myCatalog

Jumat, 18 September 2020

UNTIL YOU - PART SEVEN


UNTIL YOU

|

|

|

***









"Mau kemana lagi dia?"

Junmyeon menghampiri Jeno yang terlihat kebingungan melihat hyungnya yang tiba-tiba pergi meninggalkannya padahal dirinya tengah berbicara panjang lebar tentang perasaan dan rencana besarnya untuk masa depannya dan Jaemin.

"Aku tidak tahu Hyung, apa mungkin aku salah berbicara dan dia pergi menangis?"

"Ei, Donghae Hyung? Menangis? Kau yang menangis. Ayo makan, aku sudah sangat lapar." Junmyeon menarik Jeno untuk mengikutinya mengisi perut, dirinya benar-benar sangat lapar.

Hyukjae melangkah menuju ruang siaran sambil menenteng bekal makan siangnya, beberapa potong sandwich yang dibuat setiap pagi oleh ayahnya jika dirinya tidak sempat. Namun langkahnya terhenti saat ia menyadari ada sebuah noda di dinding bagian luar ruang siaran.

Kakinya melangkah mundur beberapa langkah ia melihat bekas noda tersebut seperti bekas darah dari sebuah tinjuan tangan, entah siapa yang meninju dinding ruang siaran di tengah hari seperti ini?

"Ck, bagaimana caraku membersihkannya?" Hyukjae mengelus bekas darah itu karena mengira darah tersebut sudah kering, namun dirinya salah... darah itu menempel pada jemarinya, darah ini baru.

Ia terdiam dan teringat pada luka di buku jemari Donghae, apakah.... luka ditangan Donghae karena meninju dinding?

Walau ia berpura-pura menghiraukan Donghae, namun jika anak itu terluka Hyukjae tidak bisa menutup matanya begitu saja. Berapa kali Hyukjae selalu dengan diam-diam memasukkan obat kedalam tas Donghae yang memiliki penyakit maag? Berapa kali Hyukjae mengecek keadaan Donghae di ruang UKS diam-diam saat Donghae mengalami cedera usai bermain bola dengan teman-temannya?

Ia meraih ponselnya dan kembali menghidupkannya, ia ingin menghubungi Junmyeon dan bertanya apakah Donghae masih berada disana dan meminta Junmyeon mengantarkan Donghae ke UKS untuk segera di obati.

Namun baru ia menghidupkan ponselnya sebuah notifikasi pesan masuk dalam ponsel yang dimatikan olehnya tadi.

'Pesan suara?'

Ragu, Hyukjae menekan pesan suara yang ditinggalkan Donghae untuknya. Setiap kalimat yang diucapkan Donghae bagaikan belati yang menusuk jantungnya, Hyukjae bahkan sampai bersandar karena terkejut mendengar betapa pilunya suara Donghae yang terekam disana.

Iapun sudah lelah...

Hyukjae berlari menuju gedung 4 ia ingat jadwal Donghae hari ini, kelas aljabar mata pelajaran yang sangat tidak ingin diikuti oleh Donghae sejak kelas 1, Hyukjae hanya ingin mendengar lagi dari Donghae apa yang dirasakannya. Ia sudah cukup hidup dalam keegoisannya sendiri yang menghiraukan Donghae.

"Donghae-ya?" ia membuka pintu kelas lebar-lebar, namun bersyukur belum terdapat banyak murid didalamnya.

Mereka justru menatap Hyukjae aneh karena tiba-tiba datang dan mencari Donghae setelah sekian lama mereka melihat Hyukjae dan Donghae tidak saling berbicara satu sama lain.

Donghae tidak ada dikelas aljabar, Hyukjae menghirup udara banyak-banyak ia lelah berlari dari gedung 3 menuju gedung 4 hanya untuk mencari Donghae. Sesaat Hyukjae pikir reaksinya berlebihan hanya karena sebuah pesan, tapi... apa sebaiknya Hyukjae menunggu di ruang siaran saja?

"Maaf.." setelah mengucapkan maaf pada penghuni kelas yang masih memandangnya dengan risih Hyukjae keluar dari kelas aljabar tersebut namun ternyata ia sudah ditunggu oleh beberapa orang diluar kelas.

"Lihat siapa yang mencari teman kita."

Hyukjae menelan liurnya perlahan dan menatap satu per satu teman Donghae yang membuat dirinya menderita karena mengikuti permainan yang mereka lakukan menggunakan Donghae sebagai alat dan berujung menyakiti dirinya dan Donghae hingga hari ini.

"Sepertinya kau masih belum menyadari posisimu disini Lee Hyukjae-ssi hingga berani menemui Donghae lagi."

"Mungkin kita perlu berbicara.." ada penekanan dalam setiap kata yang diucapkan oleh pria dihadapan Hyukjae ini, bahkan teman-temannya yang lain pun mengiyakan bahwa dirinya dan pria ini harus berbicara.

Panggilan pada Hyukjae sama sekali tidak terangkat, apa dia masih tidak ingin berbicara dengan Donghae? Kali ini Donghae ingin menjelaskan dan menegaskan sesuatu.

Donghae sudah pergi keruang siaran namun ia tidak melihat siapapun disana, pintunyapun masih dalam keadaan terkunci. Mau tak mau dengan perut laparnya Donghae menuju kelas aljabarnya saja karena jam istirahat hampir usai, kelas yang selalu dihindarinya jika perlu.

Ia baru melangkah masuk kedalam sambil menyimpan ponsel disakunya tapi semua mata memandang padanya "Ada apa? Apa aku terlalu tampan?" tanyanya kembali pada sifatnya yang semula terlepas dari permasalahannya dengan Hyukjae.

"Tidak... tadi Lee Hyukjae datang dengan tergesah-gesah mencarimu."

"Hyukie?"

"Ya, tapi Ju Kangshik membawanya pergi dengan teman-temannya."

"Ju..." Donghae melangkah mundur ia segera berlari keluar dan menuju satu-satunya tempat dimana Ju Kangshik bisa membawa Hyukjaenya.

"Sial, kenapa Ju bersaudara itu benar-benar menyebalkan."

Tubuh Hyukjae terdorong hingga terjatuh dilantai rooftop sekolah, "Apa motivasimu mencari Donghae lagi? Apa kau masih berharap dia Gay seperti dirimu?"

"Apa kau sangat sulit menerima kenyataan bahwa Lee Donghae hanya mempermainkanmu eoh? Apa seluruh penerima dana bantuan sosial sama seperti dirimu? Dimana harga dirimu?"

"Cih.. Lalu kenapa jika diriku berharap seperti itu? Apa kau menyukainya juga sama sepertiku hingga kau tidak ingin Donghae berada didekatku?" Hyukjae bukan pria lemah seperti 2 tahun lalu, ia bangkit berdiri dengan tegak berhadapan dengan Ju Kangshik yang kini diam mematung karena ucapan Hyukjae dan tatapan teman-temannya yang lain?

"Kau terlihat terkejut Ju Kangshik-ssi."

"Kau berani mengatakan hal yang tidak benar tentang diriku? Kau pikir kau ini siapa Lee Hyukjae!" Kangshik menarik kerah kemeja Hyukjae dan hampir meninju wajah Hyukjae dengan kepalan tangannya andai saja Donghae tidak menahan dan justru melayangkan tinjunya pada wajah Kangshik. 

"Cukup..." Semua mata memandang kearah Donghae yang baru saja memukul Kangshik, ia terengah-engah berlari dari kelas Aljabar dengan cepat menuju atap.

"Berhenti menganggu Hyukjae-ku atau akan kubunuh kalian satu per satu."

Kangshik yang terjatuh dibantu berdiri oleh teman satu geng nya ia menatap Donghae tidak percaya, apa iya temannya itu Gay? Apa iya temannya itu baru saja memukulnya karena Lee Hyukjae?

"Kau..."

"Kenapa? Kau terkejut? Karena permainan konyolmu aku meninggalkannya, dan sekarang kau ingin menyiksanya? Apa kau ingin mati eoh?!"

Sambil menahan kesal Donghae menarik Hyukjae agar berdiri di belakangnya, kali ini ia benar-benar akan berdiri didepan Hyukjae melindunginya akan apapun yang akan terjadi sejak hari ini.

"Ingat baik-baik ucapanku, Lee Hyukjae bukan orang yang bisa kalian tindas sembarangan mulai detik ini. Atau kalian akan berhadapan denganku."

Donghae tidak main-main dengan ucapannya, ia sudah berpikir matang-matang akan hal apa saja yang akan dilakukannya jika sampai Kangshik menyentuh dan membuat luka lecet sedikit saja di tubuh Hyukjae.

Merekapun membawa Kangshik yang terkejut pergi dari atap meninggalkan Donghae dan Hyukjae. Begitu mereka tidak terlihat lagi kedua kaki Hyukjae terasa sangat lemas, ini pertama kalinya ia benar-benar berani berhadapan dengan Kangshik.

Hampir tubuh lemasnya terduduk diatas atap namun Donghae segera menahan dan menarik Hyukjae dalam pelukan eratnya memastikan bahwa Hyukjae benar-benar baik-baik saja dan ia tidak bermimpi bahwa dirinya memeluk Hyukjae saat ini, ia memeluk pria dengan gummy smile itu seolah-olah tidak akan hari esok dalam hidupnya.

"Kau tidak apa-apa bukan? Apa ada yang terluka?" Donghae melepas pelukannya pada Hyukjae lalu mengecek wajah serta kedua tangan pria yang paling berharga dalam hidupnya itu secara seksama. "Siku tanganmu lecet, ayo kita ke UKS Hyukie." Ia sudah mengenggam jemari Hyukjae dan berniat menariknya agar mereka segera ke UKS, namun Hyukjae justru menahan Donghae agar tetap ditempatnya.

"Apalagi yang kau tunggu Hyukie?" Donghae kembali menarik Hyukjae tapi lagi-lagi langkahnya tertahan "Hae-ya.."

Donghae benar-benar berhenti menarik Hyukjae karena panggilan tersebut, sudah berapa lama ia tidak mendengar Hyukjae memanggilnya seperti itu?

"Bisa kau ulangi lagi panggilanmu?"

"Hae-ya.."

Dengan tatapan tidak percaya Donghae menangkup kedua wajah Hyukjae dengan tangannya, "Apa kau sudah memaafkanku?"

Hyukjae menganggukkan kepalanya pelan, ia meraih jemari Donghae di wajahnya dan mengecek luka dibuku jemari Donghae yang terluka "Apa kau memukul dinding dengan sangat keras? Bagaimana jika tulang jemarimu retak? Kita ke UKS sekarang."

Gantian, Hyukjae yang saat ini ingin membawa Donghae ke UKS. Dan kini Donghae yang menahan Hyukjae untuk pergi membawanya ke UKS. Ia menarik Hyukjae lagi agar diam saja dihadapannya "Bagaimana kau tahu aku memukul dinding?"

"Aku melihat lukamu saat di kantin tadi. Dan kulihat bekas darah di dinding luar ruang siaran, lalu.." Hyukjae mengeluarkan ponselnya ia memutar kembali rekaman pesan suara dari Donghae untuknya "Aku mendengar ini."

Jujur saja Donghae tidak menyangka bahwa pesan suaranya akan didengar oleh Hyukjae, ia mengira bahwa Hyukjae akan menghapus pesan suara itu tanpa mendengarnya. Ia mengira bahwa tadi terakhir kali dalam hidupnya ia mengatakan apa yang sebenarnya dirasakan oleh Donghae selama ini.

"Jadi..... kau mencariku karena pesan suara itu?"

Hyukjae berpikir sejenak, ia bisa melihat raut khawatir Donghae perlahan berganti menjadi sebuah senyum tipis, dalam lubuk hatinya yang paling dalam Hyukjae mengutuk kekhawatiran berlebihannya pada Donghae karena sebuah luka di buku jarinya, ia juga menyesali responnya yang berlebihan pada pesan suara Donghae hingga kini ia bisa melihat raut kemenangan diwajah Donghae.

"Haruskah aku menjawabnya? Sepertinya kau sudah tahu jawabannya Lee Donghae-ssi." Hyukjae mundur selangkah lalu segera pergi dengan kikuk.

"Yak..."

Donghae terkekeh pelan lalu segera menyusul Hyukjae yang baru saja melangkah beberapa kaki dari posisinya, ia meraih lengan Hyukjae menariknya dengan kuat hingga pria kurus itu berbalik menghadap Donghae.

"Saranghae Lee Hyukjae."

Pernyataan perasaannya ditutup dengan sebuah kecupan lembut dari Donghae, ia bisa merasakan bibir Hyukjae bergetar saat kedua bibir mereka saling menempel satu sama lain, karena Donghaepun merasakan hal yang sama bibirnya bergetar, ini mungkin saja ciuman pertama keduanya.

Perlahan Donghae menarik pinggul Hyukjae agar semakin mendekat padanya, ia memeluk tubuh kurus yang kini menangkupkan kedua tangannya pada wajah dan Tengkuk Donghae.

Ciuman tersebut kian dalam dan kian menuntut seakan-akan keduanya melampiaskan apa yang tertahan selama ini, bahkan tubuh kurus itu terdorong dan melangkah mundur kebelakang sampai tubuh Hyukjae terhimpit diantara Donghae dan pintu atap.

Hyukjae menahan dan mendorong pelan dada Donghae, ia bisa merasakan betapa kencang debaran di dada Donghae saat ini ditelapak tangannya bahkan mungkin debaran ini jauh lebih kencang dan cepat daripada dalam dadanya sendiri "Kenapa?" tanya Donghae dengan wajah bingungnya, namun kedua matanya masih menatap bibir Hyukjae yang basah dan memerah karena ulahnya.

"Kelas Aljabarmu."

".......... Kau benar-benar berniat membunuhku eoh?"

Hyukjae terkekeh melihat bagaimana raut wajah Donghae saat dirinya membahas tentang kelas aljabar, ia memajukan sedikit tubuh dan wajahnya mengecup beberapa kali bibir Donghae. Ia tidak tahu kalau berciuman dengan orang yang disukainya akan seperti ini rasanya, seperti ada kupu-kupu yang berniat keluar dari perutnya.

"Nado saranghae Lee Donghae."

Donghae tersenyum lebar walau sebelumnya ia menghela nafas, lega. Dirinya benar-benar bisa bernafas dengan lega saat ini, batu yang selama ini mengganjal dalam dadanya perlahan terangkat dan menghilang berganti dengan kebahagiaan. Ia memeluk Hyukjae erat-erat Donghae terlalu merindukan Hyukjae, ia harus menunggu 2 tahun lamanya agar hari ini datang.

Walau Donghae yakin, bukan dirinya saja yang menunggu selama ini. Mungkin Hyukjae pun menunggu dirinya untuk sekali saja berdiri didepan Hyukjae dan melindunginya.

Until You

Junmyeon baru saja memasuki ruang siaran tapi kedua matanya sudah melihat kejadian langka, ia melihat Donghae dan Hyukjae sedang bercengkrama duduk berdampingan didalam ruang on air, sepertinya Hyukjae ingin mengajarkan Donghae bagaimana cara berbicara agar bisa menjadi seorang penyiar.

"Apa diriku tidak salah lihat? Atau diriku tertinggal sesuatu?" tanyanya pada angin, karena saat ini hanya dirinya saja yang berada diruangan ini selain Donghae dan Hyukjae.

"Junmyeon-ah."

Tepukan di bahunya membuat Junmyeon menoleh dan ia mendapati Yixing berada di belakangnya "Yixing? Ada apa?" Yixing menarik Junmyeon agar kembali keluar dari ruang siaran dan mengikutinya menuju sky bridge.

"Ada apa Yixing-ah?"

"Hari ini Jaemin sangat pendiam, aku tidak tahu apa yang terjadi padanya. Dan.. aku ingin memintamu tidak perlu mencari orang yang kau maksud itu. Dia sepertinya sudah memiliki masalahnya sendiri, ditambah masalahnya dengan Jeno."

"Apa kau sudah menanyakannya? Tidak biasanya dia akan diam saja bukan?"

"Jaemin tidak menjawab apapun, dia hanya berkata 'aku baik-baik saja hyung' atau 'belum waktunya aku untuk membicarakan ini hyung' apa dia tidak tahu diriku hampir mati khawatir memikirkannya."

"Zhang Yixing.." panggil Junmyeon dan membuat Yixing menoleh padanya, ia menatap Yixing lekat-lekat seolah-olah ingin membaca air wajah pria dihadapannya ini "Kau yakin tidak menyukainya?"

"Jika aku menyukainya apa kau cemburu?"

"Ekhm.." Junmyeon berdehem pelan untuk menetralisir rasa terkejut dalam dirinya karena pertanyaan yang dilontarkan oleh Yixing, ia bisa melihat Yixing terkekeh pelan setelah menanyakan hal itu.

Mengapa Yixing membalas pertanyaannya langsung pada point penting dari maksud pertanyaan yang di ajukan oleh Junmyeon?

"Apa aku harus menjawabnya? Itu bukan point pentingnya."

Yixing berdecak kesal ia lalu bersandar pada pagar Sky Bridge sambil mendongak menatap langit yang terasa sangat silau karena teriknya sinar matahari "Kau bisa membuat matamu rusak Zhang Yixing." omel Junmyeon menutupi wajah Yixing dengan kertas rundown acara yang dibawanya sejak tadi.

Setelah sinar matahari terhalau Yixing menoleh kearah Junmyeon, ia menatap pria tampan itu sebentar yang terlihat tengah berpikir. Yixing tersenyum simpul, sepertinya Junmyeon semakin menarik perhatiannya bahkan sejak awal mereka bertemu.

"Aku akan mencari tahu apa yang terjadi pada Jaemin. Seseorang sepertinya bisa membantuku." ucap Junmyeon ketika ia melihat siapa yang tengah menyebrangi sky bridge seorang diri.

Yixing mengikuti kemana ekor mata Junmyeon tengah melihat, ia mengenal pria dengan tubuh tinggi dan berkulit putih serta berwajah manis tersebut. Dia teman Jaemin, sesama penerima dana sosial.

"Jungwoo-ssi?" panggil Yixing dengan semangat saat ia ingat siapa nama pria itu bahkan tangannya sampai melambai-lambai, dan Yixing sukses membatalkan rencana Junmyeon untuk membantunya.

"Kau mengenalnya?"

"Tentu saja, dia teman Jaemin." Yixing menepuk lengan Junmyeon yang terlihat melongo sambil terkekeh ia segera menghampiri Jungwoo dengan semangat meninggalkan Junmyeon seorang diri.

"Sunbaenim." sapa Jungwoo dengan sopan.

"Tidak perlu terlalu formal denganku, teman Jaemin adalah temanku juga." Yixing menatap sekeliling "Mengapa kau hanya sendirian saja? Dimana si hitam itu?"

Entah mengapa Jungwoo hampir tertawa mendengar kekasihnya dipanggil 'hitam' oleh Yixing karena kulit tubuh Lucas memang tidak seputih masyarakat korea kebanyakan. "Lucas sedang mengikuti klub bola, aku akan pergi keperpustakaan dan mengajak Jaemin untuk pulang bersama."

"Aku bisa pulang dengannya, kami satu rumah.."

Junmyeon segera menghampiri dan menepuk pelan lengan Yixing setelah tahu kalau Yixing dan Jaemin ternyata tinggal disatu atap yang sama "Kalian satu rumah? Kenapa diriku sama sekali tidak tahu?"

"Kau tidak pernah bertanya."

Junmyeon benar-benar melongo karena kepolosan Yixing, ia menggaruk keningnya sendiri usai mendengar jawaban Yixing, pantas saja Yixing sangat tidak keberatan saat menjalankan rencana sebagai seseorang yang sedang mendekati Jaemin, menjemput dan mengantarkan pulang anak itu setiap hari.

Ternyata mereka satu rumah.

"Aku hanya ingin menemaninya, Jaemin tidak bisa kutinggalkan seorang diri sekarang."
Yixing dan Junmyeon mengerutkan keningnya, mereka tidak mengerti akan apa yang dikatakan oleh Jungwoo "Maksudmu?"

"Apa Jaemin belum mengatakan pada kalian? Ju Jungshik, dia mengincar Jaemin saat ini."

"Apa???" Yixing dan Junmyeon terkejut bersamaan.

Jaemin tengah menyalin jawaban dari buku yang dibacanya di perpustakaan kedalam buku tugasnya, bahkan ia mengerjakan beberapa soal yang belum diberikan oleh guru namun terdapat dalam buku.
Jungwoo dan Lucas memintanya berdiam saja di dalam perpustakaan selama mereka tidak bisa bersama dengan Jaemin, dan dia mengikuti permintaan keduanya demi dirinya sendiri dan tentu saja demi Jeno, jika Jeno tahu dirinya tengah bergelung dalam masalah mungkin saja dirinya akan diomeli selama seminggu penuh.

Tapi yang terpenting Jaemin tidak ingin Jeno terlibat dengan masalahnya ini, dia yang salah sejak awal karena tidak menghiraukan apa yang dikatakan oleh Jeno dan membuat dirinya tercebur dalam kolam masalah, maka dirinya akan keluar dengan caranya sendiri dari kolam itu.

"Ck, seluruh soal hampir selesai." gumamnya pelan ia mulai bosan karena soal pertanyaan di buku dalam satu semester sudah hampir selesai dikerjakan olehnya tanpa ada soal yang dilewatkan, setelah ini Jaemin sama sekali tidak tahu apa yang akan dilakukannya.

"Jaemin-ssi?"

Jaemin menoleh sambil melepas eaephone ditelinganya saat ada yang menepuk bahunya "William?"
Pintu perpustakaan terbuka Renjun baru saja masuk kedalam perpustakaan ia berniat mencari buku yang dapat dipinjam olehnya sebagai teman membacanya nanti malam dirumah.

Ia lalu mengeluarkan beberapa buku dari dalam tas beserta kartu perpustakaannya kemudian memberikannya pada penjaga perpustakaan yang selalu ia temui setiap hari, seorang pria berumuran 25 tahun dan sepertinya baru bekerja disini.

"Kau sudah selesai membaca seluruh buku ini sendirian?"

"Iya, aku suka membaca jadi jangan heran." Renjun menatap sekeliling rasanya mencari buku sembari menunggu kartunya dikembalikan tidak ada salahnya "Aku akan mencari buku lagi untuk kupinjam."

Setelah mendapat anggukan dari penjaga perpustakaan tersebut, Renjun segera beranjak mengelilingi beberapa rak buku untuk melihat-lihat, jemarinya menarik satu buku keluar dari rak dihadapannya membuat Renjun tanpa sengaja bisa melihat kebagian seberang yang tertutup oleh rak setinggi 3 meter.

Keningnya berkerut melihat siapa yang kini berada didepannya tengah duduk disalah satu meja baca yang sebaris dengan posisinya, Renjun melihat Jaemin membereskan buku-bukunya dengan wajah panik dan segera pergi mengikuti pria yang ia ketahui bernama William itu sambil menutup tasnya terburu-buru.

"Kenapa begitu panik? Apa terjadi sesuatu?"

Until You

"Jaemin-ssi?"

Jaemin menoleh sambil melepas eaephone di telinganya, ia tersenyum lebar melihat siapa yang menepuk bahunya "William?"

"Duduklah, aku sedang mengerjakan tugas. Maaf aku tidak bisa makan siang denganmu tadi."

William membalas senyuman Jaemin dengan ramah dan segera duduk "Tak apa... " ia pun memilih untuk duduk bersebelahan dengan Jaemin, namun baru saja ia duduk dirinya sudah menerima pesan masuk diponselnya dan sedikit menarik perhatian Jaemin.

Ia menyadari gelagat aneh William dari sejak awal pria itu menghampirinya? Tidak ada yang tahu dirinya berada di perpustakaan selain Yixing dan Jungwoo jika ini sebuah kebetulan mungkin Jaemin akan percaya, namun instingnya berkata sepertinya ini bukanlah sebuah kebetulan.

"Jaemin-ssi."

"Ya?" seolah dirinya tidak menyadari gelagat aneh William ia menoleh sebentar sambil mengerjakan sisa tugasnya.

"Bisakah kau menemui Junshik? Jika kau tidak menemuinya maka dia akan membunuhku." pinta William memohon langsung pada inti masalah namun ia tetap berbisik agar tidak ada yang mendengarnya.

Sebenarnya jika William akan mati atau tidak ditangan Junshik itu bukan urusannya, Jaemin hanya membantu sebagai balas budi karena William pernah menolongnya saat hampir terjatuh dulu, tapi jika dirinya harus sengaja datang menyerahkan nyawanya demi menggantikan orang lain oh tidak, Jaemin tidak sebaik itu.

"Kau hanya perlu menghindarinya atau pindah dari sekolah ini."

"Junshik mengancamku.. aku hanya minta pertolonganmu sekali saja Jaemin-ssi. Lagipula yang kudengar mereka akan mencari Jeno jika kau tidak datang."

Jemarinya yang tengah menari indah diatas lembaran buku itu berhenti bergerak saat mendengar nama Jeno disebut oleh William, ya dia memang tidak akan membantu William tapi akan berbeda ceritanya jika Junshik membawa dan mengusik Jeno dalam masalah ini.

Dengan cepat Jaemin memasukkan buku-bukunya secara asal kedalam tas "Dimana dia? Aku akan menemuinya asal bukan Jeno yang didatangi olehnya." sambil menutup tasnya Jaemin melangkah keluar dari perpustakaan dan mengikuti kemana William membawanya.

Berselang 1 menit berlalu, Jungwoo, Yixing dan Junmyeon memasuki perpustakaan namun mereka tidak menemukan orang yang mereka cari "Mengapa dia tidak ada disini?"

Jungwoo menghampiri meja yang sebelumnya diisi oleh Jaemin, ia tahu karena sebelum dirinya bertemu dengan Yixing dan mengantarkan Lucas ke klub sepak bola ia dan kekasihnya yang menemani Jaemin diperpustakaan.

"Tidak mungkin, aku dan Lucas menyuruhnya untuk tetap disini. Kemana dia?"

"Aku akan bertanya." Junmyeon meninggalkan Yixing dan Jungwoo ia melangkah menuju meja penjaga perpustakaan untuk bertanya tentang Jaemin, namun ia justru melihat Renjun yang baru saja datang sambil membawa 4-5 buku ditangannya.

"Renjun-ah?"

"Oh, Hyung? Ada apa kau kemari? Aku tidak pernah melihatmu disini."

"Aku kemari karena mencari Jaemin, Yixing mengkhawatirkan keadaannya."

Renjun meletakkan buku yang akan dipinjamnya diatas meja "Aku akan pinjam ini." ucapnya dengam senyum lebar pada penjaga perpustakaan, lalu kembali menoleh pada Junmyeon "Baru saja kulihat dia pergi tergesah-gesah."

"Tergesah-gesah? Apa ada yang mengejarnya?"

"Mengejar?" Renjun menggelengkan kepalanya, ia mengingat dengan jelas Jaemin pergi setelah membereskan peralatan belajarnya dan mengikuti seseorang yang dikenal olehnya. "Tidak, dia pergi bersama dengan William. Sepertinya ada hal yang diucapkan oleh William dan membuatnya pergi, dia bahkan terlihat tidak ragu dan langsung pergi begitu saja. Ada apa?"

Junmyeon diam, ia mencoba berpikir sejenak. Selama ia mengenal Jaemin di klub siaran Jaemin bukanlah orang yang mudah terpengaruh untuk melakukan sesuatu, kecuali jika Jeno yang memintanya.

Sebentar...

Jeno?

Junmyeon kembali menghampiri Yixing dan Jungwoo meninggalkan Renjun sendirian dalam kebingungan "Apa kalian mengenal William?" tanyanya langsung pada inti permasalahan.

"Tidak.." jawab Yixing, ia saja baru pindah, bagaimana caranya bisa mengenal seseorang bernama William.

"Aku tahu, dia sama sepertiku dan Jaemin. Kami sama-sama penerima dana sosial, setahuku kemarin Jaemin menolong William saat Junshik menyerangnya di cafe tempat Jaemin bekerja."

"Ada apa?"

"Renjun bilang bahwa Jaemin pergi bersama dengan William, tergesah-gesah. Entah mengapa perasaanku mengatakan akan ada hal buruk terjadi."

"Apa maksudmu Junmyeon-ah, kau menakutiku."

"Cari dan temukan Jaemin sekarang, kita berpencar aku akan mencari Jaemin dan menemui Jeno."

"Jeno? Mengapa mencarinya?" Jungwoo yang panik hanya bisa berbisik menunjukkan kepanikannya karena dilarang bersuara keras ditempat ini.

"Jaemin mungkin pergi dengan William yang menggunakan alasan Jeno, atau dirimu, atau kau Yixing. Tapi karena kalian bersamaku jadi yang ku khawatirkan saat ini adalah Jeno."

"Kalian baik-baik saja?" Renjun menghampiri Junmyeon dan kedua orang lainnya sambil membawa buku ditangannya.

"Aku ingin mencari Jeno, kau tahu dimana dia berada?"

Renjun menganggukkan kepalanya, tentu dia tahu. Jeno sedang berada di klub hockey melampiaskan kekesalannya karena tidak bisa menemukan Jaemin seharian ini "Aku akan mengantarkanmu Hyung..."

"Baiklah, Yixing-ah berpencar dan hubungi aku jika kau menemukannya." Junmyeon menepuk lengan Yixing meremasnya pelan seolah meyakinkan pria China itu semuanya akan baik-baik saja.

Sepeninggal Junnyeon dan Renjun kedua pria itu kini saling bertatap, jemari Jungwoo gemetar karena rasa takut yang tiba-tiba menjalar di tubuhnya. Jungwoo masih ingat bagaimana perkelahian tadi pagi diruang loker.

Entah bisa dikatakan beruntung atau tidak saat itu tidak ada murid lain yang melihat, jadi tidak ada yang melaporkan perkelahian tersebut pada kepala sekolah namun jika keadaannya jadi seperti ini Jungwoo justru berharap bahwa Jaemin dipergoki saja dan berurusan dengan kepala sekolah daripada Junshik.

"A-aku akan menemui Lucas dan memintanya ikut mencari Jaemin." Jungwoo berniat untuk segera pergi dari perpustakaan meninggalkan Yixing namun pria yang lebih tua itu menahan.

Ia meremas jemari Jungwoo yang bergetar hebat "Tenanglah, jangan panik. Jaemin pasti ditemukan." Ia mencoba untuk menghibur Jungwoo yang kemudian mengangguk dan akhirnya pergi meninggalkan perpusatakaan.

Dan kini tersisa Yixing sendirian, wajah tenangnya berubah dirinya pun amat sangat kalut saat ini.
Apa yang harus dilakukannya?

Until You

Junmyeon memasuki ruang club hockey bersama dengan Renjun ia bisa melihat Jeno berada didalam sana sedang bermain Hockey dengan ditemani beberapa anggota klubnya, namun karena saat ini Jeno tengah menghibur dirinya sendiri Junmyeon bisa melihat dia menguasai lapangan seorang diri dan dengan mudah melewati teman-temannya sambil membawa bola dengan tongkat sticknya.

"Dia baik-baik saja?"

"Tidak.." Renjun memimpin jalan semakin mendekat pada lapangan tengah, mereka bisa melihat Jeno meluncur dengan gesit memukul bola hingga memasuki gawang menggunakan sepatu ski miliknya. "Jaemin menyita pikirannya hingga seperti itu."

"Jeno-ya.." panggil Junmyeon saat sudah berada di tepi lapangan, panggilannya membuat Jeno berhenti meluncur dan menoleh setelah membuka helm yang melindungi kepalanya.

Keringat bercucuran dari pelipis Jeno, ia kembali meluncur ketepi lapangan sambil tersenyum dan mengangkat tangannya menyapa Junmyeon. Mengundang teriakan histeris dari beberapa gadis yang menonton latihan klub hockey karena terpesona oleh ketampanan Lee Jeno.

"Wuaah, Jeno menarik perhatian para gadis seperti biasanya."

"Dia hanya seorang murid bukan artis, mengapa para gadis itu sangat berlebihan?"

"Kau tidak lihat Hyung? Jeno memang terlihat sangat tampan dibawah sana."

Junmyeon menggendikkan bahunya ia tidak bisa menilai tentang tingkat ketampanan seseorang karena jelas saja JunMyeon akan mengatakan dirinya lebih tampan daripada siapapun di muka bumi ini.

"Ada apa Hyung?" Jeno menghampiri dengan nafas tersengal ia memenangkan pertandingan tunggalnya melawan teman-temannya hanya dalam waktu kurang dari 30 menit.

"Tidak apa-apa aku hanya mengecek keadaanmu." Junmyeon menepuk bahu Renjun dan berniat pergi setelah tahu Jeno memang baik-baik saja ia hanya perlu mencari keberadaan Jaemin.

"Keadaanku? Tunggu Hyung.." Jeno menahan meraih lengan Junmyeon agar dia tidak pergi begitu saja setelah membuatnya penasaran. "Ada apa sebenarnya?"

"Junmyeon Hyung mengira dirimu bisa saja terluka saat ini."

"Aku baik-baik saja. Ada apa sebenarnya?"

"Sepertinya Junshik menargetkan Jaemin. Dan kurasa Jaemin berhasil masuk dalam umpannya."

Jeno mengerutkan keningnya, bagaimana mungkin Jaeminnya menjadi target seorang Ju Junshik? Bukankah dia sudah memiliki William sebagai mainan dan bulan-bulanannya? "Apa maksudmu? Kenapa Jaemin bisa menjadi target Junshik?"

"Kau juga tidak tahu kejadian di ruang loker pagi tadi?"

Jeno dan Renjun menggeleng, memang apa yang terjadi? Tidak ada satupun orang yang membahas kejadian tadi pagi diruang loker. Junmyeon benar-benar membuatnya penasaran.

"Junshik merusak loker Jaemin menuliskan kata-kata kasar dan meletakkan bangkai burung dalam lokernya, dan Jaemin menghajar Junshik hingga babak belur tapi kau tahu bukan? Junshik memang selalu sengaja membuat dirinya terluka terlebih dahulu sebelum menyiksa targetnya."

Helm yang dipegang oleh Jeno terlepas dari genggamannya, dirinya bukan main terkejut karena ucapan panjang lebar Junmyeon padanya tentang keadaan Jaemin "Maksudmu? Jaemin sekarang... targetnya? Dimana dia sekarang?"

Junmyeon dan Renjun saling bertatapan, mereka pun tidak tahu dimana Jaemin berada saat ini "Aku tidak bisa menemukannya, terakhir Jungwoo mengatakan padaku dia meminta Jaemin menunggu diperpustakaan. Tapi saat kami tiba disana Jaemin sudah tidak ada."

"Mungkin dia sudah pulang terlebih dahulu, aku akan menyusulnya." Jeno segera ingin beranjak namun ucapan Renjun membuat langkahnya terhenti.

"Kulihat dia pergi tergesah-gesah dengan William, apa menurutmu Jaemin benar-benar pulang?"

Mendengar nama William ingatan Jeno kembali terlempar pada kejadian kemarin sore di cafe bubble tempat Jaemin bekerja "Seharusnya aku sudah tahu hal ini akan terjadi sejak kemarin."

"Kemarin?"

"Kemarin Jaemin menolong William ditempat kerjanya dan Jungshik mengatakan padaku bahwa diriku tidak akan bisa melindungi Jaemin setiap saat karena diriku sudah membuangnya."

"Aku akan benar-benar membunuhnya jika sampai dia berani melukai Jaemin."

Jeno meletakkan peralatan bermain hockeynya diatas kursi penonton, lebih tepatnya ia menyerahkan semuanya secara asal pada Renjun "Aku akan mencarinya." Jeno tiba-tiba saja pergi begitu saja berlari keluar dari ruang klub hockey tergesah-gesah meninggalkan Junmyeon dan Renjun.

"Akan kubereskan lalu kususul kalian nanti, pergilah Hyung."

"Terima kasih Renjun-ah."

Junmyeon yang ditinggalkan sempat terkejut namun beruntung Renjun mengerti keterkejutannya dan segera mengambil alih semua barang-barang yang ditinggalkan Jeno agar diurus olehnya, ia tahu Junmyeon sedang tergesah-gesah karena berjanji pada seseorang untuk menemukan Jaemin.

Jeno berlari mengelilingi setiap koridor mencari setiap tempat dan ruangan yang menurutnya mungkin akan di hampiri oleh Jaemin, jantungnya berdegub kencang ia benar-benar takut sangat takut kalau Junshik akan melukai Jaemin.

Ia terlalu sibuk mencari Jaemin sampai tidak melihat siapapun yang tengah berjalan didepannya dan menabrak orang tersebut tanpa sengaja.

"Maaf, aku ter-.... kau?" permintaan maafnya terpotong saat tahu siapa yang berada di hadapannya dan baru saja di tabrak olehnya.

Seseorang yang baru ditabrak oleh Jeno tersebut sangat terkejut begitu melihat bahwa Jeno yang menabraknya ia berniat untuk pergi berlari tapi Jeno menahan kerah belakangnya dan mendorongnya hingga terhimpit didinding.

"Kemana kau membawa Jaemin? Dimana dia!!"

"A-aku tidak tahu dimana Jaemin-ssi berada Jeno-ssi."

Jeno semakin menekan tubuh pria tersebut kedinding, ia tidak akan segan-segan untuk melukai pria bernama William itu. Oh Lee Jenopun adalah seorang pembully dahulu sama seperti Junshik jadi ia tahu bagaimana cara membuat William tersiksa.

"Kau ingin ku tendang dari atas atap eoh? Katakan dimana Na Jaemin atau kau tidak akan bernafas hingga besok pagi, katakan padaku!"

"J-Junshik menyuruhku membawa Jaemin ke gudang utama Jeno-ssi. D-dia berkata akan membakarnya jika Jaemin sudah tewas."

Cengkramannya pada kerah William mengendur, Jeno terkejut mendengar ucapan pria dihadapannya tentang apa yang akan dilakukan Junshik pada Jaemin. Jeno bahkan membiarkan cengkramannya terlepas dan tubuh william merosot jatuh kelantai.

"Kenapa?!"

William menoleh pada Jeno sambil mengelus lehernya sendiri ia menarik nafas panjang-panjang, bisa dilihat kilat kemarahan di mata Jeno padanya "Kenapa kau membawa Jaemin padanya, dia pernah menolongmu! Sialan!!!"

"Junshik menjanjikan kebebasan untukku Jeno-ssi, aku tidak kuat dengan siksaannya lagi, kumohon maafkan aku, aku hanya ingin terbebas dari Ju Junshik."

"Sebaiknya kau mati dengan damai setelah ini William, jika tidak aku yang akan membuat hidupmu tidak akan tenang." Jeno menendang William tepat diwajahnya dan meninggalkannya begitu saja sambil mengusap wajahnya dengan gusar.

Ia kembali berlari kemudian menghubungi Junmyeon "Mereka ada di gudang utama, aku akan segera kesana." Jeno hanya mengatakan kalimat singkat kemudian segera kembali berlari menuju gudang utama yang berada di ujung deretan gedung-gedung sekolah ChoiShin.

Junmyeon menatap ponselnya ia bisa mendengar bagaimana suara Jeno bergetar saat mengatakan dimana Jaemin berada, sepertinya keadaan tidak akan berakhir dengan mudah.

Ia kemudian mengirimkan pesan teks pada Yixing dan mengatakan ia akan menyusul Jeno karena ia tahu tidak mungkin jika anak itu pergi seorang diri menghadapi orang tidak waras. Dan karena ini adalah masalah Jaemin bukan Jeno jadi dirinya mengurungkan niat untuk memberitahu Donghae tentang masalah ini.

Ia menoleh pada Lucas dan Jungwoo yang berada didekatnya, mereka bertemu saat tengah mencari Jaemin bersama bahkan Lucas masih memakai seragam klub nya.

"Aku dan Lucas akan ke gudang utama untuk menolong Jeno, kau sebaiknya mencari Yixing dan tetap bersamanya saja, jangan menyusul kami ke gudang, tempat itu terlalu bahaya jika kalian berada disana."

Jungwoo menatap Lucas ragu, ia tidak ingin sesuatu hal buruk sedikitpun terjadi pada Jaemin dan Lucas tapi dirinyapun tidak bisa melakukan apapun "Aku akan baik-baik saja.." Lucas meyakinkan Jungwoo sebelum keduanya pergi menyusul Jeno menuju gudang utama.

Siang itu gudang utama yang biasa sangat tenang dan tidak terdengar suara apapun dipenuhi oleh suara gaduh dan benda yang berjatuhan, Junshik menendang Jaemin yang hampir tumbang karena mulai lemas menghadapi perkelahian tidak imbang antara dirinya dan Junshik beserta teman-temannya.

Tubuh Jaemin limbung kebelakang tungkainya mundur beberapa langkah hingga punggungnya menabrak tumpukan kursi dibelakangnya, nafasnya tersengal ia lelah menghadapi beberapa orang sejak tadi yang tiada lelah menyerangnya secara membabi buta tanpa ampun.

Padahal Jaemin menguasai kemampuan bela diri tapi jika dia di serang secara bersamaan terus-terusan tentu saja dirinya akan mulai kelelahan, lagipula mereka terlihat tidak normal dengan kekuatan mereka yang berlebihan. Apa mereka mengkonsumsi sesuatu?

"Menyerah Na Jaemin?"

Junshik menarik kerah Jaemin hingga pria itu kembali berdiri dihadapannya, pria itu terlihat puas saat melihat kondisi Jaemin yang terluka dan terlihat cukup kusulitan mengimbangi perkelahian ini "Kupikir kau memang ingin menjadi pahlawan kesiangan bagi Jungwoo dan William, namun nyatanya cih kau begini karena seorang Lee Jeno? Menggelikan." Junshik tertawa, mentertawakan Jaemin yang mungkin akan berakhir tragis ditempat ini hanya karena takut Jeno akan terluka.

Sungguh naif, Junshik bahkan tidak akan bisa menyentuh Jeno walaupun ia menginginkannya tapi si bodoh Na Jaemin justru menyerahkan diri hanya karena William mengucapkan satu nama 'Lee Jeno' benar-benar menggelikan, ia mendorong tubuh Jaemin yang menatapnya tanpa sedikitpun rasa takut dipandangannya, tanpa ragu Junshik menyerahkan nyawa Jaemin pada teman-temannya yang langsung memukuli wajah dan perut Jaemin bergantian hingga tubuh itu benar-benar merosot terjatuh diatas lantai gudang, darah segar menetes dari mulutnya.

"Uhukkk... hhhh aaghh.."

Jaemin terbatuk ia meringkuk dan meringis menahan sakit disekujur tubuhnya, jika terus seperti ini dirinya akan tamat cepat atau lambat, padahal ia belum mengatakan apa yang dirasakannya pada Jeno dengan benar bagaimana jika Jaemin tidak memiliki kesempatan itu.

Junshik terlihat puas melihat tubuh lemas Jaemin yang meringkuk di lantai gudang, ia menendang perut Jaemin melihat pria itu terus mengerang dan terbatuk membuatnya enggan berhenti menendang perut Jaemin terus menerus "Kau tahu sudah berapa lama aku tidak menyiksa seseorang seperti ini? Terimakasih padamu Na Jaemin." Ia mengambil sebuah balok tidak jauh dari posisinya dan memukul punggung Jaemin dengan kuat tanpa ragu.

'Buuukk!!!'

"Aargghh!!!"

Bersamaan dengan teriakan kencang Jaemin, pintu gudang terbuka hingga tidak ada yang menyadari kedatangan Jeno yang terkejut melihat Jaemin tergeletak lemah penuh luka dilantai, emosinya berkecambuk ia ingin segera memukuli semua orang yang berada diruangan ini tanpa ampun.

Namun melihat Junshik yang membuang balok dalam genggamannya kemudian mengambil sebuah bangku kayu tidak jauh dari tempatnya berada dan langsung melayangkan bangku tersebut pada Jaemin membuat Jeno mengesampingkan keinginannya untuk membalas mereka semua, yang ada dikepalanya hanya keselamatan Na Jaemin.

"Jaemin-ah!!"

Jeno berlari dengan cepat kearah Jaemin dan memeluk tubuh Jaemin melindungi pria yang dicintainya itu dari hantaman kuat bangku yang di layangkan oleh Junshik tepat ke punggung atas dan kepala Jeno hingga bangku tersebut rusak, menyisakan suara nyaring yang kini memenuhi pendengaran Jeno.

Kedua mata Jaemin membulat saat ia mendengar suara Jeno ditelinganya dan merasa tubuhnya dipeluk kuat oleh seseorang yang menghalangi hantaman bangku yang seharusnya diterima olehnya.
Perlahan Jeno melepas pelukannya ia menunduk menatap Jaemin yang mendongak menatapnya, "Sudah kukatakan bukan, jauhi masalah." Ucap Jeno dengan senyum tipis yang terukir dibibirnya sambil mengusap darah disudut bibir Jaemin.

Tatapan Jeno padanya membuat Jaemin mengingat saat pertama kali Jeno menariknya dari perkelahiannya dan Junshik kali pertama, setelah sekian lama Jaemin akhirnya mengerti itu adalah tatapan takut, khawatir dan marah bercampur menjadi satu.

Tangan Jaemin terangkat ia ingin menyentuh jemari Jeno disudut bibirnya namun perlahan sentuhan lembut dibibir Jaemin terlepas sebelum Jaemin sempat menyentuhnya, tubuh Jeno tiba-tiba merosot jatuh dalam pelukan Jaemin dengan darah yang mengalir dari kepalanya.

Setetes air matanya jatuh, entah mengapa Jaemin merasa ia akan kehilangan Jeno saat ini, ia memeluk tubuh Jeno sekuat mungkin saat melihat Junshik kembali mengambil balok lainnya, ia menutup kedua matanya Jaemin tidak lagi perduli apabila dirinya akan tamat saat ini juga ia akan melindungi Jeno dengan tubuhnya sendiri, dirinya sudah siap menerima pukulan akhir Junshik.

'Saranghae Lee Jeno...'

Jaemin bergumam berkali-kali sambil memeluk tubuh Jeno dengan kuat, ia bahkan menulikan pendengarannya dari keributan yang terjadi didalam gudang yang ia dengar hanya suara gumamannya sendiri dan debaran jantungnya serta Jeno yang terdengar saling bersahutan.

Apa dirinya sudah tiada??


To Be Continued

Tidak ada komentar:

Posting Komentar