myCatalog

Rabu, 23 September 2020

TWISTED - 2


∵ TWISTED ∵


|


|


|


|


Donghae dan Eunhyuk melangkah menjauhi penjara bawah tanah, Donghae masih memutar otaknya saat ini karena ucapan Eunhyuk "Apa maksudmu dengan mereka membawa Jaemin? Bukankah itu tak masuk akal?"

Eunhyuk berhenti melangkah dan menghadap Donghae, ia merasa apa yang didengar Jisung tadi harus dikatakan pada kekasihnya itu "Mereka menangkap Jaemin dirumahnya saat anak itu pulang untuk mengambil papan altar kedua orangtuanya, Jisung sempat mendengar percakapan Jaemin dari luar dengan seseorang didalam sana..."

"Maksudmu?"

"Ada seorang pengkhianat diantara kalian.. Aku tak tahu siapa, yang jelas dia yang membuat semua kejadian ini terjadi dan membuat Jaemin pun terseret hingga kemari."

"Hanya dia yang tahu siapa pengkhianat itu, kita harus cepat menemukannya." Eunhyuk mencengkram lengan Donghae dengan kuat dan menariknya agar cepat segera berjalan ke sisi lain istana yang sangat luas ini.

Namun tiba-tiba langkahnya terhenti, Eunhyuk tiba-tiba saja memuntahkan darah hitam dari mulutnya dan iapun jatuh terduduk hingga membuat Donghae terkejut setengah mati "Eunhyuk-ah?!"

Ada rasa nyeri yang sangat hebat didadanya saat ini membuatnya sulit untuk bernafas, Eunhyuk mengerutkan keningnya merasa ada yang tidak beres dengan tubuhnya. Ia segera memeriksa tubuhnya dan terhenti sambil menatap lengan kirinya, terdapat luka gores kecil di lengan kirinya yang ternyata berhasil merobek jubah hitam yang digunakannya serta kulitnya, hasil dari menyelamatkan Donghae dari belati beracun tadi.

Luka tersebut membiru bahkan dengan cepat menyebar kesekeliling lengannya "D-Donghae-ya.." Tubuh Eunhyuk perlahan melemah, namun Donghae dengan cepat menahan tubuhnya hingga ia bersandar pada dada bidang Donghae yang panik serta bingung atas apa yang terjadi dengan Eunhyuknya.

Dengan mata kepalanya sendiri Donghae melihat wajah Eunhyuk berubah menjadi semakin pucat, bibirnyapun membiru. Donghae memeriksa tubuh Eunhyuk mencari luka yang bisa saja ada di tubuhnya.

Nafasnya tercekat ia bisa melihat ada luka gores kecil yang kini mulai menghitam di lengan Eunhyuk "Aku akan menghidupkanmu Eunhyuk-ah.." Donghae menahan rasa paniknya dan mencoba untuk berpikir, satu-satunya cara adalah membuat Eunhyuk jadi seperti dirinya sebelum kekasihnya itu benar-benar tewas.

Tapi dengan lemah Eunhyuk menahan Donghae yang hampir mengigit lehernya "Untuk apa kau menghidupkanku jika kau akan mati karena racun di tubuhku." Nafasnya tersengal, Eunhyuk bahkan sulit menahan agar tidak ada darah yang keluar dari mulutnya hingga ia terbatuk dan membuat sebagian wajah Donghae terciprat oleh darahnya.

"Apa yang harus kulakukan? Aku tidak ingin kau berakhir seperti ini Eunhyuk-ah.." Kedua mata Donghae sudah memerah ia hampir menangis terisak karena dirinya tahu ia tidak dapat menyelamatkan Eunhyuknya.

"Selamatkan Jaemin, dan temukan pengkhianatnya Donghae-ya.."

"Eunhyuk-ahh aaakkhhh!!!!!" Donghae terisak melihat Eunhyuk justru tersenyum padanya dan menyentuh wajahnya sebelum kematian menjemputnya dalam pelukan Donghae.

"Aarrghhhh!!!!!"

Jeno menoleh kebelakang ia menatap sekeliling rasanya ia mendengar teriakan pedih seseorang, namun entah siapa. Tepukan dilengannya membuat Jeno kembali menoleh pada Jisung yang menunjuk kearah depan dimana Jaemin tengah diikat ditengah halaman luas bersama dengan pekerja mereka yang lainnya.

"Itu mereka."

"Tunggu.." Jisung menahan Jeno yang hampir melangkah menghampiri Jaemin dan pekerja yang lain, "Jika kau ingin menyelamatkan kakakku singkirkan dulu para penjaga itu."

"Apa kau sedang mengetes keahlian bela diriku?"

Jisung terkekeh, ia sudah meremat kuat pangkal pedang miliknya dan siap menyerang. Keduanya pun mengatur beberapa strategi untuk menyerang para penjaga secara diam-diam dari balik tubuh mereka.

Jaemin yang berlutut lemas dengan luka-luka disekujur tubuhnya melirik kearah para penjaga yang perlahan terkapar satu persatu, ia melihat Jisung dan Jeno tengah menyerang mereka semua tanpa ragu mematahkan leher dan menebas tubuh mereka dengan pedang.

"Itu tuan muda.."

Salah satu dari pekerja yang berada disana berbisik dengan nada syukur melihat majikannya berada disana untuk menolong mereka bahkan menangis karena merasa mereka tidak pantas untuk diselamatkan.

"Merapat padaku jangan berpencar agar Jeno dan adikku bisa membebaskan kalian." Pinta Jaemin dan semuanya menurut, mereka mengeser posisi mereka dekat dengan Jaemin sambil berjaga-jaga akan serangan yang mungkin saja datang.

Seluruh penjaga tumbang, Jisung segera berlari menghampiri Jaemin dan memeluk kakaknya tersebut sebentar sebelum membukakan ikatan ditangan dan tubuh Jaemin. Ia kemudian memeriksa tubuh kakaknya setelah melihat beberapa luka yang terlihat diwajah manis Jaemin "Kau baik-baik saja? Kau tidak terluka lebih dari ini?"

"Aku tidak apa-apa Jisung-ah, bantu lepaskan ikatan mereka.."

Jisung menurut, ia melepaskan pelukannya pada Jaemin setelah membantu kakaknya bangkit berdiri dan segera melepaskan ikatan para pekerja mansion Lee satu per satu.

"Jaemin-ah..."

Entah bagaimana lagi menggambarkan bagaimana Jeno memanggil Jaemin dan segera memeluk tubuh prianya itu dengan erat, ia benar-benar khawatir dan hampir mati karena takut tidak akan pernah bisa lagi bertemu dengan Jaemin.

"Jeno-ya.. Aku baik-baik saja.."

"Kami akan membawamu dan mereka keluar.." Jisung meminta agar semua orang mengikutinya, sedangkan Jeno memapah Jaemin yang terlihat tertatih saat berjalan, sepertinya tulang kering kakinya terluka parah akibat pukulan balok kayu tadi saat dirinya dipaksa mengakui kesalahan.

Namun sayangnya keluar dari istana tidaklah semudah yang Jisung lakukan dengan Eunhyuk tadi saat masuk, tiba-tiba saja ada 20-30 lebih prajurit muncul dan datang dari gerbang utama seolah-olah mereka sudah menunggu kedatangan Jisung dan Jeno sedari tadi, mungkin saja keberadaan Jaemin disana untuk menjebak siapapun yang datang menyelamatkan mereka.

"Berlindung dibelakangku..." Ucap Jisung pada para pekerja lain yang ketakutan melihat kedatangan prajurit-prajurit tersebut. Sedangkan Jaemin mencengkram kuat lengan Jeno sepertinya pria manis itu tidak bisa menyembunyikan rasa takutnya terhadap para prajurit yang tadi memukulinya.

Seorang prajurit datang dan menyerang Jeno, namun dengan mudah pria berwajah dingin itu mencengkram leher prajurit tersebut dan mematahkannya.

"Bersama dengan mereka dan berlindung Jaemin-ah, aku butuh olahraga sebentar." Jeno melepaskan Jaemin dan memintanya untuk mendekati para pekerjanya yang lain, ia mengambil pedang milik prajurit yang dibunuhnya barusan.

Dirinya dan Jisung berdiri saling berdampingan dan siap mengayunkan pedang mereka pada siapapun yang menyerang, pertarunganpun terjadi. Dengan mudah Jisung menebas dan menusuk setiap prajurit yang berusaha menyerangnya dari berbagai arah begitupun dengan Jeno, seperti seorang yang mahir dengan senjata, gerakan tubuh Jeno dan pedang jauh lebih cepat dan lincah daripada Jisung bahkan bukan hanya pedangnya yang bergerak namun tangannya yang mencengkram kuat leher siapapun yang mencoba menyerangnya dari belakang.

Bahkan pupil mata tajamnya sudah memerah saat ini karena tidak dapat menahan emosi didadanya, ia mengingat kembali bagaimana mansionnya dihancurkan, pekerjanya ditangkap, Jaeminnya terluka, Hyungnya bahkan juga mereka tangkap. Apa mereka semua memang sangat menginginkan melihat Jeno murka??

'Sssiiiing!'

Jaemin melirik kearah panah yang baru saja menancap ditanah tidak jauh dari kakinya, ia mencari dari arah mana anak panah itu berasal. Kedua matanya menyipit melihat siluet hitam si pengkhianat dengan 'Gat' dikepalanya berdiri diatas atap istana dengan busur dan anak panah ditangannya.

Ia melihat dengan seksama kearah mana si pengkhianat itu mengarahkan anak panah selanjutnya "J-Jeno? Dia benar-benar berniat membunuh Jeno?" Susah payah Jaemin berdiri walaupun sudah dihalangi oleh pekerja yang lain namun ia tak gentar.

Sambil mengambil salah satu pedang dari jasad prajurit didekatnya Jaemin masih bisa menyerang beberapa prajurit yang berusaha menyerangnya yang tengah berjalan tertatih menghampiri Jeno.

Jisung teralihkan, ia melihat Jaemin yang berada tidak jauh dari Jeno sambil menatap kearah atap istana. Jisungpun melihat pengkhianat yang menggunakan 'Gat' seperti yang dilihatnya tadi "Akh!!" Jisung berteriak dan meringis karena dirinya teralihkan punggungnya diserang dengan sayatan pedang yang cukup panjang.

"Sial!" Mau tak mau Jisung harus menyerang mereka semua dan membuat mereka kalah walaupun jumlah mereka masih sangatlah banyak bahkan mungkin tak akan berakhir.

Si pengkhianat tersebut menarik anak panahnya memastikan dirinya tepat sasaran dalam serangannya saat ini. "Annyeong..." Bibirnya melengkungkan senyum miring khas miliknya walau dalam kegelapan "Park Jaemin." Ia melepaskan anak panah tersebut dan melesat dengan kencang menuju Lee Jeno, oh tidak tentu saja sasarannya tepat.

"Jeno-ya!!"

Jeno berbalik mendengar panggilan Jaemin yang berjalan lebih cepat kearahnya dan berdiri didepannya menghalau anak panah yang seharusnya menancap di dada kirinya namun anak panah itu kini bersarang di punggung Jaemin hingga menembus ke dada kanannya.

Para pekerja yang berteriak melihat Jaemin terkena panah membuat Jisung kembali menoleh pada keadaan kakaknya yang terjatuh lemah dalam pelukan Jeno dengan panah yang menembus tubuhnya.

"Hyung!!!"

"Apa yang kau lakukan?"

"Melindungimu.."

'Melindungimu..'

Jawaban Jaemin yang terbata membuat Jeno kembali seperti mengalami De Javu, ia seperti pernah mengalami hal ini sebelumnya. Seseorang menjadi tameng untuk melindunginya "Berhenti berbicara aku akan membawamu pergi." Jeno segera memposisikan tubuh Jaemin agar ia bisa menggendongnya didepan seperti membawa tubuh seorang wanita, wajahnya semakin memucat bibirnya bahkan menghitam dengan darah yang segar yang perlahan menetes dari sudut bibir pria manis yang terlihat sekarat itu, Jeno akan mencari bantuan dan pertolongan untuk Jaemin setelah mereka keluar dari tempat ini.

"Bertahanlah, kumohon.." ucapan itu keluar terus menerus dari bibir Jeno bagaikan sebuah lantunan doa akan sebuah permintaan.

Jemari lentik pria manis itu mencengkram bagian kerah hanbok yang digunakan Jeno "Panah ini beracun Jeno-ya.." Jaemin menatap Jeno penuh harap, ia berusaha merekam dengan baik wajah pria yang mengkhawatirkannya saat ini, wajah seseorang yang ia cintai sejak pertama kali bertemu. Dirinya benar-benar takut akan pergi dan melupakan Jeno, ia takut bahwa bukan dirinya yang menjadi masa depan Jeno.

"Jeno-ya..hhhh, ingat janjiku padamu... dikehidupan yang akan datang carilah aku.." Pintanya dengan nafas tersengal.

Jeno berusaha menulikan telinganya akan ucapan Jaemin, dirinya sudah berkata bukan tidak akan ada masa depan atau masa lalu, hanya ada masa sekarang baginya dan Jaemin tapi mengapa berakhir seperti ini? "Diamlah, kau tidak akan kemana-mana. Kau hanya perlu bertahan.." Ia segera membawa Jaemin dalam gendongannya dan berbalik badan namun baru satu langkah kakinya melangkah Jeno justru melihat Jisung tertusuk tepat dihadapannya.

"Ji.... Jisung.."

Yang Jisung ingat dirinya hanya ingin menghampiri Hyungnya, ia hanya ingin memastikan dirinya tidak akan kehilangan Hyungnya. Namun rasa nyeri dari belakang punggungnya begitu terasa menebus hingga dada saat ia sadar tubuhnya tertusuk pedang tajam yang berlumuran darahnya sendiri dari belakang.

Tubuhnya ambruk keatas tanah, kedua onyx coklatnya yang serupa dengan Jaemin tengah menatap Jeno yang tengah menggendong tubuh kakaknya yang mungkin sudah tak bernyawa.

Haruskah dirinya menyerah? Toh ia akan bertemu dengan kakaknya dan kedua orangtuanya setelah ini, namun Jisung sangat ingin membunuh pengkhianat yang melakukan hal buruk ini pada mereka.

Melihat Jisung ambruk dengan nafas tersengal-sengal bersimbah darah dihadapannya Jeno kembali jatuh terduduk ia memeluk tubuh Jaemin lebih erat, disaat seperti ini dirinya harus memilih. Melindungi pekerjanya, membawa Jaemin keluar dari istana atau menolong Jisung.

"Apa yang harus kulakukan Jaemin-ah?"

Hening.

Tak ada balasan, tak ada jawaban, ia bahkan tidak lagi merasakan aroma Jaeminnya.

Ia paham keadaan yang terjadi saat ini..

Tanpa perlu Jeno menunduk untuk melihat sang kekasih yang sudah tak bernyawa dalam dekapannya ia perlahan melepaskan tubuh Jaemin membiarkan pria manis itu berguling meninggalkannya kembali keatas tanah. Dengan kasar Jeno menghapus airmata yang menetes dari kedua matanya kemudian mengambil pedang yang berada tidak jauh darinya dan segera menyerang para prajurit tersebut dengan membabi buta ia harus bisa menyelamatkan pekerjanya dan Jisung, sudah cukup dirinya kehilangan Jaemin.

"Aarrghh!!!" Jeno hampir berlari menyerang penjaga yang datang lagi dari pintu gerbang bagian timur namun satu persatu tubuh mereka ambruk sambil mencekik lehernya sendiri.

Dari kejauhan ia melihat Donghae datang memasuki gerbang dari arah belakang para prajurit tersebut dengan mata sembab sambil menggendong Eunhyuk dalam gendongannya, kedua pupil dan matanya memerah seperti habis menangis bahkan hanya dengan tatapannya saja Donghae berhasil membunuh mereka semua tanpa ampun.

Merasa dirinya mendapatkan bantuan, Jeno segera membuang pedangnya dan meminta seluruh pekerja yang dilindunginya tadi berlari menghampiri Donghae sedangkan dirinya menghampiri Jisung yang masih bernafas tersengal-sengal menatap jasad kakaknya.

"Jisung-ah...." Jeno menarik pedang yang masih menancap di punggung Jisung lalu menarik tubuh Jisung kedalam dekapannya.

"H-hyung.."

"Katakan padaku, apa kau bersedia kuselamatkan?"

Walaupun dirinya tengah diambang hidup dan mati Jisung mengerti bahwa Jeno akan membuat dirinya menjadi seperti majikannya itu. Ingin ia menolak, Jisung tak ingin menjadi penghisap darah, namun ia harus hidup untuk mencari siapa pengkhianat yang membuat kakaknya tewas didepan kedua matanya.

"Mati kalian semua!!" Teriak Donghae dan dalam hitungan detik seluruh prajurit terjatuh bersamaan dalam keadaan tak bernyawa.

Para pekerja yang menghampiri Donghae menangis menjerit melihat Eunhyuk yang sudah tak bernyawa dalam gendongan Donghae, setelah melihat Jaemin tewas kini mereka harus melihat Eunhyukpun meregang nyawa.

"Tolong bantu aku menjaganya sebentar." Donghae sudah tidak bisa lagi menangis, hanya kemarahan dan kebencian yang ada dalam dadanya saat ini. Ia segera menghampiri Jeno yang tengah memeluk Jisung netra Donghae melihat tubuh Jaemin tak jauh dari adiknya dalam keadaan sudah tak bernyawa dan membiru sama seperti Eunhyuknya, mereka terkena racun yang sama.

"Jeno-ya.. Sebaiknya kita pergi, bawa Jisung untuk diobati dan Jaemin untuk dikuburkan bersama Eunhyuk dengan layak.."

"Jeno-ya.." Donghae menarik Jeno yang memeluk Jisung dengan erat hingga menghiraukan panggilannya, namun betapa terkejutnya ia saat melihat bibir Jeno yang basah dengan darah dan leher Jisung yang terluka saat pelukannya pada pengawalnya itu terlepas.

Donghae membulatkan kedua matanya, selama ini tidak ada satupun anggota mansion yang mengubah seseorang menjadi penghisap darah seperti apa yang Jeno lakukan, ia mengubah Jisung menjadi makhluk penghisap darah seperti mereka.

"Apa yang kau lakukan Lee Jeno?!"

"Hanya ini cara menyelamatkannya, aku sudah kehilangan Jaemin aku tidak akan bisa kehilangan Jisung."

Donghae menatap Jisung yang perlahan terduduk sambil menyentuh luka di dadanya, ia merasa tercekat dengan rasa kering di kerongkongannya, Jisung merasa sangat haus untuk pertama kali dalam hidupnya. "Kau haus? Itu wajar." Donghae menunjuk berapa banyak manyat bergelimpangan di depan mereka "Minumlah, setelah itu kita kembali. Aku harus menguburkan Jaemin dan Eunhyuk dengan layak." Tanpa berbasa basi lagi Donghae pergi meninggalkan Jisung dan Jeno.

Namun Jeno segera bangkit dan mengejar Donghae ia membiarkan Jisung mulai meminum darah para jasad agar melampiaskan dahaganya, seperti dirinya dahulu. "Apa maksudmu dengan menguburkan Eunhyuk?"

"Dia terkena racun yang sama dengan Jaemin.." Donghae melirik Jeno yang tengah menatap tubuh Jaemin yang sudah membiru. "Aku tahu ini berat, tapi percayalah padaku Jeno-ya. Kau akan bertemu lagi dengannya suatu saat nanti." Donghae menepuk bahu Jeno meremasnya mencoba memberikan dukungan bagi Jeno untuk bersabar dan tak menangis walau ia lihat air mata sudah mengalir dari pelupuk mata Jeno membasahi pipinya, karena dirinya sendiripun tidak bisa menahan sesak yang begitu menyiksa di dadanya karena kehilangan Eunhyuk.

Rasa sakit di dadanya terlalu bertalu-talu untuk diabaikan begitu saja saat netranya menatap tubuh Jaemin, namun Jeno tak ingin menangis berlarut-larut ia sudah berjanji pada Jaemin untuk bertemu kembali lagi, nanti, jika takdir mempertemukan mereka kembali, dimasa depan.

Twisted


Seluruh keluarga Lee termasuk Renjun dan Jisung bersama sebagian pekerja yang memutuskan untuk mengabdi seumur hidup mereka pada para penghisap darah tersebut berdiri didepan 2 makam dengan 2 papan nisan dihadapan mereka.

Pakaian serba putih yang digunakan oleh mereka menandakan bahwa mereka semua tengah berduka, Donghyuk bahkan tak hentinya menangis sambil memeluk pedang Eunhyuk yang diberikan padanya sebelum pria tersebut pergi meninggalkan mereka malam itu.

"Apa yang akan kita lakukan sekarang?"

Pertanyaan Renjun membuat seluruh mata memandangnya, mereka sudah kehilangan rumah, mereka kehilangan harta, yang mereka miliki saat ini hanya sebuah rumah sederhana di daerah pegunungan sekaligus tempat persembunyian bagi mereka saat ini.

"Kita mulai semuanya dari awal.. Tapi kita harus bersembunyi terlebih dahulu selama 5-10 tahun, sampai mereka lupa dengan Keluarga Lee dan mansion Lee yang terkenal tersebut."

Donghae menatap Jisung yang tak lepas menatap kedua nisan dihadapan mereka. Keduanya adalah orang terdekat Jisung dan kehilangan keduanya dalam waktu semalam karena ulah satu orang pengkhianat tentu akan membuatnya menyimpan dendam.

Tidak ada yang tahu tentang adanya pengkhianat disekitar mereka, Donghae akan diam sampai ia menemukan siapa orang itu dan membunuhnya dengan kedua tangan miliknya sendiri.

Namun nyatanya menemukan seorang pengkhianat jauh lebih sulit daripada mencari jarum di balik jerami, puluhan dan ratusan tahun berlalu sejak hari itu. Jisung bahkan hampir melupakan kematian Jaemin dan Eunhyuk.

Kini ia sibuk mengikuti perubahan jaman yang terjadi disekelilingnya dan begitu dirinya pahan Jisung akan menjelaskan ulang pada Donghae dan beberapa pengikut mereka yang sejak dahulu setia bersama mereka setelah mereka meminta untuk dijadikan sebagai makhluk penghisap darah sama seperti majikan mereka.

Sejak memasuki abad 19 keluarga Lee kembali menjalani kehidupan normal seperti dahulu, harta kekayaan mereka sudah kembali bahkan melebihi apa yang mereka miliki dahulu.

Merekapun mulai bermain dengan identitas yang mereka samarkan setiap 50 tahun sekali. Dimana seharusnya seseorang berhenti bernafas diumur 70 tahun disaat itulah mereka akan mengganti identitas mereka dengan identitas baru dengan umur 20 tahun. Dan tidak pernah terjadi kegagalan sama sekali dalam pemalsuan identitas yang dilakukan oleh mereka selama ini.

Hingga ratusan tahun berlalu lagi..

Siang itu sinar matahari bersinar sangat terik Donghae menutup sebagian kaca jendela kamarnya dengan tirai, ia menatap meja nakas dalam kamarnya dan duduk ditepi kasur dengan malas, tangannya terjulur untuk membalik kalender meja yang terdapat diatas meja nakas kemudian meletakkannya kembali.

Agustus 2000

Donghae menatap kalender tersebut sebentar sebelum tersenyum lebar, ia akan mengajak seluruh keluarga dan para pengikutnya kembali ke Korea setelah sekian lama mereka menetap di EROPA untuk bersembunyi walau terlalu lama untuk dikatakan bersembunyi, katakanlah mereka hampir melupakan Korea andai saja Donghae tidak melihat pasangan Gay yang memadu kasih secara terang-terangan 10 tahun lalu di alun-alun kota, membuatnya teringat akan keberadaan Eunhyuknya yang tidak mungkin berada disini jika dia tidak kembali ke Korea.

TOK TOK TOK

"Ya?"

"Makan siang sudah siap.."

"Baiklah aku akan segera keluar.." Donghae melangkah keluar dari kamar dan melihat seorang pria cantik anak dari salah satu pelayan setianya sudah berada disana membungkuk padanya.

"Ayo makan bersama Jungwoo-ya.." Ajak Donghae sambil melangkah cepat menuju tangga.

"Baiklah, Aiden.."

Langkahnya terhenti ia menoleh pada pria cantik dan manis itu sambil tersenyum "Dalam hitungan bulan aku akan kembali menggunakan nama asliku, sebaiknya kau biasakan memanggilku dengan nama biasanya."

"Apa sudah 50 tahun lagi terlewati?"

"Sepertinya..."

"Apa kau masih menunggu Eunhyuk-ssi.."

Donghae kembali tersenyum dan mengangguk, ia harus bertemu Eunhyuk jika tidak dikehidupannya sebagai Aiden maka setidaknya nanti saat ia mengganti namanya kembali seperti semula semoga Tuhan memberikannya kesempatan untuk bertemu lagi dengan Eunhyuk-nya.

"Tentu saja.. aku selalu menunggunya setiap 50 tahun berlalu..."

".... Selalu.."

Twisted


AUGUST, 2000.

Saat itu orang-orang berkata bahwa tahun itu adalah tahun pergantian dari abad 19 menuju abad 20, semua hal yang berhubungan dengan kemajuan teknologi dilakukan oleh setiap negara secara besar-besaran seolah-olah tengah berlomba-lomba menjadi yang terbaik, tahun millenium katanya.

Jaman millenium bukanlah satu-satu jaman terhebat dalam mendobrak dunia teknologi, ada beberapa peradaban yang juga menjadi titik balik perkembangan teknologi. Dan semua itu dirasakan oleh penghuni Mansion Lee dalam berabad-abad kehidupan yang dilalui oleh mereka, selama ini para penghisap darah tersebut berpindah-pindah kota yang berada di Benua Eropa setiap 25-30 tahun sekali dan beruntung karena pelarian yang dilakukan oleh mereka barulah diketahui bahwa penghisap darah bukan hanya mereka saja, dimuka bumi ini terlalu banyak versi penghisap darah yang mereka dengar, namun hanya satu yang terasa begitu sama dengan mereka.

Vampire.

Mereka terlihat seperti manusia, mereka berkulit putih pucat disiang hari saat terkena matahari, mereka menghisap darah manusia dan hewan saat dahaga membakar tenggorokan, merekapun berumur panjang bahkan tidak menua sama sekali, dan sesuatu yang tidak mereka sangkal adalah Pesona yang mereka miliki, semakin bertambah usia immortal mereka maka pesona mereka kian kuat, ketampanan mereka bahkan bisa memikat wanita manapun hanya karena menatap kedua mata tajam mereka dalam hitungan detik, anggaplah hipnotis adalah salah satu kelebihan dari ketampanan mereka.

Makhluk berbahaya yang diciptakan Tuhan.

Siang ini mereka tengah duduk berkumpul didalam ruang makan bergaya keeropaan yang jelas menjadi salah satu ruang favorit mereka untuk mengadakan rapat atau saling berbincang satu sama lain, meja makan dalam ruangan tersebut sangat panjang dan terbuat dari kayu jati dengan ukiran-ukiran indah disetiap sisinya.

Dari mewahnya ruang makan saja sudah bisa di tebak sekaya apa mereka saat ini, bahkan pelayan yang melayani mereka berjejer dengan pakaian maid berbaris disekeliling dinding ruang makan mengenakan seragam maid yang sama.

Donghae yang duduk dikursi paling ujung sebagai kepala keluarga menoleh pada Jungwoo dan memberikan gesture pada asisten pribadinya tersebut untuk mengusir semua maid yang tidak berkepentingan dan tidak berhubungan dengan apa yang ingin dikatakan oleh Donghae diruangan ini.

"izlaziš" ucap Jungwoo menggunakan bahasa Kroasia, tempat dimana mereka tinggal dan menetap saat ini. Hanya satu kata berhasil membuat mereka semua menyingkir dan pergi dengan patuh keluar dari ruang makan tanpa tersisa.

Beberapa pelayan yang memakai seragam hitam seperti Jungwoo menutup pintu dari dalam, mereka segera merapat kearah meja makan dan duduk di sisa kursi meja makan yang kosong. Jika Donghae sudah meminta para maid pergi itu artinya akan ada rapat saat itu juga.

"Kalian sudah tahu bahwa hari ini kita akan kembali ke Korea tepat setelah diriku mendapatkan identitasku yang baru disana, apa kalian bersedia ikut atau ada yang ingin tetap tinggal disini." tanyanya dengan hati-hati dan perlahan sambil menatap setiap wajah yang berada dalam ruangan ini satu per satu.

Sudah sejak 10 tahun yang lalu Donghae merencanakan untuk kembali ke Korea dan membangun bisnis baru disana, lagipula bagaimana dia bisa menemukan Eunhyuk jika dirinya saja berada disini bukan di Korea. Seorang dari pekerja yang setia pada keluarganya mengangkat tangan dan seluruh mata menoleh padanya "Aku sepertinya harus tetap tinggal disini, Inggrid tengah hamil aku tidak bisa meninggalkannya."

Donghae mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti, iapun tidak akan memaksa siapapun untuk tetap mengikutinya kemanapun dirinya pergi, karena setiap bagian dari mereka memiliki hak dan jalan hidup masing-masing yang bisa mereka pilih.

Selama puluhan tahun Donghae sudah mengajarkan bagaimana cara bertahan hidup tanpa menganggu manusia yang masih hidup, jadi ia yakin jika salah satu anggotanya ingin tinggal dia akan baik-baik saja.

"Berjanjilah kau akan hidup dengan baik, datanglah ke Korea atau hubungi aku jika kau membutuhkan sesuatu, ingat kau tetap bagian dari keluarga ini." pesan Donghae sebelum  pekerja tersebut berdiri dan membungkuk pada Donghae sebagai rasa terima kasih dan hormatnya pada orang yang sudah menjaga dan merawat dirinya.

Meninggalkan klan mereka sebenarnya adalah hal yang sangat berat, karena bagi seluruh anggota dimana lagi mereka menemukan makhluk penghisap darah yang memperlakukan seluruh anggota sama bahkan seperti saudara walaupun sebenarnya ia hanya seorang pegawai selama puluhan bahkan ratusan tahun.

Namun sekali lagi Donghae menekankan bahwa mereka berhak menentukan jalan mereka sendiri apapun itu, mereka tetap bagian dalam keluarga ini.

"Apa ada lagi?" Donghae mengedarkan pandangannya pada keluarga intinya, Donghyuk tengah asik memakan cemilan yang diberikan Jungwoo padanya sepertinya dia yang terlihat sangat bersemangat untuk kembali ke Korea, Renjun sedang menekuni steak sapi setengah matang di hadapannya, Jisung sibuk dengan buku yang dibaca olehnya, sedangkan Jeno tengah diam entah apa yang dipikirkan oleh adiknya yang satu itu saat ini begitu Donghae kembali membahas untuk kembali Ke Korea.

Kembali kesana hanya akan membuatnya teringat akan kejadian ratusan tahun lalu, tak ada satupun kenangan indah baginya di negara itu, seluruh kebahagiaan dan hidupnya terenggut disana.

Namun, Jeno tidak bisa menjauh dari keluarganya dan tetap tinggal disini selagi seluruh anggota keluarganya pergi kembali ke Korea. "Aku sudah selesai makan." Jeno beranjak berdiri, sambil memasukkan tangannya kedalam saku ia beranjak pergi dari ruang makan dengan membuka pintu besar yang tertutup itu seorang diri.

Apa yang dilakukan Jeno berhasil membuat atensi seluruh ruangan teralihkan pada pria yang tidak menua itu, mereka terdiam sebentar sebelum mendengar Donghae menghela nafas pelan lalu kembali tersenyum pada anggotanya yang lain seolah-olah tidak ada hal cangung yang terjadi barusan.

"Baiklah, bersiap-siaplah kita akan berangkat nanti malam."

Donghae berdiri dan segera pergi dari ruang makan menyusul kemana Jeno pergi, ia menepuk lengan Jungwoo untuk mengurus sisanya. Setelah Eunhyuk tiada, Jungwoo adalah asisten pribadi miliknya dan selalu membantu Donghae dalam menyelesaikan segala hal maka dari itu selain sudah dianggap keluarga oleh Donghae, Jungwoo juga sudah ia anggap seperti adiknya sendiri.

Sepeninggal Donghae dan Jeno gerakan pisau Renjun berhenti, sejujurnya bukan hanya Jeno yang enggan kembali kesana bahkan mungkin hampir setiap dari mereka enggan. Namun mereka lebih tidak tega membiarkan Donghae hanya kembali sendirian.

Kejadian ratusan tahun lalu masih membekas dikepala mereka. Jisung menutup bukunya ia menatap Renjun dan Donghyuk yang duduk berhadapan dengannya, tidak ada yang berniat kembali kedalam kamar atau mereka semua sudah membereskan barang-barang mereka?

"Aku akan membereskan pakaianku, sebaiknya kalian juga."

Kembali ke Korea adalah hal yang dinantikan oleh Jisung, ia berharap akan bisa menemukan pengkhianat tersebut dan membunuhnya dengan tangannya sendiri. Walau dirinya terlihat melupakan apa yang terjadi ratusan tahun silam namun kenangan itu kembali terkorek saat Donghae mengatakan ia ingin kembali ke Korea sebulan yang lalu.

"Aku sudah membereskannya sejak seminggu yang lalu kau telat Jisung-ah.." sahut Donghyuk penuh semangat, iapun segera bangkit dan menghampiri pengawal pribadinya yang tadi mengatakan bahwa akan tetap tinggal di kota ini dan tak ikut kembali ke Korea dengan mereka.

"Chulsoo-ya, ikut denganku ke kamar ada yang ingin kuberikan pada Inggrid dan anak kalian nanti." ucap Donghyuk sambil menarik tangan pengawalnya itu dengan girang, diKorea nanti sepertinya ia harus menemukan pengganti Chulsoo secepatnya.

Dari seluruh anggota inti keluarga Lee hanya Donghae dan Donghyuk yang memiliki asisten dan pengawal pribadi, tentu karena Donghae adalah pemimpin sekaligus tulang punggung keluarga ia membutuhkan bantuan dalam mengurus berbagai hal sedangkan Donghyuk, anak itu terlalu ceroboh untuk dibiarkan mengurus dirinya sendiri.

Walau saat ini Jisunglah yang termuda diantara semuanya tapi tetap saja Donghyuk jauh lebih kekanakan daripada Jisung. 50 tahun pertama menjadi seorang penghisap darah berhasil membuat Jisung mengubah segala cara pandangannya terhadap kehidupan, hanya sesekali dirinya merasa bisa menunjukkan sisi kekanakannya dan itu hanya dihadapan Jeno karena hanya pria itu yang dipercaya olehnya disini walaupun iapun menyayangi seluruh keluarganya tanpa terkecuali.

"Kalau begitu, aku akan membereskan pakaianku." Jisung melangkah pergi dari ruang makan, ia membalas bungkukan Jungwoo padanya sebelum berlalu keluar.

"Apa kau masih ingin disini?" Jungwoo menatap Renjun yang masih duduk dalam diam ia sudah tidak berminat lagi memakan steaknya, walau setengah matang tapi baginya daging itu terasa terlalu matang.

"Ya.. Aku sudah membereskan barang-barangku, setelah selesai dengan makananku maka aku akan kembali ke kamar. Jika ada urusan yang harus kau lakukan kau boleh pergi Jungwoo Hyung.."

Mendapat jawaban panjang lebar dari Renjun atas pertanyaan singkatnya membuat Jungwoo menunduk sebelum berpamitan pergi, ia memberikan gesture pada pengawai lain untuk mengikutinya dan meninggalkan Renjun seorang diri.

Usai ruang makan tersebut kosong hanya dirinya tersisa seorang diri, Renjun meminum wine dari gelas yang berada disisi kanannya lalu menghela nafas perlahan. Entah apa yang dipikirkannya saat ini, tak ada satu orangpun yang bisa membaca apa yang tengah dipikirkan oleh Renjun bahkan air wajahnya pun terlalu datar.

"Jeno.."

Donghae masuk kedalam kamar Jeno tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, ia melihat Jeno sudah menurunkan koper dan mengeluarkan pakaiannya dari dalam lemari.

"Ya Hyung?" sahutnya singkat, pria berkulit putih pucat itu tengah sibuk memilah beberapa pakaian yang ingin dibuangnya dan yang ingin dibawanya kembali ke Korea dari dalam lemari.

Perlahan Donghae menutup pintu kamar Jeno dan menghampiri adiknya itu dengan helaan nafas pelan "Kau tak apa-apa?"

"Aku baik-baik saja hyung.."

"Apa kau masih mengingat tentang dirinya?"

Gerakan tangan Jeno terhenti sepersekian detik, namun ia kembali mengambil pakaian yang ingin dibawa olehnya "Jika hanya mengingatnya diriku tak masalah hyung, tapi kenyataannya yang kuingat adalah kenangan pahit dimalam itu."

"Bukankah sudah kukatakan bisa saja dia terlahir kembali."

Jeno melirik Donghae, semenjak kematian Jaemin dirinya tidak lagi seramah sebelumnya bahkan hubungannya dan Donghae tidak seerat sebelumnya karena Jeno selalu mengurung diri dan menutup dirinya walaupun dengan keluarganya sendiri apalagi setelah ia tahu bahwa Donghae akan kembali ke Korea membawa mereka, Jeno benar-benar menutup mulutnya sejak mendengar hal itu.

"Maksudmu mungkin Eunhyuk Hyung? Bukan Jaemin, iyakan? Kau ingin melihatnya lagi."

"Yak Lee Jeno!"

"Apa aku salah?" Jeno melempar pakaian yang sudah dipilihnya dengan asal kedalam koper kemudian menutup koper tersebut rapat-rapatnya "Kita akan pulang, kau akan bertemu dengannya."

"Kaupun akan bertemu lagi dengannya, kau hanya perlu menunggu Jeno-ya.."

Jeno diam, ia kurang suka membahas kematian Jaemin ataupun Eunhyuk. Tapi ucapan Donghae ada benarnya, mereka tewas sebagai manusia dengan amalan yang sangat baik semasa hidupnya seharusnya mereka sudah dilahirkan kembali jika reinkarnasi itu ada. "Maafkan aku Hyung.." ia menyadari ucapannya sedari tadi sudah menyakiti perasaan Donghae, yang kehilangan saat itu bukan hanya dirinya namun Hyungnya pun kehilangan. Donghae selama ini sangat sabar pada sikapnya yang sedikit berubah, seharusnya Jenopun berada di sisi Donghae yang kehilangan lebih banyak darinya.

"Tak apa.. Beristirahatlah dahulu sebelum sore datang persiapkan banyak hal jika kau ingin, mungkin Korea saat ini tidak lagi sama seperti dahulu." seperti biasanya Donghae meremas pelan bahu Jeno menenangkan seseorang yang sudah dianggap adik olehnya itu, ia tahu hal tersebut berat namun sampai kapan Jeno akan bersembunyi? Ia harus menghadapi dunia bukan?

Dunia dan takdirnya yang belum putus dengan seseorang.

AUGUST 13, 2000

"CHEEERRSS!!!"

Malam itu sudah hari ke 12 mereka semua tinggal dan beradaptasi di Korea setelah sekian lama tidak menyentuh negara itu sama sekali, terlalu banyak perubahan yang sangat kontras di negara ini dengan saat mereka meninggalkan negara ini menggunakan kapal dagang ratusan tahun lalu. Dan teknologi pun berkembang cukup pesat disini, mereka pikir bahwa tidak ada kemajuan seperti di Eropa namun nyatanya ada, seluruh dunia tengah berkembang saat ini.

Jeno menegak bir untuk gelas yang kesekian, ia bahkan tidak merasa mabuk sama sekali karena sudah terbiasa dengan minuman tersebut sebelum kembali ke Korea.

"Jangan minum terlalu banyak Jeno.." Jeno menoleh kearah samping dan melihat Jungwoo berada disana, ia menghela nafas pelan teringat bahwa Jungwoo ditugaskan oleh Donghae untuk menemani seluruh adik-adiknya ketika hendak berpergian keluar. Dan disinilah mereka sekarang berada dalam sebuah club malam, padahal mereka sudah pergi terlebih dahulu agar tak diawasi oleh Jungwoo, namun pria ini tiba-tiba saja muncul didestinasi terakhir mereka dengan wajah datar namun dengan tatapan yang mengawasi gerak-gerik adik-adik kecil Lee Donghae.

Donghyuk dan Renjun tengah berjoget tak tentu arah sesuka hati mereka tidak jauh dari meja bar sedangkan Jisung hanya memperhatikan Jeno yang terlihat frustasi sejak hari pertama datang "Kau akan gila sebentar lagi.."

Suara Jisung membuat Jeno kembali menoleh pada pria tinggi yang berada di sebelahnya "Aku sudah gila." balasnya.

Sebuah gelas bir kembali diletakkan diatas meja tepat dihadapan Jeno, Jisung mengerutkan keningnya ia menahan pelayan yang memberikan gelas tersebut sebelum pergi "Maaf, tapi Hyungku tidak memesan minuman lagi."

"Wanita disana yang memberikannya."

Pelayan tersebut menunjuk seorang gadis muda nan cantik yang tengah melambai kearah mereka "Oh bulu romaku berdiri.." ucap Jisung ketakutan.

"Kembalikan saja, kami ti-.."

"Tak apa aku akan meminumnya." bantah Jeno saat Jungwoo berkata untuk mengembalikan minuman tersebut. Ia mengangkat gelas bir berwarna bening tersebut lalu memberikan gesture sapaan pada gadis itu dengan senyum simpul yang membuat sang gadis tersipu malu.

"Apa kau sedang menggodanya?" omel Jisung.

"Apa iya? Aku hanya berusaha bersikap sopan.." Bantahnya, seingatnya mereka terbiasa seperti ini saat di Eropa, Jeno menghabiskan bir tersebut dalam sekali tegak hanya tersisa sedikit bir dalam gelas tersebut , ia meletakkan kembali gelas diatas mejanya.

"Perutku terasa kembung."

"Sebaiknya kita pulang.." ajak Jungwoo, ia sudah menghubungi supir agar segera menjemput mereka.

"Aku setuju, akan kupanggil 2 orang bodoh itu." Jisung segera beranjak untuk memanggil Donghyuk dan Renjun agar kembali ke meja bar dan setelahnya mereka akan kembali.

"Aku akan ke kamar mandi sebentar.." sambil menggelengkan kepala Jeno berjalan kearah kamar mandi sepertinya ada yang salah dengan dirinya.

Ketika Jeno melangkah ke kamar mandi gadis yang tadi memberikannya minuman menghampiri Jeno dan seperti gadis-gadis malam lainnya yang mudah terpesona dengan paras Jeno ia mencoba untuk menggoda pria tampan itu, namun hanya penolakan yang didapatkan olehnya ketika gadis tersebut sudah berani memeluk dan berusaha mengecup bibir tipis Jeno.

"Apa yang kau masukkan kedalam minumanku?" omel Jeno sambil mendorong gadis tersebut dengan kuat dan kasar hingga membuatnya menabrak lemari penyimpanan barang dibelakang yang mengakibatkan barang-barang tersebut berjatuhan.

"Menjauh dariku atau kubunuh kau."

Jeno membatalkan niatnya untuk ke kamar mandi ia justru terus melangkah kebelakang dan keluar dari bar lewat pintu belakang, kepalanya terasa sangat pening dan berat, belum lagi jantungnya kini berdetak dengan cepat memacu adrenalin miliknya sendiri, dan yang terparah dengan keadaannya saat ini adalah Jeno merasa tenggorokannya terasa panas membakar, ia haus.

Jeno berusaha menyentuh lehernya dan menelan liurnya sendiri namun itu sama sekali tidak membantu, hingga ia bersandar pada dinding didekatnya, menunduk sebentar namun tak lama ia kembali mendongak dan kedua matanya terlihat begitu merah menyala.

"Aargghh!!!"

Jungwoo menoleh kearah mana tadi Jeno pergi, ia merasa anak itu pergi ke kamar mandi terlalu lama. "Ah aku masih ingin menari.." Donghyuk merengek sambil menunjuk lantai dansa andai saja Renjun tidak menariknya bahkan hampir seperti membopong penghisap darah berkulit tan tersebut agar kembali ke meja bar menemui Jungwoo dan Jeno pasti Donghyuk masih berjoget ria disana.

"Mana Jeno Hyung?" tanya Jisung.

"Dia belum kembali dari kamar mandi.. Aku akan memanggilnya.." Jungwoo pergi menuju kamar mandi namun sepertinya Renjun dan Jisung tidak sabaran merekapun memutuskan untuk mengikuti Jungwoo sambil menyeret Donghyuk.

"Aarrghh!!"

Begitu Jungwoo tiba di belakang ia melihat seorang gadis terduduk di bawah sambil berteriak kesal "Bukankah kau yang memberikan minuman pada Hyungku?" tanya Jisung.

"Hyung? Hyungmu itu kurang aja dia mendorongku dan memakiku bahkan berkata ingin membunuhku!"

Donghyuk yang sedang tergila-gila dengan lantai dansa segera menoleh, mereka semua menatap gadis itu tidak percaya, Jeno adalah orang yang tidak akan mudah memaki seseorang yang tak dikenalnya walaupun moodnya sedang tak bagus sekalipun.

"Apa kau gila? Jeno tidak pernah seperti itu." omel Donghyuk, kini gadis itu mulai merasa takut karena pengaduannya tak di gubris oleh para lelaki dihadapannya.

"Apa kau pikir diriku berbohong!! Eoh?!" gadis itu masih berusaha memberikan pembelaan, namun nyalinya menciut saat beradu tatap dengan ketiga pria yang terlihat mengintimidasi dirinya.

"Apa kau mencampurkan sesuatu pada minumannya?"

Air wajah gadis tersebut kian berubah mendengar Jungwoo melontarkan sesuatu yang mengejutkan, ia ingin berdiri dan segera pergi namun Renjun menghalanginya dengan tangannya yang sudah memblokir akses pergi si gadis tersebut.

"Apa-yang-kau-campurkan?" tanyanya penuh dengan penekanan ditambah dengan tatapan tajamnya.

"O-obat perangsang.."

Pandangannya kabur, penciumannya mencari dimana bau anyir yang diendusnya, aroma yang memanggil insting berburunya tanpa bisa dikendalikan. Jeno melangkah dengan tak seimbang ia tak tahu mengapa kepalanya semakin terasa berat. Ia seperti akan mati saat tenggorokannya terasa kering dan panas secara tiba-tiba, ia benar-benar ingin memuaskan dahaganya.

Tangannya bertumpu pada tiang listrik didepannya, hidungnya masih mencoba mengendus bau darah yang mengusik indera penciumannya sedari tadi tidak jauh dari posisinya berada saat ini. Ia berbelok dari gang kecil dan melihat seseorang tengah meringis terbaring ditanah bersama dengan sepedanya.

"Aigoo..." pria berumur 40 tahun itu melihat luka sobek di lengannya namun ia tertawa pelan agar sang anak dalam dekapannya tidak menangis karena luka lecet di lututnya.

"Jangan menangis, itu hanya luka lecet kita akan segera pulang dan mengobati lukamu."

Sang pria kecil yang menangis kencang tadi perlahan memelankan suaranya kala kedua mata bulatnya menatap sang ayah yang tersenyum padanya padahal luka si ayah lebih besar daripada miliknya.

"Apa aku cengeng appa?"

"Tidak, kau tidak cengeng. Kau menangis karena kau merasakan sakit, itu wajar."

"Aku berjanji tidak akan menangis lagi hanya karena luka lecet Appa..."

"Janji?"

"Janji.."

Dua kelingking ayah dan anak itu hampir saling mengait andai saja, Jeno tidak dengan tiba-tiba datang melingkarkan salah satu lengannya dileher sang ayah menariknya dengan mudah untuk berdiri kemudian mengigit lehernya menghisap seluruh darahnya memuaskan dahaga yang mencekik lehernya.

Kedua mata bulat anak berumur 6 tahun itu semakin membesar ia terkejut melihat ayahnya meronta-ronta dengan darah yang kian banyak mengalir dari leher sang ayah yang di gigit oleh pria dewasa tersebut.

Mulutnya terbuka lebar matanya merah menahan air matanya saat melihat tubuh sang ayah sudah pucat dan lemas saat dilepaskan begitu saja oleh pria dengan gigi tajam yang berlumuran darah itu, pria itu berkulit putih pucat dengan pupil merah menyala danbtengah menatap lapar kearahnya.

Anak itu menggeser tubuhnya yang terduduk di aspal agar mundur perlahan menjauh dari Jeno yang mulai melangkah dengan tatapan lapar padanya. Dia sudah menutup kedua matanya rapat-rapat sambil memeluk kedua kakinya ketika Jeno sudah berjongkok didepannya merangkak perlahan mendekatinya dan hampir mengigit lehernya.

Namun... Ia terhenti.

Aroma ini...

"Jeno-ya, kau tidak akan pernah menjadikanku mangsamu bukan?"

"Tentu saja, walaupun diriku tengah lapar dan haus sekalipun diriku akan segera sadar begitu mencium aromamu dihidungku."

"Sekuat itukah aroma tubuhku?"

"Bagiku, ya. Aromamu sangat manis Jaemin-ah.."

Aroma yang masuk kedalam indera penciumannya dari tubuh anak ini mengusik insting berburunya, aroma ini terasa sama seperti milik Jaemin.

Dengan perlahan Jeno memundurkan kepalanya dan menatap anak kecil tersebut dengan mata merahnya, ia melihat anak itu membuka kedua matanya dan menatap takut pada Jeno.

Iris coklat hazel itu.

Tidak mungkin bukan...

Dia Jaemin-nya?

To Be Continued

Tidak ada komentar:

Posting Komentar