terkejut melihat Jaemin sudah berdiri tidak jauh dibelakang Jeno terdiam menatap si bungsu Lee itu bersama dengan Jungwoo yang menutup mulutnya usai tanpa sengaja bersuara dan membuat keberadaan mereka ketahuan.

Lucas segera menepuk bahu Jeno, perasaan miliknya jangan disembunyikan lagi karena begitulah hubungan Lucas dan Jungwoo berjalan. Ia segera menghampiri kekasihnya dan menarik Jungwoo untuk kembali ketempat bermain meninggalkan Jeno dan Jaemin untuk menyelesaikan pembicaraan yang tidak pernah mereka mulai.

"Kau.. menyukaiku? Setelah mengklaimku dan menjadikanku terlihat seperti pelayanmu kini kau mengatakan kau menyukaiku?" Jaemin tidak tahu ucapan mana lagi yang bisa dipercaya olehnya tentang nilai dirinya Na Jaemin dimata seorang Lee Jeno. Ia bahkan mendengus kesal saat ini karena tengah menyangkal sesuatu yang aneh didalam dirinya.

Diperutnya saat ini seperti ada ribuan kupu-kupu yang mengelitik dan berterbangan ingin keluar ia mungkin terlalu senang begitu mendengar Jeno menyukainya, namun jika mengingat kata-kata pedas Jeno yang merendahkannya selama ini apakah perasaan Jeno padanya bukanlah lelucon belaka?

"Hhh, aku tidak percaya uca.."

"Aku menyukaimu." Jeno melangkah mendekati Jaemin dengan cepat dan memotong ucapan Jaemin yang seolah tengah membantah kenyataan yang ada, Jeno menarik tengkuk Jaemin dan mencium bibir tipis yang selalu mengusiknya setiap hari saat mereka tengah berbincang ataupun saat ia mendengar ocehan kesal dari Jaemin atas tingkah lakunya.

Ciuman yang diberikan Jeno pada Jaemin perlahan berubah menjadi lumatan yang saling berbalas satu sama lain, keduanya saling menutup mata dan menyesap manisnya bibir satu dengan yang lain dan kini saling menempel seolah tengah merekam bagaimana bentuk bibir dari orang yang mereka sukai.

Remasan kuat di jas sekolah Jeno pun perlahan mengendur Jaemin memindahkan kedua tangannya keatas menarik tengkuk Jeno agar tidak melepaskan ciuman keduanya, sepertinya tanpa sadar dirinyapun sudah jatuh sejak awal dengan pesona Lee Jeno.

Until You

"..... Min-ah.."

"Jaemin-ah!"

Jaemin terkejut bukan main saat ibunya memanggil sambil menepuk keningnya "Eomma!!"

"Apa? Kau melamun, seharian kau melamun seperti ayam yang akan mati. Apa kau membawa pulang roh jahat pulang kerumah?" Ibu Jaemin segera membersihkan tubuh anaknya itu dengan kemoceng ditanganya.

"Yaaak, yaaak eommaaa." Jaemin mengelak hingga berlari didalam rumah berukuran besar milik majikan ibunya.

"Aigooo, kalian ini membuatku iri."

Jaemin dan ibunya berhenti berlari saling mengejar, mereka membungkuk hormat pada pemilik rumah yang baru saja turun dari lantai atas "Ahjuma." Sapa Jaemin dengan ramah.

"Bagaimana sekolahmu?"

Mengingat sekolah entah mengapa ia ingat Jeno, dan mengingat Jeno tentu saja ia ingat ciuman panasnya dengan Jeno 2 malam lalu. Dan tanpa sadar wajahnya merona "Omo wajahmu memerah? Apa kau sakit?" Sang ibu segera menyentuh kening Jaemin tidak kalah nyonya pemilik rumahpun ikut-ikutan panik.

Ibunya dan nyonya Zhang sangat dekat, sejak sebelum Jaemin lahir ibunya memang sudah mengabdi pada sang Nyonya dan setelah menikah ia membawa ibunya ikut serta untuk bekerja dengannya, beruntung ia mendapatkan seorang pria China yang baru merintis karirnya dan saat ini perusahaan ponsel milik keluarga Zhang memang sedang meroket dipasaran.

"Aku tidak apa-apa Eomma, Ahjumma. Aku hanya teringat sesuatu. Sekolahku baik-baik saja, apa Yixing Hyung akan datang hari ini?"

"Tentu saja, dia berkata dia bosan berada di China tanpa ada teman. Terlebih dia tahu kau bersekolah disekolah elite dan terbully oleh si bungsu Lee itu jadi dia akan kembali kemari untuk melindungi adik lelakinya ini."

Mendengar namanya benar-benar membuat wajahnya memerah hingga ketelinga. Si bungsu Lee, orang yang mengatakan suka padanya dan mencuri ciuman pertamanya, pria pertama yang menyukainya.

Apa yang harus dilakukannya?

"Anakmu melamun lagi? Apa bersekolah disana tidak membuatnya jadi gila?" Tanya Nyonya Zhang sambil berbisik pada ibunya, padahal Jaemin jelas bisa mendengar bisikan itu dengan amat sangat jelas.

"Aku belum gila, aku masih waras." Protesnya sambil menggembungkan pipinya kesal, bagaimana seorang pria tanpa sadar beraegyo ria dan terlihat menggemaskan seperti seorang Na Jaemin.

Pintu depan terbuka, awalnya mereka pikir itu adalah Tuan Zhang yang pulang namun ternyata yang datang adalah tuan muda Zhang sambil menarik kopernya dan tersenyum lembut pada ibunya hingga lesung pipinya yang sangat dalam terlihat.

"Aku pulang..."

"YIXING??!" Sang Nyonya segera berlari berhamburan bersama dengan ibu Jaemin dan segera memeluk Yixing bersamaan, sama seperti Nyonya Zhang yang sangat menyayangi Jaemin begitu juga dengan ibunya yang sangat menyayangi Yixing.

"Kenapa tidak mengatakan jam kedatanganmu, eomma akan menjemputmu."

"Jika eomma menjemput ini bukan kejutan lagi namanya.." Yixing mengelus rindu wajah ibunya dan membungkuk sedikit pada ibu Jaemin yang sudah dianggap bibi olehnya "Lama tak bertemu ahjuma."

"Kau sudah sangat tinggi Yixing-ah."

"Kita hanya tidak bertemu 6 bulan ahjuma.." Apa dalam 6 bulan pertumbuhannya sepesat itu? Yixing mengalihkan pandangannya pada Jaemin, adik yang sangat disayangi olehnya karena dia hanya anak tunggal di keluarga Zhang.

"Jaemin-aaaaah."

"Hyooong!!"

Yixing dan Jaemin saling berlari menghampiri lalu berpelukan dan berputar-putar dalam ruang tamu hingga kedua ibu mereka hanya terkekeh sambil menggelengkan kepala.

"Ada apa ini?" Tiba-tiba sang tuan rumah datang dan bersuara kencang membuat seluruh mata memandang kearah sumber suara mengira akan ada malapetaka yang datang "Yixing!!! Kau sudah pulang, omoo ayah merindukanmu." Sang ayah justru melempar tas kerjanya dan berlari menghampiri Yixing yang tengah memeluk Jaemin hingga akhirnya mereka saling berpelukan ber-3 dan berputar-putar bersama.

"Ah, lihat, jika sudah ada suamiku pemandangan indah wajah-wajah tampan itu berkurang drastis."
"Kau mengatakan diriku tampan dahulu."

Nyonya Zhang yang menerima serangan balik atas ledekannya pun terdiam, memang iya suaminya sangat tampan dulu. Sekarangpun sama, ia hanya meledek tingkah suaminya yang masih seperti anak-anak jika bersama Yixing dan Jaemin.

Sedangkan ibu Jaemin hanya bisa terkikik geli sambil menutup mulutnya melihat sang nyonyo kini tengah mencoba menutupi wajahnya yang memerah.

"Mwoooo??!"

Jaemin hampir menutup mulut Yixing dengan bantal karena teriakan kencang pria yang sudah dianggap kakak kandung baginya.

"Diam Hyung apa kau sudah gila?"

"Kau yang gila, kenapa berciuman dengannya? Bukankah kau mengatakan dia sangat menyebalkan?"

Menyebalkan? Memang. Namun.... Jaemin sama sekali tidak bisa menjawab pertanyaan Yixing, mana mungkin dirinya mengatakan kalau ia merasa bibir Jeno sangat pas saat melumat bibirnya.

Sial!

Jaemin menggelengkan kepalanya kenapa ia membayangkan bibir tipis Jeno menempel pada bibirnya lagi dengan mudah, ia menepuk wajahnya sendiri dan berusaha menghapus bayang-bayang Jeno dari benak dan pikirannya.

"Lalu, apakah kau jadi pindah ke sekolahku?"

"Tentu saja, walaupun kau sudah berciuman dengannya mana tahu dia akan berpura-pura hilang ingatan dan menyiksamu lagi."

Jaemin terkekeh sambil menggerakkan tangannya, walau Lee Jeno sangat menyebalkan tapi dia tidak pernah menyiksa dirinya "Dia tidak pernah menyiksaku, hanya menyuruhku ini dan itu membuatku tidak pernah bisa beranjak dari dirinya sedetikpun."

"Orang kaya yang aneh."

"Jika kau memang ingin bersekolah disana kau harus memanfaatkan nama ayahmu untuk mendapatkan banyak teman Hyung, jangan hanya berkeliaran disekitarku."

Yixing berdecak kemudian menggeleng pelan sambil melipat kedua tangannya didepan dada "Aku pindah kesana sebagai Hyungmu, aku tidak perduli jika tidak memiliki teman disana."

Jaemin ingin protes namun ia justru tersenyum kau karena melihat Yixing sudah melompat turun dari kasurnya dan membongkar isi kopernya memperlihatkan beberapa oleh-oleh yang dibelikan oleh pria itu untuk Jaemin dan ibunya.

Dalam diamnya ia bersyukur memiliki Yixing sebagai temannya sedari kecil, bahkan keluarganya pun tidak pernah membanding-bandingkan Jaemin dengan anak kaya lainnya. Andai saja Jaemin tidak dengan sengaja mencari donatur lain untuk jalur beasiswa miliknya dipastikan Orangtua Yixing akan membayarkan uang sekolahnya dan membuat Jaemin terlihat seperti anak mereka sendiri.

Namun Jaemin tidak mau, ia dan ibunya sudah terlalu banyak menerima kebaikan dari keluarga ini. Untuk mengejar mimpinya, Jaemin akan menempuh jalannya sendiri walau kini langkahnya sendiri mulai terasa berat karena perasaannya sendiri pada Lee Jeno yang seharusnya tidak pernah dirasakannya sekalipun.

Until You

Pagi itu Junmyeon tidak berkumpul dengan Donghae ataupun Jeno di atas Sky Bridge ada yang harus dilakukannya bersama Hyukjae mengenai Club siaran mereka.

"Kau bisa menolongku bukan?" Hyukjae meminta tolong dengan sangat pada Junmyeon karena selain Donghae yang dikenalnya dengan dekat diclub ini memang hanya Junmyeon seorang, karena tidak ingin melibatkan Donghae dalam pekerjaannya terpaksa dirinya menganggu Junmyeon dipagi hari.

"Tentu Hyung, hanya menyerahkan proposal ini bukan pada Kepala Sekolah? Aku bisa melakukannya." Junmyeon mengambil proposal yang dimaksudkan oleh Hyukjae. Junmyeon hampir melangkah pergi namun ia kembali melangkah mundur dan menghampiri Hyukjae.

"Hyung.. aku tahu tentang masalahmu dan Donghae Hyung, menurutku dia sudah menyesalinya. Setidaknya ijinkan dia menjadi temanmu, ini tahun terakhir kalian bertemu bukan?"

Senyum di wajah Hyukjae memudar mendengar Junmyeon tiba-tiba membicarakan tentang Donghae. Ia tidak bisa marah atau membantah ucapan Junmyeon karena memang Donghae terlihat menyesali perbuatannya.

Namun memaafkan adalah hal tersulit yang bisa dilakukan manusia, dan Hyukjae hanyalah manusia biasa. "Akan kupikirkan Junmyeon-ah. Kupikir juga dia sudah menyesalinya."

Junmyeon tersenyum ia senang bisa menjadi penengah diantara masalah Hyukjae dan Donghae yang sudah terjadi lebih dari setahun. Ia lalu segera beranjak keluar dari ruang siaran menuju tempat dimana Hyungnya sudah berada sejak jam 6 pagi setiap hari.

Begitu tiba didepan pintu ruangan Choi Siwon, Junmyeon sudah mengangkat tangannya untuk mengetuk pintu namun ternyata pintu tersebut terbuka dari dalam. Kedua matanya melihat seorang pria berkulit putih, dengan rambut hitam legam membingkai wajahnya yang membuat wajah itu terlihat semakin putih.

Pria itu tersenyum ramah pada Junmyeon dan menampilkan lesung yang cukup dalam dipipinya. Pria tersebut menyapa Junmyeon dengan sebuah anggukan sopan lalu pergi begitu saja meninggalkan Junmyeon yang tengah terdiam.

Apa yang terjadi dengan dadanya? Kenapa menghangat? Ia pun mulai merasakan debaran yang tidak pernah dirasakan olehnya seumur hidup, debaran apa ini?

"Junmyeon-ah?"

Siwon melambaikan tangannya didepan wajah adiknya yang terlihat seperti patung pria mesum yang tengah melamun jorok "Apa yang kau bayangkan?"

"Pria itu.." Junmyeon segera meraih tangan besar Siwon yang berada tepat didepan wajahnya.

"Apa??"

"Siapa pria tadi? Dia memakai seragam sekolah ini Hyung, siapa dia? Aku tidak pernah melihatnya."

Akhirnya Siwon mengerti siapa yang dibicarakan adiknya sampai Junmyeon melamun seperti orang bodoh barusan "Dia? Zhang Yixing, dia pindahan dari China namun dia sebenarnya sudah tinggal disini sejak kecil, dia tidak cocok bersekolah diluar Korea maka dari itu dia kembali kemari."

"Ada apa?" Siwon melirik kearah Yixing pergi, mereka masih bisa melihat siluet tubuh Yixing yang tengah melangkah menjauh "Jangan bilang kau menyukai pria saat ini?"

"Jika kukatakan tidak apa kau percaya? Dadaku berdebar kuat Hyung." Junmyeon memberikan proposal yang dititipkan Hyukjae pada Siwon lalu segera pergi menyusul kemana arah Yixing pergi.

"Yaaak, apa ini? Heiii...!" Siwon sampai berteriak memanggil JunMyeon karena tidak tahu proposal apa yang ada ditangannya saat ini "Ck, anak itu akan gila sebentar lagi." Siwonpun masuk kembali kedalam ruangannya dan mulai membaca serta menekuni proposal yang diberikan Junmyeon tanpa mengatakan apa-apa sebelumnya.

Dengan langkah panjangnya Junmyeon berlarian sepanjang koridor ia seharusnya bertanya pada Siwon akan masuk ke kelas berapa si Zhang Yixing itu, jadi dirinya tidak perlu berlarian untuk mencari Yixing hanya untuk berkenalan.

Rasanya tidak adil jika hanya Junmyeon yang mengetahui nama pria itu, Yixingpun harus tahu namanya, entah pemikiran darimana ini?? Kepalanya menoleh kekanan dan kiri ia tidak menemukan Yixing dimanapun, kemana hilangnya dia?

"Kau berkeringat Junmyeon-ah, apa kau terlambat? Kau terlalu sibuk dengan club tidak berguna itu."

Dirinya baru masuk tapi sudah dihujani oleh kata-kata kurang mengenakkan, kalau ia menyandang nama Choi didepan namanya apa berani mereka semua berperilaku seperti itu padanya.

Namun Junmyeon enggan mempermasalahkan hal tersebut dengan manusia-manusia seperti mereka, toh dirinya menyukai Club siaran yang dibuat oleh Hyukjae Hyung, lagipula para anggota disana sangat baik padanya tanpa perduli dirinya siapa. Berbeda dengan para bedebah yang satu kelas dengannya.

Junmyeon menghela nafas ia melangkah menuju kursinya namun ia melihat ada seseorang yang sudah duduk disana sambil menelungkupkan kepala diatas meja, ia menatap sekeliling untuk memastikan bukan teman sekelasnya yang menduduki mejanya, karena Junmyeon pun tidak pernah melihat pria ini sebelumnya.

"Permisi, ini mejaku." Tegur Junmyeon perlahan, dan berhasil membangunkan pria tersebut.
Betapa terkejutnya Junmyeon saat melihat Yixing yang dicarinya sedari tadi ternyata berada dikelasnya tertidur diatas mejanya dan kini tengah menggosok kedua matanya yang terlihat memerah karena mengantuk dan mendongak menatap kearahnya.

"Ah maafkan aku. Aku pikir tempat ini kosong." Yixing hampir beranjak dari kursi milik Junmyeon tapi lengannya segera ditarik oleh pria itu keluar dari kelas, dan menimbulkan beberapa bisikan bingung akan tingkah Junmyeon seolah-olah mempertanyakan apakah Junmyeon sadar akan kelakuan tidak sopannya pada pewaris perusahaan ponsel terbesar se Korea dan China itu?

Junmyeon membawa Yixing menuju UKS, dan bodohnya Yixingpun mengikuti dengan mata setengah terbuka ia benar-benar masih mengantuk karena menyesuaikan jam tidurnya yang selama 6 bulan sebelumnya tidak pernah bangun sepagi ini.

Begitu masuk Junmyeon segera mendudukan Yixing ditepi salah satu bangsal ia bahkan juga membenarkan letak bantal agar bisa di tiduri oleh Yixing, ia kemudian menunjuk bangsal yang sudah rapi tersebut "Tidurlah."

"Kau membawaku ke UKS?" tanya Yixing setelah membuka dengan benar kedua matanya dan melihat sekeliling dengan seksama.

"Bukankah kau mengantuk? Tidurlah disini."

"Lalu kelasku? Bagaimana dengan guru nanti?"

"............" Junmyeon terdiam ia baru terpikirkan akan hal tersebut, ia baru ingat bahwa Yixing adalah murid baru tapi dirinya justru akan membuat Yixing membolos. "Aku melupakan tentang hal itu."

Yixing terkekeh pelan melihat tingkah menggemaskan pria dihadapannya ini, ia tidak menyalahkan Junmyeon yang membawanya keluar dari kelas sama sekali, tapi sepertinya pria itu merasa bersalah pada dirinya "Lebih baik disini bukan daripada berada dikelas tapi diriku justru tertidur."

"Siapa namamu? Namaku Yixing, Zhang Yixing. Mungkin terdengar aneh ditelingamu tapi ayahku berasa dari China sedangkan ibuku dari Korea."

"Tidak ada yang aneh dengan namamu."

"Junmyeon, Kim Junmyeon itu namaku." Dengan semangat Junmyeon mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Yixing yang disambut hangat tentu saja oleh pria itu.

"Senang mengenalmu Kim Junmyeon, kuharap kita menjadi teman kedepannya."

"Benarkah? Wah, aku belum pernah memiliki seorang teman yang sangat dekat seangkatanku."

Senyum di wajah Yixing perlahan memudar mendengar kalimat itu "Apa kau murid dengan bantuan dana sosial?"

"Bukan, hanya setingkat lebih tinggi namun tetap rendah dimata semua orang."

Was-was Junmyeon merasa khawatir kalau Yixing tidak jadi berteman dengannya karena dirinya hanyalah seorang Kim Junmyeon bukan Choi Junmyeon.

"Bagiku kau sama saja seperti murid lainnya, mereka makan nasi kau juga makan nasi, mereka memakai sumpit kaupun demikian, yang membedakan hanyalah dompet orangtua mereka dan orangtuamu. Suatu saat kau bisa mengubahnya menjadi jauh lebih baik dari saat ini."

Junmyeon tidak salah, ia tidak akan pernah menyesali debaran aneh didadanya yang muncul karena Zhang Yixing. Pria itu sangat berbeda dengan yang lainnya, untuk pertama kali dalam hidupnya Junmyeon ingin segera mewujudkan mimpi-mimpinya.

"Terima kasih, ucapanmu benar-benar membuatku kembali bersemangat mengejar mimpiku dan Hyungku."

"Hyung?"

"Ada impian yang tidak bisa Hyungku raih, dan sekarang mimpi itu berada diatas pundakku."

Yixing merasa tidak enak membahas masalah Hyungnya pada Junmyeon, bisa saja kalau pria itu sudah kehilangan Hyungnya atau sesuatu yang buruk terjadi pada Hyungnya, atau hal apapun yang membuat Junmyeon harus meraih mimpi untuk Hyungnya.

Apapun itu seharusnya Yixing pun tidak perlu memikirkannya juga saat ini.

"Kudengar kau murid pindahan dari China?"

Yixing menganggukkan kepalanya, ia lega Junmyeon membahas topik lain karena bibirnya kelu setelah membahas impian lelaki itu dan Hyungnya "Sebenarnya diriku lahir dan besar di Korea hanya saja, diriku penasaran dengan kampung halaman ayahku jadi kuputuskan melanjutkan sekolah disana, namun... sepertinya diriku memang harus kembali kemari."

Jika mengingat masa-masa sulitnya sendirian di China sana, Yixing bersyukur saat ini sudah kembali berada di Korea dan kembali pada adiknya Jaemin. Bahkan ia memiliki seorang teman kurang dari 1 jam berada di sekolah ini.

"Jika kau butuh sesuatu, katakan padaku. Aku akan membantumu tanpa berpikir panjang Yixing-ah."

Cara Junmyeon memanggilnya tanpa embel-embel formal membuat Yixing menatap Junmyeon bingung, dirinya bisa melihat kedua mata Junmyeon yang berbinar-binar menatapnya entah Yixing berlebihan atau tidak tapi dia bisa katakan bahwa pria tampan dihadapannya ini memiliki mata yang indah.

Lagipula ia tidak pernah melihat seseorang yang sangat antusias untuk segera menjadi temannya selain Na Jaemin.

"Gomapta Junmyeon-ah." Yixing tersenyum hangat pada Junmyeon hingga menunjukkan dimplenya kembali, Yixing mungkin tidak tahu kalau saat ini Junmyeon tengah menahan debaran kencang didalam dadanya hanya karena senyumannya saja.

Jika setiap manusia diberi limit debaran jantung, Junmyeon yakin hanya dalam hitungan minggu dirinya akan tewas dalam pelukan Yixing karena jantungnya selalu berdebar-debar tidak karuan.

"Hyooong?!"

Junmyeon dan Yixing menoleh pada pintu masuk UKS yang terbuka, ia melihat Jaemin berdiri disana terengah-engah, sepertinya anak itu kelelahan mencari seseorang.

"Hyung?" Junmyeon menoleh lagi pada Yixing, apa mungkin Jaemin dan Yixing kakak beradik?

"Dia Na Jaemin, seseorang yang sudah kuanggap adikku sendiri." Jawab Yixing sambil tersenyum hangat, bukan pada Junnyeon tapi pada Jaemin. Bahkan ia sadar tatapan Yixing pada Jaemin dan padanya berbeda.

Junmyeon menatap Yixing dan Jaemin yang masih mengatur nafasnya bergantian didepan pintu sana, perlahan ia menyentuh dadanya perasaan apa lagi ini?

Kali ini bukan debaran yang dirasakannya, namun denyut kuat yang justru membuatnya sesak saat melihat cara Yixing menatap Jaemin disana.

'Bisakah kau tidak menatap Jaemin seperti itu Yixing? Dadaku sakit.'



To Be Continued

Tidak ada komentar:

Posting Komentar