∵ TWISTED ∵
|
|
|
|
Nama pria itu Huang Renjun, ia tewas saat berumur 23 tahun karena menyelamatkan seorang putra mahkota serta tangan kanannya ketika diserang oleh makhluk penghisap darah. Dimana sang tangan kanan putra mahkota adalah seorang anak berumur 10 tahun yang sudah dianggap adik oleh dirinya sendiri bernama Lee Jinki seorang yatim piatu yang tinggal seorang diri sedangkan Putra Mahkota tersebut adalah Kim Kibum.
"Lari.." Pinta Renjun saat dirinya sudah tak kuat menahan serangan dan meminta Jinki untuk pergi berlari bersama dengan putra mahkota.
"Renjun Hyung.."
"Jinki-ya, ayo lari."
"Tapi, Kibum-ah.."
Pria kecil yang menggunakan pakaian bangsawan itu mencengkram jemari Jinki, kedua mata bulatnya menatap Jinki sangat dalam "Mulai saat ini, aku yang akan melindungimu Lee Jinki. Ayo pergi, Renjun Hyung pasti ingin kau selamat.."
Terpaksa kedua pria kecil itu berlari menjauhi hutan meninggalkan Renjun yang perlahan kehilangan kesadarannya. Yang terpenting baginya kedua anak itu selamat didepan matanya.
Namun ia tidak begitu saja tewas, padahal ia akan lebih memilih tewas saja saat itu daripada hidup kembali menjadi makhluk mengerikan seperti ini. Dirinya hidup seorang diri dan takut akan dunia selama bertahun-tahun, semakin ia mencoba untuk tidak menghisap darah manusia insting liarnya justru mengambil alih tubuhnya.
Ia akan terbangun ditengah hutan dengan 3 mayat mengering karena ia menghisap darah manusia tersebut hingga habis demi memenuhi kebutuhan dahaga dan rasa terbakar ditenggorokan yang ditahan olehnya.
Jika ditanya apa yang diharapkannya saat itu, oh dirinya sangat ingin tewas saja di tangan pemburu yang kabarnya mulai mencari penyebab kejanggalan dari beberapa penduduk desa yang hilang secara misterius.
Namun disaat itulah ia bertemu dengan Donghae, Lee Donghae yang mungkin sudah hidup lebih lama darinya mengerti betapa beratnya waktu yang dijalani oleh Renjun seorang diri.
"Namaku Lee Donghae, ikutlah bersamaku. Kau tidak akan sendirian lagi."
Saat itu baginya Donghae adalah penolong dalam hidupnya yang bisa disebut kelam, bagaimana tidak kelam jika dia sendiri adalah seorang pemburu namun ia justru menjadi makhluk yang harus di buru olehnya.
Bukan suram tapi menakutkan.
Perlahan, karena Donghae. Renjun mulai menerima bahwa dirinya memang ditakdirkan untuk menjadi seorang penghisap darah ia menerima hal buruk itu datang dalam hidupnya.
Keduanya bekerja keras untuk hidup layaknya manusia biasa ditengah penduduk lain. Hingga akhirnya mereka menemukan Donghyuk yang hanya diam ketakutan ditengah hutan usai menyantap makan siangnya.
Renjun mengerti bahwa anak itu mungkin takut dengan dunia bahkan dengan dirinya sendiri. Ia melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Donghae padanya dahulu mengulurkan tangannya pada Donghyuk yang sangat membutuhkan bantuan.
"Tenang saja Donghyuk-ah, kau akan aman bersama dengan kami."
Hingga bertahun-tahunpun lewat dirinya Donghae dan Donghyuk sudah memiliki kehidupan yang jauh lebih baik, mereka bahkan memiliki beberapa pekerja yang menerima identitas mereka dan membantu mereka mencari darah hewan untuk dikonsumsi.
Hingga hari tersebut tiba, siang itu Renjun tengah berburu seorang diri ia berniat menangkap rusa atau serigala untuk dibawa pulang darahnya untuk mereka sedangkan daging rusa untuk para pekerja mereka. Namun, telinganya yang jauh lebih peka daripada sebelumnya mendengar suara teriakan dan tebasan pedang serta hunusan tombak dikejauhan.
Berbekal rasa penasaran ia mendekati tempat tersebut, ia melihat beberapa penduduk berlari ketakutan karena dikejar oleh pasukan pemerintah, mereka dengan brutal membantai penduduk tersebut.
"Baiklah aku akan menunggu saja disini dan mengambil darah mereka setelahnya, lagipula bukan diriku yang membunuh mereka." Gumamnya, ia bahkan sempat mengambil daun pisang yang cukup lebar sebagai alas duduknya diatas tanah liat yang terasa basah.
Dari atas tebing bisa ia lihat bahwa manusia tersebut sangat bar-bar, untuk sepersekian detik ia bersyukur bahwa dirinya bukan lagi manusia.
Namun kedua netranya menangkap siluet seorang pria yang masih berusaha untuk berlari walaupun tubuhnya sudah penuh dengan sayatan pisau dan darah, pria itu berhenti berlari dan tanpa sengaja menoleh keatas tebing hingga kedua mata mereka saling bertatap untuk sesaat sebelum dengan mata kepalanya sendiri ia melihat kepala pria itu dipukul dengan palu sebesar gada hingga jatuh berlutut menghadap Renjun dan tergeletak diatas tanah.
Pembantaian berhenti saat semua penduduk yang mereka kejar tewas satu persatu, para pasukan pergi meninggalkan dataran yang kini dipenuhi dengan mayat dan darah segar. Sedangkan Renjun segera menuruni tebing dengan mudah dan berlari kearah pria tadi, bahkan aroma darah yang menyengatpun tidak dapat mengacaukan atensinya dari si pria tadi.
Tatapan mata itu, netra coklat itu.
Dia mengenalnya, anak kecil yang diselamatkannya belasan tahun lalu anak kecil yang dikenalnya hampir 20 tahun lalu "Jinki!!!"
Renjun menarik tubuh pria tersebut agar berbaring, matanya masih terbuka sedikit darah keluar dari mulutnya, luka ditubuh dan kepalanya sangat parah tapi Renjun tahu dia sangat ingin hidup karena walau sulit pria itu masih berusaha bernafas dengan tersengal-sengal.
Apa yang harus dilakukannya?
"Jinki-ya.. Ini Hyung, Renjun Hyung kau ingat bukan?"
Tak ada respon, pria itu hanya menatap langit yang menghitam bibirnya menggumam "Ki...bum-ah.." Dan setetes air mata jatuh dari mata kirinya.
Renjun mendengar gumaman tersebut dengan jelas, ia ingat Kibum sang putra mahkota kecil nan manis dengan mata bulat dan senyum lebar yang selalu melindungi Jinki kecil si polos yang saat ini hampir meregang nyawa dihadapannya.
Tanpa pikir panjang Renjun mengigit leher pria itu ia tidak bisa membiarkannya tewas begitu saja padahal Renjun melihat ada keinginan untuk hidup disana. Ia akan membuat pria ini menjadi sama sepertinya sebelum ajal menjemputnya.
"Renjun, kenapa lama sekali?" Donghae turun dari kudanya, ia hampir ingin menyusul kehutan karena Renjun tak kunjung kembali.
"Maaf Hyung, tapi sepertinya aku menemukan penghisap darah lain saat perjalanan kembali."
"Dimana dia?"
"Didekat hutan, sepertinya tidak jauh dari tebing."
"Apa aku boleh ikut??" Donghyuk sudah berlari keluar dari dalam Mansion dan berniat untuk ikut dengan kedua Hyungnya walau hanya Donghae yang dipanggil Hyung olehnya karena Renjun menolak dipanggil Hyung, ia tidak ingin merasa tua seperti Donghae.
"Tidak, kau masih berlatih meminum darah hewan kau tidak boleh ikut disana mungkin akan banyak darah manusia."
Larangan Renjun pada Donghyuk membuat Donghae menatap pria berdarah China itu penasaran "Aku mendengar suara pertempuran disana Hyung.."
"Kita gunakan kereta saja.."
Donghae dan Renjunpun pergi menuju dataran yang sangat dekat dengan kaki tebing yang curam, mereka melihat seorang pria tengah meminum darah dengan lapar dibawah guyuran derasnya hujan.
"Dilihat dari pakaian dan darah diseluruh tubuhnya, kurasa lukanya sangat parah.." Ucap Renjun, ia tidak tega melihat keadaan pria yang tadi sudah digigitnya tersebut, pasti dia merasa sangat takut.
Ia hanya berdiri dibelakang Donghae dalam diam menatap pria itu yang kini menodongkan pedang kearah mereka, seolah-olah dirinya dan Donghae adalah ancaman, perasaan takut yang sangat dimengerti oleh Renjun.
"Berikan saja dia nama baru, jangan memaksanya mengingat kehidupan lamanya." Bisik Renjun pada Donghae saat ia melihat pria itu, Lee Jinki tengah berfikir siapa namanya, bagus baginya kalau pria ini lupa akan segalanya, ia akan melupakan bagaimana tragisnya para pasukan itu mencabut nyawanya.
"Jeno.. Namamu mulai hari ini adalah Jeno, Lee Jeno adikku."
"J-Jeno?"
"Iya, mulai saat ini namamu Lee Jeno. Lupakan kehidupan masa lalumu, hari ini kau terlahir kembali menjadi adikku." Donghae mengulurkan tangannya sekali lagi pada pria penakut yang baru saja di namai olehnya Jeno "Ayo ikut denganku."
Renjun bernafas lega karena Jinki menerima uluran tangan Donghae, ah tidak dia bukan lagi Jinki melainkan Jeno. Mulai saat ini Renjun berjanji akan melindungi Jeno ia akan mencari tahu apa yang terjadi dan kemana putra mahkota bodoh itu?
3 hari setelah kejadian tersebut Renjun menemukan kenyataan menyakitkan bahwa pembantaian tersebut sangat tak beralasan, bahkan perintah tersebut diturunkan oleh Putra Mahkota sendiri Kim Kibum.
Renjun mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi namun tak menemukan apapun, ia hanya mendengar desas desus bahwa tangan kanan putra mahkota menusuk putra mahkota 3 hari sebelum pernikahannya dan itu adalah hari ini, dan banyak desas desus lainnya yang mengatakan bahwa Putra Mahkota dan Tangan Kanannya memiliki hubungan terlarang sehingga Lee Jinki dan seisi desanya dibantai oleh kerajaan atas nama Kim Kibum.
Namun bagi Renjun segalanya masih terasa janggal, dan kurang tepat. Ia harus menemui Kibum bukan? Hanya dia yang tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Pernikahan nan megah itu seharusnya diadakan hari ini, namun bukan kabar bahagia yang rakyat dengar melainkan kabar duka. Sang putra mahkota memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Bahkan Renjun melihat dengan mata kepalanya sendiri Kim Kibum meregang nyawa dihadapannya.
Anak kecil yang dulu ia kenal sangat manis dengan senyum riang dan selalu mengekori Jinki kemanapun Lee Jinki pergi kini sudah dewasa dia terlihat tampan seperti Jinki adiknya, namun saat ini pria itu sangat terlihat pucat tanpa senyum dengan lingkar kehitaman dikedua matanya, kedua bola matanya merah seperti telah menangis berhari-hari tanpa henti.
Apa dia pantas menangis setelah membuat Jinki seseorang yang sudah dianggap adik yang sangat disayanginya tewas mengenaskan? Bahkan kini terpaksa menjadi penghisap darah sepertinya?
Renjun melihat dengan matanya sendiri sang putra mahkota meminum racun dari cangkir cawan mewahnya, ia ingat malam sebelum hari pernikahan, disaat sang putra mahkota mengakhiri hidupnya ketika mereka bertemu dengan Renjun yang muncul kembali setelah menghilang belasan tahun tanpa ditemukan jasadnya, bahkan pria itu muncul tanpa perubahan sama sekali ditubuhnya.
"Ibuku akan membunuhnya dihadapanku, aku memberinya waktu untuk lari dengan perintah itu.. tapi mengapa dia tetap pergi meninggalkanku?" begitu ucapnya yang didengar oleh Renjun, terdengar putus asa dan penuh penyesalan.
Dia akui menurunkan perintah tersebut, namun itu semua karena terpaksa dan semua karena ibundanya iapun tak tega membuat Lee Jinki tewas bersama penduduknya.
"Kau pikir sekali kematian akan cukup untuk menebus dosamu pada mereka yang tewas Kim Kibum? Kau tahu Lee Jinki bahkan rela mengorbankan apapun untukmu."
Kibum menghela nafasnya ia bahkan tak tahu lagi bagaimana caranya bernafas dengan benar setelah mendengar pasukannya kembali dan mengatakan Jinki dan seluruh penduduk desanya tewas, kedua mata bulat dengan netra coklatnya bahkan hampir mengering karena menangis setiap hari, pria yang dicintainya tewas ditangannya sendiri apa adalagi hal yang lebih menyakitkan daripada hal itu?
Namun, Kibumpun membenarkan ucapan Renjun. Sekali kematian tak akan cukup untuk menebus segala dosa miliknya terhadap Jinki, terhadap warga desa yang tak bersalah. Ia menatap Renjun yang berdiri dihadapannya "Aku tahu kau tak akan mati begitu saja belasan tahun lalu Hyung.." Kedua mata bulat nan redup itu kembali menatap Renjun dari atas kepala hingga ujung kaki, mitos tersebut benar adanya.
Mereka yang diserang oleh penghisap darah akan menjadi immortal atau tewas, sepertinya Renjun berada dalam opsi pertama, menyadari hal itu Kibum merasa ada harapan walau sedikit disana "Kau tetap hidup bahkan tak menua, kalau begitu... Bolehkah diriku meminta sesuatu padamu?"
Kibum menatap cangkir cawan dihadapannya "... jika diriku kembali hidup dimasa depan bunuhlah diriku hingga itu cukup untuk menebus dosaku pada Jinki, pada seluruh penduduk desa tersebut, kumohon..."
Harapan Kim Kibum saat itu hanya satu, agar dia bisa menebus segala dosanya dan membayar kematian kekasihnya, Lee Jinki.
"Kumohon Hyung..."
Istana berduka, Renjun melihat arak-arakan berbaju putih keluar dari istana dengan membawa sebuah peti mati yang ia yakin jasad Kibum ada disana.
"Siapa yang tewas?"
Renjun menoleh ia melihat Jeno dengan pakaian bangsawannya tengah berdiri disebelah kirinya menatap penasaran dan bingung akan siapa yang tewas dan ditangisi oleh banyak orang.
"Bukan siapa-siapa, Jeno-ya.. Ayo kita pulang."
Renjun pikir semuanya akan berakhir, ia tidak akan pernah bertemu dengan Kim Kibum selamanya karena 200 tahun terakhir dalam hidupnya ia tidak pernah sekalipun bertemu atau berpapasan dengan pria yang berwajah sama dengan Kibum.
Mungkin neraka menghukumnya dengan setimpal dibawah sana.
Namun, ketenangannya berakhir saat Jeno memperkenalkan seorang pria yang akan bekerja di Mansion mereka beserta kakaknya.
"Ini Park Jisung, dia akan menjadi pengawal pribadiku. Dan ini, kakaknya..."
"Selamat pagi semuanya, Aku Park Jaemin. Mohon bantuannya, jika adikku melakukan kesalahan maklumi dirinya yang memang kurang pintar.."
Perkenalan panjang pria bernama Jaemin itu membuat Jeno dan beberapa pekerja lain tertawa termasuk Donghae dan Donghyuk, namun tidak bagi Renjun.
Dihadapannya saat ini adalah Kim Kibum, haruskah ia menyingkirkan Kibum? Setelah ia menyadari adiknya Jeno terlihat menyukai Jaemin.
Permainan apalagi ini?
Renjun menatap kearah langit, apa dirinya tengah dipermainkan? Ia tak mungkin menghancurkan kebahagiaan Jeno bukan??
Bulan berlalu ia memutuskan untuk diam, ia berusaha melupakan janjinya pada Kibum. Menjalani hari seperti biasanya dan turut bahagia saat Jeno dan Jaemin menjalin hubungan, dirinya sungguh bahagia saat melihat keduanya terlihat seperti Jinki dan Kibum dimasa lalu, hingga kebahagiaannya terusik saat ia mendengar sebuah kabar angin bahwa Permainsuri menyukai Park Jaemin.
"Apa wanita itu tak punya malu? Dia sudah bersuami.." gumam Renjun, ia berniat akan meminta Jaemin secara langsung pergi keluar saja dari istana namun segalanya terlambat.
Istana tiba-tiba saja menurunkan perintah untuk mengeledah mansion Lee dengan alasan membantu pemberontak, Donghae dan Jaemin menjadi kambing hitam haruskah seperti ini lagi?
Jeno...
Renjun berusaha mencari Jeno namun Eunhyuk sudah membawanya pergi terlebih dahulu dengan Donghyuk untuk bersembunyi.
"Donghyuk-ah tunggu disini aku akan diam-diam mencari mereka."
Namun Renjun malam itu tidak mencari siapapun, ia mendatangi sang permainsuri dan betapa terkejutnya dia melihat siapa sang permainsuri tersebut... Orang yang sama dengan calon pengantin Kibum dimasa lampau.
"Berhenti... Kau menyakiti orang yang tak bersalah. Jika Park Jaemin masalahmu kau bisa menyingkirkannya tidak perlu membawa anggota keluargaku."
"Perintah ini mutlak.. Akupun akan menyingkirkan Lee Jeno. Jika diriku tidak mendapatkan Park Jaemin dirinyapun begitu, mereka bisa bersama di neraka nanti."
Satu kalimat dari permainsuri itu, membuat Renjun kembali gelap mata ia menyalahkan segalanya pada Kibum ia menyalahkan segala hal yang terjadi pada Jaemin, orang itu.. Selalu menempatkan Jeno dalam masalah.
"Aku sama sekali tidak menyangka, kau.. pengkhianat di keluarga Lee? Bagaimana bisa.."
"Aku bukan pengkhianat Jaemin-ah.. Aku hanya melakukan apa yang kujanjikan padamu, dikehidupanmu yang sebelumnya." jangan salahkan Renjun menyerang Jaemin iapun tidak tahu harus melakukan apa, yang ada dikepalanya saat ini menuntaskan janjinya menjauhkan Jeno dari sipembawa bahaya ini.
Bahkan usai memanah jantung Jaemin, Renjun tersenyum ya ia tersenyum sangat puas namun usainya ia melangkah gontai kembali ke hutan dimana ia membuat Donghyuk tertidur sebelum dirinya pergi sambil menangis, dirinya memukul bumi berkali-kali sambil terisak, ia menghancurkan Jeno saat membunuh Jaemin.
"Maafkan Hyung Jinki-ya.. Tapi dia harus disingkirkan.." malam ini bukan hanya Jaemin yang tewas ditangan Renjun melainkan sang permainsuripun tewas ditangannya, ia akan mengingat hari ini.
Dimana sebagian keluarganya di Mansion Lee tewas karena mereka berdua, karena kisah mereka berdua yang melibatkan adiknya yang tak bersalah.
"Dia akan sembuh bukan?"
Pertanyaan Jeno membuat Renjun kembali dari lamunannya, ia menoleh dan tersenyum bahkan mengangguk dengan cepat, dirinya lupa sejak kapan ia terduduk dilantai rumah sakit berhadapan dengan pintu restroom bersama dengan Jeno. Ia mengelus sayang puncak kepala Jeno kali ini ia biarkan Na Jaemin itu hidup namun jika nyawa Jeno sekalilagi sebagai taruhannya maka Renjun sendiri yang akan kembali menancapkan panah beracun itu didada kiri Jaemin seperti ratusan tahun lalu.
"Berganti pakaianlah, aku akan menunggu didepan ruang operasi. Dan beristirahatlah sebentar."
Melihat anggukan Jeno yang patuh sama seperti dahulu membuat Renjun tersenyum lega, ia melangkah meninggalkan Jeno dan kembali ke koridor dimana tadi Jisung dan Chenle berada.
BRAK!
"YAAAK!!"
Renjun yang sedari tadi melangkah sambil melihat langkah kakinya sendiri menoleh kedepan, ia melihat polisi yang bersama dengan Jisung kini tengah mengomeli seorang gadis dihadapannya yang baru saja datang dan memukul kotak bekal makanan yang tengah dimakan oleh Jinhyuk.
"Apa yang salah denganmu?"
"Apa yang salah denganku?? Seharusnya pertanyaan itu kuajukan padamu Oppa!! Kau masih bisa makan enak sedangkan Jaemin Oppa berada didalam sana bertarung nyawa!!"
"Yak Lami, apa kau sudah gila eoh!!! Jaemin tidak akan tewas dia hanya tertembak di bahu, berhenti mencari masalah!!"
"Kau seharusnya menangkap Lee Jeno!! Karena dia Jaemin Oppa jadi seperti ini!"
Gadis itu berteriak-teriak sambil mendorong Jinhyuk ia bahkan menginjak-injak kotak bekal makanan yang Chenle bawakan, dan jujur saja itu membuat Jisung sedikit kesal.
"Siapa dia?" tanya Renjun yang baru saja mendekati Jisung yang berdiri didekat pintu darurat, beruntung ia sudah meminta Chenle kembali ke kedai dan tidak melihat hal ini.
"Dia... Gadis cantik yang sepertinya pernah disukai Jaemin Hyung dan sepertinya dia saat ini kesal karena Jaemin Hyung sudah tidak lagi memiliki perasaan padanya dan kini menyukai Jeno Hyung.. Ck itu makanan dari restoranku.." umpatnya kesal namun ia segera kembali menghilang memasuki tangga darurat.
Jisung enggan berurusan dengan seorang wanita anarkis seperti itu, sedangkan Renjun semakin mendekat pada gadis tersebut dan Jinhyuk.
"Apa kau benar-benar memang sudah gila? Jaemin menyelamatkannya kenapa aku harus menangkap Jeno? Lami-ya sebaiknya kau pulang dan jangan kemari!"
"Kenapa aku harus pulang?? Jaemin Oppa akan mencariku saat dia sadar nanti."
"Ada apa ini? Ini rumah sakit apa kau bisa memelankan suaramu sedikit." ucap Renjun dan membuat gadis itu menoleh. Namun wajah gadis itu membuat Renjun terkejut bukan main hingga ia jatuh terduduk diatas kursi ruang tunggu.
Beruntung Jeno datang ia segera berlari menghampiri Renjun dan memeriksa keadaannya "Kau baik-baik saja? Ada apa?"
Jeno tidak mendapat jawaban apapun dari Renjun ia hanya melihat Renjun menatap wajah Lami kemudian ia menatap pintu ruang operasi lalu bergantian kembali menatap Jeno dihadapannya yang khawatir akan keadaannya.
Wajah Lami, wajah cantik itu adalah wajah yang sama dengan calon pengantin Kibum dan permainsuri yang ia bunuh ratusan tahun lalu.
Bagaimana bisa?
Bagaimana bisa mereka ber-3 bertemu lagi dengan cara seperti ini?
Jeno, gadis itu dan Jaemin.
Mengapa takdir begitu mempermainkan mereka semua..
⇨ Twisted ⇦
Operasi pengangkatan peluru yang dijalani Jaemin berjalan dengan lancar, beruntung peluru tersebut tidak sampai melukai bagian vital dalam tubuh Jaemin. Ia hanya kehilangan banyak darah karena tembakan tersebut.
Jeno memutuskan untuk berdiri didekat pintu dalam ruang rawat, ditemani Jisung dan Renjun yang duduk di sofa. Sejak tadi pria berparas tampan itu hanya diam sepertinya banyak hal yang tengah dipikirkannya.
Sedangkan Jinhyuk dan Lami kini berada di masing-masing tepi sisi tempat tidur Jaemin. Siwon tidak bisa datang karena ada yang harus ditanganinya di markas karena kasus pengeboman dan penyanderaan tadi.
Lalu Donghae mau tak mau ia membantu Hyukjae di panti karena hanya dirinya penghuni panti dewasa yang ada dan tidak terlalu sibuk, Cafe bisa ia serahkan pada Lucas dan Jungwoo.
Junmyeon? Dia terlalu sibuk dengan restorannya dia berkata akan datang setelah Jaemin sadar nanti.
"Kau baik-baik saja Hyung?" Jisung akhirnya menyadari daritadi hyungnya hanya diam saja tanpa berbicara apapun, apa sesuatu tengah merasuki Renjun hingga pria itu tak membuka mulutnya barang untuk bersuara sedikitpun?
"Aku baik-baik saja. Hanya ada sedikit hal yang mengganjal pikiranku."
Jemari Jaemin yang berada dalam genggaman Lami bergerak perlahan membuat gadis itu segera bangkit dari duduknya dan menggerakkan jemari lentiknya untuk mengelus wajah Jaemin yang terlihat pucat, dan benar saja pria itu pun tersadar.
Begitu kedua matanya terbuka netra coklatnya justru melihat Lami yang berada dalam jarak pandangnya, terlalu dekat dengan dirinya. "Lami?"
"Ya Oppa, kau baik-baik saja? Apa ada yang masih sakit katakan padaku?"
Gadis itu bisa melihat raut kebingungan diwajah Jaemin saat melihatnya yang kemarin mengomeli Jaemin kini berada disini mengkhawatirkan dirinya. Namun beruntung Jinhyuk bersuara hingga tidak membuat keadaan diantara Lami dan Jaemin semakin canggung.
"Kau sudah bangun.. baguslah malaikat pencabut nyawa belum menginginkan nyawamu." canda Jinhyuk, bahkan Jaemin bisa terkekeh mendengar ucapan itu.
Tapi tidak bagi Lami maupun Renjun, kata-kata itu bagaikan doa yang buruk bagi Lami dan bagi Renjun kata-kata itu seperti sebuah panggilan untuknya.
Jeno tidak mengalihkan pandangannya dari Jaemin, jemarinya saling meremas satu sama lain iapun ingin mendekati Jaemin bahkan ia ingin mengomeli Jaemin karena dengan bodoh melindunginya. Namun ia urungkan, karena Jenopun tahu posisinya. Hanya sekali lihat saja Jeno ingat bagaimana cara Jaemin menatap gadis itu dulu, bahkan mungkin kali ini posisi gadis itu masih nomor satu di hati Jaeminnya.
Jisung menatap Jeno, ia tak mengerti mengapa Jeno hanya berdiri saja dalam diam bukannya menghampiri Jaemin yang sudah sadar, jangankan menghampiri bersuarapun tidak. Apa karena gadis itu? Seharusnya itu bukanlah sebuah masalah lagi setelah apa yang keduanya lakukan kemarin malam bukan? Keduanya sudah saling memiliki walau mereka belum dengan tegas menyatakan ada hubungan spesial diantara keduanya.
Akhirnya Jisung memutuskan untuk melangkah mendekati bangsal membuat atensi Jaemin beralih pada Jisung yang tepat berada di ujung bangsalnya.
"Terima kasih kau sudah menyelamatkanku Hyung.." ucapan terima kasih dari Jisung membuat dada Jaemin menghangat, entah bagaimana ia membayangkan bahwa Jisung memang adiknya yang tengah berterima kasih padanya.
Namun menerima dirinya adalah Park Jaeminpun terasa sulit, tapi menerima dirinya adalah pengganti Park Jaemin terasa lebih sulit.
Sebentar, dimana Jeno?
Jisung melihat bola mata Jaemin mengelilingi seisi kamarnya, sepertinya keberadaan ketiga orang di antara bangsalnya membuat pandangannya jadi terbatas "Kau mencarinya?" Jisung menggeser tubuh tingginya bahkan mendorong tubuh Lami agar sedikit menjauh dari pandangan Jaemin.
Kedua netra coklat itu bertemu, baik Jaemin ataupun Jeno sama-sama melemparkan senyum saat mereka kini sudah saling melempar pandangan satu sama lain. Jaemin melepaskan genggaman Lami dijemarinya dan mengulurkannya pada Jeno "Jeno-ya..."
Menjadi saksi mata diantara ketiga manusia tersebut merupakan hal yang berat bagi Renjun. Ia bisa melihat bagaimana kecewanya Lami saat Jaemin melepas genggamannya dan justru memanggil Jeno bahkan mengulurkan tangannya pada adiknya.
Gadis itu bahkan memalingkan wajahnya agar tak melihat Jeno yang menyambut uluran tangan Jaemin dihadapannya.
"Jisung-ah, sebaiknya kita pulang." ajak Renjun sambil berdiri ia mendekati Jaemin dan menepuk lengan pria itu "Cepatlah sembuh." ia segera beranjak dan disusul Jisung yang melambai pada Jaemin serta membungkuk pada Jinhyuk sebelum keluar dari kamar Jaemin.
Merasa ruangan semakin sepi dan canggung Jinhyukpun berdehem pelan "Aku akan pulang untuk bertukar pakaian, akan kutemani kau menjaga Jaemin malam ini..." ia menghampiri Lami lalu menggandeng lengan adik perempuannya itu "Ayo kita pulang, kasihan Hyukjae disana seorang diri."
"Hati-hati Hyung.."
"Ya.."
Jaemin menatap punggung Lami, gadis itu tak menatapnya lagi usai dirinya melepas genggamannya dan justru memanggil Jeno "Lami-ya.." gadis itu menoleh "Terima kasih kau sudah menjagaku."
Namun tak ada jawaban, gadis itu pun pergi begitu saja tanpa menjawab ucapan terima kasih Jaemin. Bahkan rasanya ia tidak mendengar ucapan Jaemin padanya, yang ia lihat saat menoleh adalah tautan kedua jemari Jaemin dan Jeno yang kian mengerat.
"Aku akan berbicara padanya."
Kini hanya tinggal mereka berdua, suasana dalam kamar rawat Jaemin sangat hening. Jeno hanya menatap genggaman tangannya dengan Jaemin, ia merasa bersalah karena melihat sikap Lami barusan hingga ia lupa bahwa dirinya sangat ingin memarahi Jaemin karena mengorbankan dirinya tadi.
"Maafkan aku, karena diriku sepertinya kau dan Lami-ssi terlihat kurang baik.."
"Tak usah dipikirkan.." Jaemin mengeratkan genggamannya "Dia akan membaik dengan sendirinya."
Hening lagi sesaat hingga Jaemin menatap sekeliling dan memastikan bahwa dirinya benar-benar berada dirumah sakit bukan di neraka.
"Kupikir aku akan tewas tadi."
Jeno menoleh menatap Jaemin, kata-kata macam apa itu? Apa dia tidak tahu Jeno hampir tak bisa berhenti menangis tadi andai saja Renjun tidak datang menenangkannya.
"Kau yang hampir membuatku tewas, kau tahu betapa cemasnya diriku eoh? Apa yang ada didalam kepalamu Na Jaemin? Apa kau benar-benar ingin mati?"
Jujur Jaemin terkejut mendengar omelan Jeno padanya, ini kali pertama Jeno yang sangat ramah dan selalu mengalah padanya itu mengomel seperti itu. Namun ia terkekeh pelan apa pria ini mengkhawatirkannya? Dadanya kian menghangat "Kau mengkhawatirkanku Lee Jeno?"
"Apa masih perlu ditanyakan? Jika kau memang benar-benar ingin mati akan kuhisap darahmu sampai habis." Lanjut Jeno masih tetap mengomeli Jaemin.
Jaemin terkekeh pelan namun hanya sebentar, ia menganggap itu hanya lelucon namun mendengar kata-kata menghisap darahnya sampai habis membuat dadanya yang sebelumnya menghangat kini perlahan berdenyut sakit dan kembali mengingat ayahnya.
"Kau tidak bisa menghisap darahku Jeno-ya.."
"Kenapa?"
"Karena aku masih ingin hidup... ada hal yang harus kupastikan dan kulakukan.."
Membunuh Jeno.
Itu tujuan awalnya bukan? Tapi ia tidak tahu apa hal tersebut masih bisa ia lakukan atau tidak tidak saat ini.
"Apa itu?"
"Sesuatu... ada hal penting yang belum bisa kukatakan padamu."
Ia kembali menatap Jeno dan berusaha untuk bangkit duduk, dengan bantuan Jeno pria itupun kini duduk setelah Jeno membenarkan posisi kasurnya agar lebih nyaman untuk bersandar.
"Jangan pernah lakukan hal itu lagi.." Pinta Jeno, ia menangkup wajah Jaemin agar menatapnya "Diriku benar-benar tak bisa kehilanganmu Jaemin-ah.."
"Park Jaeminpun tewas demi menyelamatkan Jeno-ssi."
Kalimat itu terngiang dalam benak Jaemin saat melihat Jeno begitu memohon dihadapannya, apa yang dilakukannya membangkitkan kenangan buruk dimasa lalu Jeno?
"Maafkan aku.. diriku yang terlalu takut kehilanganmu Jeno.."
Perlahan Jeno tersenyum dan menarik Jaemin kedalam dekapannya ia memeluk tubuh Jaemin menyandarkan kepalanya pada pundak Jaemin yang tak terluka, Jeno hampir menangis lagi karena ucapan Jaemin padanya.
"Aku mencintaimu Jaemin-ah.. Aku sangat mencintaimu.." Ujarnya dengan tulus dan terdengar sarat akan rasa takut kehilangan.
Jaemin menutup kedua matanya, ia menyentuh puncak kepala Jeno yang memeluknya, dadanya lagi-lagi kembali menghangat dan berdenyut kuat ia pun sepertinya memang sudah menyerah.
Dirinya mencintai Jeno.
"Akupun mencintaimu Jeno-ya.. Sangat.."
Jaemin memutuskan melepas dendamnya demi mencintai pria rapuh yang kini berada dalam pelukannya, ia yakin kali ini dirinya memang tidak salah dalam mengambil keputusan, ayahnya akan mengerti dan ikut berbahagia atas kebahagiaannya, dirinya yakin itu.
⇨ Twisted ⇦
Beberapa hari lewat dari insiden besar tersebut, Jaemin sudah diperbolehkan untuk pulang namun ia memutuskan untuk kembali ke Mansion Lee bukan ke panti, masih sulit rasanya untuk memperbaiki hubungan dengan Lami, apalagi jika ditambah dengan kejadian dirumah sakit.
Dirinya memiliki kesempatan besar untuk berbaikan dengan gadis cantik itu dan melupakan pertengkaran mereka sebelumnya, tapi Jaemin tidak mengambil kesempatan itu sama sekali ia justru mencari Jeno dihadapan Lami yang jelas-jelas kembali memperkeruh suasana.
Bahkan gadis itu tak lagi datang mengjenguknya setelah hari itu hingga dirinya keluar dari rumah sakit.
Selama dirinya menjalani pemulihan dirumah sakit Jeno tak pernah sekalipun beranjak dari sisinya, pria itu mengambil cuti untuk menemaninya. Sesekali Jinhyuk dam Siwon datang berkunjung, Junmyeon yang sibukpun datang setelah tahu Jaemin sudah sadar walau sebentar perhatian hyungnya itu tetap berarti untuk Jaemin.
Hyukjae dan Donghae selalu datang saat pagi hari sebelum cafe buka menyerahkan tugas membuka cafe pada Jungwoo dan Lucas seperti biasa. Sedangkan disisa hari Jisung datang menemani Jeno dan dirinya atau Donghyuk dan Mark yang ikut datang menemani membuat suasana kamarnya benar-benar jadi begitu ramai.
Terkadang saat ia tengah berada sendirian dalam kamarnya, Jaemin teringat akan ucapan Lami bahwa Jeno adalah monster, namun setelahnya ia akan mengingat betapa lembut Jeno padanya. Ia bahkan melepas tujuan utamanya bekerja dengan Jeno setelah Jaemin tidak lagi menyangkal perasaannya sendiri.
Sejak awal ia selalu merasa terjebak diantara 2 pilihan, perasaannya atau dendam, Jeno atau Lami, hingga dirinya sendiri membuat keputusan tanpa sadar saat menyerah pada Jeno malam itu, saat ia menyelamatkan Jeno dari peluru. Tubuhnya sendiri sudah bergerak dengan sendirinya memilih sedari awal dirinya sudah memilih dan tidak terjebak.
Melepas jubah dendamnya membuat dirinya merasa jauh lebih baik dari sebelum-sebelumnya, ini bahkan kali pertama dalam hidupnya dadanya tak lagi terasa seperti terhimpit batu besar karena menyimpan rasa dendam pada pembunuh ayahnya.
Kini bahkan Jaemin sudah berada dalam kamar pribadinya di mansion Lee yang menerimanya dengan hangat, selalu. Ia menatap sekeliling dan merasa bahwa dirinya kembali ketempat yang tepat sudah berapa lama setelah dirinya kembali?? 4 atau 5 hari sepertinya.
Jemarinya meraih berkas yang diberikan oleh Jinhyuk beberapa hari lalu sebelum insiden terjadi, dari semua catatan dan rekam jejak yang berada disini hanya Jeno yang disertai dengan gambar terbaru walaupun dirinya yakin Jinhyuk mengambilnya dari internet, dan ia akui ketampanan Lee Jeno terasa sangat abadi dari tahun ke tahun.
Sekali lagi ia membuka berkas tersebut, netra cokelatnya langsung menarik sebuah kertas dan kembali melihat foto dari lukisan Park Jaemin yang dilukis oleh Jeno. Bagaimana agar Jaemin yakin bahwa yang disukai Jeno saat ini adalah dirinya bukan rupa serupanya dengan Park Jaemin. Ah, apa dirinya tengah cemburu saat ini?
Bagaimana, ini? Bukankah terlihat konyol?
"Jaemin-ah.."
Jaemin menoleh kearah pintu sambil melipat berkas yang tengah dibaca olehnya, Jeno ada dibalik pintu kamarnya sepertinya pria itu sudah mengetuk namun Jaemin tidak mendengarnya.
"Jangan lupa nanti siang aku harus mengantarmu untuk mengontrol kesehatanmu.."
Jaemin menepuk keningnya sendiri karena hampir melupakan hal tersebut, ia kemudian melangkah ke lemari yang ada didalam kamar dan menyimpan berkas tersebut disana. "Aku hampir lupa, untung kau mengingatkanku..." Ia mendekati Jeno lalu mendorong Jeno keluar bersamaan dengan dirinya yang ikut keluar dari dalam kamarnya.
"Bagaimana jika kita makan bersama setelahnya, ada yang ingin kusampaikan padamu."
Jeno sedikit mengerutkan keningnya, ada kebingungan yang tergambar diwajah tampannya tersebut namun ia menganggukkan kepalanya tanda dirinya menerima ajakan makan siang bersama dengan Jaemin.
Kapan lagi bukan?
Jaemin selama ini terlalu dingin padanya, walaupun mereka mulai begitu dekat belakang ini tapi bisa makan bersama adalah sesuatu yang langka untuk mereka lakukan, apalagi saat ini Jaeminlah yang mengajak mereka untuk makan siang bersama. Jika bisa Jeno akan mengukir hari ini sebagai hari bersejarah dalam hidupnya.
"Aku akan kedapur kita bertemu satu jam lagi di ruang tengah." Jaemin melangkah meninggalkan Jeno yang masih tersenyum-senyum seorang diri, iapun mengurungkan niatnya untuk menyusul Jaemin dan lebih memilih untuk kembali ke kamarnya, mencari pakaian apa yang sebaiknya digunakan oleh Jeno untuk makan bersama nanti.
Dari jendela didalam kamarnya Renjun dapat melihat mobil milik Jeno membawa adiknya dan Jaemin pergi, sepertinya Jisungpun ikut dengan mereka karena Jeno tidak pernah membawa mobil seumur hidupnya sendiri walaupun pria tersebut bisa membawa mobil.
"Apa yang kau minta untukku selidiki sudah kudapatkan.." Sebuah suara dari arah belakang tubuhnya membuat Renjun menoleh, ia melihat seorang pria berkulit putih, tinggi serta tampan dengan surai terang baru saja masuk kedalam kamarnya sambil membawa sebuah map coklat ditangannya.
Sepertinya Renjun menyewa seorang detektif swasta. Renjun mengulurkan tangannya meminta hasil penyelidikan tentang Jaemin, ia sudah merasa penasaran dengan pria itu sejak awal perkenalan, belum lagi karena Jaemin menerima tawaran pekerjaan Jeno setelah belum ada 12 jam menolak tawaran tersebut dengan dingin.
Kecurigaannya semakin memuncak karena Jaemin bisa bersikap biasa saja ketika tahu siapa Jeno dan seluruh keluarganya, bagi Renjun hal itu sangatlah tidak wajar.
Namun uluran tangan Renjun bukanlah bersambut dengan map coklat melainkan sambaran tangan dari detektif tampan tersebut itu, dengan mudah pria tampan itu menarik Renjun agar mendekat padanya "Kau berjanji akan berkencan denganku jika diriku berhasil menyelidiki pria bernama Na Jaemin itu bukan?"
Renjun mendorong pria itu sedikit menjauh darinya kemudian menghela nafas, ada sedikit rasa kesal dan sesal dalam benaknya karena menjanjikan hal tersebut pada pria ini. Namun mau bagaimana lagi, hanya dia satu-satunya detektif swasta yang bersedia membantunya dan lebih tepatnya satu-satunya detektif swasta yang dikenal dekat olehnya.
"Iya, tapi tidak sekarang. Mana hasil penyelidikanmu, aku ingin melihatnya." Sekali lagi Renjun menadahkan tangannya untuk meminta hasil kerja pria tersebut.
"Baiklah, tapi berikan segera kepastian kapan kita akan berkencan. Walau sekali, tapi itu kesempatan langka bagiku."
Pria itu akhirnya memberikan map coklat dalam genggamannya dan segera disambar dengan cepat oleh Renjun, ia membuka map tersebut dan mengeluarkan beberapa lembar kertas dari dalam.
Ada copy ijasah, tanda kependudukan, data diri, riwayat pekerjaan, sekolah, surat pengasuhan, dan terakhir surat pernyataan kasus 20 tahun lalu.
"Kasus apa ini? Disini tertera tanggal 13 agustus 2000?"
Pria itu mendekati Renjun yang membelakanginya kemudian meraih kertas-kertas tersebut. "Ini berkas kasus Na Wangshik.."
"Siapa dia?"
"Dia?" Pria itu mendengus pelan kemudian memisahkan berkas milik Na Wangshik dan mengembalikan sisanya kedalam map "Dia ayahnya Na Jaemin, dia meninggal pada tanggal 13 Agustus 2000."
Tanggal itu sepertinya familiar dengan ingatannya, ia mencoba memutar memori didalam kepalanya, 20 tahun lalu, 13 agustus.
"Ayolah, kita sudah beberapa hari disini tapi tidak pergi kemanapun. Sangat membosankan, biarkan saja Donghae Hyung sibuk dengan Jungwoo Hyung dan pekerjaannya. Kita bisa bersenang-senang.."
Renjun melihat Jeno mengambil kalender duduk diatas meja nakas kemudian membulati tanggal 13 agustus 2000 sebagai hari dimana akhirnya mereka akan berkeliling Seoul untuk pertama kalinya setelah ratusan tahun.
"Apa itu tidak kekanakan Jeno-ya?"
"Tentu saja tidak, ayo kita keluar, Jungwoo Hyung akan menyusul kita nanti jika kita sudah terlalu lama diluar.." Kali ini Jeno yang mengajak, ia setuju dengan ajakan Donghyuk pada mereka semua.
Renjun mengingat tanggal itu...
"Dimana lagi kita harus mencarinya?" Renjun mengikuti Jungwoo berlari pelan mencari keberadaan Jeno yang menghilang dari bar, sedangkan Jisung dan Donghyuk mencari kearah lain.
Pencarian mereka berhenti ketika melihat 2 tubuh tergeletak di jalanan dan salah satunya tentu saja mereka kenal dari pakaian dan postur tubuh "I-itu Jeno." Renjun segera berlari menghampiri Jeno membalik tubuhnya dan terkejut melihat begitu banyak darah di mulutnya.
"Mulutnya penuh dengan darah Jungwoo Hyung.." Renjun menoleh pada Jungwoo yang tengah menatap tubuh tak bernyawa didekat Jeno, Renjunpun tidak bisa melanjutkan ucapannya.
Jeno baru saja membunuh seseorang..
"Ayahnya?" Renjun menatap detektif tersebut semakin penasaran "Kau tahu kenapa dia tewas?"
Detektif tampan itu mengangguk, ia memasukkan salah satu tangannya kedalam saku celananya "Ini kasus yang cukup membingungkan ditahun itu, seorang pria ditemukan tewas bersimbah darah dengan gigitan dilehernya. Jaemin saat itu masih berumur 6 tahun dan bersaksi bahwa dia melihat seorang pria kisaran berumur awal 20 tahunan bermata merah, memiliki taring membunuh ayahnya."
Renjun terkejut mendengar penjelasan detektif tersebut, bagaimana penjelasan tersebut terasa sangat detail seperti barusan? Apa yang Jeno bunuh malam itu adalah....
"Apa maksudmu Jaemin melihat siapa yang membunuh ayahnya?"
"Iya dia melihatnya, dia berkata pembunuh ayahnya tak sadarkan diri usai mengigit leher ayahnya. Namun saat dia kembali dari memanggil bantuan si pembunuh sudah tidak ada disana dan ayahnya benar-benar sudah tiada."
Jika Jaemin kecil melihat siapa yang membunuh ayahnya maka dia pasti mengingat wajah Jeno dengan baik bukan?
Tidak ada satu orangpun didunia ini yang mungkin bisa melupakan wajah orang yang sudah membuatnya kehilangan seseorang dalam hidupnya, sama seperti Renjun yang tetap mengingat Kim Kibum seumur hidupnya karena telah membunuh Jinki adiknya.
"Kau baik-baik saja? Kau tahu kasus itu?"
Renjun menggeleng perlahan sambil mendudukan tubuhnya di kursi yang berada di sudut ruangan ia menghela nafasnya perlahan. "Aku hanya terkejut dengan masa kecilnya." Kilahnya sambil memaksa untuk tersenyum.
Bagaimana jika sebenarnya Jaemin masih mengingat kejadian 20 tahun lalu?
Bagaimana jika sebenarnya anak itu muncul lagi sekarang untuk membalas dendamnya?
Bagaimana jika kejadian kemarin saat dirinya tertembak hanyalah agar Jeno semakin mempercayainya? Menyukainya?
Bagaimana jika Jaemin memang merencanakan segalanya sejak awal untuk membalas kematian ayahnya dengan menyelidiki kehidupan Jeno dan mencari tahu kelemahannya?
Apa yang harus dilakukannya?
"Tunggu disini sebentar.." Renjun meminta detektif itu untuk menunggu dikamarnya, sedangkan dirinya segera beranjak keluar kamar menuju kamar yang digunakan oleh Jaemin.
Mencari sesuatu didalam kamar tersebut entah nakas ataupun dalam lemari.
Nihil, Renjun tidak menemukan apapun baik di balik bantal, dalam laci nakas ataupun dibawah kasur. Iapun segera beranjak menuju lemari, hampir tangannya menarik asal isi lemari tersebut andai saja netranya tidak melihat beberapa lembar kertas yang terlipat asal.
Ia mengambil kertas tersebut kemudian melihat isinya, kedua matanya membulat saat melihat foto lukisan Park Jaemin lah yang ada di kertas tersebut.
Bagaimana?
Apa Jaemin sudah tahu tentang Park Jaemin sedari awal? Apa pria itu benar-benar mendekati Jeno karena dia tahu bahwa dia mirip dengan Park Jaemin?
Apa yang harus Renjun lakukan?
Menyingkirkan Na Jaemin sebelum dia membalaskan dendamnya pada Jeno? Atau mengatakan pada Jeno kebenaran 20 tahun lalu?
⇨ To Be Continued ⇦
Tidak ada komentar:
Posting Komentar