myCatalog

Minggu, 20 September 2020

UNTIL YOU - ELEVEN


UNTIL YOU

|

|

|

***









Langkah Donghyuk seperti melayang saat Mark menariknya keluar dari kantin ia bahkan beberapa kali tersandung kakinya sendiri saat melangkah keluar. Membuat Mark terkadang berhenti dan menoleh kebelakang memperhatikan Donghyuk apa dia baik-baik saja, namun yang diperhatikan justru menundukkan kepalanya saat Mark berbalik badan dan menatapnya.

Apa yang dilakukan Donghyuk justru membuat Mark tidak bisa menyembunyikan senyum di bibirnya, Donghyuk yang seperti inilah yang dirindukannya.

"Kenapa kau menunduk terus apa lehermu tidak pegal?" tanya Mark saat mereka sudah ada di pelataran parkiran yang memang tidak terlalu ramai di jam seperti ini.

Donghyukpun akhirnya mendongakkan kepalanya, wajahnya terlihat memerah padahal kulitnya cukup gelap untuk ukuran normal orang korea seperti Lucas. "Apa yang kau lakukan tadi? Bagaimana jika ada paparazzi yang mengabadikan ciuman tadi?"

"Itu bukan ciuman, itu hanya caraku membuatmu diam."

"Apa? Jadi maks..." Donghyuk hampir mengomel namun ia berpikir sejenak, kalau dirinya mengomel lagi yang ada Mark nanti akan menciumnya lagi untuk membuatnya diam, Donghyukpun menciut dan kembali menunduk dengan wajahnya yang kian merona.

Sial, mengapa ia membayangkannya.

Mark menarik dagu Donghyuk untuk kembali menatap kedua maniknya ia bahkan mendekatkan wajahnya dan hanya berjarak beberapa centi dari wajah Donghyuk "Bukankah tadi kau bilang ingin bicara denganku?"

Begitu kedua mata bulatnya bertatapan langsung dengan mata tajam Mark justru kini Donghyuk semakin kaku dan tidak bisa berbicara, ia tidak menyangka Mark akan setampan ini dihadapannya. Dan, apa ini? Kenapa dadanya bukan berdenyut sakit lagi melainkan berdebar-debar seakan-akan ia menantikan hal ini terjadi dalam hidupnya.

Bahkan ia tidak pernah merasakan hal seperti ini pada Jeno sebelumnya.

"Kenapa terdiam? Apa harus kubuat kau berbicara?" kali ini Mark menyentuh pinggul Donghyuk dan menarik tubuh pria itu semakin mendekat dan menempel pada Mark bahkan keduanya sekarang bisa saling merasakan debaran kuat di jantung masing-masing.

"K-kenapa aku melupakanmu?" pertanyaan pertama yang keluar dari bibir Donghyuk berhasil membuat senyum menggoda di bibir Mark perlahan menghilang "Kenapa aku mengira semua hal yang kulakukan untukmu itu kulakukan pada Jeno? Apa yang terjadi?" dan akhirnya disusul oleh rentetan pertanyaan lainnya seolah-olah Donghyuk hanya memiliki satu kali kesempatan untuk mengutarakan apa yang tengah dirasakannya saat ini.

Mark diam selama beberapa saat, ia menatap wajah Donghyuk yang terlihat memiliki ratusan pertanyaan padanya, ingin rasanya Mark segera memeluk Donghyuk saja tanpa harus menjawab pertanyaan tersebut. Bahkan dirinyapun tidak tahu dampak kejadian itu justru membuat Mark dilupakan oleh si chubby ini.

"Kau seharusnya tidak melupakanku andai saja setelah kecelakaan itu aku tidak pergi ke Canada."

Rahangnya mengeras jika ingat apa yang dilakukan ibunya saat itu tanpa pernah sekalipun memikirkan perasaan Mark, begitu sang ibu meninggal karena sakit sebulan lalu Mark segera mengurus kepindahannya kembali ke Korea. Ia harus menahan dirinya sendiri lebih dari 3 tahun demi bisa bertemu lagi dengan Donghyuk.

"Maafkan aku.." Mark merenggangkan pelukannya pada pinggul Donghyuk, seharusnya ia sudah mengatakan ini sejak awal bertemu namun melihat Donghyuk menghindar darinya benar-benar membuat Mark frustasi.

Bahkan terpikirkan untuk kembali lagi saja ke Canada jika Donghyuk terus menghiraukannya.

"Apa ini ada artinya?" Donghyuk menarik rantai yang tergantung di lehernya hingga keluar dari balik seragam yang digunakannya, terdapat sebuah cincin berwarna hitam sebagai bandul dari rantai tersebut.

"Kau masih menyimpannya?" Mark bukan main terkejut melihat cincin yang diberikan olehnya sebagai hadiah ulang tahun Donghyuk masih disimpan. "Aku memberikan ini sebagai hadiah ulangtahunmu.." jemarinya meraih cincin yang menjadi bandul tersebut dan menatap lekat-lekat cincin tersebut.

"Kenapa aku sama sekali tidak mengingatnya?" Donghyuk menunduk dan meremas rambutnya, tidak ia tidak sakit kepala lagi namun dirinya justru sengaja ingin mengorek masa lalunya lagi, hingga kedua matanya melirik jemari Mark yang terdapat cincin yang sama dengan bandul miliknya.

Dan kilasan itu kembali begitu saja..

"Saengil Chukahamnida Donghyuk-ah."

Malam itu Mark menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun pada Donghyuk, tepat pukul 00.00 tengah malam, dengan membawa sebuah cake kecil dan sebuah kotak sebagai hadiah.

Usai Donghyuk membuat permintaan ia meniup lilin ulangtahunnya berdua dengan Mark, keduanya mengharapkan hal yang sama 'Semoga kebahagiaan ini tidak pernah berakhir'.

"Apa permintaanmu?"

"Bukankah itu rahasia?" Donghyuk terkekeh karena Mark langsung cemberut saat tahu dirinya tidak ingin membocorkan apa yang diminta olehnya.

"Apa ini?"

Daripada melihat Mark yang merenggut, Donghyuk mengambil kotak kecil yang disebut hadiah oleh Mark tadi. Ia membukanya dan melihat sebuah cincin berwarna hitam dengan ukiran yang tidak dimengerti olehnya.

"Ini untukku?"

"Tentu.." Mark mengangkat jemarinya dan memamerkan cincin yang sama melingkar di jemarinya "Kita pakai bersama.. Hadiahmu adalah cincin ini dan diriku."

"Eoh?"

Bisa Mark lihat ada semburat merah yang muncil dari kedua pipi bulat Donghyuk walaupun kamar yang dipakai si Chubby di kediaman keluarga Lee saat ini dalam keadaan gelap sekalipun, Mark menyentuh puncak kepala Donghyuk mengelus sayang surai rambut hitam tersebut "Bawalah cincin ini saat berkemah 2 minggu lagi, ada yang ingin kubicarakan denganmu disana nanti."

"Apa aku belum boleh memakainya?"

Mark menggeleng "Tunggu 2 minggu lagi, aku yang akan memakaikan ini untukmu."

Donghyuk terdiam, ia yang sebelumnya menunduk kini mendongak menatap Mark "Kau tidak pernah memakaikan cincin ini padaku bukan?" kilasan lain lagi muncul bergantian, entah mengapa kilasan itu membuatnya merasa sangat sesak. Mark berjanji memakaikan cincin itu namun hingga beberapa waktu lalu ia justru menemukan cincin tersebut berada dalam kotak bukan di jemarinya.

Ucapan Donghyuk tentu saja membuat Mark terkejut, apa si chubby ini sudah mulai mengingatnya? "Kau sudah mengingatku?"

Tanpa sadar setetes air mata jatuh dari mata Donghyuk namun dengan cepat ia menghapusnya sendiri "Tidak, belum semuanya kuingat. Tapi dadaku sesak, sangat sesak saat tahu kau tidak pernah memakainkanku cincin ini." perlahan Donghyuk justru semakin menangis seperti anak kecil dihadapan Mark.

Namun Mark tidak berusaha menghentikan tangisan Donghyuk yang seperti anak-anak tersebut. Ia membiarkan Donghyuk terus menangis sambil memeluk tubuh pria itu yang tidak lagi egempal dahulu saat mereka masih kecil, walau pipinya masih sedikit chubby tidak sechubby dahulu.

"Keluarkan Donghyuk-ah.. Jika kau ingin memakai cincin itu maka akan kupakaikan." pelukannya kian menguat pada tubuh Donghyuk, setelah sekian lama menunggu segalanya terbayarkan.

Berbeda dengan Donghyuk dan Mark yang tengah susah payah memulihkan ingatannya yang hilang dalam kepala Donghyuk. Jeno dan Jaemin masih duduk berdampingan membelakangi sinar matahari dengan kepala yang saling bersentuhan seperti saling bersandar satu sama lain.

"Jeno-ya.."

"Hmm?"

"Jika ingatan Donghyuk tentangmu ternyata hanya untuk menggantikan ingatannya akan oranglain, bukankah itu artinya selama ini kau hanya bertepuk sebelah tangan dengannya?"

Kedua matanya yang tengah tertutup segera terbuka dan menoleh pada Jaemin hingga tautan kepala mereka kini kembali menjadi kening bertemu dengan kening "Aku baru sadar itu... Aish menyedihkan sekali diriku."

Melihat Jenonya mengumpat pelan mengasihani dirinya sendiri Jaemin justru terkekeh pelan ia menyentuh wajah Jeno mendekapnya dengan kedua tangan miliknya, menekan-nekan kedua pipi yang tengah menunjukkan raut wajah kesal tersebut, membuat Jeno terlihat sangat imut dihadapannya "Itu artinya aku orang pertama yang menyukaimu, bukan begitu?"

Umpatan dan wajah kesal Jeno berganti dalam sedetik, ia tersenyum dan menganggukkan kepalanya dengan cepat "Dan kau adalah orang terakhir yang kusukai."

Jeno menarik dasi yang digunakan Jaemin agar wajah pria manis tersebut semakin mendekat padanya, sebuah kecupan manis ia berikan pada kekasihnya itu keduanya kembali saling bertatap dan melemparkan senyuman manis satu sama lain sebelum mereka sama-sama kembali menutup kedua mata mereka dan saling memberikan kecupan dengan debaran kuat yang kian berlomba-lomba untuk berdebar makin cepat didada keduanya.

Until You

Siang itu Junmyeon melangkahkan kakinya dikoridor rumah sakit, ia sudah melepas jubah kebesarannya. Hanya hoodie berwarna abu muda dengan celana jeans hitam dan skets putih yang digunakannya untuk menjenguk Yixing yang di kabarkan sudah sadar pagi tadi.

Begitu Junmyeon masuk beberapa mata menoleh padanya termasuk Yixing yang sudah duduk bersandar pada bangsalnya, dengan cekatan Jumnyeon segera menyembunyikan sebuket bunga yang dibawanya kebalik punggungnya.

"Ah Junmyeon Hyung sudah datang aku sangat lapar, aku akan pergi makan dulu Hyung." Jaemin segera mengandeng jemari Jeno lalu mereka keluar bersama disusul dengan kedua orangtuan Yixing yang memutuskan untuk makan siang bersama dengan Jaemin dan Jeno.

"Kami titip Yixing ya?" ucap Nyonya Zhang dengan senyum penuh arti, mereka tahu ada banyak hal yang ingin di utarakan Junmyeon pada Yixing.

Dengan sedikit canggung Junmyeon menganggukkan kepalanya, setelah semua tamu keluar iapun beranjak masuk lalu memberikan sebuket bunga yang disembunyikannya dibalik tubuhnya tadi.

"Mengapa kau lama sekali baru datang? Aku menunggumu datang sejak diriku sadar."

Bukan mengambil bunga pemberiaannya Yixing justru mengomel karena Junmyeon tidak menjadi orang pertama yang dilihat olehnya melainkan Jeno dan Jaemin yang tertidur di atas sofa sambil berpelukan erat.

Benar-benar membuat kedua matanya iritasi.

"Maafkan aku Yixing, ada sedikit urusan yang harus kuselesaikan tadi." Junmyeon batal memberikan bunga tersebut pada Yixing ia memutuskan untuk langsung meletakkan buket bunga tersebut kedalam vas kosong dalam ruangan tersebut.

"Urusan? Apa kau sudah membuat kedua Ju itu mendekam dipenjara Junmyeon-ah?"

Gerakan tangan Junmyeon terhenti ketika mendengar kalimat yang dilontarkan Yixing padanya, apa dirinya tidak salah dengar? "Apa maksudmu? Aku tidak mengerti." dengan sedikit canggung Junmyeon terkekeh sambil membenarkan letak bunga didalam vas bunga.

"Aku menonton berita Junmyeon-ah, kau terekam berada disana sebagai Choi Junmyeon."

"Apa??!!"

Yixing terkekeh melihat wajah terkejut pria tampan itu dihadapannya jika Junmyeon tahu bahwa dirinya hanya berbohong pasti Junmyeon akan kesal padanya, padahal sejak awal ia sudah merasa ada yang dirahasiakan oleh Junmyeon semenjak pria tampan itu tidak pernah mengijinkannya untuk bertandang kerumah pria itu sama sekali.

"Aku bercanda...  Tidak ada wajahmu yang terekam, tapi sepertinya aku memang benar bahwa kau adalah Choi Junmyeon."

Melihat Junmyeon yang hanya diam sambil menggaruk pipinya sendiri karena tidak tahu bagaimana cara mengelak membuat Yixing semakin terkekeh geli "Yak.. Kim Junmyeon.."

"Ya?"

"Tetaplah jadi Kim Junmyeon untukku, kau tahu bukan aku tidak akan bisa mengerjaimu dan melihat kegemesanmu apalagi menyalin tugasmu jika kau menyandang nama Choi didepan namamu." ucap Yixing, ia mengulurkan tangannya dan meraih jemari Junmyeon, ia masih ingat dengan jelas wajah panik siapa yang dilihatnya sebelum kesadarannya menghilang saat kecelakaan tersebut.

Junmyeon melangkah mendekat setelah meraih uluran jemari Yixing kemudian mengenggamnya erat dan mendudukkan dirinya ditepi kasur "Apa kau hanya ingin mengerjaiku dan menyalin tugasku seumur hidupmu? Kupikir kau ingin lebih?"

"Ah, sangat susah sekali melihatmu mengaku kalau kau itu cemburu Junmyeon-ah jadi aku akan terus mengerjaimu saja, itu lebih baik."

Dengan berani Junmyeon menyentuh wajah Yixing, entah sejak kapan keduanya sangat dekat tanpa perlu mengutarakan apa yang mereka rasakan "Kau tidak perlu menungguku mengaku jika kau bisa melihat dengan jelas diriku cemburu bukan?"

"Bukankah itu tidak seru, kau bahkan tidak ingin mengaku bahwa kau cemburu."

"Lalu? Apa sekarang itu penting?" Junmyeon menatap Yixing yang menyandarkan wajahnya pada telapak tangan besar Junmyeon yang masih menyentuh wajah Yixing.

Yixing menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, andai Junmyeon tahu bagaimana tadi Jaemin dan Jeno menceritakan betapa murkanya Kim Junmyeon saat tahu bahwa Junshiklah yang menabrak Yixing. Bahkan Junmyeon sampai membongkar identitas yang disembunyikannya hanya karena seseorang menyentuh Yixing.

"Aku tidak akan mengakui diriku cemburu.." Ucap Junmyeon tegas, namun perlahan wajahnya melembut ketika melihat Yixing merengut akibat ucapannya.

Jemarinya yang sedari tadi menopang wajah Yixing kini mengcengkram pelan wajah pria china tersebut, perlahan sebagian jemarinya berpindah ke tengkuk Yixing. Junmyeon menarik tengkuk Yixing agar mendekat padanya yang juga memajukan tubuhnya, kedua hidung mancung milik mereka bersentuhan.

"Jadilah milikku Zhang Yixing, maka akan kutunjukkan bagaimana caraku cemburu padamu."

"Mengapa aku harus menunggu lama untuk hari ini Choi Junmyeon.. Kau tahu berapa lama aku menunggumu memintaku untuk menjadi milikku.." Yixing sendiri menutup kalimatnya dengan sebuah kecupan singkat di sudut bibir JunMyeon, ia tidak berani bertindak lebih karena melihat bagaimana meronanya pipi Junmyeon saat ini.

Padahal tadi dia yang meminta Yixing menjadi miliknya dengan tegas dan penuh penekanan, namun ketika Yixing mengiyakan dan memberikam sebuah kecupan singkat justru Junmyeonlah yang justru tersipu malu.

"Ah betapa menggemaskannya dirimu." Yixing mencubit pipi Junmyeon dengan gemas, andai pria dihadapannya tahu bahwa Yixing menyukai Junmyeon sejak awal ia menatap pria tampan itu yang membangunkannya dari tidur didalam kelas.

"Syuudaah Yixing.." Junmyeon menahan tangan Yixing agar tidak terus mencubit pipinya namun tidak memindahkan jemari lentik itu dari wajahnya "Apa kau sekarang kekasihku?"

"Tentu saja, aku milikmu Choi Junmyeon.."

"...Kim.."

"Aku milikmu Kim Junmyeon.." Ucap Yixing dengan bahagia, ia bahkan sampai merentangkan tangannya 2x karena harus meralat nama pria yang baru saja menjadi kekasihnya tersebut.

"Kalau begitu ijinkan aku menciummu." Junmyeon segera memajukan tubuhnya mendekati Yixing, ia hampir saja menempelkan bibirnya pada bibir tebal Yixing andai saja Jaemin dan Jeno tidak membuka pintu kamar dan masuk begitu saja.

"Hyuung kami membelikanmu makan siang.."

Bahkan keduanya pun sama sekali tidak merasa bersalah atas kegagalan Junmyeon yang ingin mencium Yixing. Mau tak mau pria China itupun terkekeh melihat wajah sedih JunMyeon yang kini menunduk dan bersandar pada bahunya.

"Apa makan siang itu untukku?" Tanya Yixing berusaha mencairkan suasana yang terlihat menyedihkan bagi Junmyeon sambil mengenggam erat jemari pria tersebut agar bangkit kembali duduk dengan benar.

"Tentu saja... Tidak. Ini untuk Junmyeon Hyung." Jawaban Jaemin benar-benar membuat Yixing ingin segera bangkit dari tempat tidur dan menghajar kepalanya, jawaban macam apa itu. Untung Junmyeon segera memeluk dan menahan Yixing untuk turun dari atas kasur.

"Apa diriku salah?" Dengan tatapan polos Jaemin bertanya pada Jeno dan hanya ditanggapi dengan gelengan pelan oleh Jeno yang tidak bisa menyembunyikan tawa gemasnya melihat kepolosan Jaemin dan kekesalan Yixing.

Until You

"Cari dan temukan pengacara terbaik untuk mengeluarkan Junshik dari dalam penjara, bahkan jika perlu lakukan cara kotor lagi seperti biasa!! Aku ingin anakku keluar sekarang juga!!!"

Tuan besar Ju memukul-mukul meja kerjanya dengan kasar bahkan wajahnya sampai memerah karena menahan kesal luar biasa, ia tidak menyangka kali ini gugatan dan laporan datang pada anaknya dari banyak pihak.

Pertama, sekolah ChoiShin HighSchool, lalu Keluarga Lee, kemudian Keluarga Zhang dan yang terakhir keluarga Choi. Nama terakhir adalah yang paling berbahaya, hanya dengan jentikan jari mereka bisa dengan mudah membuat Junshik membusuk didalam penjara.

Baru seorang asistennya keluar masuk lagi asisten yang lain dengan wajah panik kedalam ruang kerja tuan besar Ju tersebut.

"Ada apa lagi?"

"Perusahaan kita terancam bangkrut tuan besar, Choi Junmyeon menarik modal dan mengembalikan saham miliknya barusan. Kas kita benar-benar kosong tuan."

"Apa? Beraninya anak itu... Aahh leherku." Tuan besar Ju tersebut hampir memukul meja lagi andai lehernya tidak berkedut sakit karena ulah Choi Junmyeon.

"Dan juga yang kudengar, polisi sekarang tengah menginvestigasi perusahaan kita atas kasur penggelapan dan pencucian uang."

"Apaa!!!"

Lehernya semakin berdenyut sakit, hanya satu orang yang tahu dan  mengingat bisnis kotor yang dijalani olehnya, Kangshik. Bagaimana bisa dia tega membuat ayahnya terpuruk seperti ini!! "Apa kalian sudah menemukan Kangshik!! Dimana dia!! Aku harus membunuhnya dengan tanganku sendiri!!"

Pria paruh baya itu mengambil coatnya kemudian melangkah keluar dari ruangannya, ia harus menemukan anak sialan itu sebelum semakin banyak hal yang terbongkar. Namun begitu dirinya membuka pintu ruang kerjanya sebuah senapan laras panjang sudah berada tepat didepan wajahnya.

Ia melihat dengan jelas puluhan polisi tengah mengepung didepan ruang kerjanya saat ini, hampir seluruh bodyguard didalam rumahnya sudah dilumpuhkan secara diam-diam oleh aparat yang berwajib.

Tuan besar Ju mendengus, ia hampir mentertawakan polisi yang datang kerumahnya dan menodongkan pistol padanya. Ia sudah menyiapkan kata-kata pembelaan dan akan menuntut polisi yang sudah dengan berani menerobos rumahnya serta menodongkan senjata tajam padanya.

"Aku akan melaporkan kalian pada atasan kalian agar kalian semua di pecat!!"

"Bawa dia."

Para polisi sama sekali tidak mengubris apapun yang diucapkan oleh tuan besar Ju, mereka memborgol tangan pria tua tersebut dan membawanya keluar bersamaan dengan Kangshik yang masuk kedalam rumah besar ini bersama dengan Lucas sebagai orang yang dipercaya oleh Junmyeon menyelesaikan permasalahan ini.

"Kau anak durhaka Ju Kangshik!! Kau akan menyesali ini seumur hidupmu!!  Kau akan kehilangan seluruh hartamu!! Dan kau akan tewas dalam kemiskinan!!!" Tuan besar Ju mengumpat pada anak sulungnya tersebut bahkan hingga tertawa girang karena membayangkan akan bagaimana hancurnya hidup Ju Kangshik nantinya.

"Itu jauh lebih baik daripada diriku masih melihatmu hidup tenang dan menghirup udara bebas."

Kangshik menulikan pendengarannya dan membutakan penglihatannya ketika melihat sang ayah menatapnya dengan penuh murka bahkan menyumpahinya, ia dan Lucas serta beberapa polisi berseragam hitam segera beranjak kelantai 2 berniat untuk menuju ruang pribadi sang ayah yang tidak pernah dimasuki oleh siapapun.

"Aku tidak tahu apa isinya, tapi dia sangat sering menghabiskan waktunya disini. Mungkin kalian bisa menemukan bukti yang kalian cari.." Ucap Kangshik pada para polisi dan membiarkan ruangan pribadi ayahnya itu di dobrak.

Namun bau menyengat dan anyir darah muncul dari dalam membuat Lucas mengerenyitkan dahinya dan mengikuti beberapa polisi masuk kedalam.

Betapa terkejutnya mereka melihat bahwa diruangan tersebut banyak terdapat darah kering dan sesosok jasad tak bernyawa tanpa menggunakan pakaian serta peralatan yang digunakan untuk menyiksa para korban, baik itu wanita ataupun pria.

Melihat apa yang dilakukan sang ayah membuat Kangshik mundur dan jatuh terduduk dirinya benar-benar shock, ia benar-benar baru menyadari ayahnya adalah seorang monster.

"Geledah seisi rumah!!"

Seluruh polisi berpencar keseluruh bagian rumah sedangkan Lucas membantu Kangshik untuk bangkit berdiri "Bangunlah.."

Kedua kaki Kangshik melangkah lemas keluar dari ruangan tersebut walaupun sudah dibantu Lucas untuk keluar namun tetap saja langkahnya terasa sangat lemas..

Satu hal yang membuat kepalanya sakit saat ini, apa benar ibunya saat itu bunuh diri? Atau jangan-jangan ibunya dibunuh oleh ayahnya sendiri makanya pria tua brengsek itu tidak merasa sedih sama sekali.

"Akan kupastikan dia membusuk di penjara!"

Lucas menepuk-nepuk punggung Kangshik, ia bisa merasakan hawa panas dari punggung yang disentuhnya tersebut. Kangshik benar-benar tengah terbakar emosinya, dan sepertinya memang tidak akan adalagi pintu kembali pada ayahnya setelah apa yang dilihatnya barusan.

Ayahnya seorang monster.

Until You

Sudah lewat seminggu sejak penangkapan Ju Junshik dan ayahnya, bahkan perusahaan milik tuan Ju itu sudah benar-benar hilang bangkrut tak bersisa sama sekali, hanya Kangshik yang tersisa dari keluarga Ju dan diapun sudah memutuskan untuk keluar dari ChoiShin High School walaupun tidak ada satupun murid yang menyalahkannya atas tindak tanduk keluarganya namun dirinya sendiri yang sudah tidak memiliki muka lagi untuk bertemu dengan teman-teman disekolahnya.

Kangshik masih tinggal dengan Hyukjae karena Donghae sendiri masih menghabiskan waktunya hampir seharian bersama dengan Hyukjae dan Kangshik, hingga Keluarga Choi datang memberikan bantuan dana pada Kangshik demi masa depannya.

"Kemana kau akan pergi?" Hyukjae bertanya dengan antusias ketika melihat Kangshik menatap berkas bantuan dana yang kini ada di tangannya.

"Entah.."

Kangshik menoleh pada Hyukjae ia tersenyum melihat pria disamping kirinya itu. Terlambat mengatakan dirinya menyukai Hyukjae, terlambat mengakui bahwa ia pun ingin memiliki Hyukjae karena ia tahu tidak ada tempat baginya hanya ada Donghae didalam kepala dan hati Hyukjae.

"Bagaimana jika uang ini kupakai untuk mengurus pergantian namaku saja, lalu membuka sebuah kedai kecil di tengah kota?"

"Kau tidak ingin melanjutkan sekolah?"

Kangshik menggeleng, "Aku ingin bebas Hyukjae.."

Hyukjae tersenyum senang saat melihat Kangshik menutup kedua matanya sambil mendongak, akhirnya ia bisa melihat senyuman tulus dan kelegaan tergambar di wajah Kangshik setelah masalah yang menimpanya berakhir.

"Kalau itu maumu, aku akan mendukungmu.. jika diriku sudah lulus nanti aku akan mencari pekerjaan dan membantu menanam modal di kedaimu, aku akan datang membawa teman-temanku untuk makan di kedaimu."

Kangshik membuka kedua matanya ia tersenyum menatap Hyukjae lagi "Kita tetap berteman Hyukjae?"

"Tentu saja, kita tetap teman Kangshik-ah. Sekali teman maka selamanya akan menjadi teman. Kemari..." Hyukjae meminta Kangshik mendekat kemudian memeluknya dengan erat, ia menepuk-nepuk punggung Kangshik.

Bersamaan dengan itu Donghae datang sambil membawa dua kantung belanjaan "Waah kalian berpelukan tanpa diriku?" sambil mengerutu Donghae segera berlari kecil masuk kedalam kemudian meletakkan kantung belanjaannya dengan tergesah-gesah dan ikut memeluk Hyukjae dan Kangshik bersamaan dari belakang tubuh temannya itu.

Apa yang dilakukan Donghae dan Hyukjae hanya membuat Kangshik justru mulai kembali menangis, keluarga seperti inilah yang dibutuhkannya.

"Terima kasih, Hyukjae-ah, Donghae-ya.. Kalian benar-benar sahabat dan keluargaku saat ini."

"Selamanya kita sahabat Kangshik-ah..."

"Aku dan Hyukjae dengan senang hati menjadi keluargamu Kangshik-ah, tapi jangan pernah berpelukan tanpaku.."

Mau tak mau Kangshik tertawa dalam tangisnya karena mendengar Donghae yang masih sempat protes akan pelukannya dan Hyukjae barusan.

Akhirnya Kangshik menemukan jalan yang tepat untuk hidupnya sendiri, ia akan membuang jauh-jauh nama Ju dari hidupnya dan memulai semuanya dari awal.

Until You

Jungwoo turun dari mobil sambil menyampirkan tas nya di bahu kiri, ia menunggu Lucas untuk ikut turun sambil tersenyum menatap sekeliling. Semenjak Junshik benar-benar tertangkap ada perasaan lega di hati Jungwoo ia sudah tidak terlalu takut lagi memasuki area sekolah seorang diri.

Tapi justru sekarang Lucas lah yang merasa khawatir, bagaimana jika Jungwoo meninggalkannya? Satu-satunya yang membuat Jungwoo selalu takut melangkah memasuki sekolah seorang diri dan selalu berada disisinya adalah Junshik.

"Jungwoo-ya."

Lucas meraih jemari Jungwoo ia mengenggam erat jemari lentik tersebut dengan erat, tidak ada yang tahu hubungan mereka selain teman-teman dekat mereka maka ini pertama kali Lucas mengenggam jemari Jungwoo dipelataran sekolah.

"Lu.. Apa yang kau lakukan? Mereka akan melihatmu.."

"Lalu? Biarkan saja."

Jungwoo menatap Lucas, ia tahu bahwa kekasihnya tengah merengek saat ini. "Jeno bisa mengenggam jemari Jaemin kapan saja dan dimana saja tanpa memperdulikan ucapan orang lain, dan akupun ingin seperti itu denganmu Jungwoo-ya."

Sebuah senyum manis terulas di bibir tipis Jungwoo, alasannya selama ini hanya meminta Lucas selalu berperilaku sebagai teman dekatnya saja di sekolah hanya karena ia takut kalau Lucas akan terluka seperti teman-temannya dahulu.

Bahkan dirinya dijauhi karena dianggap membawa sial pada orang-orang disekitarnya, hanya Lucas yang tetap berdiri disisinya tanpa raguselama ini. Dan perlahan bertambah dengan Jaemin serta Yixing Hyung, bahkan sekarang ia mengenal Hyukjae Hyung.

"Kau tahu bukan aku hanya takut kau mengalami kesialan.."

Lucas menaikkan sebelah alisnya "Akan kuhadapi kesialan itu bersamamu. Mulai hari ini secara resmi didepan semua orang kau adalah kekasihku, aku tidak bisa berlama-lama menjadi sahabatmu saja disekolah." ia bahkan mengangkat tangannya dan Jungwoo yang saling mengenggam dengan erat saat ini.

"Tapi..."

"Tidak ada tapi-tapian lagi Kim Jungwoo, apa kau tidak iri dengan Jaemin eoh? Karena aku iri dengan Jeno." Lucas menarik Jungwoo untuk melangkah bersamanya setelah memberikan kecupan singkat pada punggung tangan Jungwoo.

Memang ucapan Lucas ada benarnya dirinyapun sudah lelah hanya selalu menjadi sahabat kekasihnya disekolah, berapa kali ia harus berpura-pura tertawa saat melihat Lucas menerima surat cinta dari seorang gadis.

Tautan tangan keduanya makin mengerat, Jungwoo bahkan menyandarkan kepalanya pada bahu Lucas sebentar sambil melangkah masuk kedalam lobby sekolah. Menghiraukan beberapa mata yang terkejut melihat kedatangan keduanya sambil berpegangan tangan dan senyum lebar yang tidak lepas dari bibir keduanya.

Until You

Sambil sedikit tertatih JunMyeon membantu Yixing melangkah kedalam kelas mereka, ini hari pertama mereka kembali masuk setelah lebih dari seminggu Junmyeon memutuskan untuk menemani Yixing di rumah sakit bahkan tanpa beranjak.

Hanya anak buahnya yang datang setiap hari mengantarkan pakaian serta membelikan cemilan untuk Junmyeon dan Yixing yang sibuk menghabiskan waktu mereka untuk sekedar beradu argument atau mengerjakan tugas sekolah.

"Duduklah."

Yixing menahan Junmyeon yang hendak pergi meninggalkannya menuju meja miliknya yang beda 2 kursi darinya "Aku ingin kau duduk didekatku."

"Bagaimana bisa? Mereka tidak akan mau bertukar denganku."

Ucapan Junmyeon membuat Yixing merotasi malas kedua matanya, yang benar saja... Kekasihnya ini seorang Choi dan sekarang dia benar-benar bertingkah seperti seorang Kim lagi didepan teman-teman sekolahnya.

Yixing ingin bersyukur memiliki Junmyeon yang rendah hati seperti saat ini, tapi iapun juga ingin mengumpat kesal karena melihat kekasihnya diperlakukan sebelah mata oleh orang-orang dikelas mereka.

"Kau mengerti bukan Yixing-ah?" Dengan sayang Junmyeon mengelus puncak kepala Yixing yang memang sudah duduk manis di bangkunya. Mau tak mau Yixing menganggukkan kepalanya, ia melihat Junmyeon kembali ke bangkunya. Bahkan kekasihnya duduk bersama dengan seorang gadis disana, oh dirinya yang selama ini tidak pernah cemburu pun akhirnya merasa kesal untuk yang pertama kalinya.

"Hai Junmyeon-ah, kau selama ini absen? Kemana kau pergi?" Sapa si gadis yang menjadi teman sebangku Junmyeon.

"Aku pergi kemana bukan urusanmu bukan?" Sahut Junmyeon tanpa menoleh, ia hanya fokus mengeluarkan buku pelajaran dari dalam tasnya.

"Cih... kau sangat sombong!"

"Permisi.."

Kali ini Junmyeon menoleh saat mendengar suara Yixing berada didekatnya "O, Yixing-ssi?" Sapa gadis itu dengan senyum lebar di bibirnya.

"Apa kau mau bertukar tempat?" Tanya Yixing.

"Tentu... Junmyeon-ah, cepat pindah dari sana.." Perintah gadis itu dan membuat Yixing menghela nafas malas, sedangkan Junmyeon terkekeh pelan sambil menggelengkan kepalanya.

"Shireo.."

"Yak!"

"Maaf Ahra-ssi, maksudku kau yang pindah aku ingin duduk dengan kekasihku disini. Apa kau mengerti?"

"Ya? Mwo??"

Gadis itu terkejut bukan main saat sadar Yixing mengusirnya dan mengatakan bahwa Junmyeon adalah kekasihnya, tapi dengan cepat gadis tersebut segera pergi dengan tasnya sambil menahan malu, Yixingpun meletakkan tasnya di atas meja kemudian duduk bersebelahan dengan Junmyeon yang masih tertawa pelan.

"Apa yang kau tertawakan? Jika kau tidak bisa pindah maka diriku yang pindah."

Junmyeon menoleh ia menepuk pelan puncak kepala Yixingnya dengan sayang, setelah ini akan beredar gosip tentang diriny dan Yixing. Bisa-bisa skandal Jeno dan Jaemin akan berganti dengan berita dirinya. "Iya, Yixing-ah. Sekarang kau sudah duduk bersama denganku. Jangan bosan jika kita akan berdebat terus menerus mengerti?"

"Aku tidak masalah dengan hal itu.." Yixing menarik tangan Junmyeon dikepalanya lalu menggenggam jemarinya dan menjadikan lengan kekasihnya itu bantal untuk wajahnya "Bangunkan aku jika gurunya datang Junmyeon-ah.." Pinta Yixing sebelum menutup kedua matanya.

Namun Junmyeon bukan menjawab ia justru ikut menyandarkan kepalanya keatas lengannya sendiri diatas meja dan menghadap Yixing, menatap wajah damai kekasihnya yang tertidur disana, wajah yang ia lihat setelah mencari Yixing diseluruh gedung sekolah beberapa waktu lalu.

"Saranghae Zhang Yixing.."

"..... Nado Junmyeonie.."

Until You

Donghyuk tengah menghirup minuman bubble yang ia beli di cafe tempat Jaemin bekerja, ia memperhatikan temannya itu melayani beberapa pembeli hingga jam bekerja berakhir.

"Apa kau sudah tidak terkenal lagi hingga bisa menghabiskan setengah harimu disini?" Ejek Jaemin setelah mendudukan dirinya dihadapan Donghyuk.

"Besok aku akan ke LA."

"Besok? Kupikir kau akan berangkat minggu depan."

"Bukankah diriku mengatakan bahwa aku akan pergi ke LA seminggu yang lalu padamu?"

Jaemin menunjukkan cengiran tak berdosanya pada Donghyuk yang terlihat frustasi, yang ia tahu hubungan si hitam ini dan Mark belum sampai tahap apapun.

Usai Donghyuk menangis dalam pelukan Mark mereka kembali canggung, Jaemin tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang mereka berdua rasakan saat ini yang ia lihat hanya 2 orang bodoh yang saling menyembunyikan wajah setiap bertemu atau menunduk malu.

Ingin rasanya Jaemin mengunci keduanya didalam kamar mandi dan mengintip apakah mereka akan terus menunduk dan saling berdiam diri tanpa berbincang sedikitpun.

"Lalu bagaimana dengan kau dan Mark?"

"Apanya yang bagaimana? Akupun tak tahu harus bagaimana. Aahhh kepalaku rasanya mau pecah mencarinya dalam memoriku."

Donghyuk melepaskan kalung yang menjadi tempat bernaung kalung kembarnya dengan Mark dari lehernya kemudian ia memberikannya pada Jaemin. "Simpanlah untukku."

"Kenapa tidak kau simpan sendiri?"

"Hanya membuatku tidak bisa berkonsentrasi saat berada disana."

Dengan patuh Jaemin menyimpan kalung tersebut di dalam tasnya "Kau masih ingin disini? Aku akan mengganti pakaianku sebentar, jika kau mau aku akan mengajakmu makan sebelum kau berangkat besok."

"Baiklah, aku tidak akan menolak jika kau mentraktirku."

"Cih, bukankah seharusnya kau yang mentraktirku.. ya sudah tunggu disini." Jaemin segera beranjak kembali kedalam dan tak lama keluar tanpa menggunakan seragam cafenya lagi, ia segera mengajak Donghyuk keluar.

Kedua AB tersebut menghabiskan sore hingga malam berkeliling di Myeondong, Jaemin bahkan sampai menolak ajakan kencan Jeno yang sudah menspam dirinya sejak siang hari karena ingin menghabiskan hari bersama dengan Donghyuk.

Setidaknya sebelum Donghyuk berangkat besok Jaemin ingin membuat temannya tersebut lupa sejenak dengan masalah yang tengah dihadapi olehnya.

Pagi datang, Jaemin dan Jeno yang duduk bersebelahan kini saling bertatap karena Jeno tengah kesal dicueki oleh kekasihnya sendiri semalaman, bahkan Jaemin tidak membalas pesannya dan .

"Apa kau cemburu dengan cinta pertamamu sendiri?"

Salah satu alis Jeno terangkat "Ya tentu saja, bagaimana jika kau menyukainya?"

Dengan kesal Jaemin menyentil kening Jeno "Kau terlalu banyak menonton drama." Omel Jaemin, bersamaan dengan Mark yang baru saja datang.

Ia melihat bangku Donghyuk yang kosong padahal anak itu tidak pernah terlambat sekalipun dalam hidupnya "Dimana Donghyuk apa dia belum datang?"

Jaemin menoleh ia baru akan membuka mulutnya namun suara Jeno sudah menjawab pertanyaan Mark terlebih dahulu "Kau tidak tahu Hyung? Donghyuk akan pergi ke LA hari ini."

"Apa maksudmu pergi?" Mark yang baru saja akan meletakkan tasnya terhenti karena ucapan Jeno, bahkan ia mengerutkan keningnya karena bingung.

Terlihat jelas raut panik dan khawatir di wajah Mark saat tahu Donghyuk pergi, apa maksudnya ini? Jeno mengambil kalung milik Donghyuk di tas Jaemin dan memberikannya pada Mark.

"Dia memberikan ini sebelum pergi."

Dengan kasar Mark mengambil kalung dengan bandul cincin yang diberikannya pada Donghyuk beberapa tahun lalu. "Berangkat jam berapa dia?"

Jeno melirik jam di dinding kelasnya "Hmm 2 jam lagi sepertinya. Kau.... waw." Belum usai Jeno berbicara Mark segera pergi berlari keluar dari kelas, sudah ditebak oleh Jeno akan kemana Mark setelah ini.

"Yak!" Jaemin menepuk paha Jeno membuat pria tampan itu menoleh sambil mengaduh.

"Kau melebih-lebihkan kepergian Donghyuk."

"Jika tidak seperti itu mereka berdua akan semakin terlihat seperti 2 orang bodoh didepanku. Saling mendiamkan padahal sangat ingin berbicara, aku gatal melihatnya Jaemin-ah.."

"Dan kalungnya? Mark membawanya jika sampai kalung itu hilang aku akan membunuhmu Lee Jeno."

Jeno hanya terkekeh pelan sambil mencubit pipi Jaemin yang menggemaskan saat marah padanya "Ahh coba lihat betapa menggemaskannya dirimu.."

"Aish Lee Jeno, hentikan." Jaeminpun membalas mencubit pipi Jeno agar pipinya lepas dari kegemasan Jeno. Kali ini tidak ada lagi tatapan bertanya-tanya tentang hubungan Jeno dan Jaemin mereka justru sudah jengah melihat tingkah kekanakan keduanya apalagi jika mereka tengah saling bermesraan ingin rasanya seisi kelas mengungsi saja keluar.

Until You

Mark berlarian usai memarkirkan motornya ia berlarian memasuki bandara, ia hiraukan orang-orang yang tengah menatap bingung kearahnya yang mengenakan seragam sekolah ChoiShin karena seharusnya di jam seperti ini dirinya tengah berada disekolah bukan dibandara mencari seseorang dari puluhan ribu manusia yang berada ditempat ini.

"LA.. Jeno bilang dia akan ke LA.." Mark melanjutkan langkahnya, ia berlari menuju pintu keberangkatan luar negeri dan berharap bertemu dengan Donghyuk disana sebelum semuanya terlambat.

"Ini minumlah, kau terlihat tak bersemangat."

Donghyuk tersenyum sambil menerima kopi yang diberikan oleh managernya "Terima kasih Hyung." Usai meminum setegak kopi Donghyuk kembali terdiam, ia menyentuh dadanya. Biasanya ia bisa merasakan cincin itu bergelantungan disana tapi sekarang tidak ada.

Rasanya ada yang berbeda, padahal Donghyuk pun baru menggunakan cincin itu sebagai bandul beberapa waktu belakangan ini saja. Tapi terasa seperti sudah menggunakannya seumur hidup.

"Hh aku menyesal menitipkan kalungku pada Jaemin.." Keluhnya, sedangkan managernya Moon Taeil hanya menggeleng ia tidak mengerti dengan mood Donghyuk yang mudah berubah-ubah belakangan ini.

"Kau baik-baik saja?"

Belum sempat Donghyuk menjawab pertanyaan managernya tersebut panggilan untuk keberangkatan miliknya terdengar "Ayo kita berangkat Hyung.." Donghyukpun segera bangkit berdiri, ia menelan mentah-mentah lagi apa yang ingin diucapkannya tadi.

"LEE DONGHYUK!!"

Langkahnya terhenti, suara itu bagai sambaran petir baginya. Kenapa dia bisa mendengar suara Mark ditengah keramaian bandara? Apa Donghyuk sudah mulai gila hingga membayangkan bahwa Mark berada disini saat ini?

"Ah, halusinasiku sudah kelewat batas."

Taeil yang menoleh kebelakang segera menepuk bahu Donghyuk yang justru terus melangkah "Donghyuk-ah."

"Ya??"

"Apa itu temanmu? Dia memakai seragam yang sama dengan sekolahmu."

"Teman??" Donghyuk tersadar bahwa dirinya tadi bukan berhalusinasi mendengar suara Mark, dirinya segera berbalik badan dan tiba-tiba saja Mark sudah menghantam tubuhnya dengan sebuah pelukan erat.

"Kau mau kemana eoh? Mau meninggalkanku? Aku kembali ke Korea untukmu lalu kau ingin pergi begitu saja?!"

Taeil yang merasa ada sedikit kesalahapahaman disini bukannya memberikan penjelasan ia justru menyeret koper miliknya dan Donghyuk sambil tersenyum lebar sangat lebar bahkan jika bisa ia ingin tertawa saat ini, ternyata ada yang begitu mencintai Donghyuk sampai seperti itu.

"S-sebentar Mark.." Susah payah Donghyuk mendorong Mark ia mencari keberadaan managernya yang menghilang begitu saja, seharusnya Taeil Hyung membantunya untuk berbicara.

"Taeil Hyung?!"

Donghyuk justru sibuk mencari Taeil, karena jujur saja ia tidak bisa berhadapan dengan Mark seorang diri apalagi setelah pelukan barusan oh dadanya sangat sesak karena berdebar tidak karuan.

Melihat dirinya dihiraukan oleh Donghyuk yang mencari managernya membuat Mark berpikir, apa dirinya terlalu lambat? Bahkan Donghyuk sampai berniat pergi meninggalkannya.

"Berhentilah mencari Taeil, siapapun itu. Ada aku disini, dan aku ingin bicara denganmu."

"Kau bisa melakukannya nanti, aku harus segera berangkat." Donghyuk melangkah mundur dan perlahan berbalik badan, apapun yang ingin dibicarakan Mark dengannya hanya akan membuatnya terkena serangan jantung nantinya.

"Lee Donghyuk!"

Mark menghampiri Donghyuk dengan cepat dan menarik lengan pria itu menariknya kedalam dekapan Mark dan mencium bibir ranum tersebut agar Donghyuk diam.

Pengalaman yang lalu, Donghyuk akan diam usai Mark menciumnya. Dan benar, Donghyuk tidak lagi memberontak untuk pergi dari Mark. Pria itu dia mendongak membiarkan Mark mendekap wajahnya dan menikmati bibirnya dengan kecupan-kecupan manis yang membuat Donghyuk hampir terduduk lemas.

Kecupan itu terlepas, namun jarak wajah keduanya masih sangat dekat bahkan Donghyuk bisa merasakan hembusan nafas dari mulut dan hidung Mark ditambah dengan debaran kuat jantung Mark yang terasa menempel didadanya.

"Aku menyukaimu Donghyuk-ah, aku sangat menyukaimu. Itu yang ingin kukatakan padamu saat di kemah, aku memintamu memanjat tangga pohon agar bisa berbicara berdua saja denganmu. Namun kau tidak pernah sampai keatas sana, kau terjatuh dan aku tidak bisa meraihmu."

Mark menutup matanya menempelkan keningnya pada kening Donghyuk, jika mengingat hari itu rasanya benar-benar menyakitkan ia bahkan tidak memiliki kesempatan melihat Donghyuk sedetikpun karena ibunya segera membawanya ke Canada.

Ia tahu mungkin ucapannya tidak akan merubah apapun namun setidaknya Mark akhirnya mengatakan apa yang ditahannya selama bertahun-tahun kalau ia menyukai Donghyuk sangat menyukainya hingga rasanya ia hampir mati saat tahu Donghyuk akan pergi.

"Mark.."

Donghyuk mendekap kedua pipi Mark iapun ikut menutup kedua matanya, ada ribuan kupu-kupu diperutnya saat ini memaksanya untuk juga berbicara tentang apa yang dirasakannya, walau ia melupakan Mark tapi debaran itu tidak pernah hilang sama sekali.

"Aku menyukaimu.. sepertinya, jantungku berdebar sangat kuat saat melihatmu bahkan sekarangpun jauh lebih kuat. Aku tidak perlu mengingat masa laluku, yang kutahu saat ini aku menyukaimu sangat menyukaimu."

Sama seperti Mark, sepertinya Donghyuk sudah lelah menghindar. Ia lelah mencari dan menggali masa lalunya yang tak terjamah sama sekali, hanya saat moment tertentu dirinya akan mengingat kejadian lampau itu, namun selebihnya Donghyuk hanya seperti menggali lubang kosong.

Mark tidak bisa menyembunyikan senyum diwajahnya, ia segera mengeluarkan kalung yang diambilnya dari Jeno tadi dari dalam saku jas yang digunakannya.

"Kenapa ini ada padamu?"

"Terkejut?" Mark segera membuka kaitan kalung tersebut dan mengeluarkan bandulnya, ia meraih jemari Donghyuk yang memasangkan cincin tersebut ke jari manis milik pria chubby itu.

Donghyuk menatap cincin kembarnya dengan Mark yang kini melingkar di jemarinya, senyum manis tidak hilang dari bibirnya saat ini hingga Mark menangkup kedua pipi bulatnya "Jangan pergi, ayo pulang bersamaku."

"Tapi aku harus tetap pergi Markeu.."

"Kenapa? Apa diriku menjadi milikmu masih belum cukup?"

"Kau lupa? Aku ini musisi Mark, aku harus mendatangi fans signku di LA."

Mark yang hampir panik karena dirinya akan tetap ditinggalkan tiba-tiba menunjukkan wajah melongonya "Sebentar.. Kau ke LA hanya untuk fansign?"

Dengan tatapan polos Donghyuk menganggukkan kepalanya "Besok malam aku sudah berangkat kembali kemari. Memang kau pikir aku akan kemana?"

Kepala Mark berdenyut sakit, cara Jeno menyampaikan kepergian Donghyuk seolah-olah si chubby ini akan pergi dan tak akan kembali lagi "Kupikir kau akan pergi meninggalkanku, yaish Lee Jeno akan kupatahkan lehernya."

Kekesalan Mark justru membuat Donghyuk terkekeh pelan, ia tak menyangka Mark sepolos itu hingga bisa dibohongi oleh Jeno dan begitu panik saat tahu dirinya akan pergi.

"Jadi sekarang apa diriku boleh berangkat? Aku bisa ketinggalan pesawatku." Donghyuk menepuk-nepuk wajah Mark dengan lembut, ia akan bertemu lagi dengan pria yang baru saja menjadi kekasihnya besok lusa.

"Baiklah, cepatlah kembali. Jika sampai lusa kau tak kembali aku akan menyusulmu kesana." ancam Mark namun ia memeluk kuat tubuh Donghyuk kembali dan akhirnya melepaskan pria chubby itu untuk pergi dengan managernya.

Setidaknya masalah hubungan mereka yang tertunda selama beberapa tahun telah usai, Markpun menahan bibirnya sendiri agar tidak terus tersenyum setelah melihat Donghyuk menghilang di pintu keberangkatan, ia bahkan hampir melompat kegirangan.

Cinta polosnya beberapa tahun lalu, menjadi begitu kian menuntut setelah tertahan bertahun-tahun lamanya, biarlah Mark akan terdengar posesif setelah ini. Ia hanya tak ingin kehilangan prianya lagi, Donghyuknya.



⇨ THE END ⇦

Tidak ada komentar:

Posting Komentar