myCatalog

Sabtu, 26 September 2020

TWISTED - 9



∵ TWISTED ∵


|


|


|


|


Sinar matahari pagi masuk dari balik jendela, kamar yang semalam gelap gulita kini terang terpapar sinar mentari, menyinari kedua pria yang tertidur dibalik selimut karena lelah dengan aktivitas mereka semalaman.

Mereka tidak berpelukan sepanjang malam, hanya tertidur saling berhadapan dengan jemari yang saling bertautan, hingga dering ponsel milik salah satu dari mereka membangunkan keduanya yang terlihat malas untuk menyambut pagi.

Bayangkan saja betapa pegalnya tubuh keduanya setelah kegiatan semalam, bukan hanya Jaemin yang pinggang dan bokongnya sakit namun Jenopun merasakan hal yang sama. Sudah dikatakan bukan bahwa Na Jaemin dan Park Jaemin memiliki sifat yang berbeda, bahkan Na Jaemin lebih terlihat tegas daripada Jeno walaupun pria pucat itu lebih mendominasi kemarin malam daripada Jaemin, tapi tetap saja keduanya saling mendominasi tanpa mau mengalah.

"Jeno-ya...." Jaemin menepuk-nepuk bantal mencari wajah Jeno dengan mata yang masih tertutup "Ponselmu..." Ia akhirnya menemukan wajah Jeno setelah mendengar pria itu bergumam 'hm' dengan tidak manusiawi Jaemin menepuk-nepuk wajah tampan tersebut, karena suara ponsel Jeno yamg dihafalnya menganggu tidurnya.

"Biarkan saja aku masih mengantuk Jaemin-ah.." Jeno meraih tangan Jaemin dan mencengkramnya agar pria itu berhenti memukuli wajahnya.

"Hhh berisik.."

"Kau saja yang angkat.."

"Aku mengantuk."

Saat keduanya tengah berdebat dengan mata tertutup akan siapa yang mengangkat panggilan tersebut justru keduanya secara spontan terdiam karena ponsel tersebut tak lagi berdering "Hng? Kau mengangkatnya Jaemin-ah?"

"Tidak, bagaimana aku mengangkatnya jika kau menahan tanganku..."

Keduanya terdiam sesaat lalu membuka mata secara bersamaan dan terkejut melihat Donghae sudah berada di samping tempat tidur sambil menerima panggilan dari ponsel Jeno.

Jaemin segera menarik selimut untuk menutupi tubuhnya bersamaan dengan Jeno yang melakukan hal serupa, keduanya terlihat seperti dua gadis perawan yang tertangkap basah tidur tanpa mengenakan busana semalaman.

"Omo Hyung, apa kau tidak bisa mengetuk? Mengapa kau ada dikamarku?"

"Oh aku sudah mengetuk.. tapi kalian tidak mendengarnya." Donghae mengembalikan ponsel digenggamannya pada Jeno "Hyungmu mengatakan akan bertemu denganmu di cafe Hyukjae.. Jika kau sudah siap aku akan mengantarkanmu kesana."

"I-iya.. Terima kasih Donghae-ssi.." Jaemin mencicit menjawab ucapan Donghae hanya Jeno yang tidak mengerti siapa itu Hyukjae.

"Siapa Hyukjae??"

Donghae memukul kepala Jeno "Bertanya lagi setelah membersihkan diri, kalian ini..." Ia kemudian melangkah keluar dari kamar Jeno namun kembali menoleh pada keduanya saat kepalanya kembali berdenyut sakit "Apa kalian tidak tahu semalam kalian sangat berisik!" Omel Donghae sambil menatap keduanya yang hanya memberikan cengiran tanpa dosa, ia menyerah menatap Jaemin dan Jeno hingga akhirnya meneruskan tujuannya untuk keluar dan tidak lupa menutup pintu kamar.

Setelah Donghae keluar dari kamar omelan itu justru kini membuat kedua pipi mereka bersemu merah, apa mereka kemarin malam benar-benar melakukan 'itu'?? Jadi ucapan yang didengar Jeno dari bibir Jaemin kemarin malam bukanlah mimpi iyakan?

Pria di sisinya ini mencintainya?

"Apa sekeras itu?"

"Mungkin kau berteriak sangat kencang.."

"Aku? Apa bukan kau yang berteriak sambil memanggil namaku 'Jeno.. Jeno..' begitu?" Jeno meniru bagaimana Jaemin mendesah dengan wajah kesal karena dirinya dituduh berteriak kencang.

"Yaak kau juga meneriakan namaku dengan sangat kencang Lee Jeno.."

Perdebatan yang tiada usai hingga keduanya memutuskan untuk mandi bersama dalam perdebatan sengit siapa yang berteriak, mendesah dan menjerit paling kencang semalaman. Walau diakhiri dengan damai saat keduanya justru bermain sabun didalam bathtub yang terdapat dikamar mandi milik Jeno.

Pria tampan nan pucat itu sudah selesai memakai hoodie jumper berwarna hitam sambil memperhatikan Jaemin yang tengah memakai hoodie berwarna putih miliknya, karena pakaian kerjanya baru akan ia ambil di cafe Hyukjae nanti jadi terpaksa Jaemin meminjam pakaian Jeno lagi.

"Kau tidak mau kuantarkan?"

"Hyungmu yang akan mengantarkanku. Lagipula kau akan pergi dengan Jisung bukan? Tentang kontrakmu itu."

Jeno menganggukkan kepalanya hari ini ia memang akan pergi dengan Jisung ke kantor agensi untuk mengurus kontrak "Setelahnya aku akan menjemputmu disana tunggu saja aku di cafe."

"Aku baru ingin menawarkan diri untuk menyusulmu setelah mendapat pakaian kerjaku."

"Tidak perlu, beristirahatlah.." Jeno memasukkan ponselnya pada tas kecil yang akan dibawanya kemudian mendekati Jaemin dan mengelus surai coklatnya.

"Kau yakin Jeno-ya?"

"Tentu, aku akan baik-baik saja dan segera menjemputmu jadi tunggu saja aku disana."

Mau tak mau Jaemin menurut dan menganggukkan kepalanya sebuah sentuhan hangat di pipinya membuat Jaemin tersenyum menatap Jeno yang sedari tadi tak pernah lepas menatap Jaeminnya, "Kau sudah siap?"

"Ya..."

Jaeminpun memakai sepatu milik Jeno sebelum ia mengikuti pria itu keluar dari kamar sambil memperhatikan cara jalan Jeno yang sedikit tertatih, kekehan kecil keluar dari bibirnya karena melihat hal tersebut.

Namun kekehan itu hilang saat Jaemin melihat bayangannya sendiri yang juga melangkah tertatih saat ini, dirinyapun terlihat aneh sekarang ketika berjalan. Lain kali ia akan berpikir sekian kali untuk melakukan hal yang berhubungan dengan ranjang, jika akhirnya hanya akan membuat dirinya dan Jeno melangkah dengan aneh seperti ini.

"O.. Jaemin-ah.."

Jaemin menoleh ketika mendengar panggilan dari orang yang dikenalnya, Mark. Pria itu berlari perlahan menghampiri Jaemin "Kemana pakaianmu? Apa kau menginap? Donghyuk mengatakan... Hmmp!" Belum selesai Mark berbicara mulutnya sudah dibekap dengan kuat oleh Jaemin.

"Aku menginap, sekarang aku akan mengambil pakaianku di cafe Hyukjae Hyung.."

"Lalu bagaimana dengan Jeno-ssi?"

"Dia akan pergi dengan Jisung hari ini, anggap saja aku sedang mengambil cuti libur satu hari." Jaemin menoleh kebelakang berharap Jeno masih berada di belakangnya namun nihil sepertinya Jeno sudah melangkah menjauh dan mengira Jaemin mengikuti langkahnya.

"Baiklah, aku akan ke cafe sekarang. Ajaklah Donghyuk-ssi berkeliling Seoul, bukankah kau sangat ingin membawanya ke atas Namsan?"

Mark terkekeh ia mengangguk dengan cepat, mungkin Donghyuk tidak tahu bahwa Mark sudah membuat daftar list yang panjang, pria ini sudah memikirkan tempat apa saja yang akan didatangi olehnya dengan Donghyuk nanti saat mereka pergi berkencan.

"Berhati-hatilah, hubungi diriku jika sesuatu terjadi.."

Jaemin mengangguk dan segera beranjak sambil melambai pada Mark, ia menyusul kemana langkah Jeno terakhir ia lihat tadi, namun dirinya tetap tak menemukan Jeno diruang tengah. Begitu menuruni tangga dirinya hanya melihat Donghae yang tengah meminum tehnya dipagi hari ditemani Renjun dan Jungwoo diruang tengah.

Bisa Jaemin lihat Jungwoo sedang menahan senyumannya saat melihat Jaemin, pasti pria cantik itu ingin mentertawakan dirinya karena masalah suaranya dan Jeno yang mungkin saja menganggu seluruh penghuni mansion semalaman.

"Minumlah.." Renjun mendorong satu cangkir gingseng panas yang tak memiliki pemilik di atas meja hitam berbentuk persegi panjang diruang tengah namun bukan digunakan untuk makan melainkan untuk rapat.

"Kau pasti kedinginan karena tak berpakaian hingga subuh, gingseng baik untuk menghangatkan bagian dalam tubuhmu. Tenggorokanmu pun pasti sakit saat ini."

Ucapan panjang Renjun membuat Jaemin mencoba berdehem perlahan, jika diingat-ingat memang suaranya sedikit serak saat berbincang dengan Mark tadi. Namun tetap saja, cara Renjun menawarinya gingseng benar-benar membuat seluruh tubuhnya terasa panas.

"Kau jangan menahannya Jungwoo Hyung, jika ingin mengatakan sesuatu katakan saja.." Renjun melihat Jungwoo setengah mati menahan diri untuk tak terkekeh saat melihat bagaimana cara berjalan Jaemin dan Jeno.

"Aku bisa menahannya.. aku hanya penasaran dengan cara berjalan kalian berdua yang aneh setelah kejadian kemarin malam, apa kalian... bergantian?" Ia bisa menahan rasa penasaran sebenarnya, tapi yang membuatnya gatal ingin terkekeh dan bertanya adalah cara berjalan keduanya.

Oh isi kepala Jungwoo sudah penuh dengan rentetan adegan ranjang diantara Jaemin dan Jeno semalaman, belum lagi suara mereka yang menggema hingga keluar dari kamar.

"Maafkan aku, tak kusangka suaraku dan Jeno terdengar hingga keluar." mengesampingkan rasa malu Jaemin meminum gingseng hangat tersebut sambil menjawab Jungwoo sekaligus meminta maaf pada penghuni mansion yang merasa terganggu dengan kejadian semalam.

"Sudahlah, tidak perlu membahas apa yang terjadi kemarin malam.. Jika kau sudah siap ayo kita berangkat, Jeno pun sudah berangkat dengan Jisung barusan."

Jaemin menghabiskan teh gingsengnya dengan cepat, ia enggan menatap Renjun yang sedari tadi menatapnya dengan tatapan tak suka. Jadi setelah meletakkan kembali gelas yang sudah kosong diatas meja Jaemin segera kembali berdiri. Ia ingin segera bertemu dengan Jinhyuk dan juga dengan Hyukjae. "Aku sudah siap.."

Jisung membawa mobil Jeno sambil menerima panggilan dengan menggunakan earphone blutooth ditelinganya, ia mendapat panggilan dari Chenle yang sudah mulai bekerja di kedainya sejak beberapa hari lalu.

"Kau letakkan saja laporan yang kau kerjakan dimeja, nanti akan kuambil saat kesana dan memberikannya pada Hyungku..." jelas Jisung agar pria bersurai pink itu tidak bingung dengan apa dan bagaimana kedai ini bekerja.

"Hanya itu?"

"Iya, hanya itu. Aku akan kesana nanti siang, jadi kau tunggu saja disana."

"Baiklah.."

Hampir saja keduanya mematikan panggilan telepon andai saja Chenle tidak mengajukan sebuah pertanyaan secara tiba-tiba "Apa kau ingin makan siang bersama Jisung-ah?"

"Tentu... Jadi tunggu aku kesana ya.."

Setelah berpamitan Jisung kembali fokus pada jalanan di hadapannya ia bahkan menghiraukan Jeno yang berada disebelahnya dan sedari tadi tengah menatapnya dengan raut penasaran.

"Waaah pria bernama Chenle itu, apa kau tertarik padanya?" Tanya Jeno langsung pada pertanyaan inti membuat Jisung tidak dapat menyembunyikan senyum di wajahnya namun ia segera sadar beberapa detik kemudian.

"Jangan bercanda Hyung, dia temanku. Chenle teman terdekatku saat ini, bahkan mungkin satu-satunya."

"Ck..." Jeno kembali bersandar pada kursi yang didudukinya, ia terpaksa menelan rasa penasaran karena Jisung sepertinya dengan bodoh masih menyangkal perasaannya sendiri.

"Kau menyangkalnya... padahal sangat jelas terlihat.." Gumamnya tanpa didengar oleh Jisung.

"Turunlah nanti bersama denganku Hyung, aku akan mencari tempat parkir.." Ucap Jisung saat melihat gedung agensi Jeno sudah berada didepan mata.

Keduanya melewati gedung agensi tersebut guna mencari tempat parkir melewati beberapa orang berpakaian serba hitam yang membawa tas hitam dipunggung mereka yang berdiri didepan gedung agensi Jeno kemudian berpencar dan salah satunya memasuki gedung agensi.

Twisted


Tas tenteng yang cukup besar berwarna hitam tengah berada di atas meja cafe milik Hyukjae, sang pemilik kini tengah berada diluar bersama dengan Donghae sedangkan Jungwoo dan Lucas berada di dapur membiarkan Jaemin agar bisa berbincang dengan Jinhyuk, Hyung yang mengantarkan pakaiannya.

"Itu semua pakaianmu untuk beberapa hari kedepan. Kukatakan pada yang lainnya bahwa kau harus menemani Jeno keluar kota namun aku tidak bisa membohongi Hyukjae.. Mungkin kau harus memberikan penjelasan padanya, nanti."

Awalnya Jaemin hanya diam, ia bingung harus memulai pembicaraan darimana jika melihat Jinhyuk kilasan ingatan pertengkarannya dengan Lami kemarin malam akan kembali teringat dikepalanya secara otomatis.

Ia membentak Lami, ia bertengkar dengan gadis yang selalu di perlakukan istimewa olehnya selama ini. Bahkan saat ini setiap mengingat gadis itu hanya ada denyut sakit karena merasa bersalah bukan debaran berbunga-bunga seperti dahulu.

"Aku akan menjelaskan pada Hyukjae Hyung nanti selagi menunggu.."

"Menunggu?"

"Jeno akan menjemputku nanti.."

"Ah.." Jinhyuk berusaha membangun pembicaraan namun sulit rasanya jika biasanya sang adik yang biasanya sangat bawel saat ini merasa canggung dihadapannya.

"Kau dan Jeno... apa yang Lami katakan itu benar?"

".............."

"Aku bukan ingin menilai atau menghakimimu Jaemin-ah, kaupun berhak bahagia jika lelaki itu memang kebahagiaanmu. Tapi aku ini Hyungmu Jaemin-ah, aku ingin tahu apa yang kau rasakan terhadapnya."

Masih hening, kedua netra Jinhyuk menatap Jaemin berharap mendapatkan sebuah jawaban sedangkan pria yang ditatap olehnya sibuk menatap jemarinya sendiri di atas meja cafe.

Namun tak lama bibirnya terbuka, ia mendongak menatap Jinhyuk "Sepertinya aku memang menyukainya.. Nama dan wajahnya memenuhi seluruh isi kepala dan benakku. Bahkan saat membencinya saja aku masih tak bisa menghilangkan wajahnya dari kepalaku." Jawab Jaemin tanpa jeda, pertama kali seumur hidupnya ia menyatakan apa yang tengah dirasakannya pada seseorang berbeda saat ketika ia menyukai Lami dahulu, Jaemin hanya memendamnya seorang diri.

"Walau dia makhluk mengerikan sekalipun? Yang mengigit dan menghisap darah dari lehermu?"

Jaemin kembali menyentuh lehernya, Jinhyukpun bisa melihat dengan jelas luka bekas gigitan di leher Jaemin yang kemari malam dipermasalahkan oleh Lami "Dia hanya Lee Jeno, dia bukan makhluk apapun."

"Mungkin tepatnya, kau tak perduli lagi dia itu apa... Jaemin-ah.." Jinhyuk menghela nafasnya perlahan kemudian mengeluarkan sebuah amplop coklat yang berukuran a4 dari tas ranselnya lalu menyerahkannya pada Jaemin "Ini hasil investigasiku atas permintaanmu, sesungguhnya sudah ingin kuberikan kemarin padamu tapi waktunya tidak tepat."

Begitu kertas tersebut berpindah Jinhyuk kembali melanjutkan ucapannya yang terjeda "Aku menemukan kejanggalan dengan wajah dan identitas yang mereka gunakan, setelah kuselidiki memang mereka semua sudah menggunakan identitas palsu dengan wajah yang sama sejak beberapa ratus tahun lalu...."

Kedua mata sipit Jinhyuk menatap Jaemin yang mengeluarkan kertas hasil investigasinya, tertulis disana nama siapa saja yang pernah mereka gunakan tinggal dimana saja mereka dan yang paling mencolok adalah wajah mereka yang tak pernah berubah walaupun mereka mengganti nama mereka setiap 50 tahun sekali.

"Tapi sepertinya kau sudah tahu hal itu sekarang.."

Sudut bibir Jaemin terangkat saat melihat wajah Jeno, ada banyak nama yang ia gunakan sebelum kembali ke nama aslinya Lee Jeno bahkan termasuk Jeno Lee ketika ia bekerja di Paris sebagai model. Awalnya ia masih bertanya-tanya, masih memastikan benarkah atasannya itu memang orang yang sama dari masa lalunya?

Namun saat Jeno mencium dirinya dan menghisap darahnya untuk yang pertama kali, disaat itulah ia sadar bahwa pria ini memang orang yang sama dengan pembunuh ayahnya.

Jaeminpun menyudahi memori lalunya, ia pun berhenti melihat beberapa potret Jeno yang selama ini tertangkap kamera CCTV di berbagai kota di Eropa, catatan kriminalnya bersih, Jenonya memang bukan orang jahat.

"Bagaimana dengan Park Jaemin? Kau menemukan sesuatu tentangnya?"

Walau ia sudah mencuri dengar pembicaraan di dapur saat itu namun tetap saja ia penasaran akan kebenaran yang sebenarnya, terutama semirip apa wajahnya dengan wajah Park Jaemin, pria yang pernah dicintai Jeno dan pernah mengorbankan nyawanya bagi Jeno.

"Ada dibagian paling belakang.."

Jaemin segera memeriksa kertas bagian belakang dan menskip beberapa kertas dibagian depan, "Tak ada yang bernama Park Jaemin dalam daftar pekerja Mansion Lee. Namun hanya ada satu orang bermarga Park disana 'Park Jisung' dia bekerja sebagai pengawal pribadi Lee Jeno diera kerajaan Joseon."

"Lalu Jisung-ssi?"

"Ah.. dahulu Jisung adalah pengawal pribadi Jeno, setelah kakaknya meninggal Donghae Hyung dan Jeno mengangkatnya menjadi bagian keluarga Lee."

Ingatannya terlempar kembali pada ucapan Donghyuk yang dengan polosnya tanpa sadar menceritakan tentang Jisung yang dahulu bekerja sebagai pengawal pribadi Lee Jeno. "Sekarang ucapan itu masuk akal."

Jinhyuk menunjukkan sebuah kertas lain lagi yang berisikan data tentang Park Jisung dari seluruh penghuni Mansion Lee hanya datanya yang cukup lengkap ia pun sangat jarang mengganti identitasnya, karena terlalu sering melakukan investasi saham dan valuta asing yang tidak terlalu menguras waktu dengan pergi ke kantor yang membutuhkan data pribadi.

"Dia seorang pengrajin tembaga pemula, namun ia menjadi pengawal pribadi Lee Jeno dan pindah memasuki Mansion Lee. Kedua orangtuanya dihukum mati atas tuduhan menyelamatkan pemberontak, dan dia memiliki kakak laki-laki bernama Park Jaemin."

'Deg!!'

Jadi begini rasanya benar-benar terkejut saat hampir mengetahui sebuah kebenaran yang sudah berada didepan mata, rasa penasarannya berganti menjadi rasa takut yang mendalam sembari tetap mendengar ucapan panjang Jinhyuk.

"Namun Park Jaemin dikatakan tewas dihukum mati oleh pemerintah dengan alasan yang sama dengan kematian orangtuanya, gelar siswa kehormatannya dicabut dan kediamannya dibakar bersamaan dengan hari dimana Mansion Lee di bakar dan hampir seluruh penghuninya tertangkap."

"Apa maksudmu dengan Mansion Lee terbakar?"

Jinhyuk kembali menunjuk laporan yang dibawanya "Disini dijelaskan bahwa Park Jaemin ditangkap karena membantu Lee Donghae menyembunyikan sisa keluarga pemberontak Georyeo."

Jaemin terdiam...

Apa hanya karena hal itukah dirinya meregang nyawa? Tapi mereka berkata bahwa Park Jaemin menyelamatkan Jeno. Apa yang sebenarnya terjadi disana saat itu dan tak tertulis dalam sejarah.

"Kau akan terkejut melihatnya, karena dirikupun terkejut. Saat kutelusuri, kutemukan seseorang yang masih menyimpan potret lukisan wajah Park Jaemin yang tersimpan di Mansion Lee dan tidak sempat terbakar ataupun disita oleh negara saat itu."

Jemari Jinhyuk menarik lagi selembar kertas dan menunjukkan cetakan foto di selembar kertas ia memotret lukisan tersebut dengan detail dibagian wajahnya "Kau lihat Jaemin-ah. Kalian memiliki nama dan wajah yang sama..."

Kedua mata Jaemin membulat, ia benar-benar melihat garis wajah dalam lukisan tersebut serupa dengan wajahnya, dirinya dan Park Jaemin sama-sama memiliki senyum yang lebar, mata bulat dengan tatapan ramah dan mengenakan hanbok merah dengan sebuah gat dikepalanya, ia benar-benar seperti melihat cerminan dirinya dalam lukisan itu. Jaemin mengamati tulisan aksara Cina dibagian bawah lukisan tersebut dan melafalkannya perlahan "Lee Jeno."

Yang melukis wajah Park Jaemin adalah Jeno?

Jujur saja saat ini Jaemin merasa sakit dan senang disaat yang bersamaan, dada kirinya berdenyut kuat. Bagaimana jika dirinya hanya seorang yang mengantikan posisi seseorang dalam hati dan hidup Lee Jeno? Tapi tidak bisa dibohongi kalau dirinya pun merasa senang, jika memang dirinya adalah reinkarnasi Park Jaemin maka ia akan merasa bangga karena Jeno selama ini masih menunggunya dan masih mencintainya.

"Kau baik-baik saja, Jaemin-ah?"

"Ya... aku baik-baik saja... akupun terkejut." Jaemin meletakkan selembar kertas tersebut diatas meja, ia akan menanyakan pada Donghae apa yang sebenarnya terjadi pada Park Jaemin. Itu lebih baik daripada bertanya pada Jeno yang mungkin akan enggan membuka mulutnya untuk bercerita.

"Penjelasan lainnya ada disini, kau bisa melihatnya lagi saat sudah berada dirumah. Bacalah perlahan, bukan untuk membuatmu ragu dengan Lee Jeno, namun agar kau lebih mengenalnya dan keluarganya."

Jaemin mengangguk patuh ia memutuskan untuk kembali memasukkan beberapa lembar kertas tersebut kembali kedalam amplop cokelat kemudian menyimpan amplop itu kedalam tas hitam yang berisi pakaiannya.

"Aku akan membacanya lagi... bagaimana keadaan panti? Apa tak apa jika kutinggalkan? Aku takut dirimu dan Hyukjae Hyung kesulitan menjaga anak-anak.."

"Tenang Jaemin-ah, kami bisa menangani semuanya. Donghae-ssi akan datang mampir nanti dan membantu itu yang dikatakan Hyukjae tadi padaku."

"Kau butuh waktu untuk menghibur dirimu sendiri."

"Ya... Sepertinya begitu Hyung.."

'BOOM!!'

Kedua pria itu saling menatap saat mendengar suara ledakan yang sangat besar dari luar cafe, insting keduanya sebagai bodyguard dan polisi muncul begitu saja.

Jaemin melangkah mendekati pintu cafe dan melihat Donghae serta Hyukjae baru saja kembali terlihat Donghae menarik Hyukjae mendekat padanya agar terhindar dari apapun yang meledak tadi, insting Donghaepun mengatakan itu adalah hal yang buruk.

"Kalian tidak apa-apa?"

"Kami baik-baik saja, entah darimana suaranya namun aku tidak melihat dan merasakan kerusakan apapun disekitar sini." Donghae mendorong Hyukjae pada Jaemin "Bawa dia kedalam, pastikan Jungwoo juga tetap didalam, aku akan memeriksa sekitar."

"Donghae-ya, tapi itu berbahaya." Hyukjae menahan lengan Donghae membuat pria itu mengagalkan niatnya untuk segera pergi.

"Hanya sebentar, lagipula tidak akan ada yang bisa melukaiku apalagi membunuhku."

Donghae segera pergi, ia penasaran dengan apa yang terjadi. Lebih tepatnya darimana suara ledakan itu berasal bahkan bisa membuat tanah yang dipijaknya bergetar.

"Ayo masuk Hyung.."

Mau tak mau Hyukjae pun masuk kedalam, disaat-saat seperti ini ia menyesal tidak pernah berlatih beladiri seumur hidupnya. Ia tidak sekuat Jaemin ataupun Jinhyuk yang bisa membela diri mereka sendiri dan orang lain disekitarnya.

Begitu keduanya masuk mereka lihat Lucas sedang menghidupkan televisi untuk melihat berita, kedua mata manusia yang berada didalam cafe tersebut fokus pada berita di layar televisi hanya Jinhyuk yang sedang sibuk menghubungi Siwon namun tak ada yang mengangkat ponsel tersebut.

"..... Ledakan dari kantor kepolisian Gangnam..."

Berita tersebut membuat Jinhyuk, Jaemin dan Hyukjae membulatkan kedua mata mereka, bahkan ponsel yang berada dalam genggaman Jinhyuk merosot jatuh hingga menghantam lantai Cafe.

"... Kepolisian Gangnam?" Lucas membeo, ia menatap Jihyuk, Hyukjae dan Jaemin bergantian.

"...... Siwon Hyung."

Jinhyuk dan Jaemin segera berlari keluar dari Cafe setelah menitipkan Hyukjae yang terlihat lemas usai melihat berita tersebut pada Jungwoo dan berpesan pada Lucas agar menjaga Hyukjae selama mereka pergi. Keduanya menggunakan mobil Jinhyuk segera menuju Gangnam untuk melihat keadaan kantor polisi tempat dimana Jinhyukpun juga bekerja.

Begitu sampai Jinhyuk memarkirkan asal mobilnya, mereka segera turun dan berlarian kearah gedung kepolisian yang rusak parah dan mengeluarkan banyak asap yang mengebul kelangit-langit, suara sirene yang bergema disekitar membuat mereka ketakutan dalam diam.

Keduanya membantu beberapa orang yang tertimpa puing rangka bangunan yang hancur sambil perlahan mencari keberadaan Hyung tertua mereka, "Jinhyuk-ah? Jaemin-ah?"

Suara dari belakang membuat keduanya menoleh dan segera berlari berhambur memeluk Siwon bersamaan. Karena berita itu mereka pikir Siwon sudah berada dibawah tumpukan puing.

Melihat kedua saudaranya seperti ini Siwon hanya bisa membalas pelukan kedua adiknya itu sambil mengelus sayang puncak kepala mereka "Aku tak apa-apa.."

Jaemin memeriksa baik-baik keadaan Siwon ia hanya melihat lecet di lengan hyungnya itu dan sedikit luka di pelipis "Aku benar-benar takut kehilanganmu Hyung.."

"Kau tahu aku sangat kuat Jaemin-ah.."

Jinhyuk menatap sekeliling penasaran "Ada apa sebenarnya?"

"Sepertinya teroris, 10 menit sebelum ledakan resepsionis menerima panggilan ancaman bom namun saat kami sedang mencari dan menyisir sekitaran gedung, bom tersebut meledak. Kudengar barusan ada telfon gelap lagi yang mengatakan akan ada penembakan di agensi MDS Entertainment, aku sudah..."

'Deg deg deg deg'

Jaemin tidak lagi mendengar ucapan Siwon ia mencengkram lengan Siwon agar berhenti berbicara "Dimana katamu Hyung?"

"MDS Entertainment."

Jaemin melepas cengkramannya ia benar-benar lemas seharusnya dia yang pergi dengan Jeno bukan Jisung, ".. Jeno.." dengan langkah gontai Jaemin segera beranjak pergi meninggalkan Jinhyuk dan Siwon.

"Jaemin-ah?! Mau kemana dia?"

"Kau sudah mengirimkan bala bantuan bukan kesana?"

"Tentu saja, ada apa?"

"Lee Jeno, pria yang kuceritakan padamu. Dia berada ditempat itu. Jaemin pasti kesana untuk pria itu."

Twisted


Langkah kaki panjang milik Jaemin berlari keluar dari reruntuhan gedung kepolisian Gangnam, ia berlari kearah gang kecil yang bisa menjadi jalan pintas menuju jalan lainnya yang terhubung dengan gedung agensi yang didatangi oleh Jeno.

Ada rasa khawatir berlebih didadanya saat tahu Lee Jeno berada dalam bahaya besar apalagi saat ini yang bersama dengan pria itu Jisung, adiknya.

Hhh bagaimana bisa Jaemin dengan mudah berpikir bahwa Jisung adalah adiknya, walau dirinya menyebalkan tapi Jisung tidak pernah bersikap kurang mengenakan padanya. Jisung seperti tetap menaruh rasa hormat padanya. Dan itu sudah cukup menjadi alasan baginya untuk menganggap Jisung sebagai adiknya.

Ia hiraukan nyeri dipinggul belakangnya yang terpenting ia bisa sampai di tempat Jeno berada dengan cepat, namun saat Jaemin berlari keluar dari gang kecil sebuah mobil berhenti mendadak dan menghalangi jalannya.

"Kau ingin sampai kesana saat terlambat eoh? Naik Na Jaemin!"

Jaemin menghela nafas lega ia melihat Jinhyuk didalam mobilnya sambil membuka pintu dari dalam untuk dirinya. Tanpa berpikir panjang Jaemin segera naik dan mobil jeep hitam itu segera melesat pergi menuju MDS Entertainment.

Sedangkan di dalam gedung agensi Jeno dan Jisung kini terpisah mereka memutuskan untuk menyelamatkan beberapa orang yang terjebak dibawah meja kerja dan menuntun mereka untuk turun melewati tangga darurat, bersyukur Jisung sudah berjaga dibawah jadi tidak akan ada satu orangpun dari kawanan teroris itu bisa masuk lewat tangga tersebut.

Sekali lagi Jeno menyusuri lantai 10 memastikan tidak ada yang tertinggal, ia pun menyusul menuruni tangga bersamaan dengan para pekerja yang cukup terkejut melihat Jeno berani bergerak untuk menyelamatkan mereka.

"Perlahan, jangan bersuara." Pinta Jeno saat mereka sudah berada dilantai 3 sangat dekat dengan tempat dimana para penembak tersebut berpusat.

Bersyukur dirinya sampai dan sudah berada didalam gedung sebelum penembakan terjadi dilantai dasar, ia hanya merasakan gedung agensinya bergetar saat ledakan besar terjadi tadi.

Dan tak lama ia dan Jisung mendengar bahwa gedung agensi mereka tengah di bajak oleh komplotan teroris dan akan melancarkan tembakan dalam 20 menit jika permintaan mereka tidak dikabulkan.

Namun Jeno dan Jisung mengambil resiko untuk mengeluarkan semua pekerja sebelum waktu yang ditentukan datang, hanya tinggal beberapa pekerja dari lantai 10 yang harus mereka selamatkan, dan hanya tinggal beberapa jengkal lagi sebelum mereka sampai dilantai bawah, beruntung pintu darurat ini terhubung dengan bagian belakang gedung, dan bodohnya mereka para teroris tidak tahu akan hal itu.

'Braaak!'

Suara pintu dari lantai atas terdengar terbuka, Jeno memberi aba-aba untuk tetap diam dengan menempelkan telunjuk pada bibirnya, kemudian menggerakkan tangannya agar mereka mengikuti perintahnya untuk bersandar pada dinding dan menjauhi bagian tengah tangga.

"Mereka tidak ada disini, cari dilantai paling atas atau atap, mereka pasti bersembunyi disuatu tempat jika menemukan mereka tembak kepalanya."

"Hmmphh!"

Seorang wanita hampir berteriak karena terkejut mendengar ucapan salah satu pelaku teroris yang terdengar ditelinganya namun ia menahan mulutnya sendiri dengan tangan, ia gemetar ketakutan menahan tangisan karena belum siap untuk mati muda.

Jeno merasa keadaan sudah sedikit aman, ia menggerakkan mulutnya dan jemarinya meminta mereka mulai berjalan perlahan dengan merambat pada dinding, hanya tinggal 2 lantai lagi maka mereka semua akan selamat.

Ketika mereka melewati lantai 2 menuju lantai 1 tiba-tiba saja pintu terbuka sebuah tangan muncul dan mulai menembakkan secara asal beruntung tidak ada yang terluka karena Jeno dengan cepat mematahkan tangan orang tersebut dan menendangnya agar kembali masuk kedalam.

"Cepat lari dan segera keluar jangan menoleh kebelakang." Perintah Jeno dan dituruti oleh pekerja yang berjumlah hampir 10 orang tersebut.

Jeno baru saja berbalik berniat untuk kembali menutup pintu namun perutnya ditendang dengan kuat hingga ia terpental dan berguling jatuh ditangga.

Jujur saja ia tidak merasakan sakit ditubuhnya, hanya sedikit merasa geli bahkan walaupun ia tertembak sekalipun dirinya tak akan tewas begitu saja. Jeno segera bangkit sebelum seorang teman dari penyerang yang ia patahkan tangannya tadi menginjak tubuhnya ia menahan kaki besar tersebut dan terlibat sedikit perkelahian ditangga.

"Dimana Hyungku?" Jisung bertanya karena penasaran, semua karyawan sudah keluar namun Jeno tidak terlihat sama sekali. Ia mengintip dari balik pintu dengan telinganya Jisung bisa menebak Hyungnya tengah berkelahi cukup sengit diatas sana, ia hampir melangkah masuk tapi cengkraman erat seorang wanita yang sudah menangis terisak membuatnya mengurungkan niatnya.

Hyungnya tak akan mati dengan mudah tapi tidak dengan wanita ini, Jisungpun membantu para pekerja itu untuk segera pergi dari gang kecil tersebut menuju jalan keluar tempat yang cukup aman dimana polisi menunggunya.

Namun ketika ia sampai dua polisi yang seharusnya menunggu dan menjemput para pekerja ini justru sudah terbaring diatas aspal dalam keadaan tidak sadarkan diri. Ada dua orang pria disana dengan tubuh yang lebih besar dari Jisung berdiri didepannya dan terlihat sangat marah karena merasa dibodohi oleh Jisung serta Jeno karena keduanya berhasil menyelamatkan para sandera dengan mudah.

"Berlindunglah, pastikan tempat itu aman." Ucap Jisung pada para karyawan tersebut, ia segera membuka jas abu-abu yang digunakannya lalu melemparnya asal ia sudah siap untuk berkelahi, sudah berapa lama sejak dirinya terakhir berkelahi, sepertinya saat masih berada di Eropa.

Jisung menghindari serang demi serangan yang bertubi-tubi dilayangkan padanya, tangannya tidak bisa menyerang karena ia harus menahan setiap pukulan yang diterima olehnya dan hal ini mulai terasa menyebalkan.

Jeep milik Jinhyuk berhenti didepan gedung yang sudah dikepung oleh polisi, gedung tersebut sudah di kuasai oleh teroris didalam sana. Jaemin meremas rambut auburnnya dengan frustasi bagaimana dengan Jeno didalam sana, apa dia bersembunyi?

Jinhyuk menepuk punggung Jaemin agar adiknya itu mengikutinya untuk menghampiri petugas yang berada disana. Sambil menunjukkan identitasnya Jinhyuk bisa memasuki area yang dibatasi untuk sipil.

"Apa yang terjadi, kenapa belum ada pergerakan masuk kedalam?"

"Kami tidak bisa masuk kedalam, ada 2 orang yang sedang diam-diam mengeluarkan para sandera dari dalam. Hanya kurang beberapa orang lagi lalu kami bisa masuk kedalam."

"Kau percaya?"

"Sudah 5 mobil kembali membawa sandera hanya tersisa 1 mobil disana menunggu sandera terakhir."

Jaemin dan Jinhyuk saling melempar tatapan penuh tanya "Kau tahu siapa 2 orang tersebut?"

Salah satu polisi tersebut enggan menjawab pertanyaan Jaemin namun melihat anggukan Jinhyuk diapun akhirnya menjawab "Salah satu model yang bekerja disini, Lee Jeno anak buahku dan korban yang diselamatkan mengatakan Lee Jeno dan Adiknya yang menyelamatkan mereka."

"Dimana mereka?"

"Mereka menggunakan jalur pintu darurat yang langsung menembus ke gang sempit dibelakang gedung.."

Jaemin segera berlari melewati gedung menuju gang sempit dibelakang gedung ia harus memastikan sendiri Jeno dan Jisung baik-baik saja.

"Kirimkan bantuan kesana sekarang juga, jika mereka selesai menyelamatkan sandera kita bisa masuk melewati pintu belakang." Jinhyuk segera menyusul Jaemin yang sudah berlari dengan cepat, ia baru tahu anak itu bisa berlari dengan cepat hari ini.

Jisung terpojok dengan pukulan keras yang menyerangnya berkali-kali, ia tidak bisa hanya terus menahan serangan tanpa menyerang para teroris sialan ini.

Terpaksa Jisung membiarkan dirinya dipukul hingga ia bisa menahan tangan tersebut kemudian mematahkannya lalu menendang salah satu dari penyerangnya, melompat tinggi lalu menendang kepala penyerang itu hingga terkapar tak sadarkan diri diatas aspal.

Jisung kembali bangkit berdiri namun ia merasa ada sesuatu yang menempel di bagian belakanh kepalanya "Apa kau sedang pamer kehebatan? Kau pikir kau bisa menang berdua dengan pria busuk itu dan membatalkan rencana kami?" Salah satu penyerang lainnya menodongkan pistol dikepala belakang Jisung membuat pria itu mau tak mau tetap diam ditempat.

Walau ia tahu dirinya tidak akan mati dengan mudah tapi tak ada yang pernah mencoba melubangi kepala mereka dengan senapan sebelumnya dan mencari tahu apakah mereka berakhir tetap hidup atau tewas.

'Braaak!'

Jeno melempar pria yang tadi berkelahi dengannya hingga merusak pintu belakang kedua matanya terlihat memerah saat ini, ia hampir kehilangan kendalinya andai saja ia tak ingat dirinya tak boleh membunuh, ia hanya membuat pria besar itu merasakan sedikit rasa ngilu di tubuhnya.

Perhatian dari sipemilik pistol teralihkan disaat itulah Jisung berbalik dan menyerang, satu pukulan dua pukulan ia membuat teroris tersebut melangkah mundur dengan tinjunya yang tidak berhenti.

Dengan satu tendangan ia berhasil membuat pria bertubuh besar itu terjungkal kebelakang "Hah! Menyusahkan..." Jisung segera mendekati Jeno dan menariknya agar menjauh dari teroris yang sudah tidak sadarkan diri tersebut.

"Keluarlah, kita pergi dari sini sekarang juga."

Beberapa karyawan yang bersembunyi tadi segera keluar dan berlari kearah yang ditunjuk Jisung jika mereka berlari keluar dari gang ini mereka akan segera menemukan jalan besar dengan kumpulan polisi disana.

Mereka berpapasan dengan Jaemin yang berlari dengan kencang menghampiri Jisung serta Jeno yang melangkah sedikit tertatih "Jeno!"

Keduanya menoleh, perlahan mata merah Jeno berubah kembali menjadi coklat ketika mendengar namanya dipanggil "Jaemin?" Ia terkejut melihat Jaemin berada disini apalagi pria itu terlihat khawatir bahkan masih berlari menghampirinya.

Langkah Jaemin yang awalnya melambat kian cepat berlari saat ia melihat pria dibelakang Jisung dan Jeno yang tadinya terkapar kemudian duduk dan menodongkan pistolnya pada kedua pria itu.

"Awas!!"

Jaemin mendorong Jisung agar menjauh hingga jatuh terduduk diaspal kemudian memeluk Jeno sembari mengganti posisi mereka berdiri menjadi dirinya yang membelakangi si penembak bersamaan dengan suara letusan timah panas yang kini bersarang di tubuh Jaemin.

"A-aakhh.."

Ia tidak pernah tertembak sebelumnya, Jaemin tak pernah tahu rasanya tertembak adalah sesakit ini perlahan ia melepaskan pelukannya pada Jeno tubuhnya perlahan merosot hingga terjatuh dan tergeletak diatas aspal dengan darah yang mengalir dari tubuhnya, bahkan hoodie putih yang digunakan Jaemin kini perlahan berubah dengan warna darah.

'DOOOR!!'

Sipenembak itu meregang nyawa saat Jinhyuk datang dan menembak kepala pria bertubuh besar itu dari kejauhan, sial.. dia terlambat kah?

"J-Jaemin?"

Jeno segera berlutut saat ia sadar apa yang baru saja terjadi dalam waktu yang singkat tadi, apa yang dilakukan Jaemin? Kenapa harus terjadi hal seperti ini lagi?? Ia menarik tubuh Jaemin yang sudah tidak sadarkan diri dalam dekapannya "Panggil bantuan!!!"

"Panggil bantuan segera SIALAN!!" Jeno bahkan sampai membentak Jinhyuk dan Jisung yang berniat mendekatinya dan Jaemin.

Jinhyukpun menghela nafasnya ia melihat beberapa polisi datang untuk segera masuk kedalam gedung sedangkan dirinya memanggil bantuan medis agar segera datang dan bisa membawa Jaemin ke rumah sakit sekarang juga.

Jeno, Jisung dan Jinhyuk duduk dalam diam di koridor rumah sakit, Jeno bahkan belum membersihkan darah Jaemin dari tangannya. "Hyung, kuantar membersihkan diri bagaimana?" Tawar Jisung, ia tidak tahu apa yang harus dibicarakan dengan Jeno usai kejadian tadi karena Jeno hanya diam sambil menatap kedua telapak tangannya yang penuh dengan darah.

Dirinyapun terkejut namun ia yakin Jeno jauh lebih terkejut dan terpukul daripada siapapun diruangan ini, Jisungpun tak menyangka akan dua kali melihat Jeno diselamatkan oleh Jaemin. Namun beruntung kali ini bukan panah beracun, ia yakin operasi pun akan bisa menyelamatkan Jaemin dari mara bahaya dihadapannya.

Jeno menggeleng, ia sama sekali tak berniat untuk beranjak sebelum tahu bagaimana keadaan Jaemin didalam sana. Seharusnya Jeno lebih peka, seharusnya Jeno tidak membiarkan Jaemin menjadikan tubuhnya sendiri tameng untuk melindungi Jeno, apa pria itu lupa siapa Jeno sebenarnya?

"Seharusnya dia tak perlu melakukan itu, seharusnya dia tidak berada didalam sana saat ini."

Jinhyuk menoleh menatap Jeno dari samping, pria itu terlihat frustasi seolah-olah mengalami hal buruk yang terjadi lagi dalam hidupnya. "Dia terlalu menyukaimu..." Ucapan Jinhyuk mengundang atensi Jeno serta Jisung.

"Na Jaemin, adikku. Dia terlalu menyukaimu, dia terlalu mengkhawatirkanmu.. Siapapun dirimu sebenarnya, baginya kau adalah Lee Jeno.."

Ingatannya kembali pada perbincangannya dan Jaemin kemarin malam didalam kamarnya tentang siapa dirinya dimata Jaemin.

"Lee Jeno... Kau adalah Lee Jeno, cukup ingat itu didalam kepalamu. Kau..." Jaemin menunduk dan mendapati Jenopun tengah menatapnya dengan tatapan tajam miliknya "... bukan penghisap darah, kau bukan vampire.. Kau Lee Jeno.."

"Apa itu diriku dimatamu Jaemin-ah?"

"Ya.. dan akan selalu seperti itu.."

Jeno kembali mengusap wajahnya dengan kasar sedari tadi air mata tak kunjung berhenti menetes dari sudut matanya walaupun sudah ia hapus berkali-kali.

Ia merasa dipermainkan oleh takdir, mengapa dirinya dan Jaemin selalu seperti ini? Mengapa dirinya selalu membuat Jaeminnya terluka, Jeno ingin melindungi Jaemin bukan selalu dilindungi oleh Jaemin, baik dimasa lalu ataupun masa depan.

"Aku pernah kehilangannya sekali.. aku tidak akan kehilangan dirinya lagi kali ini, ataupun lain kali."

Jisung meremas bahu Jeno ia mencoba menenangkan pria yang sudah menjadi Hyungnya selama ratusan tahun lamanya, Jeno tengah bersedih, kata-kata apapun yang diucapkan olehnya saat ini tidak akan membuat Hyungnya lebih tenang kecuali dokter segera keluar dan mengatakan bahwa Na Jaemin baik-baik saja.

"Aku akan membersihkan diriku sendiri Jisung-ah, kau tunggu saja disini."

Jisung mengangguk patuh, ia kembali bersandar pada kursi ruang tunggu saat melihat Jeno melangkah perlahan menuju restroom sendirian dirinya pun tak kalah terkejut hingga harus 2x melihat kejadian yang sama terjadi pada orang yang sama untuk melakukan hal yang sama, melindungi Lee Jeno.

"Dia akan baik-baik saja?"

"Dia akan baik-baik saja, terima kasih padamu karena membunuh penembak itu. Kalau tidak Jeno Hyung mungkin akan membuat masalah karena membunuhnya."

Jinhyuk membuka mulutnya, ia sangat ingin bertanya namun mungkin tidak sopan tapi ia harus bertanya "Jisung-ssi... Ada yang ingin..."

"Jisung-ah?!"

"Park Jisung.."

Terpaksa Jinhyuk menelan pertanyaannya karena melihat 2 orang datang dari dua arah yang berbeda yang satu dari koridor Lift sedangkan yang satunya lagi dari tangga darurat, Jisung menatap kedua orang yang memanggilnya tersebut dengan heran mereka sampai bersamaan dengan cara yang berbeda.

"Chenle? Renjun Hyung..."

"Bagaimana keadaannya? Dimana Jeno?" Renjun berusaha menghiraukam kedatangan Chenle yang menggunakan seragam kedai sushi milik Jisung, namun ia tetap memberikan senyum ramahnya pada Chenle yang membungkuk padanya.

"Kau kemari?"

"Ah, aku hanya ingin mengantarkan makan siang. Kudengar Jisung disini jadi kubawakan kemari."

Jawaban Chenle membuat Jisung tersenyum, ia merasa diperhatikan. Walaupun selama ini seluruh penghuni Mansion Lee memperhatikannya namun perhatian Chenle padanya memiliki rasa yang berbeda bagi Jisung.

Apa dia harus mengakui tuduhan Jeno padanya? Tidak, tidak. Park Jisung, kau tidak boleh merusak persahabatanmu dengannya.

"Park Jisung, yak!" Renjun menepuk lengan Jisung agar dia tersadar dari lamunannya "Yak, dimana Jeno?"

"O.. Jeno Hyung? Dia pergi membersihkan dirinya baru saja mungkin dia berada di restroom."

"Baiklah, aku akan menyusulnya." usai memberikan salam pada Jinhyuk yang sedari tadi hanya diam saja di sebelah Jisung, Renjunpun segera pergi mencari Jeno direstroom ia membawakan baju ganti untuk digunakan oleh pria tampan itu.

Chenle tersenyum kikuk ia menyerahkan bekal makan siang yang dibawanya pada Jisung ada dua kotak, sebenarnya ia ingin memakannya berdua dengan Jisung namun melihat ada orang lain disana iapun segan "Kalian makanlah, ini sudah siang bukan."

"Ah ini Chenle, Chenle ini Letnan Choi.." Jisung memperkenalkan pria disampingnya yang seorang letnan pada Chenle sambil mengambil satu kotak bekal kemudian memberikannya pada Jinhyuk "Makanlah Hyung, menunggu Jaemin Hyung didalam juga butuh tenaga. Aku akan makan dengan Chenle di tangga darurat."

Bagaimanapun Jinhyuk manusia dia butuh energi, dan Chenle pun sama. Dia mengerti bahwa bekal ini untuk mereka berdua namun karena rasa tak enak hati justru Chenle memberikan makan siangnya pada Jinhyuk, ia mengajak pria dengan rambut pink itu ketangga dan duduk ditepinya.

"Makanlah.." Jisung menyodorkan sisa kotak bekal satunya pada Chenle, walau pria itu sudah menggelengkan kepalanya tetap saja Jisung memaksa agar Chenle menerimanya.

"Bagaimana denganmu?"

"Cukup suapi diriku 2-3 sendok, itu sudah cukup.."

"Cih.." Chenle terkekeh sekarang ia mengerti mengapa Jisung hanya bertubuh tinggi tapi tidak memiliki daging ditubuhnya "Baiklah.."

Berbeda dengan Jisung dan Chenle, Renjun melangkahkan kaki panjangnya mencari dimana restroom berada untuk menemukan Jeno, begitu ia berbelok di koridor ia menemukan Jeno berjongkok dengan menyembunyikan wajahnya diatas kedua lututnya didepan Restroom dekat dengan jendela besar yang menyinari tubuh pria itu menjadi sebuah siluet hitam dari pandangan Renjun.

Perlahan ia menghampiri Jeno dan ikut berjongkok didepannya, jemarinya mengelus puncak kepala Jeno yang menunduk, dan begitu pria itu mendongak ia bisa melihat kedua mata itu memerah menahan kesedihan, sama seperti ratusan tahun lalu, hidungnyapun merah dan basah sama seperti ratusan tahun lalu, dan air mata membasahi wajah tampannya sama seperti ratusan tahun lalu.

"Jeno-ya.."

"Renjun-ah.." dalam sekali tarikan Jeno memeluk tubuh Renjun, sama seperti ratusan tahun lalu seusai pemakaman Park Jaemin, ia menangis dengan kuat sambil memeluk Renjun yang menepuk-nepuk puncak kepalanya mencoba untuk menenangkannya dan memendam dendamnya pada pemerintah kala itu.

"Gwenchana Jeno-ya.. Jaemin, akan selamat.. Kali ini dia akan selamat.." ucap Renjun perlahan sambil menepuk punggung lebar Jeno, ia mencoba menenangkan pria tersebut dan memastikan semuanya baik-baik saja.

Renjun melirik Jeno dalam pelukannya ia tersenyum simpul, jemari lainnya mengelus sayang puncak kepala Jeno 'Kali ini.. tapi tidak dengan lain kali Jeno-ya..' batinnya.

Terlintas dalam ingatannya, ia melepaskan panah beracun dari atas atap istana dengan sengaja kearah Jeno agar bisa menyingkirkan Jaemin dengan mudah.

Renjun tahu Park Jaemin akan menjadikan tubuhnya tameng bagi Jeno, begitulah cinta... Konyol bukan? Ia bahkan tidak bisa menyembunyikan senyum dari bibirnya usai memanah jantung Jaemin dengan tangannya sendiri.

'Kelemahan Na Jaemin dan Park Jaemin adalah dirimu Jeno-ya.., menyingkirkannya akan sama mudahnya dengan ratusan tahun lalu.'

To Be Continued

Tidak ada komentar:

Posting Komentar