∵ TWISTED ∵
|
|
|
|
Aroma ini....
Jeno sama sekali tidak bisa memalingkan wajahnya dari mata bulat anak kecil yang terlihat sangat ketakutan dihadapannya bahkan anak tersebut sudah menangis sambil menahan isakannya karena takut akan berakhir seperti ayahnya.
Perlahan kedua pupilnya yang memerah berubah kembali menjadi coklat, tubuhnya melemas saat kewarasannya kembali dan pengaruh obat yang membuatnya menggila perlahan menghilang. Tubuh Jeno pun merosot dan jatuh tergeletak di samping tubuh anak kecil tersebut, kesadarannya perlahan menghilang.
Keheningan dari tubuh tak bergerak si ayah dihadapan sang anak berganti dengan isak tangis saat ia menyadari bahwa ayahnya sudah tak lagi bernyawa, dengan kaki gemetar ia mencoba untuk bangkit berdiri menjauhi tubuh pria yang membunuh ayahnya dan menghampiri tubuh sang ayah.
Kedua tangannya mencoba untuk menggerakkan tubuh yang sudah lemas tak bernyawa dengan darah yang berceceran dari lehernya. "Appaaa..." panggilnya dengan penuh harap, setidaknya ia berharap melihat dada ayahnya masih bergerak naik dan turun namun nihil.
Itu hanyalah harapannya saja, ia kembali menangis terisak "Appaaaaa!!" tidak ada tangisan yang lebih menyedihkan daripada tangis kehilangan atas satu-satunya keluarga yang dimilikinya.
Tangisannya perlahan berhenti walau susah, karena ia pun masih tersedak saat menahan tangisannya. Dengan nafas memburu sang anak kembali menoleh pada pria yang tergeletak tak sadarkan diri ditempatnya meringkuk tadi, ia menatap marah pada pria yang sudah membunuh ayahnya, satu-satunya keluarga terakhir yang dimiliki olehnya.
Pertama kali dalam hidupnya selama 6 tahun ia merasakan amarah sebesar ini bahkan dada dan matanya terasa begitu panas membakar, jemari kecilnya mengambil batu bata yang berada tidak jauh dari tubuh ayahnya tergeletak ia kembali berjalan mendekati Jeno dan mengangkat batu tersebut diatas kepalanya.
Pria kecil tersebut hampir melemparkan batu ditangannya pada kepala Jeno andai saja ia tidak mendengar ada suara langkah kaki yang datang mendekat, dengan panik anak kecil itu membuang batu dalam genggamannya kesembarang arah dan berlari dari sana sejauh mungkin, ia takut.
Anak itu takut akan dimangsa oleh kawanan pria mengerikan itu, yang ada dikepalanya saat ini adalah meminta pertolongan pada polisi.
"Dimana lagi kita harus mencarinya?" Renjun mengikuti Jungwoo berlari pelan mencari keberadaan Jeno, sedangkan Jisung dan Donghyuk mencari kearah lain.
Pencarian mereka berhenti ketika melihat 2 tubuh tergeletak di jalanan dan salah satunya tentu saja mereka kenal dari pakaian dan postur tubuh yang familiar "I-itu Jeno." Renjun segera berlari menghampiri Jeno membalik tubuhnya dan terkejut melihat begitu banyak darah di mulutnya.
"Mulutnya penuh dengan darah Jungwoo Hyung.." Renjun menoleh pada Jungwoo yang tengah menatap tubuh tak bernyawa didekat Jeno, Renjunpun tidak bisa melanjutkan ucapannya.
Jeno baru saja melakukan kesalahan fatal..
"Kau tahu bukan ini bukan salahnya, gadis itu yang membuatnya seperti ini."
"Aku tahu Renjun-ah, tapi apa yang harus kita lakukan dengan mayat ini?" Jungwoo berbalik badan sembari meremas rambutnya sendiri, hal yang sering dilakukannya saat kebingungan melanda.
Ia memutuskan untuk menghubungi Donghae dan yang lainnya bahkan meminta supir mereka untuk segera menjemput dirinya, Renjun dan Jeno ketempat ini dengan cepat "Kita bawa Jeno terlebih dahulu kembali, akan sulit mengatakan padanya apa yang baru saja dilakukannya barusan."
Renjun tidak bisa berkata apa-apa dia hanya mengangkat kepala Jeno yang tengah tak sadarkan diri dan merangkulnya sampai mobil mereka tiba. Dirinya bersama dengan Jungwoo mengangkat tubuh Jeno susah payah kedalam mobil kemudian segera masuk kedalam.
"Mayat itu?"
Jungwoo menatap jasad pria itu sesaat namun penciumannya mencium aroma manusia, mereka tidak akan sempat kembali menjemput jasad ini, "Tinggalkan.."
"Bagaimana dengan Jisung dan Donghyuk?" Ia teringat akan 2 saudaranya yang lain saat mereka sudah dalam perjalanan, jemarinya sibuk menyibak helaian rambut Jeno diatas pahanya.
"Aku sudah meminta mereka segera pulang. Akan ada rapat darurat setelah ini."
Tubuh Jeno sudah dibersihkan namun pria pucat itu masih belum sadar dari fase tidurnya, sepertinya efek obat itu membuatnya lelah, sangat lelah. Maka dari itu Donghae yakin adiknya tidak akan bangun hingga esok pagi.
Merekapun memutuskan untuk memulai rapat tanpa mengikut sertakan Jeno diantara mereka "Jeno harus pergi.."
"Hyung, tapi dia tidak sengaja melakukannya.."
"Melukai manusia adalah kesalahan fatal kalian tahu bukan itu peraturan dalam keluarga ini." Tambah Jungwoo membenarkan ucapan Donghae dan membantah pembelaan Donghyuk.
"Jeno hanya korban, gadis itu yang memasukkan obat tersebut dalam minumannya."
Kali ini Renjun angkat bicara, biasanya dia hanya diam dan bersikap sewajarnya tidak terlalu perduli namun melihat kejadian barusan dan Jeno yang harus menanggung konsekuensinya ia tidak bisa diam saja.
"Apa kau harus mengusirnya? Dia hanya berbuat salah sekali dalam hidupnya, bahkan mungkin Jeno Hyung tak sadar bahwa dia membunuh orang barusan."
Donghae diam, iapun tak ingin mengusirnya namun apa yang dilakukan Jeno hanya akan membuat masyarakat curiga dengan keberadaan mereka. Manusia dijaman canggih seperti ini tentu saja percaya akan keberadaan vampire dan itu berbahaya bagi keluarganya.
"Bukankah tak ada saksi mata.."
Seluruh mata menatap pada Donghyuk "Selama tak ada saksi mata tidak akan ada yang tahu bahwa dia dibunuh oleh Jeno bukan? Mereka hanya akan berspekulasi itu perbuatan vampire tapi tidak tahu siapa. Kau hanya perlu memintanya pergi dari Korea selama beberapa waktu hingga kasus tersebut menghilang dengan sendirinya."
Donghae tampak berpikir, dirinya memang tidak ingin mengusir Jeno. Selama ini hanya Jeno adiknya yang selalu menurut diantara semuanya, jadi mengusirnya hanya karena 1 kesalahan yang bukan 100% kesalahannya sangatlah tidak adil bagi Jeno.
Beruntung Donghyuk memberikan saran padanya, masa berlaku sebuah kasus di Korea adalah 16 tahun maka dari itu Jeno harus pergi selama itu sampai kasus tersebut ditutup dan tidak bisa di ungkit lagi kepermukaan. Anggaplah mereka saat ini terlihat jahat pada keluarga pria itu, namun mereka hanya ingin melindungi anggota keluarga mereka.
"Kita akan mengirimnya kembali ke Eropa." Donghae mengambil keputusan sebelum terjadi perdebatan lagi. "Dan dia akan kembali saat kasus tersebut di tutup."
Seluruh anggota rapat menghela nafas lega termasuk Jungwoo karena Donghae mengambil keputusan bijak hari ini. "Kalian semua beristirahatlah, dan anggap kejadian yang menimpa Jeno hari ini pelajaran untuk kalian semua. Tidak semua manusia itu baik, kalian jelas tahu semua itu bukan. Jadi berhati-hatilah, jangan sampai kejadian seperti ini menimpa salah satu dari kalian lagi di masa depan."
Donghae menutup rapat dengan sebuah kalimat panjang sebagai pengingat dan pesan, tugasnya untuk memberi peringatan pada adik-adiknya selesai hanya tinggal bagaimana cara mengatakan pada Jeno dia harus pergi sementara dari Korea esok pagi.
Setelah semuanya pergi menuju kamar masing-masing dan Donghae memastikan Jisung dan Donghyuk yang terakhir kali naik ke lantai 2 memasuki kamar ia menoleh pada Jungwoo yang masih berdiri dengan setia di sisi kirinya.
"Apa ini semua karena diriku memaksakan kembali kemari Jungwoo-ya.."
"Kau terlalu berpikir berlebihan.. Semua ini takdir.." Jungwoo terdiam "...atau mungkin malapetaka yang harus dilalui oleh Jeno.."
Donghae kembali menghela nafas "Pesankan tiket untuknya.. Aku yang akan mengantarkannya sendiri kebandara besok.."
"Baik..."
Pemimpin klan pun bangkit berdiri dari kursi diruang makan yang tadi mereka gunakan sebagai ruang rapat. Ia menupuk bahu Jungwoo kemudian beranjak keluar dari sana dengan bahu turun.
Mereka bahkan belum sebulan menginjakkan kaki disini, namun mengapa Tuhan begitu kejam pada adiknya?
Semoga setelah semuanya berlalu Jeno dan keluarganya bisa hidup jauh lebih baik dari masa lalu... Hanya itu harapan Donghae saat ini.
Berbeda dengan rapat di rumah keluarga Lee, si anak kecil tersebut berlari bersama beberapa polisi patroli ketempat dimana mayat sang ayah berada, namun ia hanya menemukan ayahnya seorang diri sedangkan pembunuh ayahnya sudah tidak ada disana.
"Ahjushi, tadi dia ada disini. Dia yang mengigit ayahku!" Anak itu menunjuk tempat dimana dia meninggalkan pembunuh tersebut karena ketakutan.
"Apa kau sedang mencoba menipu kami eoh?!"
Salah satu polisi patroli mengangkat tangannya dan hampir memukul kepala si anak itu namun dihalangi oleh polisi satunya "Yak, apa kau tidak lihat dia ketakutan." Polisi tersebut berjongkok dan menepuk pelan puncak kepala anak lelaki berumur 6 tahun tersebut "Dimana rumahmu? Kami akan mengantarkanmu pulang, kasus ayahmu biar kami yang tangani."
Anak itu menggelengkan kepalanya "Aku tidak ingin sendirian dirumah, aku ingin bersama dengan ayahku disini, Ahjushi.."
Kedua polisi itu terdiam, salah satu dari mereka menghubungi kepolisian pusat untuk melaporkan kasus pembunuhan sedangkan polisi yang tengah berjongkok tadi tersenyum pada pria kecil ini "Baiklah aku akan menemanimu di kantor polisi bagaimana? Jangan takut, katakan semua yang kau lihat dan kau tahu.."
Si anak itu mengangguk dengan patuh, walau matanya masih terlihat merah dengan sisa genangan air mata di kedua pipi tembamnya.
"Namaku Choi Siwon kau bisa memanggilku Hyung jika kau tidak keberatan, siapa namamu adik kecil?"
"Jaemin... Na Jaemin.."
"Aku sudah menghubungi mereka, dalam 10 menit mereka akan datang tetaplah bersama anak itu."
Pria berpakaian patroli berumur 22 tahun bernama Choi Siwon itu menganggukkan kepalanya, ia adalah anggota termuda dan baru seminggu bekerja sebagai polisi patroli "Nah Jaemin-ssi tetaplah bersama Hyung jangan pergi kemana-mana, kau ingin orang yang melakukan ini pada ayahmu tertangkap bukan?"
Melihat Jaemin mengangguk Siwon kembali tersenyum, tidak bisa ia bayangkan bagaimana perasaan anak ini melihat dengan mata kepalanya sendiri cara ayahnya meninggal.
Penyelidikan sudah berlangsung, secara tak langsung mereka semua terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Jaemin tentang apa yang dilihatnya dan siapa yang membunuh ayahnya, mereka tidak bisa mengatakan anak ini berbohong karena kenyataan 2 lubang gigitan dileher serta darah yang berceceran membuat mereka mau tak mau yakin dengan apa yang mereka dengar dari kesaksian Jaemin.
Siwon selalu memperhatikan dan menemani Jaemin selama penyelidikan hingga pagi tiba ia pun berinisiatif mengajak Jaemin untuk pulang berganti pakaian "Jaemin-ssi, bagaimana jika kuantarkan kau pulang untuk menganti pakaian setelahnya aku akan menemanimu lagi disini."
Melihat kondisi Jaemin yang berantakan, sedikit kotor dan terdapat noda darah dipakaiannya membuat Siwon tidak tega pada anak tersebut. Setelah Jaemin setuju iapun segera mengantarkan anak tersebut pulang pulang kerumahnya.
Rumahnya terdapat di daerah kumuh dipinggiran kota hanya sepetak kecil, sepertinya seluruh kegiatan dilakukan mereka disatu ruangan itu saja, dan terlihat hanya hidup berdua dengan sang ayah. Bahkan Siwon hanya melihat foto Jaemin berdua dengan ayahnya tanpa ibunya.
Ia melangkah kecil menatap sekeliling, netranya melihat ada sebuah surat yang terlipat diatas meja, bukan lancang namun Siwon berjongkok untuk membukanya dan didalamnya terdapat tulisan sang ayah, mungkin.
'Jaemin-ah, ini tahun ke-6 ayah menuliskan surat untukmu.. Hari ini tepat kau berulang tahun yang ke-6. Apa kue kecil yang ayah belikan enak? Ayah bekerja keras untuk itu.
Dan ayah berjanji akan bekerja lebih keras lagi untuk memberikan kehidupan yang layak bagimu.
Hari ini juga, 13 agustus adalah hari kematian ibumu. Dia berjuang keras untuk melahirkanmu Jaemin-ah, namun sayang ibumu tidak memiliki kesempatan seperti ayah untuk merawat dan menjagamu. Jadi ayah akan menjagamu dengan baik, Selamat Ulang Tahun anakku."
Siwon terdiam, ia kembali melipat surat tersebut dan kembali berusaha mengatur emosinya. Ia menoleh kearah Jaemin yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan pakaian baru, anak itu masih kecil namun sudah begitu mandiri.
"Dimana ibumu?"
"Eomma sudah lebih dahulu pergi, dan sekarang Appa menyusulnya."
Siwon diam seribu bahasa, Jaemin terlalu kecil untuk melalui semuanya sendirian ditambah lagi saat ini, ia melihat anak itu diam-diam menangis di sudut ruangan saat melihat potret sang ayah, membuat Siwon mau tak mau memutuskan untuk keluar dari sana. Ia tidak bisa melihat kesedihan seperti itu dengan mata kepalanya sendiri.
"Aku akan menangkap pelakunya Jaemin-ssi, aku akan menangkapnya."
⇨ Twisted ⇦
Jeno terbangun dengan nafas tersengal, kepalanya benar-benar terasa berat saat tubuhnya bergerak untuk duduk, mungkin karena minuman yang masuk kedalam tubuhnya dan juga karena mimpi buruk yang dialaminya.
Namun begitu terduduk ia melihat Donghae sudah duduk di sofa tunggal dalam kamarnya tengah menatap kearahnya "Hyung?"
"Pagi Jeno-ya.. Oh, ini sudah siang bukan pagi lagi."
Wajah yang sebelumnya terlihat mengantuk segera menatap Hyungnya tersebut dengan bingung "Ada apa Hyung?" Tidak biasanya Donghae akan berada dalam kamarnya padahal dirinya saja belum bangun, lagipula sejak kapan dirinya tertidur? Ia bahkan tak ingat kapan sampai dirumah kemarin malam.
"Apa kau ingat apa yang terjadi kemarin malam?"
"Kemarin malam?" Jeno mencoba mengingat apa yang baru saja terjadi kemarin malam namun mimpi buruk yang dialaminya barusan justru terlintas dikepalanya berkali-kali, membuat Jeno meringis dan meremas rambutnya berkali-kali.
"Ahh... Aku tidak ingat.. Hanya ingatan tentang mimpi burukku saja. Ada apa Hyung? Apa aku melakukan kesalahan?"
Donghae terdiam, ia mengerti mimpi buruk yang dimaksud oleh Jeno pastilah kilasan samar kejadian kemarin malam yang terbawa hingga dirinya tertidur. Jeno benar-benar tidak mengingat hal buruk apa yang sudah dilakukannya tadi malam.
"Ya.. Kau melakukan sedikit kesalahan Jeno-ya. Jadi kurasa kau harus bersembunyi untuk sementara waktu, dan kembali ke Eropa sepertinya aman untukmu."
Jeno terkejut, apa dirinya melakukan kesalahan fatal kemarin malam? Apa baru saja sang Hyung mengusirnya? "K-kau mengusirku Hyung?" Semua anggota keluarga ini tahu mereka akan diusir jika sampai mengusik manusia, apa dia mengusik manusia kemarin malam?
"Aku tidak mengusirmu Jeno-ya, aku hanya memintamu bersembunyi hingga semuanya aman. Lalu kau bisa kembali jika saat aman itu datang."
"Apa yang sudah kulakukan? Apa aku melukai seseorang?"
Terpaksa Donghae mengangguk, ia tidak bisa mengatakan bahwa Jeno membunuh seseorang tadi malam adiknya ini akan merasa bersalah seumur hidupnya "Aku tidak ingin kau terlibat masalah, jadi bersembunyilah."
Jeno terdiam, apa seberat itukah masalah yang ditimbulkannya semalam? Mengapa dirinya sama sekali tak mengingat apapun? Tidak mungkin ingatannya terhapus bukan? Yang diingatnya terakhir kali hanyalah dirinya membentak seorang gadis di club sebelum masuk kedalam kamar mandi setelahnya ia tidak ingat apapun lagi.
Netranya kembali menatap Donghae dihadapannya "Kapan aku akan pergi?" Ia mengerti bahwa keputusan Donghae untuk melindungi dirinya, setidaknya ia tidak diusir dari keluarga ini.
"Hari ini juga, aku yang akan mengantarkanmu ke bandara."
Usai membereskan barang seperlunya Jeno turun dari kamarnya dilantai 2 dengan sebuah tas ransel dipundaknya, ia tidak diperbolehkan membawa koper ataupun tas besar, karena menghindari kecurigaan. Ia memeluk Jisung, Donghyuk dan Renjun bergantian dan meminta maaf atas apapun kesalahan yang dilakukannya kemarin malam dan mungkin saja menyusahkan keluarganya yang lain.
"Kau akan kembali lagi Jeno-ya." ucap Renjun sambil menangkup wajah pucat Jeno, melihat pria itu menganggukan kepalanya ia menempel kedua kening mereka bersama. Tidak ada yang tak tahu selain dekat dengan Jisung, Jenopun sangat dekat dengan Renjun setelah kepergian Jaemin.
"Kau baik-baik saja dengan ini?" Tanya Donghae ketika mereka sudah berada dalam mobil menuju bandara.
"Entahlah, diriku merasa sangat buruk. Aku bahkan tak tahu kesalahan apa yang sudah kulakukan."
"Tidak perlu mengingatnya, itu jauh lebih baik untukmu Jeno-ya."
Mau tak mau Jeno hanya diam, ia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya "Bisakah kita mampir ke taman sebentar sebelum ke bandara Hyung? Aku ingin membeli ice cream. Butuh waktu lama untukku mencicipi ice cream di taman itu lagi."
Donghae terkekeh, ia merasa adiknya ini sangat lucu, bagaimana bisa ada seseorang yang meletakkan obat bodoh itu diminumannya lalu membuat adiknya melakukan kejahatan. "Baiklah.. belikan untuk diriku satu." Donghae segera berbelok tepat saat mereka hampir melewati perempatan.
Masih ada waktu 4 jam lagi sebelum jam keberangkatan, memanjakan adiknya sebelum dia pergi jauh dan tidak akan kembali dalam waktu lama tidak ada salahnya. Dengan terampil Donghae memarkirkan mobilnya didepan taman yang cukup luas di tengah kota Seoul, ia menunggu dengan sabar Jeno yang akan turun dari mobil.
"Apa kau ikut turun karena takut diriku akan kabur? Aku akan tetap pergi Hyung.."
"Apa terlihat seperti itu? Aku ingin mentraktirmu dan berbincang lebih lama denganmu Jeno-ya, setelah kau pergi kita tidak tahu kapan lagi akan berbincang dan bertatap wajah seperti ini."
Jeno sudah mendengar bahwa dirinya tidak akan kembali ke negara ini sampai 16 tahun kedepan, menghabiskan waktu dengan Donghae yang tak pernah berpisah dengannya selama ratusan tahun rasanya memang tak ada salahnya.
"Jika aku meminta selain Ice Cream apa akan kau belikan?"
"Apa uangmu kurang?"
"Cih, kau masih pelit seperti biasanya."
Keduanya melangkah menuju tengah taman, mencari food truck ice cream yang selalu dibeli oleh Jeno dan Donghyuk semenjak mereka kembali ke Korea hampir setiap hari.
"Hyung? Untuk apa kita kemari?"
Suara kecil Na Jaemin mengiringi langkah kecilnya dan Siwon yang memasuki taman ditengah kota, karena rasa tak tega membiarkan Jaemin akan tinggal seorang diri setelah apa yang menimpa ayahnya kemarin malam. Siwon mengambil keputusan sendiri bahwa ia akan membawa Jaemin menemui beberapa teman yang sudah dianggap saudara olehnya yang bernasib sama seperti Jaemin dan juga dirinya.
Ya, Choi Siwon juga sama seperti Jaemin. Tidak memiliki orang tua sejak berumur 10 tahun, ia dibawa menuju rumah singgah dan hidup disana dengan beberapa anak yang mengalami nasib serupa dengannya.
Siwon tak ingin Jaemin mengelandang dijalanan tanpa ada pengawasan dari orang dewasa karena tak lagi memiliki orangtua. Walau masa kecilnya kacau karena pembunuh sialan itu tapi masa depannya masih bisa diukir dengan baik oleh anak itu.
"Aku membawamu kemari untuk memperkenalkan kau pada adik-adik Hyung. Jika kau menyukai mereka apa kau bersedia tinggal bersama dengan kami daripada tinggal seorang diri dirumahmu saat ini?"
"Benarkah?"
"Tentu saja." Siwon berjongkok, ia menunjuk sebuah food truck penjual makanan cepat saji, sang adik yang berbeda 6 tahun darinya sedang berada disana dibantu dengan 2 adik kecilnya lain yang berumur 8 dan 10 tahun.
"Mereka ada disana.. Kau mau menemui mereka.."
Anggukan patuh Jaemin yang terlihat bersemangat membuat Siwon terkekeh pelan "Tunggu disini, aku akan memanggil kedua adik-adikku untuk menemuimu." Siwon meminta Jaemin untuk menunggu dan jangan kemana-mana sampai dirinya kembali.
Selagi menunggu Jaemin menunduk menatap sepatu putihnya yang sudah berwarna coklat kumal karena tak pernah diganti, ia mendongak saat mendengar suara langkah kaki dan 2 orang bercengkrama mendekat namun ia justu melihat tubuh seseorang yang menabraknya hingga jatuh terduduk.
"Omo.."
"Kau tidak apa-apa?"
Jaemin mendongak sambil mengangguk ia menyambut uluran tangan dari penabrak yang berniat membantunya untuk kembali berdiri, kedua mata bulatnya menatap manik coklat tajam milik pria remaja dihadapannya, keduanya sempat terdiam secara bersamaan baik Jaemin ataupun pria yang menabraknya tadi.
"Jeno-ya.. Ayo cepat.."
Andai panggilan itu tidak masuk ketelinga keduanya maka Jeno akan terpaku menatap mata bulat anak kecil dihadapannya yang terasa begitu tak asing.
"Berhati-hatilah lain kali adik kecil. Kau bisa melukai dirimu sendiri." Jeno tersenyum ramah dan mengacak puncak kepala anak yang ditabraknya tadi kemudian segera beranjak pergi sambil mengambil ice cream dari tangan pria satunya yang memanggil tadi.
Begitu Jeno pergi dari hadapan Jaemin, kedua kaki anak itu lemas hingga jatuh terduduk kembali bahkan tangannya gemetar. Ia melihatnya, itu pembunuh ayahnya kemarin malam.
Walau penampilan mereka terlihat berbeda namun tetap saja Jaemin tidak akan pernah melupakan wajah pucat dengan onyx coklat tersebut sebelum pembunuh itu tak sadarkan diri.
"Jaemin?" Siwon yang datang dengan kedua adik terkecilnya benar-benar terkejut melihat Jaemin terduduk diatas jalan setapak taman dalam keadaan lemas dan gemetar ketakutan.
"Apa yang terjadi? Apa kau ditabrak seseorang? Apa seseorang menganggumu? Apa ada yang luka?" Jangankan Siwon kedua adiknyapun menatap bingung dan panik pada keadaan calon adik mereka yang gemetar dengan wajah pucat.
"Aku melihatnya Hyung... pembunuh itu, dia bahkan tersenyum padaku dan menyentuh kepalaku."
Siwon makin terkejut, ia segera bangkit berdiri dan menatap sekeliling mencari dimana pembunuh itu berada ia harus bisa menangkapnya, "Kemana dia?"
Dengan jemari gemetar Jaemin menunjuk arah kemana tadi Jeno pergi, setelah Siwon pergi jemari bergetar itu segera digenggam oleh salah satu dari dua anak kecil yang datang dengan Siwon.
"Jangan takut, kami akan melindungimu mulai hari ini."
Kedua mata bulatnya menatap pria yang mengenggam jemarinya bergantian dengan pria satunya yang tersenyum lebar hingga kedua matanya menghilang entah kemana dan menghasilkan dua garis lurus mengganti kedua mata sipitnya.
"Namaku Jinhyuk, Choi Jinhyuk.." Ucap si sipit itu dengan senang karena si mata bulat ini terlihat berhenti bergetar ketakutan.
"Sedangkan diriku.." si pria yang mengenggam tangan Jaemin tersenyum dan memamerkan gummy smile miliknya.
"Hyukjae.. Lee Hyukjae.. Senang mengenalmu Na Jaemin.."
⇨ Twisted ⇦
Siwon berlari menuju arah yang ditunjukkan oleh Jaemin namun dirinya tak menemukan siapapun yang dimaksud oleh Jaemin, apa pembunuh tersebut sudah pergi jauh? Ia berhenti dan membuang nafas panjang karena lelah berlari, jika tak bisa menemukan pembunuh tersebut setidaknya ia harus bisa melindungi Jaemin dengan baik.
Karena merasa tak menemukan apapun dan siapapun iapun berbalik dan kembali ketempat dimana Jaemin beserta kedua adiknya menunggu "Maaf Jaemin-ah diriku tidak bisa mengejarnya."
Jaemin dan kedua adiknya menoleh bersamaan "Tak apa Hyung, suatu saat nanti aku yang akan menangkapnya sendiri."
"Eh?"
"Jinhyuk memberikannya beberapa kalimat motivasi panjang lebar meminta Jaemin untuk terus hidup dan mengatasi ketakutannya agar bisa menangkap orang tersebut.." jelas Hyukjae sambil menunjuk Jinhyuk yang tengah terkekeh dengan mata sipitnya.
"Apa aku salah? Aku akan menjadi polisi seperti Siwon Hyung nanti, Jaemin juga iya bukan?"
Siwon tertawa melihat Jinhyuk membela dirinya sendiri bahkan sampai meminta Jaemin ikut membelanya, memang tak salah namun ah adik-adiknya ini sungguh sangat menggemaskan.
"Kau sudah mengenal Hyukjae dan Jinhyuk?" Siwon berjongkok didepan Jaemin yang sudah tidak lagi gemetar, entah apa yang dilakukan keduanya untuk menenangkan Jaemin tapi itu berhasil.
Anggukan kecil dari kepala Jaemin membuat Siwon kembali berdiri "Lalu, ada dua orang lagi yang akan kukenalkan padamu. Mereka ada di dalam food truck, orangnya pendiam dan cukup dingin jadi kau jangan tersinggung dengan sikapnya nanti. Dan yang satu lagi, dia lebih kecil darimu jadi kumohon bantuanmu untuk melindunginya bersama kami."
"Jangan merasa dirimu tidak disambut hanya karena dia, dia memang jarang tersenyum tapi dia orang yang baik.." ajak Hyukjae semangat sambil menarik Jaemin menuju food truck milik mereka, satu-satunya ladang pemasukan untuk panti asuhan yang mereka tinggali sebelum Siwon menjadi polisi patroli.
Sesungguhnya kehidupan Siwon dan adik-adiknya pun tidak begitu baik. 5 tahun lalu pengurus panti pergi meninggalkan mereka semua dengan dana sumbangan yang diberikan donatur bagi mereka.
Mau tak mau Siwon bekerja keras serabutan sambil tetap melanjutkan sekolahnya hingga bisa membeli sebuah food truck untuk menghidupi adik-adiknya yang lain, dan kini ekonomi mereka sudah sedikit membaik karena pendapatan dari food truck dan juga karena Siwon berhasil mendapatkan pekerjaan impiannya.
"Hyung... lihat, ini Jaemin.."
Pria didalam food truck menoleh ia hanya tersenyum simpul pada Jaemin karena tengah melayani seseorang, bagi si kecil Jaemin penampilan dingin pria tersebut tidaklah membuatnya berpikir bahwa dirinya dibenci, melainkan pria tersebut malu untuk membuka diri.
"Annyeong Hyung... perkenalkan, namaku Na Jaemin senang bertemu denganmu.." sapa Jaemin dengan riang sambil membungkuk, melihat cara Jaemin memperkenalkan dirinya usai menerima sikap dinginnya membuat pria tersebut mau tak mau tersenyum.
"Kim Junmyeon... Kau bisa memanggilku Hyung mulai hari ini."
Melihat reaksi Junmyeon pada Jaemin membuat Jinhyuk dengan mata sipitnya mengangga "Apa diriku tak salah lihat?? Waaahh..."
"Uri Junmyeon sudah dewasa.." sahut Siwon yang juga tak dapat menyembunyikan keterkejutannya.
"Daripada kalian membicarakanku bukankah kalian memiliki tangan untuk menolongku?"
"Ah sama sekali tidak asik.." mau tak mau mereka kembali masuk kedalam food truck membantu Junmyeon untuk melayani pembeli yang kian hari kian bertambah.
Jaemin hampir menaiki tangga memasuki food truck mengikuti yang lainnya, andai saja ia tidak melihat seorang gadis kecil duduk disana tangga sedang memakan coklat batang, mungkin setahun lebih muda darinya "Apa kau yang diceritakan Siwon Oppa?"
Mata bulat, surai hitam dan panjang milik gadis itu serta senyum manis yang diberikannya pada Jaemin membuat pria kecil itu dengan kikuk mengembangkan senyumannya "A-a... I-iya.."
"Aku tidak memiliki nama lengkap, tapi kau bisa memanggilku Lami jika tidak keberatan.."
"Tentu... tentu saja tidak.."
Jaemin kembali mengembangkan senyum lebarnya, ada getaran kecil dalam hatinya yang muncul saat melihat gadis tersebut menyambut kedatangannya dalam keluarga besar mereka. Dadanya terasa menghangat mungkin mereka semua adalah pengganti sang ayah yang diberikan oleh Tuhan padanya.
"Kau baik-baik saja?"
Setelah mampir di taman entah mengapa Jeno sedikit jadi lebih diam, bahkan adiknya itu menghabiskan ice cream dalam diam. Padahal tadi setelah membeli ice cream dia mengoceh panjang lebar tentang bagaimana cara Donghyuk memakan ice cream tersebut.
"Tak apa Hyung, hanya ada yang tengah kupikirkan saja."
Tubuhnya saja yang berada disini, karena saat ini jiwanya dan isi kepalanya seperti masih tertinggal di taman. Entah mengapa Jeno teringat dengan tatapan anak kecil tadi yang terlihat terkejut saat bertatapan dengannya.
Namun mengapa mata bulat itu terasa sangat familiar baginya, seperti Jeno pernah melihatnya entah dimana entah dalam waktu dekat ini atau jauh sebelum ini.
"Apa yang kau pikirkan?"
"Hmm... tak ada.."
Jeno menoleh pada Donghae yang ternyata tengah menatapnya, ia sepertinya lupa bahwa sang kakak tidak akan mudah di bohongi "Ya ya ya, aku memikirkan anak kecil yang kutabrak tadi... dia terlihat sangat familiar.. Aku bahkan sulit melupakannya sedari tadi."
"Apa sekarang kau menyukai anak kecil dan melupakan Jaemin?"
"Bukan seperti itu Hyung.." Jeno merotasi bola matanya tak habis pikir kenapa bisa Hyungnya berpikir bahwa Jeno bisa menjadi seorang pedofil.
"Saat kau kembali nanti, kau bisa mencarinya jika kau ingat dengan wajahnya. Mungkin dia sudah beranjak dewasa nanti dan kau bisa melupakan Jaemin dengan mencarinya."
Ia rasa ide Donghae memang tak ada salahnya, jika dia tidak bisa melupakan wajah dan mata anak ini hingga nanti dirinya kembali tenang saja Jeno akan mencarinya dimanapun anak itu berada.
⇨ Twisted ⇦
Na Jaemin bertumbuh dengan pelatihan keras oleh Siwon bersama Jinhyuk ia begitu disayang oleh Hyukjae serta kebutuhan gizinya tak pernah luput dari perhatian Junmyeon, namun sayangnya tidak ada tanda-tanda keberadaan pembunuh itu ditemukan dimanapun bahkan walaupun mereka berusaha mencari keseluruh pelosok korea pun tetap saja polisi tidak menemukan pembunuh tersebut.
Baik Jaemin maupun Jinhyuk selalu melakukan latihan boxing hampir setiap hari, 3 jam dalam sehari, 21 jam dalam seminggu, awalnya Jinhyuk mengajak Jaemin berlatih agar anak itu mengalihkan emosinya, serta sebagai pengalihan kesedihan yang dirasakan oleh Jaemin.
Namun seiring waktu tujuan mereka latihan boxingpun berganti, bagi Jinhyuk tentu saja ia ingin menjadi seorang polisi seperti Siwon dan Jaemin ternyata dia berniat untuk menjadi satuan pelindung atau biasa disebut dengan bodyguard selain melindungi orang yang memperkerjakannya Jaemin juga bisa melindungi dirinya sendiri, setidaknya mematahkan leher dari pria yang sudah membunuh ayahnya akan menjadi hal mudah nantinya.
Usai keduanya berlatih Jaemin dan Jinhyuk akan saling mengadu kemampuan masing-masing, Jaemin kecil beberapa kali selalu kalah dengan Jinhyuk yang dilihat dari postur tubuh bahkan dari niat pun terlihat lebih segala-galanya daripada Jaemin.
"Bangun Jaemin-ah, jika kau ingin membalas dendam pada pembunuh ayahmu kau tidak bisa lemah seperti ini!" Jinhyuk selalu memberikan motivasi yang membakar semangat Jaemin kecil, dia pun bangkit dan melayangkan tinjunya tanpa ragu pada Jinhyuk.
'Bugh!'
Tubuh besar keduanya terjatuh dan berguling diatas matras bersamaan dengan datangnya seorang pria dewasa dengan gummy smile khas miliknya memasuki ruang latihan dengan kepalanya terlebih dahulu muncul dari balik pintu yang terbuka sedikit.
"Apa kalian sudah selesai saling meninju satu sama lain?" Tanyanya sambil tersenyum lebar, deretan gigi putih dan gusi pinknya terlihat disana. Ia hampir bosan melihat kedua saudaranya berlatih setiap hari bahkan hampir 20 tahun hal tersebut menjadi rutinitas harian bagi mereka dipagi hari, catat itu dipagi hari.
"Akh.." Jaemin mengeluh saat Jinhyuk mendorongnya dari atas tubuh Jinhyuk, padahal Jaemin hampir menang melawan Jinhyuk hari ini andai saja Hyukjae tidak masuk dengan wajah tanpa dosa miliknya.
"Kau semakin mahir Jaemin-ah, pertahankan.." Jinhyuk bangkit berdiri, tubuhnya sekarang besar dan tinggi. Jinhyuk melangkah kearah meja nakas disudut ruangan untuk mengambil handuk, ia menyeka keringatnya sambil melemparkan handuk lainnya pada Jaemin.
Pria kecil tersebut sudah tubuh dewasa dengan paras nan tampan dan tubuh yang tinggi, rambut coklat tuanya membingkai wajah tampan Jaemin namun semua itu tidak bisa menutupi wajahnya yang manis sedari kecil, walaupun jika dirinya sudah menggunakan kemampuan bela dirinya wajah nan manis itu akan hilang seketika.
"Jika bukan karena Hyukjae Hyung datang maka aku akan mengalahkanmu Hyung.." Jaemin menerima handuk yang diberikan oleh Jinhyuk kemudian duduk dilantai, ia menghirup nafas panjang beberapa kali dan hanya melambai saat Jinhyuk pergi bersama dengan Hyukjae.
Hari ini Hyukjae akan membuka kedai kopi miliknya sendiri setelah selama ini hanya menggunakan food truck ditengah taman, jika Jaemin tidak memiliki jadwal pekerjaan mungkin dia akan ikut membantu disana.
Ia menatap ruang berlatih yang kosong saat ini, hanya dirinya yang tersisa didalam ruangan ini.
20 tahun sudah berlalu...
Mereka yang tinggal bersama dipanti kini beranjak semakin dewasa terlebih Siwon yang menolongnya, kini dia sudah menjadi kepala tim dalam sebuah tim investigasi dikepolisian sedangkan Jinhyuk berada dalam timnya.
Hyukjae mengikuti jejak Junmyeon bergelut didunia food and beverage bedanya Junmyeon berkonsentrasi pada makanan hingga sekarang menjadi pemilik sebuah restoran sedangkan Hyukjae lebih suka mengolah kopi menjadi secangkir minuman.
Dan Lami, gadis cantik itu sudah tumbuh dewasa dan bekerja di sebuah perusahaan jasa pariwisata. Sedangkan Jaemin....
Ia sudah rapi dengan setelan jas berwarna hitam dengan kemeja putih didalamnya serta tidak lupa dasi hitam yang menambah ketampanannya, ia memasang earpiece ditelinganya yang terhubung dengan walkie talkie mini miliknya.
Sebelum tangannya meraih tas gendong hitam miliknya ia sekali lagi menatap pantulan dirinya dicermin, menyibak rambutnya keatas sekali "Oh kau memang sempurna Na Jaemin." Pujinya pada diri sendiri.
Iapun melangkah keluar kamar dan melambai pada adik-adik kecilnya yang lain, semenjak keuangan semakin membaik mereka membuka kembali panti dan tentu saja yang mengurus mereka adalah yang tertua di panti.
Mereka masih tetap tinggal di dalam panti kecuali Siwon yang sudah memiliki keluarga sendiri dan tinggal diluar panti bersama dengan keluarganya dan Junmyeon yang sudah memiliki flat pribadi namun sesekali masih datang ke panti.
"Hyung akan pulang sore jadi jangan nakal, jangan biarkan orang asing masuk mengerti?" Pesannya pada satu-satunya adik tertua yang bisa dipercaya olehnya.
"Tentu Hyung.."
"Hyung berangkat kalau begitu." Usai mengacak surai hitam tersebut Jaemin segera pergi keluar dari bangunan panti yang ia tinggali selama hampir 20 tahun ini. Kakinya baru berjalan beberapa langkah namun sebuah mobil van hitam berhenti disebelahnya.
Saat kaca dari kursi penumpang disisi kanan kemudi turun bisa ia lihat teman kerjanya berada didalam "Naiklah Jaemin, kita ada jadwal mendadak."
"Jadwal mendadak? Tapi bukankah kita sudah memiliki jadwal nanti jam 12?"
"Mereka membatalkannya, kita berdua mendapat jadwal baru. Seorang model terkenal dari Eropa dan berkewarganegaraan Korea akan datang hari ini, manajer meminta kita untuk mengawalnya."
Alis Jaemin terangkat sebelah, orang itu hanya seorang model tapi mengapa harus di lindungi? Bukankah lebih penting melindungi anggota parlemen saat ini?
"Cepat naik Jaemin-ah, dia akan sampai di bandara 1 jam lagi."
"Ck, baiklah-baiklah.." Dengan terpaksa Jaemin naik kedalam van dan duduk dengan manis disana. "Mengapa dia harus dikawal?"
"Kau akan tahu saat melihatnya nanti, fansnya sangat banyak dan semuanya wanita. Kau tahu bukan penggemar wanita itu menyeramkan?"
Jaemin memutuskan tak menjawab saja tentang definisi 'fans wanita' ia pernah tercakar karena melindungi artis yang datang dari Jepang, diapun pernah didorong saat melindungi artis yang datang dari Inggris. Selama 3 tahun Jaemin bekerja sebagai bodyguard hanya saat berhadapan dengan wanita dirinya akan terluka.
Jadi garis besarnya adalah, ya mereka memang menyeramkan.
Oleh karena itu sebisa mungkin dirinya tidak ingin mendapat pekerjaan melindungi seseorang yang datang dari dunia entertainment atau kulit putihnya akan terluka lagi seperti dahulu.
"Benar-benar beruntung menjadi tenar, bernafaspun dia akan diteriaki oleh para wanita.."
Mendengar teman kerjanya tersebut tengah meratapi nasib Jaemin justru terkekeh dari kursi belakang "Tidak biasanya kau putus asa seperti ini Mark Hyung.."
Pria yang duduk di kursi penumpang yang berada disebelah supir tersebut menoleh dengan semangat "Aku tidak putus asa hanya menyadari nasibku." Sanggahnya.
"Memang siapa dia?"
"Berkasnya ada di map yang berada di sebelahmu.."
Jaemin mengambil map berwarna kuning yang ternyata tergeletak di kursi sebelahnya sedari tadi, ia membuka map tersebut sambil mendengar Mark mengoceh "Namanya Jeno Lee, dia berumur 22 tahun." Kedua mata Jaemin menatap data diri orang yang harus dijaga olehnya, namun matanya menyipit saat melihat foto dari model tersebut.
"Dia model terkenal dari Perancis, ternyara dia adalah seorang yang berkebangsaan Korea dan sekarang dia pulang setelah sekian lama menetap di Perancis. Dan kau tahu......"
'Wajah ini...'
Jaemin tak lagi mendengar apa yang tengah diucapkan Mark karena dirinya saat ini tengah menggali kedalam ingatan masa lalunya yang kelam.
Wajah itu, dia...
Dengan cepat Jaemin menutup map tersebut dan meletakkannya kembali keatas jok disebelahnya dengan kasar "Berhenti membicarakan tentang model itu.."
"Heh? Kenapa?"
"Berhenti saja.. kepalaku pusing.."
"O.. Baiklah.." Markpun kembali terdiam dan menekuni ponselnya, sepertinya mood Jaemin sedang buruk pagi ini karena pekerjaan yang tiba-tiba terganti.
Wajah itu...
Jemarinya bergetar saat mengingat wajah model tersebut, wajah yang sama dengan pembunuh ayahnya. Bagaimana bisa? Apa dia anaknya? Seharusnya tidak, saat itupun pembunuh itu terlihat sangat muda tidak mungkin dia sudah memiliki anak berumur 2 tahun dan sekarang berumur 22 tahun.
Jaemin mengenggam jemarinya sendiri yang ternyata masih gemetar saat melihat wajah itu, apa yang harus dilakukannya? Ia hampir mengambil ponselnya dan ingin meminta Jinhyuk untuk menemaninya tapi sepertinya itu hal mustahil, karena Hyungnya tersebut berada di cafe baru Hyukjae.
Ia menggelengkan kepalanya sendiri 'Kau harus melewatinya sendiri, kali ini hadapi sendiri. Baik itu memang pembunuhnya atau anaknya yang harus kau hadapi. Tunjukan apa yang sudah kau latih selama ini Na Jaemin.' Kalimat itu ia ucapkan berulang-ulang oleh Jaemin dalam hatinya ia harus bisa mengontrol ketakutannya sendiri, kejadian itu sudah lewat 20 tahun lamanya. Apa fungsi latihan kerasnya selama ini jika tangannya masih gemetar karena melihat pria tersebut.
"Kau baik-baik saja Jaemin-ah?" Tanya Mark penasaran, ia menyadari perubahan air wajah Jaemin. Selama ini ia tidak pernah bisa menebak apa yang tengah dipikirkan oleh Jaemin namun berbeda dengan hari ini.
"Aku baik-baik saja."
Jaemin menghirup dan membuang nafasnya, ia tengah bekerja saat ini. Kesampingkan masalah dendamnya ia akan menghadapi pria tersebut dan memastikan apa dia pembunuh ayahnya atau bukan setelah pekerjaannya selesai.
Setelah dirasa nafasnya yang sebelumnya memburu terasa lebih tenang dan tangannya perlahan berhenti bergetar ia meletakkan tas miliknya di kursi belakang.
Bandara sangat ramai siang ini, belum lagi ditambah dengan teriakan para gadis yang bahkan sudah membawa poster serta beberapa banner bertuliskan nama pria tersebut dengan tambahan kata-kata lainnya '사랑해 Jeno' salah satu tulisan yang mengusik mata Jaemin, belum melihat pria bernama Jeno saja sudah membuatnya jengkel setengah mati.
Ia bahkan sampai mengunakan earphone lain ditelinganya yang tak menggunakan earpiece karena tak sanggup mendengar teriakan para gadis tersebut, padahal sang modelpun belum muncul ataupun menampakkan batang hidungnya, entah apa yang diteriakkan oleh mereka, karbondioksida yang dibuang oleh model itu?
"Mohon mundur sedikit sesuai batas melihat.." Ucap Jaemin dan teman-teman lainnya berulang kali setiap 5 menit, mereka sudah menciptakan barikade barisan sepanjang pintu keluar kedatangan luar negeri sampai van yang akan digunakan oleh si model tersebut.
Beruntung Jaemin berada didekat pintu menuju van jadi dia tidak perlu mendengar teriakan yang lebih menggema dan menyeramkan dari bagian dalam bandara. Dan entah bisa dikatakan beruntung atau tidak dirinya dan Mark yang akan mengantarkan si model ini sampai tiba di kediamannya.
'Jeno Lee sudah turun, perketat penjagaan'
Suara atasannya terdengar dari earpiece yang digunakannya, mereka secara serentak berbalik memunggungi para gadis dan merentangkan tangan kemudian saling berpegangan menciptakan pagar manusia sepanjang 10 meter lebih hanya untuk seorang model.
'Kyaaaaaa...'
'Opppaaaaaa.....'
Gemuruh suara teriakan para gadis dan suara kamera beserta dengan blitznya terdengar mengisi pendengaran Jaemin, ia melirik kearah model yang datang dari pintu kedatangan luar negeri, pria tersebut menggunakan topi hitam dan masker putih di wajahnya kemudian berjalan sambil menunduk membuat Jaemin penasaran apakah itu benar Jeno yang gambarnya ia lihat tadi.
Semakin dekat Jeno dengannya, semakin kencang dorongan dari belakang ia bisa melihat model tersebut berjalan dengan dikawal Mark dibelakangnya, seharusnya bukan hanya Mark yang mengawalnya namun juga Jaemin tapi ia lebih memilih menjadi pagar manusia daripada berurusan dengan model tersebut.
'Opppaa oppaaaa.'
Dorongan kian kuat dari belakang saat Jeno dan Mark semakin dekat para gadis tersebut menggila dan saling mendorong untuk dapat mendekati Jeno, hingga membuat tubuh Jaemin dan beberapa penjaga lain terdorong beberapa kali kedepan.
"Mohon untuk mundur.." Perintah dari bodyguard lain yang berjaga dibalik tubuh Jaemin, namun mereka sama sekali tidak mendengarkan justru semakin saling mendorong untuk maju dan membuat Jaemin akhirnya terdorong dengan kasar dan terjatuh tersungkur keatas lantai, bahkan tangannya terinjak sepatu beberapa gadis yang berlari dengan histeris ingin menghampiri Jeno.
"Akh!!"
Pagar manusia segera ditutup dengan cepat setelah Jaemin terjatuh dan terinjak beberapa gadis yang tidak bisa menjaga tata tertib, mereka langsung diamankan oleh security bahkan mereka tidak akan dapat mendekati Jeno setelah membuat kekacauan seperti barusan.
"Jaemin-ah?!"
Mark hampir berlari mendekati Jaemin saat melihat temannya itu masih tersungkur diatas lantai meringis menahan sakit karena tangan kanannya yang terinjak beberapa gadis gila tersebut.
Namun, mendengar nama Jaemin yang diteriakkan oleh pria dibelakangnya justru membuat Jeno yang segera menghampiri pria tersebut dengan panik sambil membuka topi hitam yang digunakannya, nama Jaemin benar-benar berhasil mengusik dirinya.
"Kau tidak apa-apa?" Jeno membantu Jaemin untuk duduk, namun yang ia lihat hanya jemari pria itu yang gemetar dengan kepala yang tetap menunduk, apa tangannya terluka?
"Kau tidak apa-apa?"
Jaemin terdiam saat ia sudah duduk diatas lantai saat mendengar dengan baik suara orang yang bertanya padanya. Cara bertanya yang sama, suara yang sama... ia seperti mengalami dejavu dan mengingat kejadian saat terjatuh di taman 20 tahun yang lalu. Jemarinya yang terasa sakit bergetar kian kuat karena dengan bodoh rasa takut kembali menyelimuti tubuhnya.
"Hei, apa kau tidak apa-apa?"
Perlahan Jaemin mendongak sambil meremas jemarinya yang gemetar karena menahan sakit dan rasa takut, ia terkejut melihat mata tajam coklat itu yang juga terkejut melihat wajahnya. Walau sebagian wajah pria itu tertutup oleh masker putih namun mata itu, adalah mata tajam yang pernah dilihatnya dan tidak akan pernah lupakan oleh Jaemin seumur hidupnya.
Pembunuh ayahnya...
⇨ To Be Continued ⇦
Tidak ada komentar:
Posting Komentar