LEE JENO
•
•
•
NA JAEMIN
Saat ini sudah memasuki bulan Mei, pertengahan tahun di musim semi yang indah dipergantian semester sebentar lagi, manik Jaemin sibuk melihat-lihat pepohonan yang terisi penuh dengan dedaunan berwarna hijau tua hingga kekuningan. Sebentar lagi mungkin musim semi akan segera berakhir dan berganti dengan musim gugur.
Kaki jenjangnya menapak menuju sekolah, ia sudah berada ditingkat akhir dan sebentar lagi akan menuju jenjang universitas, betapa bahagia dirinya diumur yang hampir menginjak 18 tahun Na Jaemin selalu merasakan kebahagiaan dalam hidupnya.
Baik dirumah, dengan kedua orangtua yang sangat menyayanginya ataupun di sekolah dengan teman-teman yang juga menyayanginya. Ditambah sahabat kecilnya Mark dan Donghyuk yang selalu menjadi sahabatnya hampir.... 10 tahun sepertinya.
"Pagi Jaemin-ah..."
"Pagi.."
Senyum lebar dan ramahnya tidak pernah hilang dari bibirnya setiap pagi membalas sapaan dari
setiap teman sekolah ataupun adik kelas yang selalu menyapanya tanpa ragu seolah-olah jikan dirimu menyapa Jaemin maka harimupun akan indah seperti miliknya, hingga hari itu datang..
Hari dimana, Jaemin memberikan kebahagiaannya pada oranglain..
Bruk..
"Maafkan aku Jaemin-ssi.."
"Tak apa Jeno-ssi.."
Na Jaemin bertabrakan tanpa disengaja dengan Lee Jeno saat berada di pertigaan koridor, Pria bersurai kelam itu tengah berlari sedangkan Jaemin tengah membaca. Seolah takdir sengaja mempertemukan mereka siang itu dengan segala kemungkinan yang tidak biasa.
Pertama kali dalam hidupnya selama 18 tahun, dirinya dan Jeno yang saling mengenal satu sama lain selama ini dan hanya bertegur sapa tanpa berbincang, kini terperangkap dalam waktu yang berhenti begitu saja saat Jeno berdiri sejajar dengan Jaemin untuk mengembalikan beberapa buku milik pria bersurai coklat madu tersebut yang terjatuh akibat dirinya menabrak Jaemin di koridor menuju perpustakaan dan halaman belakang.
Sekian tahun mereka bersekolah ditempat yang sama, sekian tahun mereka saling berpapasan di tengah koridor, sekian tajun juga Jaemin bersahabat dengan Mark dan Donghyuk selama itu juga dirinya dan Jeno pun bersekolah ditempat yang sama namun dengan kelas yang berbeda namun sekali lagi ini kali pertama ia melihat Jeno lebih dekat.
Entahlah bagaimana menjelaskannya? Ini kali pertama ia merasakan ada kupu-kupu yang berterbangan diperutnya. Oh, mungkin bukan hanya Na Jaemin yang merasakan hal itu tapi Lee Jeno pun merasakan hal yang sama tanpa disadari oleh keduanya. Terlihat dari bagaimana Jeno terdiam dengan bibir yang sedikit terbuka, seolah-olah dirinya baru saja disadarkan oleh yang maha kuasa bahwa Ia menciptakan seseorang seindah Na Jaemin.
Namun bodohnya seorang Lee Jeno baru saja menyadari hal tersebut setelah bertahun-tahun mengenal Jaemin dan hanya sekedar mengetahui nama pria pintar itu, atau melihatnya sekilas ketika berpapasan ataupun ketika tak sengaja bertemu di kantin dan melihat pria itu bersama kedua sahabat kecilnya.
Sangat terlambat bukan?
"Jaemin!"
Panggilan Donghyuk membuat keduanya kembali ke alam nyata, walau canggung karena mereka sama-sama menyadari bahwa keduanya ternyata saling menatap cukup lama dan pasti mengundang perhatian banyak orang.
"Ah maaf Jeno-ssi."
Lee Jeno menggaruk tengkuknya kemudian kembali menyodorkan buku milik Jaemin yang terjatuh akibat ulahnya tadi "Ini buku milikmu."
"Terima kasih.." Jaemin mengulurkan tangannya untuk mengambil buku tersebut dari tangan Jeno, namun sebuah teriakan nama dan gerombolan orang yang berlari kearah mereka justru membuat Jeno bukan mengembalikan buku Jaemin namun justru menarik jemari pria itu agar berlari bersamanya.
Meninggalkan gerombolan yang bisa dikatakan anak-anak nakal disekolah dan tentu saja meninggalkan Donghyuk yang kini mengangga karena melihat sahabatnya di tarik pergi oleh Jeno si pembuat onar.
"LEE JENO! KAU AKAN MATI HARI INI!"
Tanpa bertanya ada apa dan mengapa dirinya ikut terseret dalam masalah orang lain Jaemin mengikuti kemana saja Jeno menariknya, dirinya baru sadar ada luka memar kecil di sudut bibir Jeno saat pria itu menoleh sebentar melihat kebelakang apakah mereka masih dikejar atau tidak.
Sepertinya rumor yang beredar ada benarnya, bahwa Jeno begitu sangat suka mencari masalah hingga dirinya akan dipanggil keruang konseling lalu menerima banyak omelan dari guru kemudian ayahnya akan dipanggil kesekolah. Walaupun hasilnya tidak akan ada yang datang karena sang ayah terlalu sibuk dengan pekerjaan dan kerajaan bisnisnya.
Pria itu terlihat bingung kemana dirinya akan bersembunyi terlebih dengan bodohnya ia menyeret Jaemin bersama dengannya, Jeno sadar seharusnya tak perlu ia membawa Jaemin ikut berlari bersamanya dan membuat mereka berpikir kalau Jaemin ada hubungan dengannya.
"Kemari.."
Kali ini Jaemin yang memimpin, ia menarik Jeno untuk masuk kedalam perpustakaan tempat yang baru saja didatanginya tadi, pria bersurai coklat madu itu menahan langkahnya agar lebih tenang saat sudah berada didalam perpustakaan dan segera diikuti oleh Jeno.
Perlahan ia menarik pria bersurai hitam tersebut untuk mengikutinya dengan tenang menuju rak paling terpencil dan jarang didatangi orang lain untuk bersembunyi disana.
Keduanya mendudukkan diri di lantai sambil bersandar pada rak buku yang sangat tinggi disekeliling mereka. Jeno menatap sekelilingnya yang kini menjadi tempat persembunyian terbaik selama dirinya menghindar dari masalah ia pun terkekeh pelan usai menyadari bahwa dirinya justru dapat bersembunyi ditempat ini karena pria disisi kirinya.
"Ini kali pertama diriku masuk kedalam perpustakaan, terima kasih untukmu Na Jaemin-ssi."
Kekehan pelan keluar dari bibir Jaemin ia kemudian melirik kearah Jeno yang sama sepertinya tengah terengah karena berlari memakan energi mereka tadi "Akupun baru pertama kali dikejar-kejar seperti tadi."
Kembali, keduanya saling terkekeh sambil melemparkan tatapan satu sama lain. Pertama kali setelah sekian lama mengetahui nama masing-masing mereka akhirnya mengenal lebih jauh, pertama kali juga mereka memberikan pengalaman berbeda pada diri mereka masing-masing. Termasuk, pertama kali mereka merasa tertarik pada orang asing yang pertama kali mereka kenal dekat seumur hidup keduanya.
Jaemin kemudian memutuskan adegan saling melempar tatapan lalu merogoh sakunya dirinya ingat bahwa ia selalu membawa plester kemanapun dirinya pergi karena tidak bisa dipungkiri walau hidupnya selalu terasa sempurna Na Jaemin pun sedikit ceroboh dan terkadang mudah melukai dirinya sendiri. "Kau terluka, pakailah ini sementara. Jika sudah aman aku akan mengobatimu ke UKS." ia duduk bersila menghadap Jeno yang masih duduk bersandar di sisi kanannya, tubuhnya maju mendekat pada Jeno dan menempelkan plester tersebut pada sudut bibir Jeno yang terluka dengan hari-hati.
"Selesai.."
Jeno segera meraih jemari Jaemin yang menyentuh sudut bibirnya barusan, apa pria itu tahu menatapnya dan mendapat sentuhan kecil darinya saja membuat perut Jeno saat ini terasa bagai diterbangi ratusan kupu-kupu saat ini? Jemari milik Jaemin tersebut perlahan masuk dalam genggaman setiap ruas jemari besar milik Jeno, menghasilkan kerutan bingung di kening Jaemin namun tak bisa ia pungkiri bahwa Jaemin sama sekali tidak menolak genggaman hangat tersebut.
Keduanya kembali terkunci dalam sebuah tatapan seolah-olah mereka dapat melihat bayangan wajah mereka dalam tatapan tersebut, Na Jaemin lagi-lagi terpenjara dalam tatapan dalam dan tajam dari mata kelam seorang Lee Jeno yang terlihat mengintimidasi dan lembut secara bersamaan. Entah darimana perasaan ini, hanya sebuah tatapan mata saja benar-benar berhasil membuatnya menyerah pada... bisakah ia katakan pesona? Ya.. Pesona seorang Lee Jeno yang kini semakin terasa dekat dengan dirinya dan perlahan membawanya dalam sebuah kecupan yang ringan, wajah tampan itu masih berada kurang dari 5cm dengan wajah miliknya, hidung keduanya pun masih saling bersinggungnya hingga baik Jeno ataupun Jaemin perlahan kembali saling mengecup dan menutup kedua mata mereka membawa kecupan tersebut pada sebuah ciuman hangat.
Ciuman manis dalam diam dibalik rak perpustakaan justru membuat keduanya semakin terhanyut oleh rasa asing yang muncul secara tiba-tiba ketika mereka saling menempelkan kedua belah bibir mereka menjadi satu. Saling mengecup dan menghisap satu sama lain, seolah mereka terbiasa melakukan hal yang merupakan hal pertama dalam hidup keduanya. Ya pertama, namun seolah keduanya memang sudah seperti terlalu sering melakukannya. Jika saat ini ada yang tengah melihat mereka, yakinlah para mata yang memandang tersebut akan berpikir bahwa keduanya adalah dua sejoli yang terpisah begitu lamanya dan kini tengah meluapkan kerinduan yang teramat sangat.
Lee Jeno menggenggam erat jemari Jaemin meremasnya perlahan sama seperti ciumannya yang kian menutut pada pemilik surai madu yang kini tengah menarik kerah kemeja sekolah milik Jeno, membuat jemarinya yang lain bergerak untuk menahan tengkuk Jaemin, menyelipkan helaian surai berwarna madu tersebut diantara jemari panjang milik Jeno.
"Hhh.." Leguhan pelan keluar dari bibir keduanya saat pergulatan bibir mereka akhirnya terpaksa berhenti, pasokan udara yang menipis menuntut keduanya untuk mencari oksigen daripada melanjutkan ciuman tiba-tiba tersebut.
Nafas keduanya terdengar berat dan saling bersahutan, baik Jeno ataupun Jaemin menarik nafas dengan cepat mengisi kekosongan oksigen dalam paru-paru mereka, andai manusia tidak membutuhkan oksigen untuk bernafas mungkin mereka enggan melepaskan tautan tersebut sedetikpun, mereka terlalu... CANDU.
Kening keduanya menempel satu sama lain, kedua manik tajam Jeno terbuka hanya untuk menatap wajah Jaemin yang terpejam dihadapannya dengan belah bibir yang terbuka mencari oksigen, ia tersenyum menganggumi betapa indahnya Na Jaemin dihadapannya. Jemari Jeno perlahan turun pada pinggul Jaemin menarik pria itu mendekat pada dekapannya dan membuat pemilik surai madu itu membuka kedua matanya melihat Jeno yang tersenyum menatap dirinya, mengundang senyum di wajah Jaemin kala membalas tatapan Jeno. Sesekali bibir mereka masih saling mengecup dan menghisap satu sama lain seolah melampiaskan debaran kuat yang kini mulai mengisi irama jantung keduanya yang tak pernah melambat sedikitpun.
⇨ Strawberries & Cigarette ⇦
Bagi Lee Donghyuk kedekatan Jaemin dan Jeno yang tiba-tiba merupakan hal buruk dan baik yang terjadi dalam hidup sahabatnya. Dirinya masih ingat bagaimana sahabatnya menghilang ditarik oleh Jeno dan kembali muncul bersama dengan Jeno juga di ruang UKS bertepatan saat Donghyuk pun berada disana bersama dengan Mark yang cidera saat bermain bola. Ia hanya bisa melihat Jaemin dengan telaten mengobatin sudut bibir Jeno yang terluka dan usainya keduanya hanya saling berbincang santai tanpa memalingkan wajah sama sekali.
Hanya sekali lihatpun Donghyuk sangat paham kalau keduanya saling memuja satu sama lain, namun..
Setelah saat itu ia bisa melihat sendiri bagaimana sahabatnya menjadi tak begitu memiliki waktu lebih banyak untuk dirinya dan Mark seperti dahulu, serta bagaimana Na Jaemin justru memilih untuk menjadi tutor pribadi bagi Lee Jeno dan mengabaikan pelajarannya sendiri padahal ujian kelulusan dan tes masuk universitas hanya akan datang dalam hitungan minggu.
Tanpa pria itu minta Jaemin yang menerjunkan dirinya sendiri untuk selalu membantu Jeno, ia membuat sendiri jadwal belajar untuk dirinya dan Jeno, dia juga yang selalu mendatangi kelas Jeno dan mengajak anak yang selalu dihindari oleh kebanyakan siswa karena kenakalannya tersebut tanpa ragu hampir setiap hari, dan mulai menimbulkan banyak tanda tanya besar
Bagaimana seorang brandal macam Lee Jeno bisa dekat dengan si pintar Na Jaemin?
Bahkan setelah Jaemin tahu bagaimana latar belakang Jeno dari beberapa orang yang dahulu dekat dengan pria itu iapun bisa dikatakan berhasil membuat Jeno yang sangat suka dan ketergantungan dengan benda bernama rokok perlahan menjadi berkurang, Jaemin perlahan menggantinya dengan ice cream, permen dan buah-buahan. Ia tak melarang Jeno, Jaemin tetap mengijinkan pria itu menghisap rokok favoritnya disaat-saat tertentu namun perlahan ia menguranginya dan Lee Jeno? Jangan tanyakan apakah pria itu tersinggung dan kesal, dia justru menuruti apapun yang dikatakan Jaemin padanya.
Na Jaemin mengubah seluruh jadwal belajarnya untuk membantu Lee Jeno meningkatkan nilai-nilainya sendiri, bahkan dengan perlahan membantu pria itu untuk mulai mengenal apa yang dinamakan bersosialisasi dengan murid lainnya. Na Jaemin benar-benar mengabaikan hidupnya demi mengubah kebahagiaan Jeno, yang Jaemin dengar tak memiliki ibu dan hanya memiliki seorang ayah yang workaholic.
Namun, ini juga kali pertama Donghyuk melihat sahabatnya begitu hidup. Kali pertama ia melihat Jaemin terlihat mencintai seseorang selain dirinya sendiri, keluarganya dan sahabat-sahabatnya, walaupun ketika ditanya apakah dirinya dan pria bekas berandal itu memiliki hubungan, Jaemin mati-matian tak mengakui hal tersebut bahkan akan mengalihkannya pada hal lain, sama halnya seperti Jeno.
Keduanya hanya merasa begitu nyaman ketika berada di tempat yang sama, kemudian melakukan hal bersama-sama tanpa harus membuat diri mereka berada dalam sebuah hubungan yang rumit.
Bahkan kini anak yang terkenal akan kenakalannya itupun terlihat begitu memuja Jaemin kapanpun dan dimanapun hal tersebut terbaca dari tatapannya yang tak bisa disembunyikan namun, sama seperti sahabatnya. Lee Jenopun menyangkal jika keduanya memiliki hubungan spesial selain pertemanan. Keduanya lebih memilih terjebak dalam kebersamaan tanpa sebuah ikatan, namun mereka menikmati hal tersebut dan itu sudah cukup bagi Donghyuk untuk yakin bahwa sahabatnya bahagia ketika ia bersama dengan Jeno dengan keadaan seperti ini.
"Apa rencana kalian?"
"Kami tak memiliki rencana.."
"Oh ayolah, diriku dan Donghyukpun memiliki rencana setelah lulus nanti. Kami akan memasuki universitas yang sama, kau dan Jenopun harus memikirkannya."
Jaemin menatap kedua sahabatnya yang sudah menjadi sepasang kekasih sejak 3 tahun lalu ia tersenyum simpul sembari lalu menunduk dan mengaduk coffe frappenya, tentu saja kedua sahabatnya ini akan memasuki universitas yang sama bukankah mereka sepasang kekasih? Namun tidak dengan Jaemin dan Jeno, mereka bahkan memiliki impian yang berbeda.
"Kalian tentu akan pergi bersama ketempat yang sama. Sedangkan Jeno dari diriku? Rasanya tidak mungkin Hyung, kami memiliki mimpi kami masing-masing.. dan itu adalah 2 hal yang berbeda."
Semester akan benar-benar berakhir dalam hitungan minggu, dan disinilah Donghyuk menyesal mengapa ia tidak pernah mengatakan pada sahabatnya bahwa 'Cinta itu terkadang menyakitkan Jaemin-ah.'
Dirinya dan Mark sudah mendengar bahwa Jeno akan pergi ke Amerika dari mulut Jaemin sendiri setelah mereka lulus nanti, hal yang membahagiakan bukan melihat Jeno bisa mengejar mimpinya hingga ke negara paman Sam.
Ya, Jaeminpun bahagia karena Jeno benar-benar berhasil mengejar impiannya tersebut.
Namun, tetap saja ada denyut sakit didadanya yang tak bisa ia sembunyikan dengan berbagai alasan saat menyadari Jeno akan pergi darinya begitu saja. Perkenalan singkatnya dan Jeno yang terasa begitu indah akan segera berakhir, hingga perlahan berubah menjadi sebuah kenangan diantara keduanya yang akan mereka saling ceritakan beberapa tahun nanti ketika mereka bertemu kembali.
Kesedihan yang disembunyikan dengan buruk oleh Jaemin tentu saja disadari dengan mudah oleh Mark dan Donghyuk yang mengenal pria bersurai madu itu sejak kecil, mereka bertanya-tanya sampai kapan Jeno dan Jaemin hanya akan membiarkan hubungan mereka hanya sekedar seperti ini? Berteman?
Orang bodohpun tahu keduanya saling menyukai satu sama lain, terlihat dari bagaimana cara Jaemin memperlakukan Jeno dengan istimewa karena ia tak pernah melihat Jaemin memperlakukan dirinya ataupun Mark diperlakukan seperti itu walaupun mereka adalah sahabat bermain lumpur Jaemin sedari kecilpun, dan kedua mata Jeno pun tak akan bisa berbohong kalau dirinya terlalu memuja Na Jaemin, seluruh sekolahpun tahu hal apa saja yang ia rubah dari dalam dirinya hanya karena pria itu memintanya atau secara tak langsung memintanya secara perlahan.
Lagipula Donghyuk pernah memergoki Jeno dan Jaemin tengah saling berbagi ciuman panas didalam kamar Jaemin sesaat setelah Donghyuk pamit pulang dari rumah Jaemin namun kembali lagi saat ia sadar kalau ada barangnya yang tertinggal, membuat Donghyuk mengurungkan niatnya untuk mengambil barangnya dan kembali meninggalkan keduanya yang tengah asik saling berpelukan dan saling mengecup satu sama lain.
Apa itu yang dikatakan berteman? Tak ada yang berteman hingga seperti itu.
"Apa kau tak lelah Lee Jeno? Kau menyukai Jaemin begitupun sebaliknya. Katakan saja padanya."
Jeno menatap Mark dan Donghyuk yang duduk dihadapan dirinya bergantian, ia menghela nafas pelan. Dirinya memang menyukai Jaemin bahkan mungkin sejak insiden yang mendekatkannya dengan pria manis itu, namun ia tak yakin akan perasaan pria itu padanya. Selama ini dalam kepalanya Jeno berpikir bahwa Jaemin mungkin menerima pelukan dan ciumannya karena rasa kasihan karena pria itu tahu betapa dirinya begitu kesepian tanpa ibu dan hanya memiliki seorang ayah yang sibuk atau mungkin karena rasa takut karena kenakalan dan keonaran yang diperbuat olehnya dimasa lalu.
"Apa yang membuatmu ragu?"
"Aku ragu dia menyukaiku Donghyuk-ah.."
Mark meremas jemarinya sendiri menahan kesal sepertinya, jika ia bisa dirinya sangat ingin menghajar wajah sempurna Jeno saat ini "Apa kau tahu apa yang dia korbankan demi dirimu Lee Jeno?"
Ucapan Mark berhasil membuat kening Jeno berkedut, ia yang sebelumnya tengah menatap meja cafe yang berwarna cokelat kini menatap Mark penuh tanda tanya "Apa maksudmu?"
Bukan Mark ataupun Donghyuk yang menjawabnya, namun ia melihat Mark menyerahkan ponsel Donghyuk pada nya untuk membaca sebuah situs hasil seleksi universitas "Dia begitu menyukaimu Jeno-ya.. ah tidak, sahabatku Jaemin, begitu mencintaimu.."
Dan usai melihat layar ponsel tersebut Jeno melemas, ia bersandar pada kursi cafe yang didudukinya, yang terlintas dalam benaknya hanya sebuah kata...
Dirinya menyesal begitu lambat menyadari semuanya..
⇨ Strawberries & Cigarette ⇦
"Kau menyukainya Jaemin-ah. Berhenti menyangkal perasaanmu dan katakan padanya." Ucapan Mark padanya beberapa hari lalu saat mereka tengah memperhatikan Jeno yang sedang bermain basket di lapangan sekolah kembali terngiang-ngiang dikepalanya, ditambah dengan pertanyaan apakah dirinya memang benar menyukai Lee Jeno? Apakah selama ini ia pantas menyukai Lee Jeno?
"Apa yang kau pikirkan?"
Jaemin menoleh kesisi kirinya, ia melihat Jeno ada disana duduk berdua dengan dirinya di jendela kamar Jaemin dengan kaki yang bergoyang menggantung keluar menendang-nendang angin malam.
"Tak ada.. hanya memikirkan apa yang akan kulakukan setelah lulus nanti."
Padahal dirinya memiliki impian yang begitu amat banyak. Ia bahkan sudah menuliskan banyak hal di dalam jurnalnya tentang apa yang ingin dikejarnya setelah dirinya lulus, jurusan apa yang ingin dimasukinya, pekerjaan sampingan apa yang ingin dijalaninya. Namun setelah ia mengenal seseorang bernama Lee Jeno fokus dan tujuan utamanya segera berganti pada kebahagiaan Lee Jeno, ia mengajari apapun yang ia tahu pada pria itu agar dapat menaikan nilainya yang hancur selama ini, ia memberikan apa yang Lee Jeno tak miliki, kasih sayang. Ia berikan seluruh miliknya pada Jeno agar pria itupun merasakan kebahagiaan yang selama ini juga ia rasakan dan dapatkan.
Merubah sifat malas pria itu menjadi sedikit lebih rajin, membuat Jeno yang suka mencari masalah dengan orang lain menjadi lebih baik dan menjalin pertemanan dengan orang disekitarnya, dan Jaemin berhasil melakukan hal tersebut hanya dalam waktu kurang dari 3 minggu. Ia adalah orang yang membuat Jeno seperti terlahir kembali menjadi pribadi baru yang lebih baik dan perlahan mulai disukai banyak orang.
"Bukanlah kau memiliki banyak impian Jaemin-ah, kejar salah satunya. Itukan yang kau ajarkan padaku?" Jemari Jeno bergerak teratur membenahi surai madu milik Jaemin yang berantakan tertiup angin malam, walau hasilnya nihil. Rambut pria itu akan tetap berantakan karena keduanya masih duduk dijendela dan Jeno memang ingin menyentuh helaian rambut pria tersebut, rasanya seperti candu.
Na Jaemin adalah pria yang sudah merebut perhatiannya sejak awal ketika mereka saling melempar tatapan mata tanpa disengaja, pria yang sudah menariknya menjadi Lee Jeno yang sekarang. Bahkan ia yang dulu tidak pernah mendapatkan nilai D saja kini bisa mendapat beasiswa dari salah satu Universitas di Amerika karena bantuan Jaemin yang membantunya dalam belajar dengan giat.
Namun..
Jeno merasa ada sesuatu yang salah disini, ketika ia mengejar mimpinya Jaeminpun terlalu bersemangat untuk membantu dan mendorongnya selalu dari belakang tanpa ada keraguan sedikitpun namun nyatanya Jaemin melakukan itu tanpa ikut mengejar mimpi bersamanya, pria itu meninggal impiannya demi benar-benar membantu Jeno mengejar impiannya. Pria yang selalu mendukungnya itu justru gagal diujian masuk Universitas Seoul, ia tidak akan pernah tahu tentang hal tersebut jika Mark dan Donghyuk tidak memberitahunya. Selama ini pria itu hanya fokus untuk membantu Jeno tanpa memperdulikan impian yang harus dikejar oleh dirinya juga, Jaemin terlalu ingin membuat Jeno bahagia tanpa terkecuali.
"Kau harus segera pulang, besok kau akan pergi ke Amerika bukan?" Jaemin menahan gerakan tangan Jeno dikepalanya, ia meremas jemari besar Jeno yang kini mengenggam jemarinya.
Mereka sudah terbiasa seperti itu, saling berpegangan tangan, saling melempar tatapan penuh arti, bahkan saling berbagi kecupan hangat diatas tempat tidur Jaemin ataupun Jeno hal tersebut adalah hal biasa bagi keduanya semenjak kejadian di perpustakaan saat itu. Jeno menyukai Jaemin begitupun juga sebaliknya, dan mereka tak butuh mengutarakannya mereka cukup merasakannya.
"Ya aku akan berangkat jam 2 siang. Kau akan mengantarkanku bukan?"
"Tentu.. Aku ini tutor terhebatmu, tidak mungkin aku tidak mengantarkanmu."
Jeno tersenyum, ia senang saat Jaemin mengatakan bahwa dirinya adalah tutor terhebat. Karena memang itu kenyataannya, Jaemin menyerahkan segalanya untuk Jeno maka tidak akan sekalipun pria itu berpikir untuk menyia-nyiakan apa yang sudah diraihnya dengan bantuan Jaemin. Apa yang diraihnya saat ini adalah impian milik Jaemin yang lelaki itu serahkan pada Jeno tanpa syarat.
'Tok tok tok..'
Keduanya menoleh kearah pintu, mereka melihat ibu Jaemin mengintip dari balik pintu dan tersenyum penuh arti menatap genggaman jemari putranya dengan pria bernama Lee Jeno itu, bahkan sang ibupun paham apa yang terjadi diantara keduanya bukanlah hanya sekedar hubungan yang dapat disebut pertemanan "Ibu akan kerumah bibimu, mungkin menginap karena dia sedang sakit. Apa tak apa kau kutinggal sendirian sampai besok pagi?"
"Tak apa.. Aku akan segera tidur setelah calon mahasiswa ini pulang."
Ibu Jaemin lagi-lagi tersenyum pada Jeno, ia tahu anaknya gagal dalam tes masuk namun ia bangga pada Jeno yang diajar oleh anaknya justru berhasil mendapatkan beasiswa "Selamat ya... Kau sudah berjuang keras Jeno-ya.. Kabari kami walaupun kau sibuk di Amerika, kau paham?"
"Tentu Bibi."
"Ibu berangkat."
Pintu kembali tertutup dan tak lama keduanya melihat dari jendela Tuan dan Nyonya Na berangkat bersama sambil berjalan kaki menuju rumah bibi Na yang hanya berada tak jauh 2 blok dari rumahnya.
"Sudah malam kau harus pulang." Jaemin melepas genggamannya kedua jemari mereka lalu segera memasukkan kakinya kedalam kamar yang lebih hangat, ia menarik Jeno untuk segera masuk dan menutup jendela kamarnya agar udara dingin tidak lagi masuk kedalam.
"Diriku belum ingin pulang Jaemin-ah." Jeno menahan Jaemin yang menarik tangannya, ia membuat pria itu kembali berdiri dihadapannya, rasanya ingin ia utarakan kekesalan dan penyesalannya karena membuat Jaemin hanya memfokuskan segala hal pada dirinya seorang, membuat pria itu gagal dalam tes, tapi tak pernah memberitahukan hal tersebut padanya. Ia mungkin akan pergi dengan senyum lebar andai Mark tidak mengatakan bahwa pria yang sudah mendorongnya untuk berubah kehilangan impiannya.
"Apa tidak ada yang ingin kau sampaikan padaku? Besok diriku tak lagi berada disini, apa kau tak kesepian tanpaku Jaemin-ah."
Pemilik surai madu itu terkekeh pelan "Yak.. Aku memiliki Donghyuk dan Mark Hyung, selesaikan saja studymu disana dengan benar. Jadilah anak baik-baik dan jauhi masalah."
Apa dirinya baru saja mendapatkan wajangan? Kenapa Jaemin terasa seperti ibunya yang telah tiada. "Hmm hmm berhenti memberikanku nasehat Na Jaemin."
"Kenapa??" Jaemin menatap Jeno baik-baik "Bawalah pakaian secukupnya, rajinlah melaundry pakaianmu, belilah roti gandum setiap pagi, makanlah makanan sehat dan ah jangan lupakan susumu... Lalu.."
Jeno membiarkan pria itu terus mengoceh tentang hal apa yang harus dan hal yang tak harus dilakukannya bahkan sambil menghitung dengan jemari panjangnya, ia tersenyum hangat melihat Jaeminnya. Tiba-tiba saja ia berharap dirinya tak pernah diterima di Universitas Amerika, sepertinya Lee Jeno tak sanggup pergi meninggalkan Jaemin begitu saja.
Tangannya segera menarik Jaemin masuk kedalam dekapan eratnya "Kau benar-benar berisik Na Jaemin." Dengan cepat Jeno mengunci bibir Jaemin dengan lumatannya agar pria itu diam dan berhenti berbicara tentang peraturan dan peraturan. Ia ingin memiliki Jaemin seutuhnya malam ini.
"Mmhhh..."
Leguhan dari bibir Jaemin lolos begitu saja saat tubuh keduanya terjatuh keatas kasur empuk milik Jaemin yang biasa keduanya gunakan hanya untuk saling berpelukan dan berpangutan namun rasanya kali ini terasa berbeda. Jaemin bisa merasa suhu udara didalam kamarnya terasa lebih panas dari biasanya, padahal ia dan Jeno sudah saling menarik atasan masing-masing hingga keduanya kini topless tanpa penutup dibagian atas.
Walau ini pertama kali bagi keduanya namun mereka hanya mengikuti naluri dan keinginan untuk saling memiliki satu sama lain, Jaemin tak berhenti memeluk Jeno saat bibir pria bersurai kelam itu menjelajahi ceruk leher dan bahu miliknya meninggalkan jejak kemerahan disana entah karena hisapan ataupun gigitan, yang bisa Jaemin lakukan hanyalah mengerang pelan dan memanggil nama Jeno berkali-kali.
Keduanya tak tahu bagaimana mereka memulainya namun kini kasur milik Jaemin berderit dan bergerak ketika pria manis itu saat ini mendesah kuat sambil meremas bantal didekatnya dengan kedua kaki yang melilit pinggul Jeno yang bergerak cepat diatas tubuh Jaemin "A-akhhh Jeno.." hentakan demi hentakan dibagian selatan tubuhnya membuat Jaemin semakin merasa pening akan kenikmatan dari kegiatan sex pertamanya dan Jeno selama ini.
"Jeno... Hhh berhenti.."
"Sshhh diam Na Jaemin, sekali saja hhh ijinkan aku memiliki dirimu."
Tangan Jaemin bertumpu pada kaca jendela tempat dirinya dan Jeno tadi duduk berdua menghabiskan malam ia tidak tahu dirinya sudah melakukannya berapa kali dengan Jeno malam ini, berapa kali pinggulnya tersentak-sentak karena hantaman kasar Jeno di belakang sana. Namun ia tak bisa menolak kenikmatan yang Jeno berikan padanya, setiap sentuhan dan kecupan dari bibirnya benar-benar memabukkan membuat Jaemin dengan mudah kembali menyerahkan tubuhnya lagi dan lagi untuk di setubuhi oleh Jeno malam itu.
"Aghh Jeno..." nafasnya tertahan beberapa kali, terasa sulit untuk menarik nafas walau sedetik saja saat bokongnya terus menerus disentak tanpa ampun oleh pemuda Lee tersebut.
"...Lee Jeno ak-akkhh.." nama itu ia teriakan berkali-kali setiap Jaemin sampai pada puncaknya, dan tak lama Jeno akan menyusulnya mengejar puncak sambil memeluk dengan erat tubuh telanjangnya yang kini berdiri membelakangi Jeno di dekat jendela.
Jeno menghela nafasnya, ia memeluk erat tubuh lemas Jaemin yang ia bawa perlahan menuju tempat tidurnya kembali tanpa mengeluarkan miliknya dari bagian selatan Jaemin. Jeno memeluk erat tubuh prianya dari belakang memberikan kecupan-kecupan ringan pada bahu dan tengkuk Jaemin.
Aroma strawberry khas milik Jaemin akan keluar begitu saja setiap ia tengah memeluk tubuh Jaemin atau mencium Jaemin dan hal tersebut benar-benar memabukkan baginya, padahal pria ini tidak terlalu suka dengan strawberry setahunya.
"Aku mencintaimu Na Jaemin.." gumamnya pelan sembari menatap Jaemin yang menoleh kearahnya, pria itu tak menjawab namun ia memberikan ciuman lembut nan hangat pada Jeno menciptakan pangutan yang menuntut dari keduanya. Seolah menyampaikan, malam belum berakhir dan mengundang Jeno kembali menginginkan Jaemin berada dibawah kendalinya.
⇨ Strawberries & Cigarette ⇦
Sinar matahari pagi menerangi kamar Jaemin dari jendela kamar yang tak tertutup oleh tirai, bahkan suara kicauan burung terdengar mulai bercicit diluar sana. Perlahan Jaemin membuka kedua matanya dan membiasakan penglihatannya menerima cahaya matahari, tubuhnya terasa sakit dan pegal disaat bersamaan.
Bahkan saat ini rasanya menggerakkan pinggulnya terasa sangat sulit. Lengan kekar Jeno masih memeluknya dengan posesif walaupun pria itu masih tertidur dengan pulas, Jaemin berusaha untuk duduk sambil menatap sekeliling kamarnya yang sedikit berantakan akibat ulah dirinya dan Jeno yang justru bercinta di segala tempat dengan berbagai posisi semalam seolah-olah tak akan ada hari esok bagi keduanya.
Namun dirinya tersenyum kecut saat menyadari apa yang dipikirkan olehnya tidaklah salah, memang tak ada lagi hari esok bagi keduanya. Kemarin terakhir kali mereka bisa saling menyentuh satu sama lain bukan?
"...Jeno.." suara serak Jaemin masuk kedalam pendengaran Jeno, pria tersebut terpaksa membuka kedua matanya dengan malas ia masih lelah. Bayangkan saja ia dan Jaemin benar-benar jatuh terlelap sekitar pukul 3 malam, silahkan tebak saja berapa lama mereka bercinta semalaman.
"Jeno bangun.. Kau akan.. Omo.." Jaemin yang tengah menepuk-nepuk Jeno agar bangun tiba-tiba saja kembali tertarik dalam dekapan Jeno yang masih belum membuka dengan benar kedua matanya.
"Aku masih ingin memelukmu Na Jaemin, mana morning Kiss untukku?"
Bukan ciuman yang didapat Jeno namun tepukan telapak tangan Jaemin diseluruh wajahnya yang ia dapatkan "Bangun atau aku akan menendangmu keluar dalam keadaan telanjang tuan Lee!"
"Yaak! Yaak! Aakhh sakit"
Jeno menahan tangan Jaemin yang dengan tega menepuk-nepuk wajah tampannya tanpa ampun hingga akhirnya dirinyapun segera bangun terduduk dan melihat kekacauan diseluruh bagian kamar Jaemin karena ulah birahinya dan pria bersurai madu tersebut semalam, ia hanya bisa menggaruk tengkuknya yang terasa tak gatal karena menyadari apa yang sudah mereka lakukan kemarin malam
"Cepatlah mandi, aku akan membuatkan sarapan. Kau harus segera pulang bukan?"
Jeno menahan lengan Jaemin agar tak beranjak dari kasur "Kenapa diriku harus pulang?"
"Apa kau hilang ingatan? Kau harus berangkat ke Amerika Jeno-ya."
Keduanya terdiam setelah kalimat itu keluar dari bibir Jaemin, ia membiarkan Jaemin beranjak dan mengenakan kembali celana training yang digunakan oleh Jaemin semalam. Kemudian beranjak keluar kamar tanpa mengenakan atas, Jenopun segera menyusul mengenakan pakaian miliknya tanpa mengenakan atasan dan mengejar langkah Jaemin menuju dapur.
Mungkin dirinya tadi belum sadar betul namun saat ini ia bisa melihat dengan jelas bekas kemerahan di tubuh Jaemin karena ulahnya kemarin, perlahan Jeno mendekati Jaemin memeluk tubuh pria itu dengan erat dari belakang. Membuat kulit punggung Jaemin yang dingin menempel dengan dada Jeno yang hangat, pelukan itu kian erat saat ia mendengar Jaemin memanggil namanya dan berniat melepaskan pelukannya.
"Jeno.."
"Aku mencintaimu Jaemin-ah, tak bisakah jika diriku tetap bersamamu disini?"
Perlahan kepala Jaemin menggeleng walaupun dirinya sangat ingin mengangguk untuk mengiyakan ucapan Jeno, ia berbalik badan dan berhadapan langsung dengan Jeno yang oh Tuhan, kedua mata pria itu memerah apa dirinya membuat Jeno menangis? Sedangkan dirinya pun juga tengah menahan sesak didadanya sejak ia tahu dam sadar bahwa Jeno akan pergi meninggalkannya dalam hitungan jam.
"Tidak bisa.. Kau tahu, butuh perjuangan dan pengorbanan besar untuk dirimu sampai disini. Kau bisa meraih mimpimu itu yang harus kau lakukan Jeno-ya... Kau sudah memimpikan hal ini sejak lama."
"Lalu bagaimana denganmu? Kaupun tak lulus tes bukankah itu karena dirimu terlalu fokus pada mimpiku? Bagaimana bisa diriku pergi meninggalkanmu setelah mengorbankan mimpimu begitu saja, eoh?!"
Jaemin terdiam sesaat jujur ia terkejut mengapa Jenonbisa tahu tentang hal tersebut, ia tengah merangkai kata dengan susah payah agar Jeno mengerti bahwa keputusannya menggantung mimpinya sementara demi membantu Jeno dan bukanlah kesalahan pria itu. Jemarinya menangkup wajah Jeno yang sangat dekat dengan wajahnya, Jaemin tersenyum begitu manis pada pria itu mencoba untuk menenangkan Jeno sebelum ada cairan yang keluar dari kedua matanya.
"Dengarkan aku Lee Jeno. Test itu bisa kuikuti lagi nanti, namun tesmu.. belum tentu kau akan memiliki niat belajar yang tinggi seperti kemarin jika diriku tidak fokus pada dirimu. Aku mengorbankan tesku karena diriku terlalu menyukaimu Lee Jeno, kebahagiaanmu yang utama bagiku karena aku begitu mencintaimu."
Bertemu dengan Jaemin mungkin adalah hal terindah dalam hidup Jeno, namun pria itu berpikir bahwa bertemu dengan dirinya justru menjadi malapetaka dihidup Jaemin. "Apa aku pantas mendapatkannya? Saat ini aku hanya menginginkanmu Jaemin."
"Begitupun diriku Jeno, aku begitu sangat menginginkanmu menjadi milikku. Tapi... kau harus mengejar mimpimu bukan? Dirikupun akan mulai mengejar mimpiku setelah kau pergi ke Amerika nanti."
"Tapi..."
"Pikirkanlah diriku yang sudah berkorban untukmu Jeno, selesaikanlah yang sudah kau mulai dan kembalilah kemari secepat mungkin."
Jeno masih diam, ia tetap ingin berada di Korea saja. Mengikuti tes kedua kali bersama Jaemin dan mungkin saja dirinya akan diterima di Universitas yang sama dengan pria ini. Namun.... mungkin yang terjadi hanyalah Jaemin akan kembali fokus pada test yang dilakukan Jeno bukan pada testnya sendiri.
"Apa kau mencintaiku Lee Jeno?"
"Sangat... walau diriku pernah menyukai seseorang tapi tidak pernah seperti ini. Aku benar-benar mencintaimu Na Jaemin, apa yang harus kulakukan disana jika tak ada dirimu?"
Jaemin tersenyum ia masih menangkup wajah Jeno mengusap-usap kedua pipi pria itu dengan sayang "Jika kau kembali dengan cepat, aku akan menjadi kekasihmu. Kuharap kau masih menyimpan perasaanmu itu padaku saat itu tiba."
"Apa kau berniat menyiksaku? Kenapa harus menunggu diriku kembali? Kenapa tidak sekarang??"
"Berhenti merengek Lee Jeno, kau selalu merengek dihadapanku eoh.." Jaemin mendekati Jeno ia mengecup bibir pria yang memiliki tinggi yang sama dengan tinggi tubuhnya, membuat kecupan itu berubah menjadi lumatan pelan yang sedikit menuntut dari si pemuda Lee.
"Tunggu diriku kembali, kau bersedia?"
Jaemin mengangguk dan tersenyum sebelum mengalungkan lengannya pada leher Jeno dan kembali memberikan ciuman hangat pada pria yang dicintainya itu. Ciuman itu kian dalam dan menuntut dengan lumatan dan leguhan pelan, mereka sudah berpikir akan melakukannya lagi untuk yang terakhir sebelum Jeno pulang namun sepertinya itu hanya sekedar impian karena pintu rumah Jaemin terbuka dan suara terkejut kedua orangtua Jaemin membuat keduanya berhenti saling memberikan ciuman hangat satu sama lain.
"Omooo..."
"Aigoo.. Masuklah kedalam kamar, ah mata suciku."
Ibu Jaemin segera mendorong suaminya untuk segera masuk kedalam kamar usai mengatakan bahwa mata sucinya ternodai karena melihat anaknya dengan Jeno tengah berciuman panas di dapur mereka, bahkan ia dan istrinya tidak pernah berciuman di dapur selama ini.
"Ingat jam 2 Jeno harus segera berangkat Jaemin-ah, kau jangan menahannya." ledekan sang ibu sebelum masuk kedalam kamar membuat Jaemin menghela nafasnya sambil menoleh pada Jeno bahkan menatap pria itu dengan sedikit kesal serta malu, eoh? Siapa yang menahan Jeno??
"Aish, sudah cepatlah mandi aku akan membuat sarapan dan kau akan segera pulang Lee Jeno."
Bisa terlihat wajah Jaemin merah padam karena terpergok oleh kedua orangtuanya tengah berciuman tadi, tangannya segera mengambil sebungkus roti dan akan membuat roti isi selai secara asal untuk Jeno. Namun pemuda Lee itu sama sekali tak beranjak, sepertinya pria itu tengah berpikir dengan keras saat ini.
"Apa lagi yang kau tunggu Jeno? Cepatlah mandi.."
Jeno menatap Jaemin seolah tengah menunggu reaksi pria tersebut, namun hasilnya nihil, pria itu terlihat biasa saja tidak berpikir kalau leher mereka akan di tebas oleh kedua orang tua Jaemin "Reaksi orangtuamu sangat jauh dari dugaanku."
"Mereka sudah tahu sejak awal diriku menyukai pria, dan sepertinya ibuku menyadari bahwa kau adalah pria yang kusukai." Jaemin usai membuat satu roti isi dan segera menyumpal roti tersebut kedalam mulut Jeno tak lupa dengan kecupan di pipi kiri pria itu sebelum Jaemin segera kembali masuk kedalam kamarnya untuk mandi, meninggalkan Jeno yang tengah terdiam sambil tersenyum seperti orang bodoh saat ini dan mengunyah roti didalam mulutnya.
⇨ Strawberries & Cigarette ⇦
Jeno menarik kopernya sambil sesekali membenarkan letak tas yang ia sampirkan di bahu kirinya, ia menoleh pada Mark dan Donghyuk yang tengah mengantar mereka. Sesekali Jeno menghela nafasnya kasar, matanya masih sesekali menoleh kebelakang untuk menatap kearah pintu. Berharap Jaemin akan segera datang, lagipula kemana pria itu? Tiba-tiba hilang dan tidak bisa dihubungi.
"Masuklah, pesawatmu mungkin akan berangkat setengah jam lagi." Mark menunjuk papan yang menunjukkan jadwal penerbangan Jeno.
Disaat seperti ini ia berharap penerbangan akan delay, tapi justru mengapa penerbangannya justru sangat ontime?? Benar-benar menyebalkan. "Tapi Jaemin belum sampai, tak mungkin aku pergi begitu saja."
"Kau bisa menghubunginya nanti, tapi pesawatmu tak mungkin menunggu hanya dirimu saja bukan?"
Benar apa yang dikatakan Donghyuk, ia bisa menghubungi Jaemin nanti. Mereka bahkan sudah menghabiskan malam bersama semalaman kemarin seharusnya itu sudah cukup sebagai perpisahan yang indah bagi keduanya, namun tetap saja.
Jeno ingin melihat Jaeminnya sekali saja sebelum dirinya pergi meninggalkan Seoul.
"Cepatlah.. Akan kusampaikan pada Jaemin kau menunggunya sampai menit terakhir."
"Apa kau menyumpahi pesawatku meledak diudara Donghyuk-ah?"
Pria berkulit Tan itu hanya memberikan cengiran tanpa dosanya, ia lalu memeluk Jeno "Belajarlah dengan benar, cepatlah kembali. Atau akan kujodohkan Jaemin lewat Tinder dengan seseorang." Ancam Donghyuk dan mendapat tatapan kesal dari Jeno usai pelukan keduanya terlepas.
"Jangan dengarkan dia, aku akan menjaga Jaemin tetap single untukmu jadi cepatlah kembali." Kini Mark yang memeluk dan menepuk-nepuk punggung Jeno.
"Baiklah, karena kalian sudah mengusirku jadi aku akan pergi. Jaga dia untukku sampai aku kembali." Jeno akhirnya menarik lagi kopernya sambil melambai ia hampir memasuki bagian pengecekan barang dan tubuh andai saja suara Jaemin tak masuk ke telinganya.
"LEE JENO, TUNGGUU!!" Jaemin berlarian dan hampir menabrak beberapa orang karena dirinya berlari dengan cepat menghampiri Jeno walaupun dengkul kakinya sudah terasa hampir ingin lepas dari engselnya karena lelah berlarian.
Pria bersurai kelam itu tersenyum hingga eye smile khas miliknya tercipta diwajah tampannya, tangannya terbuka dengan lebar menunggu Jaemin lari kedalam pelukannya. Dan benar saja, pria bersurai madu itu segera memeluk Jeno dengan erat seolah-olah ia begitu merindukan Jeno yang baru beberapa jam tak bertemu.
"Ahh sebentar aku benar-benar lelah hhh berlari."
"Mengapa kau terlambat eoh?" Jenopun membalas pelukan tersebut tak kalah erat, sedangkan Mark serta Donghyuk memilih untuk berbalik badan enggan menjadi saksi bagaimana kedua manusia tersebut tengah berlovey dovey ria setelah saling mengakui perasaan masing-masing.
Jaemin mau tak mau melepaskan pelukannya dan merogoh sakunya ia mengeluarkan sebuah bracelet berwarna silver yang serupa dengan miliknya yang sudah dipakai di pergelangan tangannya lalu memakaikannya pada pergelangan tangan Jeno "Sudah, anggap aku sudah mengikatmu."
"Mengapa kau tidak mengatakan saja kita berpacaran eoh? Itu lebih mudah terdengar ditelingaku."
"Sudah kukatakan jika kau kembali dengan cepat aku baru akan menjadi kekasihmu."
Rasanya ia benar-benar gemas, pria ini enggan menjadi kekasihnya namun memakaikannya sebuah gelang tangan sebagai pengikat. Oh Na Jaemin benar-benar menggemaskan.
"Aku akan pulang dengan cepat, tunggulah diriku pulang." Jeno menangkup wajah Jaemin dan mengecup bibir pria yang dicintainya itu memberikan ciuman dalam dan menghiraukan tatapan orang-orang disekitar mereka.
Lengan Jaemin mengalung pada leher Jeno, ini adalah ciuman perpisahan dan ciuman terakhir sebelum Jeno benar-benar berangkat meninggalkannya di Seoul, namun terasa sama seperti ciuman pertama keduanya. Saat Jaemin merasakan manis serta asam dan pahit dari rasa rokok yang tertinggal di bibir Jeno usai pria itu merokok tentu saja.
Ia akan merindukan wangi dan rasa tembakau dibibir Jeno, dan Jenopun akan merindukan aroma manis dari tubuh Jaemin.
Namun keduanya tahu, ini bukanlah akhir iyakan?
Bagi mereka, ini adalah awal.
Awal untuk segalanya.
⇨ THE END ⇦
Tidak ada komentar:
Posting Komentar