myCatalog

Jumat, 25 September 2020

TWISTED - 4



∵ TWISTED ∵


|


|


|


|


'Deg deg deg'

Kedua mata bulat yang berbinar saat menatap dirinya, wajah manis tersebut, bibir tipis yang merah, dan rahang yang tegas.. Jeno bahkan tidak bisa berpaling dari wajah pria dihadapannya saat ini.

Itu Jaemin-nya.. Park Jaeminnya.

"Jaemin-ah, kau tak apa-apa?" Mark segera datang menghampiri dan membantu Jaemin untuk bangkit ia melihat telapak tangan dan pergelangan tangan Jaemin memerah karena injakan para fans tadi.

Jika tidak ada Mark mungkin keduanya masih akan saling terdiam dan tenggelam dalam pikiran masing-masing, memikirkan masa lalu yang berbeda namun terasa sama menyakitkannya.

"Aku tak apa-apa Hyung.."

Jaemin menoleh pada Jeno yang baru saja berdiri dan masih menatapnya "Terima kasih atas pertolongannya.." Jaemin membungkuk sebagai rasa terimakasih padahal ia hanya tengah menyembunyikan rasa takutnya yang luar biasa, beruntung saat ini tangannya memang tengah terluka jadi tidak perlu bersusah payah menyembunyikan getaran ditangannya.

"Mari.." Mark mempersilahkan sang model untuk berjalan kearah van hitam mereka sambil tetap membantu Jaemin berjalan.

"Apa kau ingin pulang?"

"Tidak.. aku harus menyelesaikan pekerjaanku.." Ada makna berbeda yang ditangkap oleh Mark dan yang dimaksud oleh Jaemin. Bagi Mark ucapan temannya itu menunjukkan rasa tanggung jawab yang besar terhadap pekerjaannya, namun bagi Jaemin ia ingin tahu dimana pria ini tinggal bagaimana kehidupannya setelah membunuh ayahnya.

"Kau akan duduk didepan..."

"Jangan.."

"Tidak.. "

Mark menatap Jeno dan Jaemin bergantian saat dirinya menawarkan pada Jaemin untuk duduk didepan karena tangannya yang cidera, namun justru mendapat penolakan tegas dari keduanya. Iapun tak ingin bertanya kenapa, Mark segera membuka pintu van bagi Jeno dan Jaemin menyusul masuk kedalam keduanya duduk dibagian tengah van.

Selama perjalanan, Jeno sama sekali tidak bisa mengalihkan pandangannya dari wajah pria manis disebelahnya. Bagaimana bisa ucapan Donghae benar menjadi kenyataan, kalau Jaemin akan terlahir kembali bahkan dengan rupa dan nama yang sama.

Garis rahang, wajah, bibir, bahkan rambut pria disampingnya membuat Jeno seperti kembali terlempar ke masa lalu saat pertama kali bertemu dengan Jaemin dipasar ketika tanpa sengaja menabraknya karena terburu-buru untuk mengikuti ujian negara.

Dan jangan heran kalau Jeno masih ingat tentang hal itu, tidak ada satupun memori tentang Park Jaemin yang hilang dari ingatannya selama ratusan tahun ini, ia menyimpan setiap kenangan dengan baik.

"Jeno-ssi?"

"Hmm?"

"Bisa kau berhenti menatapku seperti itu?"

Mark yang sedari tadi diam didepan sampai menoleh kebelakang dan mendapati kalau Jeno cukup terkejut mendapat teguran dari Jaemin karena kedapatan menatap pria manis itu sedari tadi.

"M-maaf.. Aku hanya memastikan bahwa kau baik-baik saja."

Jaemin yang sejak tadi tidak menoleh sama sekali pada Jeno karena risih bersebelahan dengan Jeno akhirnya mengangkat tangan kanannya yang terluka untuk menutupi wajahnya disebelah kiri "Yang terluka tanganku bukan wajahku." Ia bahkan menggoyangkan tangannya yang terasa sangat nyeri saat ini.

"Jangan digerakkan.." Jeno meraih pergelangan Jaemin agar pria itu berhenti menggerakkan tangannya, ia menarik lengan Jaemin dan menatap memar di telapak tangan pria yang bekerja sebagai bodyguardnya tersebut dan mengundang sedikit atensi Jaemin karena ulah Jeno yang menahan dan menarik tangannya.

"Kita kerumah sakit.."

"Tidak perlu, luka seperti ini sudah biasa kudapatkan." Jaemin menarik tangannya dengan tidak bersahabat dari genggaman Jeno, apa orang ini baru saja menunjukkan sisi kemanusiaannya? Berbeda sekali dengan kejadian lampau.

'Keras kepala sekali Jaemin yang satu ini.'

"Baiklah, jika kita tidak kerumah sakit maka berhenti disini kalian tidak perlu mengantarkanku pulang."

"Tapi kami harus mengantarkan dan memastikan anda sampai dirumah dengan selamat, jika tidak kami akan dipecat." Bantah Mark atas permintaan Jeno, namun Jeno hanya bersandar santai pada kursinya dan menatap Mark lalu beralih pada Jaemin yang terkesan sangat tak perduli.

Mark yang mengerti maksud baik Jeno untuk mengobati Jaemin segera membujuk temannya tersebut daripada mereka semua di pecat hari ini "Jaemin-ah, ayolah periksakan tanganmu. Tidak akan lama, aku mohon.."

Hening sesaat hanya terdengar suara Mark yang tengah memohon pada Jaemin hingga akhirnya pria manis itu mengalah ia menghela nafasnya perlahan "Baiklah.." Satu jawaban singkat dari Jaemin membuat Mark dan Jeno bernafas lega.

Mereka kini berada koridor ruang tunggu dirumah sakit, Mark dan Jeno tengah duduk diruang tunggu tidak ada satupun yang menyadari bahwa ada model internasional yang berada disana saat ini, itu memudahkan Mark untuk menjaga Jeno seorang diri sedangkan Jaemin sedang diobati didalam.

"Hei.."

"Ya?"

"Ada apa dengannya? Kenapa dia terlihat sangat dingin? Apa memang dia selalu seperti itu?" Pertanyaan itu mengusik kepalanya sedari tadi karena Jaemin benar-benar terlihat sangat tidak bersahabat dan sangat acuh padanya, benar-benar diluar bayangannya saat memimpikan bertemu dengan Jaemin ketika pria itu kembali terlahir.

Mark menatap kearah pintu dimana Jaemin berada saat ini "Eoh, ya dia memang terkadang sedingin itu. Membuatnya tersenyum, tertawa atau bersikap ramah hanya hal mustahil bagi sebagian orang. Mungkin karena selama ini dia hidup dengan berat di panti.."

"Panti?"

"Ya, yang kutahu ayahnya meninggal terbunuh saat dia masih kecil. Sejak saat itu dia tinggal di panti.."

Penjelasan Mark membuat Jeno terdiam, ia kembali berpikir keras mengapa Jaemin-nya harus menghadapi kehidupan sulit lagi seperti dikehidupannya yang lampau. Tanpa orang tua, besar seorang diri lalu terluka karena pekerjaannya.

Disepanjang perjalanan menuju rumahnya Jeno lebih banyak diam dan berpikir, bagaimana caranya membuat kehidupan Jaemin lebih baik daripada masa lampau dan tentu saja kehidupannya saat ini. Ia bahkan tak menyadari bahwa kali ini Jaeminlah yang tengah sibuk memperhatikannya dari atas kepala hingga keujung kaki tanpa luput satu milimeter pun.

Berkali-kali ia merasa ragu namun sekali lagi Jaemin menyakinkan dirinya bahwa ia tidak mungkin salah mengenali orang, tapi bagaimana bisa seseorang dari 20 tahun lalu bisa terlihat sama tanpa adanya perubahan apapun? "Jeno-ssi?"

"Hmm?" akhirnya Jeno menoleh walau ia masih tak sadar bahwa Jaemin yang memanggilnya, hingga tatapan mata bulat itu teralihkan pada bibir Jeno yang tengah mengigiti kukunya sendiri baru dirinya sadar bahwa Jaemin memanggilnya dan memperhatikan tingkah anehnya.

"Ah, maaf.. kebiasaan burukku saat memikirkan sesuatu."

"Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih." ia menunjuk tangan kanannya yang sudah di bebat oleh perban bahkan ia tidak bisa menggerakkan jemarinya sampai satu minggu kedepan itulah yang dikatakan dokter.

Tangannya kini terlihat seperti tangan robot, terima kasih pada Lee Jeno yang membuatnya akan ditertawakan Jinhyuk saat pulang nanti. "Selama kau menjaga gipsnya dengan benar retak di tanganmu akan cepat sembuh."

Jaemin hanya mengangguk, ia tidak menjawab apapun dan kembali menghiraukan perhatian Jeno padanya yang bagi Jaemin itu sangat berlebihan, untuk ukuran seseorang yang pertama kali bertemu.

Mereka tiba disebuah rumah yang sangat besar setelah melewati tepi hutan disepanjang jalan yang hampir menuju pinggiran kota, bagian pagar depan rumah tersebut terdapat tulisan Mansion Lee. Jaemin mengerutkan keningnya seperti pernah mendengar nama itu sebelumnya dalam sebuah buku pelajaran kuno yang sempat dibacanya asal dahulu.

"Biar aku yang membantu mereka membawakan tas, kau masuk saja dengannya." ucap Mark sambil berlalu melewati Jaemin yang sibuk menatap sekeliling kemudian mengambil beberapa tas bersama dengan pegawai angkut lain dan juga pekerja mansion tersebut.

Ada yang mengusik Jaemin saat beberapa pekerja mansion menatap Jaemin sampai menutup mulut mereka tak percaya seolah-olah bermimpi tengah melihat Jaemin berada disana, bahkan alis pria itu sampai terangkat sebelah karena bingung apa mereka tidak mengenali tuan mereka sendiri dan mengira Jaemin adalah Jeno?

"Masuklah dulu, kau dan Mark harus mengenal keluargaku." kali ini ucapan Jeno yang membuat Jaemin menoleh dan tersadar dari lamunannya akan tingkah aneh para pekerja di mansion tersebut.

"Ah ya.." Mau tak mau Jaemin mengikuti Jeno memasuki rumah mewah milik keluarga Jeno, walaupun dirinya tahu tindakannya tidak sopan namun rasa penasarannya membuatnya justru melihat dan meneliti bagian dalam rumah megah tersebut begitu kakinya menginjak masuk melewati pintu.

Terdapat tangga besar yang memutar di sisi sebelah kiri sedangkan sofa mewah di sudut kanan dan tepat pada dinding diatas sofa terdapat foto keluarga ada 5 orang dalam foto tersebut dan salah satunya adalah Jeno.

Tunggu...

Langkahnya terhenti saat menyadari potret Jeno di foto tersebut dan yang dilihatnya hari ini tidak berbeda sama sekali, bukankah dia baru kembali setelah 20 tahun pergi?

Apa potret ini diambil oleh keluarganya saat Jeno masih berada di Perancis?

"Kau sudah pulang Jeno-ya?"

"Renjun-ah.." Panggil Jeno girang, tak lama beberapa saudaranyapun keluar dari dalam menyambut kedatangan Jeno "Donghyuk-ah, Jisung?!" Jeno memeluk ke-3 saudaranya satu per satu namun ia paling lama memeluk Jisung dan menepuk-nepuk punggungnya.

Jaemin ada disini, ia tidak tahu bagaimana reaksi Jisung saat melihat reinkarnasi kakaknya nanti "Ada apa Hyung?"

"Tak ada.." Jeno tersenyum dan melepas pelukanya, ia menoleh pada Jaemin yang memunggungi mereka karena tengah menatap foto keluarga mereka.

"Siapa dia?" Tanya Donghyuk penasaran, namun dengan cepat ia teralihkan saat melihat seorang pria dengan rahang tegas berkulit putih dan terlihat begitu tampan masuk kedalam sambil membawa salah satu tas milik Jeno "Omo.. siapa juga dia?"

Mau tak mau Jeno terkekeh melihat reaksi Donghyuk saat melihat Mark, reaksi langka, karena tidak biasanya saudaranya tersebut tertarik dengan cepat pada seorang manusia.

"Dia Mark, bodyguardku hari ini."

Mark membungkuk sebagai salam hormat saat mendengar namanya disebut untuk diperkenalkan pada keluarga Jeno.

"Lalu dia?" Kini Jisung yang bertanya penasaran.

"Dia juga bodyguardku hari ini, aku baru bertemu dengannya tadi tapi dia sudah terluka karena fansku. Jaemin-ssi?"

Tidak bisa dipungkiri Mark bingung mendengar cara Jeno memperkenalkan Jaemin pada keluarganya, ditambah lagi dengan reaksi terkejut ke-3 keluarga Jeno saat mendengar nama rekannya disebutkan.

"Ya?" Jaemin menoleh dengan sedikit bingung karena namanya dipanggil oleh Jeno, namun ia baru sadar sudah ada banyak orang disekitarnya.

Apa sedari tadi dia melamun menatap foto keluarga Jeno "Maafkan aku.." Jaemin segera menghampiri Jeno dan berdiri disebelahnya kemudian membungkuk untuk memperkenalkan diri "Perkenalkan aku Na Jaemin."

Semua yang berada dalam ruangan itu terdiam, mereka tidak menyangka akan melihat seseorang yang berwajah sama persis seperi Jaemin, Park Jaemin. Jisung bahkan sampai lemas dan mundur beberapa langkah kebelakang dan menabrak meja dibelakangnya.

Reaksinya tentu saja membuat Donghyuk segera mendekati Jisung dan mengundang tanda tanya besar di benak Mark ataupun Jaemin. Reaksi keluarga Jeno benar-benar membuat ada tanda tanya besar di dalam kepala keduanya.

"Karena kami sudah mengantarkanmu sampai dirumah dengan selamay sepertinya diriku dan Mark Hyung harus segera pergi. Dan terima kasih sekali lagi untuk pengobatan yang kau berikan padaku." Jaemin tidak terlalu memperdulikan reaksi aneh keluarga ini karena ia sudah kenyang ditatap selama perjalanan oleh Jeno.

Ia menundukkkan kepalanya sebentar bersamaan dengan Mark sebelum memutuskan untuk beranjak pergi "Jaemin-ssi.." Panggil Jeno, ia sudah memikirkannya matang-matang sama seperti dahulu, satu-satunya cara membuat Jaemin tetap berada didekatnya adalah menjadikan pria itu pengawal pribadinya.

"Aku membutuhkan bodyguard untuk diriku, apa kau bersedia bekerja untukku?"

Donghyuk yang merasa Jeno sedang mengejar kesempatannyapun tiba-tiba mengangkat tangannya ia pun ingin sedikit memanfaatkan kesempatan yang ada, pria bernama Mark itu, ada yang menarik dari dirinya.

"Dirikupun, apa kau mau menjadi pengawal pribadiku?" Tawaran Donghyuk lebih terdengar seperti permintaan sambil menunjuk Mark yang kini terbengong karena ia ditunjuk dengan tiba-tiba.

"Diriku??" Mark menunjuk dirinya sendiri.

"Ya dirimu, sudah lama aku tidak memiliki pengawal pribadi.."

Mark dan Jaemin saling bertatapan sejenak, mereka tengah terikat pekerjaan mana mungkin mereka bisa memutuskan sendiri. Mark tentu saja tidak akan menolak tapi belum tentu dengan Jaemin, sejak tadi saja dia tidak memberikan respon apapun pada kebaikan yang diberikan oleh Jeno padanya.

"Jika kau merasa tak enak karena kejadian tadi sehingga memberikanku pekerjaan, sepertinya tidak perlu. Seharusnya kau menjauh dariku agar kejadian tadi tak terulang lagi, permisi."

Sekali lagi Jaemin menundukkan kepalanya pada Jeno dan anggota keluarganya sebelum beranjak pergi sambil menepuk lengan Mark agar mengikutinya, namun Mark memberikan gesture pada Donghyuk untuk menghubunginya saja jika tetap berniat menjadikannya pengawal pribadi.

Setelah kepergian kedua orang tersebut suasana dalam rumah segera berubah "Apa itu tadi? Orang tadi benar-benar Jaemin?" Renjun bersuara dan tak percaya dengan penglihatannya sendiri, ia seperti melihat Jaemin hidup kembali walaupun kematian pria manis itu sudah ratusan tahun berlalu.

"Dirikupun terkejut sama sepertimu Renjun-ah, tapi seperti yang kau lihat. Dia Jaemin.."

Tubuh Jisung merosot jatuh terduduk dilantai, andai Pria tadi tidak memberikan reaksi dingin pada Jeno pasti ia akan segera memeluk pria yang terlihat sangat mirip dengan kakaknya tersebut.

"Kau tak apa-apa Jisung-ah?" Donghyuk kembali menghampiri Jisung yang terduduk dilantai kemudian ikut berjongkok dan meremas bahu Jisung.

"Apa menurutmu aku masih bisa baik-baik saja setelah melihat Hyungku tadi ada dihadapanku dan tidak mengenali kita semua? Bahkan dia bersikap sangat dingin pada kita semua Hyung?" Jisung mengembalikan pertanyaan tersebut pada Donghyuk, dirinya tak habis pikir setelah sekian lama ia lewati akhirnya bisa menemukan kembali kakaknya apa itu artinya pengkhianat itu akan ditemukannya juga?

"Tuan.."

Suara salah satu pekerja mereka membuat mereka menoleh "Barang-barangmu sudah berada di kamar.." Jeno mengangguk lalu mengucapkan terima kasih pada pekerjanya tersebut.

"Akan kuusahakan dia bekerja denganku, jadi kau bisa bertemu dengannya dan kembali dekat dengannya Jisung-ah.." Ujar Jeno sembari mendekat pada Jisung yang terlihat masih terkejut.

"Kau ingin memperkerjakan dia demi Jisung? Atau untuk dirimu sendiri?" kali ini Renjun yang melemparkan pertanyaan, dan memang tidak ada yang salah dengan pertanyaan tersebut.

"Aku tahu kau merasa diriku saat ini tengah memanfaatkan situasi, tapi bukankah ini takdir namanya jika dia bertemu lagi denganku. Baik Jisung ataupun diriku apapun hal yang bisa menarik Na Jaemin kemari, akan kami lakukan."

"Dia bahkan terlihat sangat tidak menyukaimu Jeno."

Untuk hal ini Jeno tidak bisa menyangkal, ia menghela nafas pelan sejak awal bertemu memang kedua mata bulat itu selain menghanyutkan Jeno akan kenangan masa lalu juga menyiratkan rasa tidak suka yang mendalam pada dirinya.

Entah apa kesalahannya hingga Jaemin bersikap sedingin itu padanya "Akan kupikirkan caranya walaupun dia membenciku sekalipun." Jeno menepuk bahu Renjun yang sedari tadi beradu argumen dengan dirinya "Aku akan membereskan pakaianku." Jenopun memutuskan untuk beranjak saja dari sana, ia masih menatap Jisung yang terduduk di atas lantai dihibur oleh Donghyuk sambil menaiki tangga kelantai atas.

Begitu tiba didalam kamar Jeno memperhatikan sekelilingnya, tak ada yang berubah sama sekali dari kamarnya, bahkan masih tetap terlihat bersih walupun sudah ditinggalkan selama 20 tahun olehnya.

Ia melangkah menuju kasurnya dan berniat mengangkat koper miliknya, namun netranya terusik saat melihat sebuah tas hitam yang sama sekali bukan miliknya tergeletak diatas kasur.

"Punya siapa ini?" mau tak mau Jeno mengambil tas tersebut dan membukanya, ia mengambil dompet dan ponsel yang terdapat didalam tas tersebut.

Begitu membuka dompet Jeno bisa melihat foto Jaemin dengan seragam satuan penjaga keamanan, dia tersenyum manis dalam foto tersebut, tanpa sadar kedua sudut bibir Jeno tertarik dan membentuk lengkungan senyum disana. Lihatlah, dia terlihat begitu indah dipandang mata saat tersenyum, mengapa dihadapannya justru Jaemin engga menunjukkan senyumannya?

Jeno memutuskan untuk mengambil foto tersebut dan menyimpan untuk dirinya sendiri setelah ia tahu ini tas milik Jaemin yang mungkin tercampur saat mereka memindahkan tas miliknya.

"Tuhan memang sengaja membuatmu dan diriku bertemu lagi." kekehnya dengan senang, ia mengambil ponsel milik Jaemin seolah-olah ponsel itu adalah miliknya, ia menghidupkan layar ponsel tersebut. Namun senyum cerah di wajahnya menghilang menjadi raut cemberut saat melihat wallpaper Jaemin berfoto sangat dekat dengan seorang gadis cantik, wajah keduanya saling menempel satu sama lain.

Benar-benar membuatnya iri dan kesal disaat bersamaan.

"Siapa gadis ini? Apa dia tidak tahu Jaemin milikku?"

Oh baiklah, Lee Jeno sudah mulai gila dan kembali terobsesi pada Jaemin seperti masa lalunya. Ia menghiraukan gambar wallpaper tadi dan membuka kunci ponsel tersebut beruntung Jaemin tidak menggunakan pin atau semacamnya.

Jeno menyimpan nomor ponselnya di ponsel Jaemin kemudian menghubungi nomornya sendiri dari ponsel tersebut, senyumnya kembali mengembang setelah ia menyimpan nomor ponsel Jaemin.

"Besok akan kuantarkan kerumahnya.." tangannya masih gatal ingin memeriksa apalagi yang berada didalam sana, ia menemukan pakaian, buku, dan sebuah kotak persegi panjang yang sudah dibungkus dengan kertas kado bertuliskan "Saengil Chukkae uri Lami, saranghae.." membaca kata-kata itu saja membuat Jeno mual.

Mengingat bagaimana dinginnya sikap Jaemin padanya tapi dia justru bisa menuliskan kata-kata semanis ini untuk seorang gadis bernama Lami, apa dia memiliki kepribadian ganda?? Apa jangan-jangan gadis itu kekasihnya?? Ah tidak mungkin.

Sial harusnya tadi Jeno bertanya pada Mark apakah Na Jaemin si pendiam itu memiliki kekasih atau tidak.

Oh rasanya saat ini Lee Jeno hampir akan meledak karena kesal, tidak dia bukan kesal, dia cemburu tentu saja dia cemburu, karena banyak hal yang ditemukannya membuat otak pintarnya ini justru memikirkan dan menyimpulkan banyak hal.

Debaran di balik rongga dadanya bahkan tidak berubah sejak ratusan tahun lalu. Namun sepertinya orang yang ditunggu olehnya sama sekali tidak merasakan hal yang sama.

Setelah berpikir matang-matang akhirnya Jeno meraih ponsel miliknya lalu menghubungi seseorang, ia menghela nafas sambil menunggu panggilan tersambung. Saat tersambung Jeno tersenyum penuh arti "Ah, maaf aku menghubungimu tiba-tiba bisakah kuminta sedikit pertolonganmu?" ucapnya dengan penuh keramahan.

Mobil van hitam yang mengantarkan Jeno tadi kini berhenti didepan panti yang ditinggali Jaemin, namun hanya Jaemin dan Mark yang turun dari sana sebelum van tersebut kembali pergi dan saat ini wajah Jaemin yang sudah dingin kini bertambah datar karena ternyata tas dan segala isinya sepertinya ikut terangkut oleh pengawai di Mansion Lee tersebut.

Apa dirinya sedang sial atau bagaimana? Jaemin sudah berkata tidak akan mau lago berurusan dengan Lee Jeno namun nyatanya tas kesayangannya beserta dengan isinya justru tertinggal di Mansion itu.

"Sebaiknya kita kembali kesana untuk mengambil tasmu, bukankah itu lebih baik daripada kulihat wajahmu seperti itu?"

"Kau saja yang kembali kesana."

"Ada apa denganmu eoh? Model itu perhatian sekali padamu, bahkan mengobati tanganmu yang diinjak oleh fansnya."

Jaemin meletakkan telunjuk di bibirnya menyuruh Mark untuk diam "Ssst... Jika ada yang mendengar akan kebaikannya maka esok hari kepalaku yang akan mereka injak." mengingat apa yang terjadi hari ini menambah kesan menyeramkan 'fangirl' dalam kepalanya.

"Jika aku kembali kesana aku akan melewatkan acara ulang tahun Lami didalam sana. Kau tahu sudah 3 tahun ini kulewatkan ulang tahunnya. Dan jarak dari sini hingga ke kediaman model itu cukup memakan waktu."

Jaemin menghela nafas, ia melembut saat membahas tentang gadis manis dan cantik itu. Ada rasa bersalah karena hadiah yang sudah disiapkannya justru tertinggal dirumah si model itu. Tapi jika ia berbalik kerumah itu Jaemin akan melewatkan acara ulang tahun gadis manis itu.

Lagipula siapa orang bodoh yang membangun rumah di tempat terpencil seperti itu, memang keluarga itu aneh.

"Kau ikut kedalam bukan?"

"Tentu saja, aku sudah lama tak main berkunjung.." Mark segera melenggang masuk kedalam tanpa menunggu sang pemilik menawarkannya masuk.

Jaemin terkekeh pelan ia menyampirkan jas hitam yang sudah dibantu oleh Mark untuk dilepaskannya tadi, namun langkahnya terhenti karena deruan mesin mobil memasuki telinganya.

Jalan yang sangat sepi didepan pantinya ini sangat jarang dilewati oleh mobil apalagi dijam seperti ini, ia melihat sebuah mobil dari kejauhan mendekat lalu berhenti dihadapannya.

Sebelah alisnya terangkat karena bingung, ia tak tahu siapa yang berada didalam mobil dan kenapa berhenti didepan pantinya. Bibirnya baru akan terbuka untuk berbicara namun lidahnya kelu begitu melihat siapa yang keluar dari kursi penumpang disebelah supir dengan senyum lebar.

Wajahnya kembali datar darimana orang ini tahu tempat tinggalnya "Jeno-ssi?"

Jeno tersenyum lebar walaupun Jaemin menyambutnya dengan wajah datar dan nada kurang bersahabat seperti sebelum-sebelumnya.

"Aku datang untuk..."

"... Mark Oppa bilang kau sudah pulang, kenapa tidak masuk Jaemin Oppa?"

Baik Jeno maupun Jaemin menoleh kesumber suara, seorang gadis cantik dengan balutan gaun sederhana berwarna pastel membalut tubuhnya. Rambut panjang sepunggungnya dengan jepitan pita berwarna senada dengan gaunnya menghiasi mahkota sang gadis.

"Lami.."

Jeno menatap Jaemin dan gadis itu bergantian, sikap dingin yang Jaemin tunjukan padanya berubah dalam hitungan detik, karena dengan mudah bibir merah itu kini tersenyum untuk gadis yang masih Jeno ingat wajahnya menghiasi wallpaper di ponsel Jaemin.

Apa ini?

Kenapa seperti ini?

Kenapa ada rasa sesak didadanya saat ia justru sudah menemukan Jaemin dikehidupan kali ini. Mengapa harus ada gadis itu diantara dirinya dan Jaemin?

Twisted


Jisung yang mengintip dari kemudi mobil hanya bisa menghela nafas malas sampai kapan dia harus tetap berada didalam mobil ia pun ingin melihat Hyungnya lagi, karena itu yang dijanjikan Jeno jika dirinya mau mengantarkan si model itu kemari.

Dengan tidak sabaran Jisung membuka pintu dan keluar "Hyung?!" panggil Jisung namun entah kenapa bukan hanya Jeno yang menoleh tapi juga Jaemin yang usainya justru merasa bingung kenapa dirinya ikut menoleh karena panggilan tersebut.

Tapi setidaknya panggilan itu membuatnya tersadar dari lamunan bodohnya hanya karena melihat betapa cantiknya Lami dihadapannya barusan "Aku akan masuk Lami-ah, tunggu saja didalam." Jaemin segera berbalik berhadapan dengan Jeno tidak lupa mengembalikan wajah datarnya.

"Ada apa?"

Ada sedikit rasa kecewa disana, kenapa Jaemin harus seketus itu padanya. Ia bahkan sampai lupa bagaimana cara berbicara yang benar walau hanya untuk mengucapkan 'Aku datang untuk mengembalikan tasmu yang terbawa oleh pegawaiku' namun rasa kecewa seperti mematikan kepintarannya untuk berbicara dengan baik dan benar.

"Hyungku datang untuk mengembalikan tasmu.." akhirnya Jisung yang menyahuti pertanyaan Jaemin pada Jeno. Bahkan dia juga yang melemparkan tas hitam Jaemin kembali pada pemiliknya "Apa kau harus bersikap seketus itu pada Hyungku?" Tanyanya dengan nada yang sama dengan milik Jaemin "Apa mengucapkan terima kasih pada Hyungku juga tidak bisa kau ucapkan?"

Walau satu tangannya tengah di gips, tangan kiri Jaemin tak kalah cekatan dengan tangan kanannya. Dengan mudah Jaemin menangkap tas hitamnya yang dilempar begitu saja oleh Jisung "Terima kasih.." ucapnya singkat tanpa menoleh pada Jeno, ia segera beranjak masuk kedalam begitu saja andai saja ia tidak melihat Lami masih berdiri disana.

"Bukankah kau model terkenal itu?"

Baik Jeno, Jisung ataupun Jaemin segera menatap Lami dengan pemikirannya masing-masing namun Jaeminlah yang paling tidak percaya bahwa Lami tahu tentang Jeno "Kau mengenalnya?"

"Tentu, dia sangat tampan Oppa wanita Korea mana yang tidak mengenalnya sebagai model??" jelas Lami dengan semangat membuat Jeno merasa terbunuh hanya dengan lirikan tajam yang Jaemin berikan padanya.

"Apa kau salah satu fans Hyungku?" tanya Jisung dengan senyum diwajahnya, dan senyum dibibirnya kian melebar saat melihat gadis itu menganggukkan kepalanya dengan semangat.

Seumur hidup Jaemin tinggal bersama dengan Lami baru hari ini dirinya tahu bahwa gadis ini adalah seorang fans Lee Jeno si model tersohor yang tidak dikenalnya itu. Harapannya hanya satu, semoga Lami tidak berada di bandara tadi berdesakan dengan gadis gila lainnya hanya demi melihat seorang Lee Jeno lebih dekat.

"Tapi kau tidak ke bandara bukan?"

Lami segera menoleh pada Jaemin "Omo, tentu saja aku kebandara untuk melihatnya Oppa hanya saja tak terlihat karena insiden kecil saat salah satu bodyguard Jeno Oppa terdorong dan terinjak-injak.." Lami mengoceh panjang lebar hingga matanya kini menatap tangan kanan Jaemin yang digips.

Gadis manis itu menatap Jeno dan Jaemin bergantian "Jangan-jangan yang terjatuh terinjak-injak itu dirimu Oppa?"

"Tidak, Jaemin-ssi tidak terinjak-injak ia hanya terdorong dan tangannya terkilir. Aku sudah membawanya kedokter dan memastikan tangannya akan segera sembuh.." Jeno segera memotong ocehan Lami karena jika semakin diteruskan Jeno akan benar-benar mati hanya karena merasakan aura membunuh yang semakin kental keluar dari tubuh Jaemin.

"Ah.. Tapi kau tak apa bukan Oppa?"

Walau dirinya kesal tapi Jaemin tetap tidak bisa untuk tidak tersenyum apalagi tidak menjawab pertanyaan Lami padanya "Tenang saja, aku tak apa-apa.."

"Ayo masuk.." Jaemin mengajak Lami untuk masuk dan berniat meninggalkan Jeno serta adiknya diluar tapi satu kalimat dari Lami membatalkan seluruh niatnya agar tak berurusan dengan Lee Jeno.

"Mengapa tak mengundang mereka masuk? Mereka sudah mengembalikan tasmu, dia juga sudah membawamu kerumah sakit, dan Jeno Oppa adalah idolaku.."

Jeno menunjukkan cengiran khasnya pada Jaemin dan Lami hingga kedua matanya menyipit seperti bulan sabit saat kedua orang tersebut menatap Jeno dengan pandangan berbeda, yang satu tersenyum dengan pandangan berbinar yang satunya berwajah datar dengan tatapan ingin membunuh.

Karena Jeno hanya diam saja dan Jaemin pun tidak mengatakan sepatah katapun akhirnya Jisung yang memutuskan untuk menarik Jeno masuk kedalam setelah dengan cekatan ia memarkirkan mobil yang dibawanya. Walau ia merindukan Jaemin tapi bukanlah Jaemin yang seperti ini yang dirindukan olehnya.

"Apa kau sedang belajar menjadi patung eoh? Jika ditawarkan masuk kau masuk saja, bukankah kau ingin mendapatkannya lagi?" omel Jisung sambil terus mendorong Jeno masuk kedalam panti sambil berbisik melewati Jaemin "Terima kasih atas undanganmu.." Ujar Jisung dengan sopan pada Lami, tetapi langkah mereka terhenti saat beberapa anak yang tengah berlarian menabrak Jeno hingga mereka yang berlari terjatuh.

"Kalian tidak apa-apa?"

Jaemin yang merasa hari ini adalah hari tersialnya mau tak mau tetap melangkah masuk kedalam panti bersama dengan Lami, walaupun ia kesal karena Jeno harus ikut dalam pesta ini sekalipun. Namun atensinya tertuju pada Jeno yang tengah berlutut di atas tanah menolong beberapa anak panti yang terduduk ditanah setelah tak sengaja menabrak pria itu.

Ia ingat kejadian yang sama pernah terjadi diantara dirinya dan Jeno 20 tahun lalu, jika melihatnya seperti ini ia akan percaya pria itu adalah seorang model pria baik-baik tapi jika mengingat malam mengerikan itu Jaemin tidak akan pernah percaya akan apapun tindakan baik yang dilakukan Jeno dihadapannya.

"Kalian tidak apa-apa?" Jeno membersihkan bagian belakang pakaian anak-anak yang jatuh tersebut. "Berhati-hatilah.. kau bisa terluka.." jemari Jeno hampir mengacak surai hitam anak lelaki itu andai saja Jaemin tidak dengan tiba-tiba menarik adik-adiknya untuk kembali ke tempat pesta dimana para orang dewasa berada.

"Kembalilah kedalam, sudah hyung katakan bukan jangan dekat-dekat dengan orang asing."

Dengan malas Jisung menatap Jeno dan Jaemin, ia masih tidak mengerti kenapa pria ini harus sekejam dan sedingin itu pada hyungnya. "Mereka hanya anak-anak tidak perlu kau marahi seperti itu." Jeno segera menimpali omelan Jaemin sembari bangkit berdiri.

"Justru karena mereka anak-anak, orang asing sangatlah berbahaya bagi mereka." Jaemin hampir melangkah lebih dalam namun melihat Lami masih menatap Jeno dengan pandangan berbinar-binar seperti selayaknya fans iapun kembali lagi dan mengenggam jemari gadis itu untuk segera masuk mengikutinya.

Acara sederhana di bagian belakang panti sudah dimulai Lami mengabsen satu persatu oppanya namun ia merenggut saat tidak menemukan salah satu oppa kesayangannya "Dimana Hyukjae Oppa?"

"Dia masih sibuk dengan cafe barunya, tiup saja lilinnya. Hyukie sudah menitipkan hadiah untukmu padaku." Jinhyuk menepuk-nepuk kepala Lami sambil menunjuk api lilin yang bergoyang-goyang tertiup angin.

Gadis itu menurut dan meniup lilinnya dengan rentetan permintaan sebelumnya. Sangat banyak yang ia inginkan, dia ingin keluarga besarnya ini selalu bahagia, ia ingin Jinhyuk lebih cepat mendapatkan pasangan, ia ingin Junmyeon berhenti bersikap dingin pada semua orang, ia ingin Hyukjae cepat sukses dengan cafe barunya, dan yang terakhir Lami menatap Jaemin yang tengah menatapnya saat ini, ia ingin Jaemin bisa cepat menemukan pembunuh ayahnya.

"Apa permintaanmu?" tanya Jaemin

"Banyak, salah satunya ada untukmu Oppa.. mana kadoku?"

Mengingat hadiah, Jaemin segera mengambil tas nya dan mengeluarkan hadiah yang sudah ia siapkan untuk Lami dari jauh-jauh hari. "Untukmu, saengil chukkae Lami-ya.."

Dengan senyuman yang tidak pernah lepas dari bibirnya gadis itu membuka kotak persegi panjang yang diberikan Jaemin padanya "Omo.. syalnya bagus sekali Oppa, waah kau memang yang terbaik.." Lami segera memeluk Jaemin dengan erat, dari semua Oppa yang ia miliki memang Jaeminlah yang paling menyayangi dan begitu mengenalnya.

"Hhh hal bodoh apa yang sedang kulakukan disini." protes kecil keluar dari bibir Jeno, rasanya memutuskan kembali ke Korea hari ini terasa begitu salah baginya. Mengapa kurang dari satu hari ia mengenal Jaemin dikehidupan ini tapi rasa sakitnya seperti setahun ia sudah mengenal pria yang tengah dipeluk gadis lain itu.

"Kau sedang melihatnya dipeluk oleh gadis lain." kekeh Jisung meledek, mereka tengah duduk diatas kursi taman tidak jauh dari acara berlangsung, usai mereka masuk tadi semuanya menyambut kedatangan mereka setelah Mark memperkenalkan keduanya, hanya Jaemin yang tidak menyambut kedatangan mereka, kedatangan Jeno lebih tepatnya.

"Apa diriku melakukan kesalahan hingga dikehidupan ini dia sangat membenciku?"

"Bersabarlah.. walau dia terlihat menyukai gadis itu tapi kau masih bisa mengejarnya."

"Apa itu motivasi terbaikmu Park Jisung?"

Jisung kembali terkekeh, kasihan sebenarnya melihat Jeno tersiksa dengan rasa cemburu dan tidak bisa memiliki Jaemin tapi meledek Hyungnya adalah hal yang sangat dirindukan olehnya bayangkan sudah berapa lama ia tidak meledek Jeno?

20 tahun, waktu yang cukup lama untuk mengunci bibirnya.

"Sebentar Hyung.." ponsel Jisung bergetar dan ternyata Renjun yang menghubunginya "Ku angkat dulu.." Jisungpun bangkit berdiri dan menjauh dari Jeno.

"Seharusnya sejak awal setelah mengembalikan tasnya diriku pulang saja.." Jeno menghela nafasnya malas, ia melihat kesekeliling, dan mendapati ada kolam ikan tidak jauh dari tempatnya duduk. Iapun bangkit berdiri dan melangkah menuju kolam tersebut menatap pantulan bulan yang bulat dipermukaan kolam ikan yang tidak terlalu besar tersebut. Senyuman simpul muncul di bibirnya, ia ingat setiap Jaemin kembali ke Mansion mereka akan menghabiskan waktu bersama mengobrol di kolam memandangi pantulan bulan.

"Kau menyukai kolamnya?"

Suara dari balik tubuhnya membuat Jeno yang tengah tersenyum simpul berbalik, ia melihat Jaemin sudah berdiri dibelakangnya dengan membawa sepotong kue dengan piring kecil di tangan kirinya.

"Ah ya.. Kolam ini mengingatkanku akan masa-masa lampau." Jeno kembali menatap kolam ikan tersebut, sangat jarang tempat di Korea yang masih memiliki kolam ikan seperti panti ini membuatnya ingat akan Mansion Lee dahulu yang entah sekarang sudah menjadi apa..

"Kolam itu sudah ada sejak diriku berada disini, sepertinya bangunan tua ini memiliki kolam sejak dahulu hingga hanya kolam saja yang tak dipugar.." jelas Jaemin, bibirnya berbicara begitu saja mengenai kolam padahal Jeno sama sekali tidak bertanya.

"Ini, Lami memberikannya padamu." Jaemin menyodorkan kue tersebut pada Jeno daripada dirinya berbicara tidak jelas mengenai kolam dan mau tak mau si tampan mengambil potongan kue tersebut, dan melihat Jaemin hampir beranjak.

"Kau sudah mencicipi kue ini?"

"........." Jaemin berhenti melangkah dan kembali menghadap Jeno "Apa maksudmu?"

"Aku ini model internasional bukan? Bagaimana jika ada yang berniat meracuniku, lagipula hari belum berakhir kau masih bodyguardku."

Belajar menyebalkan sesekali adalah hal yang dipelajarinya dari Jisung barusan "Tidak mungkin ada yang.."

"Aaa.. buka mulutmu, bagaimana rasanya?" Jeno memutuskan untuk tidak mendengarkan ocehan Jaemin, ia malah mengambil cake seujung sendok lalu menyuapi Jaemin dengan kue tersebut membuat si manis terdiam saat menerima suapan tersebut secara tiba-tiba.

Kedua mata bulat itu menatap Jeno terkejut, namun perlahan ia mengunyah kue didalam mulutnya, keningnya berkerenyit saat cake tersebut lumer dimulutnya, merasa kuenya kurang enak ia pun menatap cake tersebut, siapa yang membuat kue ini? Apa dia berniat membunuh semua orang?

"Ugh jangan dimakan, rasanya bukan seleramu." ucap Jaemin setengah berbisik ia tidak enak jika Lami mendengarnya, mungkin saja kue itu buatannya.

Melihat reaksi Jaemin justru membuat Jeno penasaran dan memakan sesendok kue tersebut dalam hitungan detik seketika raut wajahnyapun berubah.

Ia dan Jaemin yang terkejut karena Jeno tetap memakan kue tersebut walau sudah dilarang olehnya saling melempar tatapan sebentar sebelum keduanya tiba-tiba terkekeh bersama.

"Sudah kukatakan jangan memakannya.." omel Jaemin tetap berbisik entah mengapa ia tidak bisa menahan tawanya saat melihat wajah terkejut Jeno atas rasa cake tersebut yang sangat asin.

"Siapa yang membuatnya? Kau ingin memakannya lagi?" Jeno sudah mengambil sesendok kue dan berniat menyuapi Jaemin namun kepala pria manis itu segera bergerak menjauh, namun ia tetap memanjangkan tangannya untuk menyuapi Jaemin walau pria dihadapannya tetap saja menolak.

"Jauhkan kue itu dariku Jeno-ssi.."

"Ya ya ya aku akan mengajaknya pulang Hyung, kau tenang saja..." Jisung mengangguk-anggukkan kepalanya seperti burung saat mendengar Renjun memintanya membawa pulang Jeno yang mungkin saja tengah jetlag karena perjalanan dari Prancis ke Korea.

Namun dimatanya saat ini ia justru tengah melihat Hyungnya itu menggoda Jaemin dengan berniat menyuapi kue yang berada di tangan Jeno, menatap kue tersebut membuat Jisung berpikir kenapa dirinya tak mendapatkan kue??

"Kututup ya Hyung, setelah memakan kue aku akan pulang dengan Jeno Hyung.." tanpa menunggu sahutan dari seberang sana Jisung segera memutuskan sambungan telepon dan mencari kue untuk dirinya sendiri.

Jaemin menahan tangan Jeno dengan tangan kirinya kepalanya sudah menggeleng ia tidak ingin memakan kue asin tersebut lagi. Ia melangkah mundur berusaha menjauh dari Jeno namun kakinya justru tersandung sebuah batu yang cukup besar membuat tubuhnya hampir terpelanting kebelakang.

Beruntung Jeno dengan cepat membuang piring kertas kecil dalam genggamannya dan menahan tubuh Jaemin sebelum pria itu benar-benar menyentuh tanah "Jaemin-ssi!!"

Tubuh keduanya menghantam tanah namun bersyukurlah Jaemin karena dia berada dalam dekapan Jeno sehingga gips ditangannya tak tersentuh sama sekali "Kau tak apa-apa?"

"Hmm yah, aku baik-baik saja." Jaemin mendongakkan kepalanya namun ia tak menyangka kalau jarak wajahnya dan Jeno benar-benar sangat dekat terlalu dekat bahkan, ia sampai bisa melihat pantulan wajahnya dari mata coklat Jeno dihadapannya, posisinya yang terhimpit oleh tubuh Jeno benar-benar sangat tidak menguntungkan.

Dalam sepersekian detik dihidupnya ini kali pertama Jaemin tak memikirkan siapa pembunuh ayahnya, bagaimana rupanya, bagaimana cara membunuhnya, baru saja pemikiran itu menghilang ia bahkan sempat tak berkedip ketika manik bulatnya dan manik tajam Jeno saling menatap satu sama lain dalam diam yang mengunci waktu keduanya yang terasa terhenti begitu saja.

Ada sesuatu yang hangat muncul dalam dadanya diwaktu sepersekian detik yang singkat tersebut, namun kenyataannya rasa hangat itu muncul didalam dada mereka berdua mungkin lebih tepatnya.

"Aku akan berdiri.." Namun sepersekian detik selanjutnya Jaemin mengedipkan mata seolah menyadari posisi mereka yang salah. Demi menghindari tatapan tajam dari kedua mata coklat itu, Jaemin mengalihkan pandangannya dan berniat untuk kembali berdiri namun Jeno terlebih dahulu bangkit berdiri dan menyadari bahwa Jaemin ingin menghindar dari posisi canggung barusan.

"Maaf, aku hanya berusaha menolongmu."

"Tak apa, sudah berapa kali kau menolongku hari ini? Mungkin karma di masa lalumu atau dikehidupan yang lampau kau membuat hidupku sulit." entah mengapa kalimat itu yang keluar dari bibir Jaemin saat ia sudah kembali bangkit berdiri, walau ia tersenyum sambil mengatakan hal tersebut tetap saja ucapan itu mengundang atensi Lee Jeno.

Dimasa lalu Jaemin berkorban nyawa untuknya, jadi kehidupannya kali ini... tidak akan Jeno biarkan Jaemin terluka karenanya walaupun hanya segores luka kecil sekalipun.

"Ya sepertinya.."

Jawaban Jeno membuat senyum di wajah Jaemin perlahan memudar, jawaban itu seolah-olah seperti Jeno mengakui bahwa dia pernah melakukan kesalahan fatal dihidup Jaemin 'Apa dia mengingatnya?' batinnya meronta-ronta dengan pertanyaan itu.

"...... apa maksudmu?" Pertanyaan itu keluar dan terdengar ragu, terlihat jelas Jaemin tidak ingin bertanya namun rasa penasarannya jauh lebih besar.

Jeno hampir membuka mulutnya untuk menjawab, mungkin jika ia berkata jujur bahwa dirinya dan Jaemin adalah sepasang kekasih di kehidupan lampau milik pria manis itu dia akan percaya. Namun Jisung datang dengan wajah merenggut setelah menghabiskan satu slice kue.

"Hyung ayo pulang, Renjun Hyung mencarimu."

Pembicaraan keduanya berakhir hanya dengan saling melemparkan tatapan pada lawan bicaranya dalam diam dan Jeno yang pertama kali memutuskan kontak mata keduanya "Baiklah aku pulang terlebih dahulu, dan sampaikan maafku pada gadis itu karena tidak memberikannya hadiah apapun.."

Ia tak perlu mendengar balasan dari Jaemin karena Jeno tahu bahwa pria itu hanya akan diam saja seperti sebelum-sebelumnya, tapi cengkraman dilengannya membuat Jeno kembali menoleh pada Jaemin.

"Tawaran pekerjaanmu masih berlaku bukan? Apa kau masih membutuhkanku sebagai pengawal pribadimu?"

Bukan hanya Jeno, tapi Jisungpun terkejut. Bukankah tadi Jaemin menolak dengan terang-terangan permintaan Jeno saat berada dirumah. Mengapa dia mengubah pikirannya?

"....Tentu saja, tawaran itu masih berlaku."

"Kau bisa menghubungi atasanku besok maka mulai besok siang aku bisa menjadi pengawal pribadimu."

"Tapi lukamu?"

"Sudah kukatakan ini hal biasa."

Jeno terdiam lagi, ia menoleh pada Jisung yang menganggukkan kepalanya. "Baiklah akan kuhubungi atasanmu, jadi besok siang datanglah ke Mansion Lee. Kau masih ingat bukan tempatnya?"

"Tentu, kediamanmu sangat menjorok kedalam hutan bahkan cukup jauh dari pemukiman padat penduduk. Sangat mudah mengingatnya."

"Baguslah.." Jenopun segera beranjak namun langkahnya kembali terhenti ia berbalik dan menatap Jaemin yang ternyata masih berdiri menghadap kearahnya "Ajaklah temanmu juga, saudaraku sepertinya membutuhkan bantuannya."

Sebuah anggukan dari kepala Jaemin berhasil membuat senyuman manis muncul di bibir tipis Jeno, iapun benar-benar beranjak pergi bersama dengan Jisung meninggalkan panti.

Sepeninggal keduanya Jaemin kembali menghadap kolam sambil berpikir, ia menatap pantulan bulan di air yang bergerak pelan disana. Mungkin bekerja dengan Jeno akan membantunya mengorek berbagai informasi tentang pria itu.

Bagaimana bisa Lee Jeno masih tetap terlihat diumur yang sama dengan pertama kali Jaemin melihatnya? padahal sudah lewat 20 tahun lamanya bahkan dirinya bertumbuh dewasa saat ini bahkan sepertinya Jaemin berumur lebih tua dari pada Lee Jeno.

Iapun ingin tahu bagaimana pria itu menjalani hidup usai menghancurkan hidup dan masa depannya bersama sang ayah, karena ia melihat sejauh ini pria itu terlihat hidup dengan baik-baik saja.

Saat ini bagi Jaemin tawaran Jeno untuk bekerja dengannya adalah langkah awal untuk membalas dendamnya, lagipula Lee Jeno terlihat tertarik dengannya.

Bukankah itu sebuah kebetulan yang menguntungkan bagi Na Jaemin?Bukankah itu juga mempermudahnya untuk melenyapkan Lee Jeno tanpa bantuan Siwon Hyung ataupun Jinhyuk Hyung.

Onyx coklatnya masih menatap pantulan bulan pada kolam dihadapannya, tidak terlihat keraguan sedikitpun disana ia sudah mantap dan yakin dengan keputusannya. Perlahan Jaemin melepas ikatan perban gipsnya, ia tidak membutuhkan benda ini ditangannya.

Sebentar gerakan tangannya terhenti, ia mengalihkan tatapannya pada tangannya sendiri, jika mengingat kebaikan Jeno ia teringat akan perasaan hangat didadanya tadi, namun dengan cepat ia menggelengkan kepalanya agar membuat jauh-jauh pemikiran tersebut.

Ia kembali membuka perban yang melilit tangannya dan menatap punggung tangan kanannya yang masih memerah.

"Jika kau benar-benar orang yang sama dengan pembunuh ayahku 20 tahun lalu, maka aku tidak akan segan-segan untuk membunuhmu dengan tanganku sendiri." Ujarnya sambil meremat udara dengan tangan kanannya sembari meringis menahan rasa sakit disana.

Mengganti perasaan hangat yang dirasakannya pada Jeno dengan rasa sakit.

To Be Continued

Tidak ada komentar:

Posting Komentar