UNTIL YOU
|
|
|
***
"Jika menyukaimu membuatnya menderita hingga dia menyembunyikan perasaannya mungkin dia takut akan tersakiti olehmu, sebelum itu terjadi berpura-puralah Jeno. Dengan begitu dia akan melupakanmu perlahan dan kau melindunginya dari rasa sakit itu."
Jeno sudah berpikir panjang dan keras semalaman, satu-satunya cara membuat Jaemin melupakannya adalah justru dengan menyakitinya. Sakit sekarang mungkin akan lebih baik daripada nanti, Jeno tidak ingin melihat Jaemin terluka lebih dari yang sudah terjadi.
"Kau tidak apa-apa?"
"Akh!"
Suara Donghyuk dan kapas yang ditekan oleh pria itu pada wajah Jeno membuatnya tersadar dari lamunannya sendiri, dan saat sadar dari lamunan rasa ngilu luar biasa menjalar di wajahnya.
Bagaimana bisa Lucas memiliki tenaga yang begitu kuat saat memukulnya, jika Jaemin dan Jungwoo tidak datang menahan Lucas mungkin Jeno sudah berada di ruang ICU saat ini.
Dan saat Jaemin menolongnya ia bisa melihat luka di mata bulat yang memerah tersebut, dan itu karena dirinya.
"Aku baik-baik saja."
"Siapa Jaemin? Mengapa orang itu memukulmu hanya karena Jaemin?"
Jeno melirik Donghyuk sambil menyentuh luka di sudut bibirnya dan bengkak di wajah kirinya "Kau tidak perlu tahu siapa dirinya." Jenopun segera beranjak bangkit dari bangsal UKS.
"Kau mau kemana?" Donghyuk menahan Jeno yang berniat pergi "Kau sebaiknya beristirahat. Mungkin saja pria itu akan memukulmu lagi, jadi sebaiknya kau disini saja sementara."
Mau tidak mau Jeno kembali mendudukkan dirinya di bangsal, Donghyuk ada benarnya bisa saja Lucas akan membunuhnya dikelas nanti, menyakiti Jaemin sebenarnya sama saja dengan bunuh diri tapi hanya itu cara membuat Jaemin melupakannya.
Bukankah itu yang membuat Jaemin berpura-pura menghiraukan perasaannya? Jadi sebaiknya memang Jaemin perlahan melupakannya, membuat pria itu membencinya perlahan.
Seharusnya Jeno berpikir bagaimana cara mempertahankan Jaemin disisinya tapi mengakui perasaannya saja Jaemin enggan apalagi menjalin hubungan dengannya "Baiklah, tapi kau kembalilah ke kelas. Ini hari pertamamu bukan."
Donghyuk tersenyum ia senang kalau Jeno ternyata masih memperhatikannya "Istirahatlah aku akan kemari lagi nan..." Donghyuk terpaksa tetap memasang senyum manisnya walau saat ia ingin membelai puncak kepala Jeno pria itu justru menyentak tangannya "Nanti aku akan kemari lagi."
Donghyuk melangkah dikoridor menuju kelasnya, ia sekelas dengan Jeno dari jadwal yang diterimanya. Sesekali ia melihat tulisan yang tertera disetiap pintu dan membaca setiap nama kelas yang dilewatinya.
"Bahasa.. Oh kelas ini."
Dirinya segera melangkah masuk, beruntung belum ada guru yang masuk atau akan terasa canggung baginya untuk memperkenalkan diri karena dirinya datang terlambat.
"Hooaaaaa Lee Donghyuk??!! Lihat dia bahkan juga satu kelas dengan Jeno!" dirinya baru melangkah 3 langkah tapi hampir setengah kelas sudah meneriakinya bersorak dengan girang karena ia satu kelas dengan Jeno.
Bisakah dirinya merasa bahagia karena mereka semua terlihat mendukung kedekatannya dengan Jeno? Bukankah itu bagus? "Lee Jeno duduk disini, kau bisa duduk disini Lee Donghyuk-ssi." seorang gadis mengambil tas lusuh yang berada disebelah meja Jeno lalu melemparnya sembarangan.
"Yak!!" sipemilik tas segera bangkit berdiri dan menatap gadis itu dalam-dalam.
"Jaemin-ah." Jungwoo segera menahan Jaemin agar tidak terbawa dengan emosinya "Kita bisa duduk bersama, Lucas bisa pindah mencari kursi lain." ucap Jungwoo mencoba menenangkan Jaemin.
"Yak, Na Jaemin. Jeno-ssi tidak lagi mengklaimmu, apa kau tetap ingin menempel padanya? Seharusnya kau tahu malu dan segera pindah dari kursimu. Jeno-ssi mungkin muak melihat wajahmu."
Lucas segera berdiri ia lalu menarik Jaemin dan Jungwoo untuk keluar dari kelas, manusia-manusia disini benar-benar tidak pantas disebut manusia "Akan kuatur agar kita ber-3 bisa pindah kelas dan tidak lagi berada disatu kelas yang sama dengan Jeno."
"Lucas benar, aku tidak tahu ada apa diantara kalian tapi jika keadaanya seperti ini sebaiknya memang kita pindah saja dari kelas itu." Jungwoo membenarkan solusi singkat dari Lucas, ia tidak tega melihat Jaemin diintimidasi seperti tadi.
"Aku tidak akan pindah, jika kalian ingin pindah kalian bisa pindah."
"Jaemin-ah.." Jungwoo sampai merengek pada Jaemin tapi tetap saja Jaemin tidak mendengarkannya dan justru memilih kembali menuju kembali ke kelas.
"Lucas.."
"Akan kupikirkan cara yang lainnya, namun diriku harus mencari tahu ada apa diantara mereka berdua terlebih dahulu."
Terpaksa Donghyuk duduk di kursi yang sebelumnya diduduki oleh pria tadi, sempat ia mendengar gadis ini menyebut nama pria tersebut "Apa pria tadi yang duduk disini bernama Jaemin?"
"Ya, dia Na Jaemin murid penerima dana sosial. Keluarga Lee Jeno-ssi yang menjadi donaturnya, namun ternyata selain dia ingin keluarganya menjadi donatur tetap, Jaemin juga mendekati Jeno-ssi. Cih, benar-benar menggelikan."
"Dan lihat sekarang dia akan menempel pada Lucas dan Jungwoo."
Cemoohan keluar berkali-kali dari bibir para gadis didalam kelas, Jaemin yang mendengar ocehan mereka dari luarpun berusaha menulikan telinganya, ia tidak ingin mendengar apapun. Lagipula memang itu yang selalu diterapkan olehnya, walau dirinya dibicarakan Jaemin akan menutup telinganya rapat-rapat.
'Hhh kau bisa Na Jaemin. Lee Jeno hanya pria yang sekedar lewat dalam hidupmu.' Ujarnya dalam hati bagai mantra penyelamat, jemarinya sudah menggenggam erat gangang pintu dan berniat menggeser pintu kelasnya yang tertutup.
Namun sebuah pertanyaan yang dilontaran salah satu gadis didalam membuat Jaemin terdiam, terlebih jawabannya.
"Lee Donghyuk-ssi, mengapa kau bisa dekat dengan Jeno-ssi? Apa kalian memiliki hubungan?"
Beberapa gadis bahkan pria mulai bersorak sambil menanti jawaban Donghyuk, mungkin bagi mereka Jeno terlihat sangat cocok dengan Donghyuk, mereka sama-sama tampan dan yang terpenting mereka berada di derajat yang sama "Aku cinta pertamanya."
Jemari Jaemin yang sudah menggenggam erat gagang pintu tiba-tiba saja mengendur dan terlepas begitu saja. Ternyata bukan makian mereka yang membuat dirinya lemah saat ini, tapi Lee Jeno.
Mungkin menerima saran Lucas tidak ada salahnya, Jaemin berbalik dan hendak beranjak kembali ketempat dimana Lucas dan Jungwoo berada namun langkahnya tersendat karena melihat Jeno kini berada tidak jauh dari posisinya tengah berdiri dalam diam dengan sudut bibir yang memar akibat pukulan Lucas, kedua matanya tanpa sengaja beradu kontak dengan Jeno yang sedari tadi memang berdiri disana menatap Jaemin dan ikut mendengar ucapan dari dalam kelas.
Baik Jeno maupun Jaemin sama-sama terdiam ditempatnya, mereka terpisah dengan jarak 2 meter jauhnya. Entah apa yang membuat mereka masih ingin saling melempar tatapan satu sama lain padahal sangat jelas denyut sakit di dada keduanya terasa makin lama makin kuat seolah-olah meremas jantung mereka.
Jaemin memutuskan kontak mata diantara keduanya pertama kali dan kembali masuk kedalam kelas ia melangkah dengan cepat menghampiri meja yang sebelumnya menjadi mejanya lalu mengambil tas miliknya yang lagi-lagi terbuang dan sudah berada di lantai, dengan menahan kesal dan menghiraukan tatapan dari seluruh isi kelas Jaemin mengeluarkan buku miliknya yang kemarin dibelikan oleh Jeno, ia meletakkan buku itu diatas meja Jeno kemudian segera beranjak keluar kelas dengan tas miliknya bersamaan dengan Jeno yang memasuki kelas.
Sekali lagi langkah Jaemin tertahan karena Jeno mencengkram lengannya agar tidak pergi "Kemana kau akan pergi? Pelajaran akan segera dimulai."
"Aku akan mengganti kelasku, lagipula haruskah kujawab pertanyaanmu?" Jaemin menarik kasar tangannya dari cengkraman Jeno "Menjauhlah dariku, atau akan kubuat wajah tampanmu itu memiliki lebih banyak luka daripada hari ini."
Jaemin segera pergi ia bahkan tidak perduli ketika dirinya beranjak keluar dari pintu kecil itu ia menabrak bahu Jeno yang cukup terkejut mendengar ucapannya. Ia tidak ingin melakukan apapun hari ini, mungkin ia akan membolos, atau bekerja lebih awal daripada berada disekolah.
'Apa benar diriku menyakitinya? Mengapa dadaku yang sangat sakit saat ini? Apa saat ini aku hanya tengah membunuh diriku sendiri?' Jeno menyentuh dadanya sendiri sambil perlahan masuk kedalam kelas, ia menghiraukan pertanyaan-pertanyaan yang menanyakan tentang keadaannya.
Ia bahkan menghiraukan Donghyuk yang saat ini berdiri di hadapannya bertanya mengapa dirinya tidak beristirahat di UKS tapi justru datang kemari karena melihat buku milik Jaemin yang berada di atas mejanya.
Setahunya ia sudah melakukan hal benar, setahunya ia sudah berusaha membuat Jaemin membencinya, namun semakin dirinya dengan sengaja berbuat seperti itu dadanya sangat sesak semakin sesak setiap detik bahkan bernafas saja sulit, apa saat Jaemin membencinya nanti dia akan mati perlahan?
Kegaduhan yang terjadi dalam kelas langsung menghilang saat guru bahasa mereka datang dan tak lama disusul Lucas serta Jungwoo. "Dimana Jaemin?" Jungwoo bertanya-tanya, bukankah tadi Jaemin sudah kembali kekelas terlebih dahulu, namun ia tidak mendapatkan jawaban apapun karena orang yang ditanyai oleh Jungwoo saat ini tengah memperhatikan Jeno yang duduk terdiam dibelakang Jungwoo sambil menatap sebuah buku dengan setetes air mata yang mengalir diwajahnya kemudian dihapus dengan cepat oleh Jeno.
Sadar dirinya yang justru menangisi keadaannya, Jeno segera menghapus air matanya sebelum ada yang melihat. Namun ia justru mendapati Lucas tengah menatapnya yang tengah menghapus air mata. Sepertinya Jeno berhutang penjelasan pada Lucas setelah ini.
"Ada apa sebenarnya?"
Kini Jeno dan Lucas berdiri di sky bridge menatap kelantai bawah dimana seluruh murid beraktivitas, sedangkan Jungwoo tengah Lucas tinggalkan dengan aman di perpustakaan.
"Berbicaralah!"
Rasanya muak melihat Jeno hanya diam saja sedangkan dirinya sudah hampir mati penasaran, Jaemin tadi menangis dan Jenopun demikian. Jika memang pria dihadapannya ini ingin menyakiti Jaemin untuk apa dia menangis?
"Jaemin menyukaiku.."
Jeno akhirnya membuka mulutnya "Bagus bukan? Namun di berpura-pura tidak memperdulikan hal itu, dia lebih memilih untuk tidak membalas perasaanku."
"Lalu mengapa kau melakukan hal seperti tadi?"
"Jika dia sama sekali tidak ingin membalasku bukankah sebaiknya dia melupakanku? Jika kami tetap seperti sebelumnya mungkin nanti aku akan dengan tidak sengaja menyakitinya. Membuatnya membenciku itu lebih baik.."
Lucas mendecih kesal "Lebih baik? Apa kalian berdua bodoh atau apa? Kau bahkan sudah tidak mengklaimnya, apa kau memang benar-benar berniat untuk membuatnya membencimu? Atau membuangnya?"
Ucapan Lucas tentu saja membuat Jeno terkejut, dirinya tidak membuang Jaemin sama sekali. Ia begitu memuja Na Jaemin "...aku.."
"Teruskan saja tingkah bodoh kalian berdua, akan kulihat sampai dimana hal ini konyol ini akan berakhir.."
Pria tan itupun segera beranjak pergi, ia tidak bisa meninggalkan Jungwoo terlalu lama dan dirinya pun tidak bisa mentolerir apa yang dipikirkan Jeno ataupun Jaemin dengan perasaan mereka.
Mereka bodoh? Atau apa?
⇨ Until You ⇦
Yixing duduk di dalam cafe bubble tempat dimana Jaemin bekerja bersama dengan Junmyeon, mereka memutuskan untuk mengerjakan tugas aljabar bersama disana agar Yixing bisa sekalian mengawasi Jaemin yang sudah 3 hari meliburkan diri dari sekolah tanpa alasan.
"Bagaimana jika kau coba rumus ini Yixing." Junmyeon menyodorkan buku miliknya yang sudah terisi dengan jawaban panjang dari sebuah pertanyaan, namun Yixing tidak meresponnya. Junmyeon melihat kearah mana kedua mata Yixing kini melihat, Jaemin.
"Dia sudah 3 hari tidak sekolah. Bujuklah dia untuk kembali kesekolah, atau dia akan dikeluarkan." Ucapan Junmyeon dengan segera menarik atensi Yixing.
"Dikeluarkan? Kenapa?"
"Jaemin masuk kesekolah itu karena mendapat dana bantuan sosial, dia tidak masuk 3 hari tanpa ijin, menurutmu apa pihak sekolah akan memberikan keringanan jika dia sampai seminggu tidak masuk?"
Junmyeon melirik Jaemin, wajah itu benar-benar terlihat berantakan. Senyuman seorang Na Jaemin sama sekali tidak seperti seorang Jaemin yang dikenalnya "Walau kepala sekolah memihak pada para penerima dana sosial tapi tidak dengan semua pemegang saham."
"Kau tahu banyak Junmyeon-ah, apa kau mempelajari banyak hal tentang bisnis? Saham?"
Junmyeon menggeleng sambil terkekeh ia kembali menekuni buku tebal diatas meja "Diriku tidak tertarik mempelajari hal itu, aku sangat ingin bisa membuka cafe dan restoran milikku sendiri suatu saat nanti bukan bekerja dengan orang lain."
"Ah.. Jika saat itu tiba, hubungi diriku aku akan dengan senang hati menjadi partnermu."
"Tentu."
Yixing menarik buku milik Junmyeon dan menyamakan rumus yang digunakannya dan yang digunakan oleh Junmyeon "Aish, kau benar-benar pintar Kim Junmyeon." Tanpa dosa Yixing segera menyalin jawaban Junmyeon ke buku tugasnya ssetelah memuji pria itu dengan tulus.
"Yixing-ah."
"Ya?"
"Apa kau menyukai Jaemin?"
Yixing segera menoleh, ia terkejut bahkan sampai kedua matanya membesar. Sedangkan Junmyeon tidak bisa menjabarkan betapa imut wajah terkejut dan bingung yang Yixing tunjukan padanya "Menyukai? Tentu saja, dia sudah kuanggap adikku."
"Bukan itu maksudku Yixing. Maksudku menyukainya.." Junmyeon menyentuh dadanya sendiri "Menyukai dari dalam sini yang kumaksud."
Yixing terdiam beberapa saat dengan bibir terbuka hingga akhirnya dia tertawa sambil memukul gemas lengan Junmyeon "Hahahaha, yak Kim JunMyeon apa aku terlihat menyukainya seperti itu?" Yixing bahkan sampai menepuk-nepuk dadanya sendiri seperti yang Junmyeon lakukan namun terlihat lebih ekstreme.
Tawa Yixing semakin kencang saat melihat Junmyeon mengangguk lucu didepannya "Kau ini.." dengan gemas Yixing mencubit kedua pipi Junmyeon membuat kepalanya bergerak maju dan mundur "Kenapa kau sangat menggemaskan? Bagaimana aku bisa menyukai orang yang kuanggap adikku sendiri."
"Jawdi Jaeymyin benar-benar kau anggyap adikmu saja?" Bahkan JunMyeon tidak bisa bertanya dengan benar karena cubitan Yixing tidak kian lepas dari pipinya.
"Tentu saja." Yixing melepas cubitannya pada pipi Junmyeon kemudian mengelusnya pelan dengan kedua ibu jarinya "Kau benar-benar menggemaskan."
"Kau lebih menggemaskan Yixing, apa kau mau kucubit juga kedua pipimu?"
"Aeee tidak, pipiku tirus kau tidak akan mendapatkan daging secuilpun." Yixing segera memegang kedua pipinya dengan tangan melindungi wajah tampannya andai saja Junmyeon benar-benar ingin mencubitnya.
"Hyungdeul, ini pesanan kalian."
Junmyeon dan Yixing menoleh bersamaan saat Jaemin mengantarkan minuman pesanan mereka "Terima kasih Jaemin-ah, beristirahatlah kau sudah bekerja seharian bukan?"
"Aku akan beristirahat nanti saat jam kerjaku usai Hyung." Jaemin berniat beranjak tapi Junmyeon menahan lengan Jaemin.
"Duduklah, ada yang ingin kutanyakan padamu."
Yixing menggendikan bahunya sambil menyeruput minumannya saat mendapat tatapan penuh tanya dari Jaemin mengapa Junmyeon ingin berbicara dengannya, mau tidak mau Jaeminpun mendudukkan dirinya lagipula cafe sudah mulai sepi.
"Sampai kapan kau akan tidak masuk? Apa kau tahu Jeno mengkhawatirkanmu?"
"Sebentar, Jeno tidak mungkin mengkhawatirkanku. Jika kau katakan dia tidak perduli padaku mungkin diriku akan percaya Hyung."
"Junmyeon-ah, kenapa kau membela Jeno? Kau tahu adikku ini sampai tidak masuk karena siapa? Karena dia, Jaemin tidak ingin melihat dia."
"Aku tahu Yixing, tapi siapa yang membersihkan loker Jaemin yang kotor saat dilempari kertas hingga banyak sampah didepan lokernya selama dia tidak masuk? Jeno. Siapa yang murung selama kau tidak masuk? Jeno. Siapa yang menunggu kedatanganmu di atas Sky Bridge setiap pagi, Jeno. Apa kau pikir Jeno sangat tidak berperasaan?"
Jaemin terdiam, ia tidak pernah tahu akan hal itu. Tentu saja, Jaemin tidak masuk bukan? "Biarkan saja dia, lagipula sudah ada Donghyuk-ssi bersamanya saat ini."
"Siapa Donghyuk?" Yixing kembali bertanya dengan tatapan bingung, ia mengenal Jaemin luar dalam tapi Yixing tidak terlalu mengerti masalah perasaan Jaemin pada Jeno.
"Aku bertanya pada Donghae Hyung tentang siapa Donghyuk, dan dia bilang pria itu memang cinta pertama Jeno, dia sama sepertimu seseorang yang pernah menerima dana bantuan dari keluarga Lee. Tapi dia pergi meninggalkan Jeno begitu saja tanpa pamit karena sudah mendapatkan jalan menuju mimpinya."
"Donghae Hyung berkata, dihari yang sama saat kau dan Jeno bertengkar mungkin dihari itu juga Donghyuk kembali. Jika diriku menjadi Jeno aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Orang yang kubenci kembali dan orang yang kucintai memutuskan untuk menyimpan perasaannya seorang diri, menurutmu apa Jeno sengaja ingin membuangmu?"
Jaemin dan Yixing diam mendengarkan Junmyeon berbicara panjang lebar, keduanya bahkan menutup rapat mulut mereka bagi Yixing pria dihadapannya ini sangat perhatian pada temannya "Apa kau sangat dekat dengan Lee Jeno Hyung?"
Junmyeon menghela nafas "Bukan itu inti masalahnya Na Jaemin-ssi." Jika bisa ia menggaruk wajah Jaemin akan dilakukannya saat ini juga, susah payah dirinya bercerita panjang lebar namun respon macam apa yang didapat olehnya??
"Kau menyembunyikan perasaanmu, kau tidak mau mengakuinya, kau pikir Jeno tidak sakit hati dengan perbuatanmu? Donghae Hyung berkata, mungkin Jeno mengikuti perkataan Hyungnya itu untuk mencoba melepaskanmu, membuatmu membencinya daripada kau takut untuk mencintainya."
"Kau benar-benar menyukai si Lee itu Jaemin-ah?" Kali ini Yixing yang bertanya namun tidak pada tempat dan situasi yang tepat, bahkan ia sempat tersedak saat tahu Jaemin menyukai pria itu.
"Kau pikir apalagi yang membuatku kesal karena melihat seluruh teman sekelasku memuji Jeno dan Donghyuk eoh? Tentu saja aku menyukainya.. hhhh apa aku harus merebutnya kembali? Tapi bagaimana?"
Junmyeon menepuk tangannya bagaikan memukul lalat dengan tiba-tiba hingga membuat Jaemin dan Yixing terkejut dan mengelus dada mereka masing-masing "Aku punya ide, sedikit ekstrem. Tapi kurasa akan berhasil jika dia memang sangat menyukaimu."
"Hoo Kim Junmyeon saat kau berkata seperti itu entah kenapa aku bisa merasakan aura hitam berada disekeliling tubuhmu, tolong katakan rencana itu melibatkanku."
"Rencana ini akan membutuhkan dirimu, diriku, dan... seseorang seperti Lee Donghae pada masa lalu."
Entah bagaimana terdengar suara gemuruh dari langit saat Junmyeon mengatakan kalimat itu, dan tentu saja Yixing serta Jaemin bersamaan mengangangguk agar rencana ini berhasil.
⇨ Until You ⇦
Pagi itu Jeno bersandar pada pagar Sky Bridge berharap seseorang yang ditunggu olehnya akan segera datang, jika sampai 3 hari lagi dia tidak masuk pihak sekolah akan mencabut beasiswanya, memikirkannya saja membuat kepala Jeno hampir pecah.
Pandangannya teralihkan saat melihat sebuah mobil berwarna hitam berhenti dan lihat siapa yang turun dari sana? Yang dinanti pun datang, ternyata Na Jaemin yang turun dari mobil itu dengan senyum lebar di bibirnya, padahal saat dia pergi meninggalkan kelas hari itu jangankan tersenyum, aura bersahabat saja tidak ada.
"Dengan siapa dia datang?" Gumamnya seorang diri berharap tidak ada yang menyadarinya karena Jeno tahu itu bukanlah mobil yang selalu dinaiki oleh Lucas dan Jungwoo. Walau Jeno hanya bergumam sebenarnya Junmyeon menyadari perubahan sikap Jeno yang pendiam beberapa hari lalu setidaknya hari ini mulai sedikit berekspresi, sedikit terlihat kesal lebih tepatnya.
Kedua mata Jeno memicing melihat siapa lagi yang keluar dari mobil itu, seorang pria dengan rambut hitam terlihat tampan dan tentu saja terlihat dewasa. Pria itu menghampiri Jaemin dan merangkulnya dengan erat lalu beranjak masuk kedalam.
"Apa-apaan itu eoh?!"
Umpatan Jeno mengundang perhatian dari ke-3 orang lain yang berada disana "Wah, kau sudah bersuara bahkan berteriak semenjak membisu selama 3 hari." Ejek Renjun sahabatnya jujur saja ia lelah mengajak bicara patung berjalan. "Apa pertapaanmu sudah mencapai tingkat kesucian?" Lanjutnya dengan nada mengejek.
"Ada apa? Apa kau melihat hantu dipagi hari?" Tanya Donghae bingung.
"Tidak, tidak aku tidak melihat apapun." Jeno mendengus kesal, bagaimana bisa Jaemin datang dengan senyum lebar dan dengan seorang pria lain? Apa semudah itu melupakan seorang Lee Jeno bagi dirinya?
"Aku harus mengambil buku di loker." Jeno segera berlari pergi memasuki gedung dan segera turun kebawah mencari keberadaan Jaemin dan seseorang tadi, namun hanya menghasilkan kekehan kecil dari bibir Junmyeon.
Kakinya yang berlarian mencari seseorang yang tidak tahu dimana keberadaannya terhenti saat ia melihat Jaemin tengah terkekeh menanggapi pria yang berbicara di sebelahnya sambil bersandar di loker sedangkan Jaemin tengah mengambil bukunya didalam loker.
Jeno mengepal erat jemarinya saat melihat pria itu menyentuh wajah Jaemin, dirinya saja belum pernah menyentuh wajah manis itu karena wajah Jaemin terlalu berharga untuk disentuh olehnya, Lee Jeno terlalu menyayangi Jaemin hingga ia takut jemarinya saja bisa melukai Jaemin.
"Na Jaemin!"
Panggilan Jeno membuat Jaemin perlahan berhenti tertawa rasanya ia ingin berbalik dan segera menyerang Jeno dengan rentetan makian karena membawa Donghyuk kehadapannya, namun ia harus ingat apa yang sudah direncanakannya dengan Junmyeon dan Yixing.
Kedua matanya melirik pria disampingnya, Yixing. Melihat anggukan kepala dari Yixing bahwa dirinya harus menoleh membuat Jaemin mau tidak mau menarik nafas dalam sebelum ia mengatur ekspresi wajahnya dan berbalik berhadapan dengan Jeno. "Ya?"
"Kau masih pelayanku, dan akan menjadi pelayanku, sebaiknya persiapkan makan siangku sebelum diriku sampai di kantin nanti siang."
Jeno hampir mengumpat pada dirinya sendiri, dari sekian banyak kosakata yang diketahuinya kenapa harus kalimat tidak enak didengar seperti itu yang keluar dari mulutnya?
"Mungkin kau lupa Lee Jeno-ssi, kau berkata bahwa diriku bukan milikmu lagi, kau sudah tidak mengklaim diriku lagi." Jaemin menutup pintu lokernya lalu memakai tas di bahunya.
"Kuantar kekelas Jaemin-ah."
Yixing memotong percakapan Jeno dan Jaemin ia kembali merangkul bahu Jaemin dihadapan Jeno lalu menarik adiknya itu segera pergi dari hadapan Jeno yang sepertinya sekarang terbakar api cemburu.
Ia menahan lengan Jaemin agar tidak terus berjalan melewatinya begitu saja. "Aku tidak perduli dengan ucapanmu, kau masih bersekolah dengan uang kedua orangtuaku, jadi jaga sikapmu padaku." Usai mengatakan kalimat itu Jeno segera beranjak pergi terlebih dahulu, ia tidak ingin merasa sebagai seseorang yang kalah dalam beragumen jika dirinya ditinggal oleh lawan bicaranya.
Sepeninggal Jeno, mereka berdua saling bertatapan "Sepertinya dia sudah kembali menyebalkan seperti saat pertama kali kau menceritakan tentang dirinya padaku, Jaemin-ah."
"Dia memang selalu menyebalkan, tapi itu lebih baik daripada dia melepaskanku Hyung."
Yixing menepuk puncak kepala Jaemin, ini pertama kali ia melihat adiknya itu menaruh perhatian lebih pada seseorang. Ah tidak, lebih tepatnya ini pertama kali dalam hidupnya Yixing melihat Jaemin menyukai seseorang.
Suara dentingan alat makan yang bergesekan dengan piring serta mangkuk didalam kantin bergaya seperti restoran mewah itu memenuhi pendengaran Jaemin, rasanya ia hampir mati gila untuk pertama kali dalam hidupnya berada didalam kantin yang super mewah ini, ia hanya mendengar mereka berbicara dengan suara pelan sambil memakan makanannya.
"Tunggulah diriku disini Jaemin-ah, aku akan pesankan makanan sebentar."
Jaemin menganggukkan kepalanya ia duduk disalah satu kursi dekat dengan jendela, baru saja ia menikmati pemandangan lapangan golf dari luar jendela tapi bangku yang didudukinya ditendang secara tiba-tiba dari belakang.
"Kau masih berada disini? Kenapa kembali? Sekolah jauh lebih baik tanpa dirimu."
"Aiisshh, kenapa restoran semewah ini tercium bau busuk." Ucap Jaemin tanpa menoleh ia justru bersandar dan menyamankan posisinya sambil mengibas-ngibaskan tangannya keudara tepat didepan wajahnya.
"Berani-beraninya, apa kau kemari untuk mencari dana bantuan lain? Kudengar kau tidak memiliki ayah, ibumu membawamu dari satu rumah ke rumah lain untuk sekedar menginap, apa ibumu menjual dirinya?"
Jaemin mengepalkan tangannya kuat-kuat, dirinya tidak perduli jika ia akan dibully oleh siapapun orang kaya ditempat ini tapi tidak dengan ibunya, ingin rasanya Jaemin bangkit berdiri dan merobek mulut gadis itu.
"Lihatlah Hyuk-ssi dia bahkan tidak menyangkal, mungkin saja rumor yang beredar itu memang benar adanya." Donghyuk yang kebetulan juga berada didalam kantin dan duduk berdekatan dengan Jaemin mau tidak mau mendengar kalimat itu dengan jelas.
"Rumor?"
"Na Jaemin tidak memiliki ayah, ibunya hamil sebelum menikah dan menghasilkan dia si anak haram."
Donghyuk terdiam, ia tidak menyangka rumor dikalangan murid sekolah elite jauh lebih berbahaya daripada media sosial.
"Murid dari dana sosial tidak pernah jelas asal usulnya, aku tidak mengerti mengapa kepala sekolah tetap memaksa untuk menerima para parasit yang hanya akan mencoreng nama sekolah suatu saat nanti."
Ada yang berdenyut didadanya saat mendengar ucapan gadis dihadapannya, ucapan itu seolah menampar dan menyadarkan dirinya dari mana Lee Donghyuk berasal selama ini. Memikirkannya saja sudah membuat dirinya kesal, ia ingin mengubur dalam-dalam kenangan tentang 'bantuan dana sosial' yang pernah diterima olehnya dahulu.
Atensinya berganti saat ia melihat Jeno masuk kedalam kantin bersama dengan Renjun teman sekelas mereka juga, terlihat Jeno seperti tengah mencari seseorang dikantin dengan penuh keyakinan Donghyuk melambai berharap Jeno menoleh kearahnya.
"Apa kalian sudah selesai berbicara? Jangan menganggu jam makan siangku dengan bau busuk yang keluar dari mulut kalian."
"Apa?! Kurang ajar.." Gadis yang sejak tadi mengoceh tiada henti itu mengangkat tangan kanannya untuk memukul Jaemin. Namun tangan tersebut tidak pernah sedikitpun menyentuh Jaemin karena Jeno mencengkran kuat tangan gadis itu.
"Jeno-ssi?!"
Gadis itu terkejut melihat Jeno tiba-tiba muncul dan menolong Jaemin bahkan yang ditolongpun segera menoleh begitu mendengar nama Jeno diteriakkan, ia melihat Jeno berdiri didekatnya menahan tangan gadis tersebut dengan tatapan tajamnya.
Jangankan para gadis-gadis kaya tersebut yang kebingungan dengan sikap Jeno bahkan Donghyuk sendiri tidak mengerti kenapa Jeno justru membela pria itu 'lagi' dan menghiraukan panggilannya padahal gadis yang makan siang dengannya mengatakan bahwa saat dirinya datang pertama kali kesekolah Jeno baru saja membuang Jaemin dari hidupnya.
Gadis tersebut menarik tangannya dari cengkraman Jeno dengan kasar, ia mengelus sayang pergelangan tangannya yang memerah "Ah kau kembali membelanya? Kau kembali mengklaimnya? Apa dia memang seperti ibunya yang menjual tubuhnya kepada siapapun? Apa yang ditawarkannya padamu?"
"Bisa kau jaga mulutmu?!" Jeno tidak habis pikir bagaimana cara orangtua gadis ini mendidik anaknya dirumah.
Dirinya sudah tidak tahan lagi mendengar mulut gadis ini membawa-bawa ibunya dalam masalah pribadi miliknya, Jaemin segera bangkit berdiri sambil membuka tutup botol air mineral yang terdapat diatas meja makan dan menyiramkan air tersebut tanpa ragu-ragu pada wajah gadis-gadis tersebut membuat mereka berteriak dan mengumpat kesal, bahkan Jeno sendiri terkejut melihat Jaemin yang justru dengan sengaja menabuh genderang perang.
"Apa mulut busukmu bisa diam? Kau pikir aku tidak berani membuat wajah mulusmu itu lecet eoh? Sebelum kau menilai ibuku, sebaiknya kau nilai ibumu, apa dia sudah cukup bangga melahirkan manusia sepertimu kedunia ini."
Gadis itu terdiam sepertinya dia terkejut dengan ucapan Jaemin padanya, "Sudah hentikan Jaemin-ssi." Jeno meminta Jaemin berhenti, ia bahkan meraih lengan pria itu agar ikut saja bersamanya namun dengan cepat ditepis oleh Jaemin yang memutuskan untuk beranjak saja dari kantin, ia tahu kalau Jeno tidak ingin dirinya terlibat dalam masalah dengan orang-orang kaya disini. Tapi dirinya sudah muak mengalah pada mereka semua, lagipula Jaemin sudah kepalang basah kenapa tidak sekalian menyelam saja.
Namun langkahnya terhenti karena Donghyuk tiba-tiba menghalangi jalannya "Minggir." Pinta Jaemin, namun Donghyuk engga beranjak. Pria itu kesal dengan kelakuan penerima dana bantuan sosial seperti Jaemin, karena dirinya dahulu pun menjaga sikapnya dengan baik. Apa karena dia dikelilingi banyak pria kaya jadi sikapnya sangat arogan seperti ini?
"Kau seharusnya berkaca dimana dirimu berada, dan siapa dirimu, haruskah kuingatkan dirimu?" Tiba-tiba saja Donghyuk menyiram kepala Jaemin dengan jus jeruk miliknya menimbulkan bisikan-bisikan diantara para murid lainnya yang membenarkan sikap Donghyuk.
"Jaemin-ah?" Yixing yang baru saja datang segera meletakkan nampan yang dibawanya asal diatas meja kemudian menghampiri Jaemin yang basah dengan jus jeruk dan Donghyuk yang kini tersenyum meremehkan Jaemin.
"Apa yang kau lakukan? Kau gila eoh?!" Yixing mengomel ia bahkan hampir maju ingin memberi pelajaran pada Donghyuk tapi Jaemin menahannya, ia menatap Donghyuk lekat-lekat sebelum tersenyum simpul.
"Kau memintaku untuk mengingat siapa diriku, apa kau ingat siapa dirimu?" Tanya Jaemin dengan suara pelan, ia melangkah mendekati Donghyuk yang terlihat sedikit terkejut "Kau dan diriku sama-sama seorang penerima dana bantuan sosial yang menyukai Lee Jeno bukankah begitu Donghyuk-ssi?"
Satu hantaman kuat dilayangkan Donghyuk pada Jaemin, ia sama sekali tidak ingin mengingat masa itu ia sudah belajar melupakan rasanya menjadi seorang penerima dana bantuan sosial, dan kini Jaemin mengungkit ketakutan terbesarnya.
Jeno ingin mendekat, melihat Jaemin disiram saja dirinya sudah terkejut setengah mati apalagi kini pria itu tersungkur dilantai akibat pukulan Donghyuk, andai saja Renjun tidak menahan lengannya sedari tadi "Untuk apa kau terlibat Jeno-ya, kau menghentikan gadis tersebut saja sudah menimbulkan masalah bagi Jaemin apa kau ingin dia terus terlibat masalah karena kau membelanya? Ingat, kau sudah tidak mengklaimnya lagi."
Rahangnya mengeras, ia menyesali perbuatannya dengan cara melepas Jaemin seharusnya ia bertahan saja walaupun itu menyakitkan. Jadi dirinya tidak akan pernah melihat Jaemin seperti ini.
"Aku tidak perduli akan hal itu." Jeno menghampiri Jaemin dan Donghyuk yang terlihat emosi, ia meraih lengan Donghyuk dan menariknya paksa agar keluar dari kantin.
"Kau tidak apa-apa?" Yixing membantu Jaemin bangkit berdiri ia meringis melihat luka disudut bibir Jaemin yang langsung membiru dengan cepat.
"Tidak apa-apa Hyung." Jaemin tersenyum pada Yixing, lalu menoleh sebentar kearah pintu keluar kantin ada sedikit rasa kecewa didalam dadanya karena yang dibawa keluar oleh Jeno bukan dirinya tapi Donghyuk. "Bisa kita bungkus saja makanannya? Aku tidak ingin makan ditempat ini."
"Baiklah. Tunggu disini." Yixing menunjuk kursi mereka sebelumnya, gadis-gadis tadi sudah pergi setelah Renjun yang menyuruhnya.
"Kau baik-baik saja?"
Jaemin yang baru saja duduk sambil membersihkan kepalanya dari sisa jus jeruk menganggukkan kepalanya menanggapi pertanyaan dari teman Jeno tersebut. "Junmyeon Hyung sudah menceritakan semuanya, kau bisa saja diserang lagi nanti atau besok. Jika Jeno tidak mengklaim dirimu lagi kau bisa tamat Jaemin-ssi."
"Ya aku tahu itu, tapi aku ingin mendapatkannya kembali. Apapun caranya."
Jeno membawa Donghyuk menjauh dari kantin menuju koridor yang cukup sepi, ia melepaskan cengkramannya saat dirasa sudah cukup jauh dari kantin dan tidak ada yang akan menganggu pembicaraan mereka.
"Apa yang kau lakukan Lee Donghyuk?!"
"Kenapa kau membelanya? Bukankah memang seorang penerima dana bantuan sosial selalu diperlakukan seperti itu?"
"Lee Donghyuk!"
"Dirikupun pernah berada diposisi tersebut, aku bersikap sebaik mungkin agar tidak ditindas, aku berusaha menjauhkanmu dari masalah Jeno-ya. Aku menjadi musisi agar tidak lagi menyandang status penerima dana bantuan agar bisa bersamamu Jeno-ya. Apa kau mengerti? Kau tidak tahu apapun dan kau membenciku, lalu kau memberikan perhatian lebih pada Na Jaemin bukan padaku yang kembali untukmu."
Jeno terdiam, ia tidak pernah tahu alasan apa dibalik kepergian Donghyuk dahulu. Yang ia tahu setelah menghilang selama 3 bulan Donghyuk tiba-tiba muncul di televisi dan menjadi musisi terkenal dalam hitungan bulan tanpa mengatakan apapun padanya yang ditinggalkan.
Tapi memang itu kenyataannya, dirinya tidak tahu apapun, dirinya seperti tidak mengenal Donghyuk saat dirinya ditinggalkan begitu saja.
"Ya, diriku memang tidak tahu apapun. Yang kutahu hanya diriku yang menyukaimu, yang kutahu kau selalu baik-baik saja bahkan tanpa diriku, yang kutahu kau pergi meninggalkanku. Dan yang kutahu aku harus melupakanmu Donghyuk-ssi."
"Jeno-ya, kau pikir aku kembali untuk siapa? Aku kembali kemari untukmu, kenapa kau tidak menungguku?"
"Apa kau pernah memintaku menunggumu?"
Satu pertanyaan Jeno yang tidak bisa dijawab oleh Donghyuk, ia tidak pernah meminta pada Jeno untuk menunggunya, iapun tidak pernah mengatakan dirinya juga menyukai Jeno seperti apa yang dirasakan Jeno padanya, Donghyukpun berusaha melakukan apapun sendiri tanpa melibatkan Jeno didalamnya.
"Lalu, apa kau menyukainya? Apa dia juga menyukaimu?"
"Ya, aku menyukainya dan dia menyukaiku, aku hanya perlu membuatnya kembali padaku. Jadi kumohon padamu, menjauhlah darinya."
Jauh dalam lubuk hatinya ia masih menyimpan perasaan kagumnya pada Donghyuk, pria kecil dengan senyuman manis yang selalu datang kerumahnya untuk mengajaknya belajar bersama, namun saat ini ia sudah mengubur jauh-jauh kenangan dan masa indahnya dengan Donghyuk.
"Maafkan aku Lee Donghyuk." Jeno segera beranjak pergi dari hadapan Donghyuk ada yang harus ditemui olehnya, Jaemin. Ia harus melihat keadaan Jaemin bagaimana lukanya? Seharusnya Jeno membawa Jaemin keluar tadi tapi ia harus meluruskan suatu masalah dengan Donghyuk.
"Jaem...."
Begitu sampai di kantin, ia sudah tidak melihat Jaemin hanya ada Renjun yang kini tengah duduk dan makan di meja yang sebelumnya diduduki oleh Jaemin.
"Kau mencarinya?"
"Ya? Oh, iya.. dimana Jaemin? Bagaimana lukanya?" Jeno akhirnya duduk berhadapan dengan Renjun yang asik memakan makan siangnya dengan rakus.
"Yixing Hyung membawanya ke UKS, mungkin lukanya akan disembuhkan disana." Renjun melirik Jeno yang terlihat tenang "Dimana Donghyuk?"
"Bagus jika dia sudah ditangani." ia tidak tahu siapa itu Yixing, sejujurnya Jeno tidak akan tenang jika bukan dirinya yang mengobati Jaemin namun ia tidak ingin menganggu Jaemin setelah apa yang dilakukan Donghyuk padanya. "Kutinggalkan dilorong." Jeno mengambil satu kentang goreng milik Renjun dan memakannya dalam diam.
⇨ Until You ⇦
"Kamsahamnida."
Jeno tersenyum dari kejauhan, ia bisa mendengar suara Jaemin dari meja kasir setelah memberikan pesanan pada salah satu pelanggannya, ia juga bisa melihat Jaemin dari kejauhan tanpa disadari oleh Jaemin sama sekali.
Dirinya saat ini berada di lantai 2 dari cafe tempat Jaemin bekerja, ia bisa melihat hampir seluruh aktivitas Jaemin dari tempatnya duduk. Beruntung cafe ini memiliki 2 lantai dengan ukuran lantai atasnya setengah dari luas bangunan Cafe sehingga ia memiliki tempat rahasia untuk memperhatikan Jaemin hari ini.
Sambil memangku dagu dengan tangan kanannya ia menatap bibir tipis Jaemin yang tengah berbicara dengan customernya, Jeno meraih gelas minumannya namun ternyata isinya sudah habis.
Sambil menatap gelas plastiknya yang sudah kosong Jeno melirik kearah meja kasir, bagaimana jika ia muncul dihadapan Jaemin sebagai pelanggan? Sepertinya tidak ada salahnya berbuat seperti itu, Jeno jadi penasaran bagaimana rupa terkejut dari seorang Na Jaemin.
Jenopun beranjak turun kebawah dan mulai mengantri untuk memesan, ia menurunkan bagian depan topinya agar wajahnya tidak terlihat, topi yang dibelikan Jaemin untuknya.
"Selamat sore, selamat datang apa yang ingin anda pesan?" sapa Jaemin pada pembeli selanjutnya, ia tidak bisa melihat wajahnya karena tertutup oleh topi hitam, namun topi itu terlihat familiar untuknya, gerakan tangan dari pembelinya membuat Jaemin ikut menunduk dan menghiraukan tentang topi familiar dihadapannya ia melihat apa yang ditunjuk oleh sipembeli dari daftar menu yang tertempel di meja kasir.
"Baiklah, 9000 won." jemarinya bergerak di atas layar mesin kasir, ia kemudian kembali menatap pembelinya yang sudah membuka topi hitamnya dan berhadapan langsung dengan Jaemin.
Kedua mata bulatnya makin membulat karena terkejut, Jaemin terdiam saat melihat Jeno yang kini berada hadapannya dan tengah memesan minuman, ia pikir Jeno tidak akan pernah tahu dimana tempatnya bekerja. Bahkan dirinya pikir ia tidak akan pernah melihat Jeno sedekat ini lagi setelah permasalahan di kantin kemarin.
Bagaimana ini, lidahnya terasa kelu Jaemin tidak tahu harus berkata apa padahal Jeno berada dihadapannya, sangat dekat dengannya dan tersenyum begitu hangat padanya.
"Jeno-ssi?"
"..............."
"..............."
"Ya, Jaemin-ssi."
'Deg deg deg deg'
Dan debaran indah itu kembali lagi pada keduanya.
⇨ To Be Continued ⇦
Tidak ada komentar:
Posting Komentar