myCatalog

Kamis, 03 September 2020

REMINISCENE



LEE JENO

&

NA JAEMIN

|

|

|

|

*Memori sejatinya tidak akan pernah mengkhianati ingatan*

-

-

-

-







Sebuah bus beroda empat melaju menjauh dari pusat keramaian kota, bus tersebut sudah memasuki daerah pesisir terlihat dari kencangnya angin yang berhembus yang  memasuki kaca jendela yang terbuka menerbangkan surai coklat madu seorang pria.

Dengan jemarinya ia membenahi rambutnya yang terlihat berantakan karena terpaan angin. Netra coklatnya menatap kearah sekeliling penjuru bus yang hanya tersisa dirinya dan pria dengan jaket kulit hitam yang duduk 4 bangku jauhnya dari posisi duduknya dikursi paling belakang saat ini.

Senyum mengembang di bibirnya ia bahkan menyempatkan diri untuk merenggangkan otot tubuhnya sebelum kembali menatap keluar jendela dan membiarkan semilir angin terasa menerpa wajahnya dan lagi-lagi merusak tatanan rambutnya lalu membiarkannya tanpa membenahinya kembali. Dirinya begitu suka dengan aroma lautan, ia suka suara camar yang menjerit saling memanggil satu sama lain bersahutan dan terdengar merdu di telinganya.

"Aku datang..." Gumamnya pelan menghiraukan keadaan sekitar, toh ia tahu bahwa tak akan ada yang mendengarnya berbicara.

Sedangkan salah satu pria lainnya yang duduk beberapa bangku didepan pria bersurai madu tersebut menutup novel yang dibacanya sedari tadi sembari mengisi kekosongan waktu disepanjang perjalanan. Terbaca judul buku tebal tersebut tentang hidup, takdir dan masa depan, setelah menghela nafas pelan ia memijat pangkal hidungnya kemudian menoleh kejendela dan tersenyum menatap lautan yang terbentang luas disana.

Hari ini hanya satu hari dari 365 hari yang harus dia jalaninnya tanpa kesibukan, dirinya meninggalkan segala tugas dan pekerjaannya dibelakang dan memilih untuk menghibur diri sejenak. Ia akan kembali nanti malam dengan isi kepala yang sudah kosong dan memulai esok hari dengan tugas yang semakin menumpuk, khas seorang pelajar yang akan segera mengikuti ujian.

Netranya menatap jam yang melingkar ditangannya jarum panjangnya sudah menunjukkan pukul 10 siang, dirinya segera menoleh ke sebuah kedai yang akan dilewatinya "Bakpao panas.." Gumamnya bersamaan dengan seorang pria paruh baya di kedai itu berteriak sambil berlari keluar dari kedainya, pertanda bahwa kedainya akan segera dibuka sebentar lagi.

Pria bermata sipit itu terkekeh sendiri, padahal ini kali pertama dirinya datang namun ia sudah pandai memprediksi, ada kebanggaan tersendiri dalam dirinya saat ia dapat menebak hal tersebut terjadi "Ah... nikmati harimu Lee Jeno.." ujarnya lagi kembali memberikan semangat pda dirinya sendiri untuk liburan mendadaknya hari ini, dan tingkah laku lucunya mengundang kekehan pelan dari satu-satunya teman penumpang dikursi paling belakang.

Ia tiba dipemberhentian akhir, Jeno pria bersurai hitam itu turun sambil menatap kearah kanan dan kiri terminal, dirinya merasa familiar namun kakinya enggan melangkah untuk memulai perjalanan liburan singkatnya, bagaimanapun dirinya takut tersasar di tempat asing dan parahnya mungkin ia akan lupa jalan kembali atau menghilangkan seluruh uang sakunya dan tak bisa kembali ke terminal ataupun stasiun. Dirinya masih mengamati sekeliling hingga tubuhnya tertabrak oleh seseorang dibelakangnya yang baru saja turun dari bus.

"Maaf.." Ucap pria bersurai madu tersebut.

Jeno menoleh dan menundukkan sedikit kepalanya, ia justru yang merasa tidak enak karena berdiri ditengah jalan dan menghalangi jalan orang lain. Pria bersurai madu itu membenahi letak tas hitamnya yang terlihat sama persis dengan milik pria bersurai hitam tersebut. Netranya menoleh pada pria yang ditabraknya tadi, dia terlihat sedikit bingung sambil melihat sebuah brosur ditangannya, yang ia yakini adalah brosur dari internet tentang kota kecil dipesisi pantai ini.

"Kau datang untuk berlibur?"

Jeno menoleh karena merasa dirinya diajak berbicara, ia melihat pria yang menabraknya tadi menunjuk pada brosur yang berada di genggaman tangannya. Jenopun segera menganggukkan kepalanya untuk mengiyakan pertanyaan pria yang menabraknya tadi "Ya.. Aku datang untuk berlibur, ini kali pertama diriku kemari.." Dirinya terkekeh sendiri dan kembali terlihat bangga karena datang seorang diri untuk berlibur, kekehan khasnya menghasilkan mata bulan sabit yang tanpa ia sadari justru membuat pria bersurai madu tersebut terdiam sejenak. "Tetapi diriku kurang memahami brosurnya." senyum dan kekehan bangga di wajahnya perlahan menghilang ketika ia akhirnya mengakui keadaannya yang tengah dilanda kebingungan saat ini.

"Ah ini?" Tanpa memandang sopan santun ia meraih brosur di genggaman Jeno dan menatap brosur tersebut dengan remeh "Bukankah ini brosur lama? Kau tidak akan mendapatkan apapun dibroosur ini, diriku tinggal disini sejak kecil jika kau ingin berlibur kau bisa memintaku untuk mengantarkanmu."

"Kau.."

"Aku lahir dan besar di Busan. Namaku Na Jaemin.." Pria dengan senyum lebar itu mengulurkan tangannya untuk berkenalan tanpa rasa canggung sama sekali. Ia terlihat sangat ramah, dan Jeno yang sulit berkomunikasi dengan orang baru justru langsung merasa nyaman berkenalan dengan pria yang mengaku bernama Na Jaemin tersebut. Tanpa keraguan Jeno segera meraih jabatan tangan Jaemin, ia bahkan kembali menunjukkan senyum sabitnya tanpa permisi.

"Lee Jeno, tapi.. apa kau tidak keberatan mengantarkanku berkeliling?"

"Tidak, tentu saja tidak. Aku bisa kembali kerumah nanti malam, orang dirumahku tak akan ada yang mencariku."

"Benarkah?" Jeno mengelus tali tasnya sendiri ia menatap canggung sekeliling bagaimanapun karena dirinya pria dihadapannya akan terlambat untuk kembali kerumah, namun setelah mempertimbangkan resiko daripada dirinya tak mendapatkan hiburan apapun iapun menganggukkan kepalanya setelah kembali menatap Jaemin yang masih menunggu respon darinya "Baiklah, kau bisa memulai acara tour-mu Jaemin-ssi.."

Pria bersurai madu itu memulai perjalanannya menuju sebuah pelabuhan yang di desain sedemikian rupa agar berbentuk serupa seperti sebuah kota yang terkenal di Eropa, penuh dengan warna dan juga sama-sama menjorok kearah muara laut.

Senyum lebar tak henti terpatri dari bibir keduanya terlebih saat Jeno dengan sabar mendengarkan pria bernama Na Jaemin itu mengoceh panjang lebar memperkenalkan tentang tempat tersebut, dengan lengan yang terangkat menunjuk keberbagai arah dengan penjelasan panjang namun amat mudah dimengerti dan dipahami olehnya.

Sejenak Jeno terkekeh dan berpikir sembari menatap Jaemin yang terus menggerakkan kedua belah bibirnya, dirinya yakin bahwa pria ini benar-benar akan kaya raya jika membuka jasa Travel bagi turis saat mereka berkunjung ke Busan suatu saat nanti.

"Bunezia?" Jeno membeo saat membaca brosur baru ditangannya yang baru saja diberikan oleh Jaemin, pria itu menunjuk foto dalam brosur sambil memperlihatkan hasil searching dari ponselnya tentang tempat wisata yang kini tengah mereka jajaki dengan berjalan kaki.

"Bukankah tempat ini tampak seperti Venezia?"

Kepala Jeno mengangguk paham, dirinya begitu terlihat takjub karena ia baru menyadari ternyata Koreapun memiliki tempat seperti ini, "Ayo kemari Jeno-ssi." Jeno tersadar dari lamunannya yang tengah asik menatap sekeliling saat pergelangan tangannya kini sudah berada dalam genggaman Jaemin, pria itu menariknya untuk terus berjalan menikmati keindahan Busan.

Hari yang cerah, teman berjalan-jalan yang terlihat begitu ceria, Jeno tidak akan pernah melupakan hari ini dalam hidupnya.

Krruuuukk~~~

Baik Jeno ataupun Jaemin sama-sama saling melemparkan tatapan satu sama lain, perut keduanya berbunyi bersamaan padahal saat ini mungkin jam belum menyentuh pukul 12, makan siang yang ideal bukankah jam 1 siang?

"Kau ingin Brunch? Kurasa ada cafe yang tepat untuk sekedar mengisi perut di jam terjepit seperti ini." Tawar Jaemin sambil mengamati hasil foto dari ponselnya, selain menjadi seorang tour guide dirinyapun menawarkan dirinya untuk menjadi seorang photographer untuk Lee Jeno.

Tentu saja yang namanya liburan tidak akan lengkap tanpa sebuah foto kenangan bukan? Dan Jaemin sengaja menawarkan dirinya juga untuk memotret segala aktivitas Jeno sejak tadi, dan baiknya pria bersurai kelam itu tidak menolak sama sekali, dia berkata akan menunjukkan hasil foto dirinya hari ini pada sang ibu ketika dirinya kembali ke Seoul nanti.

"Kurasa aku akan mengikutimu saja Jaemin-ssi, dirikupun belum ingin memakan sesuatu yang berat dijam seperti ini."

"Ya aku tahu itu."

"Eoh?"

Jaemin tersenyum sambil mengunci kembali ponselnya mengembalikan layar ponselnya menjadi hitam dan segerea menyimpan benda berbentuk persegi panjang tersebut kembali kedalam sakunya, ia melemparkan senyum lebarnya pada Jeno "Bukan apa-apa, ayo Jeno-ssi.. Ikuti aku, diriku yakin kau akan menyukai tempat ini."

Dengan girang Jaemin melangkah sambil kembali berceloteh ria tentang betapa indahnya Busan saat malam hari, ia sangat menyayangkan pria tersebut tidak bisa menginap dan akan kembali lagi ke Seoul nanti malam menggunakan KTX. Tubuhnya berbalik dan melangkah mundur hanya demi tetap berbincang dengan Jeno yang melangkah di belakangnya sedari tadi, mengikuti dengan sabar setiap langkah kemanapun Jaemin membawanya tanpa sedikitpun ada rasa curiga.

Bagaimanapun Jeno saat ini baru saja mengenal orang asing di tempat asing dan dirinyapun seorang diri, kewaspadaan merupakan hal nomor satu yang seharusnya ia kedepankan, namun hari ini kewaspadaan sepertinya menghilang dari dalam alarm peringatan dibuku pedoman keselamatan yang terpatri dikepalanya selama ini "Padahal diriku sangat ingin mengajakmu untuk menyatap ikan mentah di sekitar pantai Jeno-ssi, kau sama sekali tidak akan melupakan betapa nikmat rasanya ketika makanan itu menyentuh lidahmu."

"Mungkin lain kali saat diriku datang lagi kemari, kau bisa mengajakku kesana Jaemin-ssi." Jeno tidak bisa menyembunyikan senyum diwajahnya, bahkan kadang ia terkekeh hanya karena melihat apa yang tengah dilakukan Jaemin dihadapannya, mengapa pria ini terlihat begitu unik didepan kedua matanya?

Segalanya terasa amat sangat nyaman baginya, sekali lagi Jeno tekankan padahal Jaemin hanyalah seorang asing yang baru dikenalnya kurang dari satu jam yang lalu tapi sudah berapa kali dirinya tersenyum sejak tadi? Dia bahkan hampir lupa kalau tugas esok hari sudah menunggunya saat pulang dirumah.

Ah.. Sangat bahagia sepertinya hidup bebas seperti Jaemin. Dia selalu tersenyum hangat pada Jeno, kedua mata bulat itu bahkan berbinar setiap menatap kedua mata kelamnya, dan hal apa saja yang terlontar dari mulutnya Jeno menyukainya, suara lembutnya terdengar begitu jernih dan jelas ketika memasuki gendang telinganya.

"Kau berjanji akan datang lagi?"

"Tentu, akan kubuat jadwal berliburku setahun sekali datang kemari menemuimu Jaemin-ssi."

Senyum di bibirnya Jaemin ia tarik dengan terpaksa, namun dirinya tetap berusaha untuk tersenyum hangat untuk Jeno, senyum yang sedari tadi selalu ia berikan pada pria itu tanpa diminta sekalipun. "Kalau begitu aku akan menunggumu datang tahun depan Jeno-ssi."

Dengan eyesmile yang menghias wajah tampannya Jeno mengangkat tangannya, ia mengulurkan jari kelingkingnya kehadapan pria bersurai madu tersebut kemudian menatap Jaemin yang berhenti melangkah mundur dihadapannya. Senyum yang sedari tadi menghiasi bibir Jaemin perlahan menghilang saat melihat jemari yang terulur dihadapannya hingga kedua netra coklatnya kembali saling melempar pandangan dengan sabit indah milik Jeno.

Perlahan dirinya terkekeh pelan dan meraih jemari Jeno untuk mengaitkan kelingkingnya dengan milik pria tersebut, mereka sama-sama mengikat janji untuk kembali bertemu lagi. Ada debaran kuat didada kirinya saat melihat kelingking keduanya saling bertaut satu sama lain.

"Kau sudah berjanji padaku, maka kau harus datang. Mari kita catat hari ini di note ponselku." Jaemin terlebih dahulu melepaskan tautan kelingking keduanya, ia kembali meraih ponselnya yang tersimpan di saku celananya dan menatap tanggal yang tertera di layar ponselnya.

Kedua matanya berkedip menatap tangga hari ini kemudian menghela nafasnya perlahan, ia kembali menoleh pada Jeno dan memasang senyum lebar di bibirnya "13 agustus, kau harus mengingat tanggal itu baik-baik Lee Jeno-ssi, karena diriku akan menunggu kau datang lagi kemari." Ujarnya dengan nada mengancam, namun Jeno justru tertawa melihat bagaimana menggemaskannya pria tersebut mengancamnya. Kepalanyapun mengangguk untuk mengiyakan ancaman tersebut, bahkan rasanya Jenopun ingin agar tanggal 13 agustus datang saja secepatnya agar dirinya bisa kembali ke Busan lebih cepat.

13 Agustus

Busan

Na Jaemin

Mana mungkin Jeno akan melupakannya begitu saja, tentu saja tidak akan pernah, ia berjanji pada dirinya sendiri sejak awal mengenalkan namanya pada pria bersurai madu tersebut.Bahwa tanggal itu, nama itu dan tempat ini akan tetap terpatri erat didalam memori otaknya.

Reminiscene

"Apa yang ingin kau makan Jaemin-ssi? Hari ini aku akan mentraktirmu."

"Wah benarkah?"

Kini keduanya tengah berdiri berdampingan didepan etalase sebuah cafe yang terdapat dilantai 2 sebuah gedung yang berjarak 30 menit dari Bunezia, dihadapan mereka tersedia cake berbentuk ikan yang sangat menggemaskan. Benar-benar kue yang tepat untuk hari ini, dan Jaemin menyukai kue tersebut walau ia yakin tak akan bisa menghabiskan semuanya dalam sekali makan.

"Aku ingin cake, aku juga ingin roti panggang.."

"Baiklah." Tanpa menunggu rentetan pesanan Jaemin yang sebenarnya belum usai, Jeno segera menyebutkan pesanan keduanya yang disamakan oleh pria itu.

"Minumannya?"

"Americano."

"Americano."

Keduanya saling melemparkan tatapan tak percaya saat menjawab pertanyaan penjaga toko secara bersamaan, walau sebenarnya hanya Jeno yang menatap terkejut dan tak percaya bahwa selera minuman mereka sama namun setelahnya ia terkekeh pelan, suara kasir dihadapan keduanya yang menyebutkan total makanan yang dipesan Jeno berhasil memutuskan kontak mata keduanya, dan tentu saja hal itu menguntungkan untuk Jaemin yang hampir tidak bisa mengontrol debarannya setiap ia melihat Jeno terkekeh hingga menghasilkan sabit indah di kedua matanya.

Jaemin memutuskan untuk beranjak meninggalkan Jeno dan segera menuju meja yang letaknya tak jauh dari posisi meja kasir, ia memilih meja yang terdapat jendela disisi kirinya tepat menghadap kearah laut yang terlihat tenang, ia akan mengajak pria itu menuju pantai nanti sebelum malam menjemput dan mengharuskan Jeno untuk segera kembali ke Seoul.

"Ini Americanomu Jaemin-ssi."

Suara Jeno mengalihkan kembali atensi Jaemin yang sibuk menatap laut yang terlihat dari jendela walaupun cukup jauh. Ia menoleh dan melihat Jeno meletakkan segelas americano dingin miliknya, kemudian melihat americano lain milik Jeno yang kini berada dihadapan pria itu.

"Setelah ini.."

"Sebentar.." Jaemin menyela ucapan yang akan keluar dari bibir Jeno "Aku akan ke kamar mandi sebentar." Jaemin segera beranjak menuju kamar mandi tanpa menunggu respon apapun dari Jeno, langkahnya yang semula perlahan berubah semakin lama semakin cepat hingga ia memasuki salah satu bilik kamar mandi dan menutupnya dengan kasar kemudian menguncinya dari dalam.

Pria bersurai madu itu menghirup nafas dan menghembuskannya sambil mendongak menatap langit-langit kamar mandi, ia meremas kedua tangannya yang perlahan bergetar. Na Jaemin berusaha kembali menghirup oksigen dan menghembuskannya ia berharap gemetar dijemarinya akan menghilang jika ia melakukan hal tersebut.

"Kau bisa Jaemin-ah.. Bukankah kau selalu bisa bukan?"

Perlahan ia menyandarkan tubuhnya pada dinding bilik, kedua tangannya mengusap wajahnya dan masih terdengar nafas berat, dirinya terlalu gugup dan panik hingga menarik dan membuang nafasnya terlalu kasar sejak tadi, namun setelah mencoba untuk mengatur nafasnya semakin lama pria itu akhirnya bisa kembali tenang.

Nafasnya kembali normal, jemarinya yang sebelumnya gemetar kini sudah terlihat normal seperti semula. Jaemin merogoh saku celana dan meraih ponselnya, ia harus menghubungi seseorang.

".... Renjun-ah.. kurasa aku membutuhkanmu disini."

Usai panggilan itu berakhir ia menyimpan lagi ponselnya kedalam saku celana, dan mengatur kembali nafasnya sambil menunduk dan menutup kedua matanya "Hanya hari ini Na Jaemin, kau bisa melewati hari ini." Ia kembali mendongak kedua matanya terbuka dan perlahan Jaemin menarik kedua sudut bibirnya untuk tersenyum seperti semula.

"... Ya, kau bisa.." Ia terus tersenyum seolah-olah tak terjadi apapun dalam dirinya barusan, ia keluar dari bilik kamar mandi dan memandang siluetnya di kaca memastikan bahwa tak ada yang salah dengan senyum di bibirnya, ia kembali bergumam bahwa ia bisa melewati hari ini sebelum dirinya beranjak keluar dari kamar mandi dan kembali menemui Jeno dengan deretan senyum lebar nan bahagia miliknya.

Reminiscene

2 pasang roda berjeruji berhenti ditempat pengembalian sepeda, Jaemin segera memarkirkan sepedanya sembari menunggu Jeno, ia melangkah perlahan kearah loket untuk mengembalikan helm yang dipinjam olehnya dan Jeno.

"Kau terlihat kelelahan, pasti dirimu sangat jarang berolahraga." Jemari Jeno yang kini tengah sibuk membereskan surai madu milik Jaemin yang sedikit basah dan berantakan dan berhasil membuat pria itu terdiam membiarkan Jeno melakukan apapun dengan surai miliknya.

"Aku tidak sepertimu yang terlihat sangat menyukai bersepeda." Jaemin memutuskan untuk segera melangkah lebih dahulu sambil membenahi tas hitamnya walaupun Jeno belum selesai membenahi helaian rambutnya.

Jemarinya ia angkat untuk mengacak kembali rambut halusnya yang tadi dirapikan oleh Jeno kemudian ia kembali menatap ponselnya yang sudah menunjukkan jam 3 sore, ia harus bergegas membawa Jeno ke pantai, bukan berjalan-jalan ke Busan namanya jika tidak menyentuh pantai sama sekali.

"Kau masih sempat menikmati pantai sebelum pulang kembali ke Seoul, ayo cepat kuantarkan kau ke pantai."

Jeno yang awalnya terdiam karena Jaemin pergi begitu saja seketika tersenyum lebar dan segera menyusul Jaemin, pria itu dengan semangat mengekori pria itu lagi menuju pantai. Banyak yang bilang bukan pantai di Busan sangat indah? Jadi tentu saja Lee Jeno tidak akan melewatkan keindahan pantai bersama dengan tour guide spesialnya ini.

Lagipula hanya melihat disepanjang jalan saat masih berada dibus tadi sepertinya sangat-sangat kurang memuaskan, ia ingin benar-benar merasakan saat kedua kakinya menyentuh pasir laut dan berlarian menjauhi gelombang ombak, terkesan kekanakan memang, tapi bukankah dirinya memang masih murid disekolah menengah akhir?

Suara desiran angin yang pertama kali masuk kedalam telinga keduanya sejak mereka menginjakkan kaki di atas pasir pantai Busan. Beruntung saat ini bukan Weekend jadi pantai yang biasanya sangat ramai dengan manusia itu tidak terlalu ramai dipadati pengunjung sekarang.

Hanya ada beberapa orang yang berlarian dan bermain ditepi pantai, sama seperti Jeno yang kini melepaskan sepatunya dengan semangat dan segera berlari menuju tepi pantai meninggalkan Jaemin yang masih berdiri di sisi pantai.

"Ck.. Sudah berapa umurnya?" Jaemin meraih sepatu Jeno yang dibuang asal dan ditinggalkan begitu saja, ia memutuskan untuk duduk tidak jauh dari pantai setelah menyusun sepatu Jeno agar lebih mudah digunakan kembali oleh pria itu. Kedua netranya dengan setia menatap Jeno yang berlarian menghindari ombak yang datang dan hampir membasahi kakinya dengan senyum simpul di bibirnya.

"Pasti dia tidak membawa baju ganti."gumamnya pelan sambil terkekeh, Jaemin melepas tas yang masih dipakai olehnya dan mengambil sebuah botol air dari dalam sana, meminumnya sembari kedua maniknya masih melirik keberadaan Jeno.

Namun perlahan keningnya berkerut saat Jeno menghampirinya dengan tawa lebar yang membuat kedua netranya tak bisa berkedip, dirinya bahkan tanpa sadar menutup kembali botol yang barusan dirampas habis isinya karena Jeno sudah berdiri dihadapannya dengan pakaian yang hampir basah seluruhnya.

Kedua netranya menatap jemari Jeno yang terarah padanya kemudian meraih tangannya dan ditarik untuk berdiri mengikuti Jeno yang menyeretnya dengan tawa lebar, begitu tersadar sadar dirinya dan Jeno sudah berada ditepi pantai dan terhempas oleh ombak yang bergulung hingga ketepi.

"Omoo.."

"Kau.. yaak!! Kemari kau Lee Jeno." Jaemin segera mengejar pemuda Lee tersebut yang asik mentertawakan dirinya yang sedikit lebih basah daripada Jeno karena tidak menghindar saat ombak menghantam.

Keduanya saling tarik menarik menuju air, jika salah satunya terjatuh maka yang satunya akan menarik lengan yang lain agar terjatuh bersama kedalam air. Seperti sekarang saat Jaemin ditarik oleh Jeno hingga masuk kedalam dekapannya usai pria itu mendorong pemuda Lee sampai terjatuh dan basah kuyup terhantam ombak.

Baik Jaemin ataupun Jeno tidak bisa menyembunyikan senyum dan tawa bahagia dari bibir dan wajah keduanya, katakanlah hal tersebut hanyalah sesuatu yang klise namun sepertinya tidak bagi keduanya moment seperti ini bagi mereka tidak akan terjadi untuk yang kesekian kalinya bukan?

"Saat diriku datang lagi nanti, apa aku akan menemukanmu lagi?" Pertanyaan itu keluar dari bibir Jeno begitu saja ketika mereka kini duduk berdua diatas pasir menatap matahari yang kian memerah diujung sana hampir terbenam seperti mengingatkan bahwa waktu keduanya pun akan segera berakhir.

Pandangan Jaemin lurus kedepan ia menatap matahari terbenam tersebut sembari membiarkan angin menerpa wajah dan rambutnya yang masih sedikit basah "Aku akan ada disini Jeno-ssi. Kau hanya perlu datang." Perlahan ia menoleh dan mendapati Jeno memang tengah menatap kearahnya, Jaemin tersenyum lebar dengan rentetan gigi putihnya "13 Agustus tahun depan ingat itu jangan sampai kau melupakannya."

Jeno hanya tersenyum simpul ia tidak mengangguk ataupun mengatakan apapun namun tubuhnya bergerak maju semakin dekat dengan Jaemin. Jemarinya meraih wajah pria manis itu dan menariknya agar mendekat pada Jeno, dan tanpa keraguan bibir Jeno mendarat sempurna pada bibir tipis Jaemin.

Bibir lembut itu terasa begitu familiar di bibirnya, terasa begitu pas untuk bibirnya. Walau mungkin dirinya tidak akan pernah merasakan bibir itu lagi hingga tanggal 13 selanjutnya datang menghampiri keduanya.

Keduanya menghabiskan sisa terang dihadapan mereka dengan saling memangut dan melumat, membiarkan sang matahari menjadi saksi bahwa keduanya kini jatuh pada lubang yang sama sebelum hari usai dan justru akan memisahkan keduanya setelah ini.

Reminiscene

Kedua pasang kaki telanjang itu melangkah diatas aspal, jemari keduanya saling bertaut erat sepanjang perjalanan. Jeno memutuskan untuk mengantarkan Jaemin menuju rumahnya daripada pria itu mengantarkannya menuju stasiun.

Sekalian dirinya mengeringkan tubuh sepanjang perjalanan, lagipula sedikit banyak Jeno sudah sedikit hafal jalan menuju jalan besar dan mendapatkan bus yang bisa mengantarkan dirinya menuju stasiun Busan.

"Apa tak apa aku tidak mengantarkanmu? Seingatku bukan seperti ini perjanjianku sebagai tour guidemu."

"Kau sudah melakukan yang terbaik sebagai tour guideku Jaemin-ssi, sekarang diriku yang menjalankan tugasku sebagai orang yang sudah membuatmu tidak bisa kembali pulang kerumah sejak tadi siang."

Mau tak mau pria manis itu kembalo tersenyum, apa yang dilakulan Jeno amatlah begitu manis. Hingga langkahnya terhenti dan Jaemin menunjuk sebuah rumah tingkat dua yang terlihat gelap didepan namun cukup terang didalam. "Itu rumahku."

"Apa diriku perlu bertemu kedua orangtuamu untuk meminta maaf?"

"Tidak, tidak.." Dengan cepat Jaemin menggeleng bahkan sampai melepas genggaman tangan keduanya karena ia juga menggerakkan tangannya sebagai bentuk penolakan "Tidak perlu sampai seperti itu Jeno-ssi, ini sudah jam 7 sebaiknya kau segera menuju stasiun sebelum kau ketinggalan kereta."

Awalnya Jeno ingin protes, namun jika ia mengingat jadwal kereta yang mengejar waktunya maka memang pada kenyataaannya ia memang tak bisa bertamu kerumah Jaemin barang sebentar saja. Keduanya kembali berhenti tepat didepan pagar hitam tinggi rumah Jaemin, kali ini benar-benar sebuah perpisahan sepertinya.

"13 agustus tahun depan?"

"13 agustus tahun depan."

Jeno memakai sepatunya dihadapan Jaemin yang masih bertelanjang kaki, ia kemudian menghela nafasnya sebelum kembali berdiri berhadapan dengan Jaemin. Jemarinya terulur untuk kembali menyentuh surai madu Jaemin yang ia yakin tak akan ia lupakan sebelum akhirnya Jeno memutuskan untuk melambai dan melangkah menjauh sambil berjalan mundur, hal konyol yang dilakukan Jaemin sedari tadi ketika Jeno berjalan dibelakangnya.

"Sampai jumpa Jaemin-ssi."

Senyum lebar dari wajah Jeno sama sekali tidak menghilang sedikitpun, apalagi saat ia melihat Jaemin membalas lambaiannya dengan senyum manis miliknya. Pria itu berbalik dan perlahan berlari sambil berteriak senang meninggalkan Jaemin yang perlahan memudarkan senyum diwajah cerianya.

Perlahan ia membuka pintu pagar rumahnya, langkahnya terasa berat saat melangkah masuk kedalam sana. Terlalu banyak kenangan disana sangat banyak hal yang ia ingat setiap menginjakkan kaki dipekerangan rumahnya dan Jaeminpun menyerah hingga jatuh terduduk tepat didepan pintu rumahnya dan mulai meremas dadanya yang terasa amat sangat sesak sedari tadi hingga isakan kencang keluar dari bibirnya tanpa tertahan lagi.

Kepalanya kian menunduk dalam dan tangisannya semakin lama semakin kencang, andai saja pintu rumahnya tak terbuka dan seseorang segera berjongkok lalu memeluknya meredam jeritan pilunya mungkin Jeno yang kini tengah berlari dengan riang akan mendengar jeritan pedih seorang Na Jaemin.

"Jaemin-ah, tenang, ini aku Renjun, tenangkan dirimu, aku ada disini.."

Reminiscene
"Na Jaemin, kau?"

Pemuda Na itu baru saja dengan sengaja menabrakkan tubuhnya pada pemuda lain yang berdiri membelakanginya tepat dihadapannya remaja itu terlihat tengah menatap bingung sekitar terminal.

"...... Lee Jeno." Jawab pria itu takut-takut karena merasa asing dengan pria dihadapannya yang dengan tiba-tiba saja mengajaknya berkenalan.

Siapa pemuda sok kenal ini? Pikir Jeno.

"Apa yang kau lakukan di Busan seorang diri dengan wajah tak tahu apa-apa seperti itu?" Jaemin melirik brosur pariwisata lokal diBusan "Ah, kau turis?"

"Apa bisa diriku dikatakan turis? Aku hanya datang dari Seoul."

Pemuda Na yang sedari tadi memang menaruh rasa penasaran dan tertarik pada pemuda Lee itu segera merampas brosur tersebut dari tangan Jeno kemudian berlari menjauh, mau tak mau si pemuda Lee yang polos itu mengejar Jaemin agar brosur pariwisatanya dikembalikan. Tanpa itu ia tidak akan tahu destinasi mana saja yang bisa didatangi olehnya.

Namun sepertinya mengejar siperampas brosur miliknya justru membuat Jeno tanpa sadar berkeliling Busan bersama dengan Jaemin yang berakhir dengan keduanya berlarian di bibir pantai sambil saling menendang air hingga membasahi seluruh pakaian mereka.

"Kau, kupikir kau hilang atau diculik Na Jaemin!!"

Baik Jeno ataupun Jaemin kini sedang berlutut dengan kedua tangan yang diangkat keatas kepala, keduanya saling melirik satu sama lain namun terkekeh pelan setelahnya, dihukum oleh orangtua dari pemuda yang baru dikenal oleh Jeno merupakan hal asing baginya namun entah mengapa terasa begitu menggelitik perutnya.

Karena si pemuda Na ini ingin mengantarkan Jeno berkeliling Busan dirinya dan Jaemin kini terkena hukuman dari orangtua Jaemin, lebih tepatnya hukuman dari ibunya Jaemin sedangkan sang ayah hanya mentertawakan anaknya yang sudah berumur 17 tahun dihukum seperti anak berumur 10 tahun.

Namun mungkin ini adalah hukuman paling manis yang pernah dijalani keduanya, baik Jeno dan Jaemin bahkan tidak bisa menutup kedua bibir mereka untuk tidak saling melempar senyum ketika kedapatan saling melirik satu sama lain.

Sekali lagi, ada yang menggelitik di balik perut keduanya.

Setahun lewat, tanggal 13 agustus selanjutnya Jaemin tidak perlu repot-repot menabrakkan dirinya pada Jeno, dirinyapun tidak perlu repot-repot mencuri brosur milik Jeno agar pria itu mengikutinya. Ia hanya perlu berdiri melambai-lambaikan kedua tangannya sambil melompat girang saat melihat Jeno berada di dalam bus yang baru saja berhenti di terminal.

Senyum ramah Jeno langsung saja membuat Jaemin melompat kedalam pelukan Jeno yang sudah menjadi kekasihnya sejak 5 bulan lalu, saat Jaemin bertandang ke kediaman Jeno di Seoul.

"Ah apa kau tidak sadar bahwa dirimu berat Jaemin-ah?" Protes Jeno, namun ia tetap menggendong Jaemin seperti koala sambil memamerkan eyesmile miliknya yang amat disukai oleh Jaemin.

"Selamat datang Jeno-ya.. Ibuku sudah memasak banyak untukmu.."

Jeno menurunkan Jaemin kemudian mengacak gemas surai madunya tersebut "Selamat ulang tahun Na Jaemin." Jeno mengeluarkan sebuah kotak yang cukup besar dari tas hitam yang dipakainya, tas yang dibelikan Jaemin saat Jeno berulang tahun seusai mereka menjadi kekasih, dan tentu saja serupa dengan miliknya.

Walau Jaemin semberono dan semaunya sendiri namun ia menyukai hal-hal romantis seperti itu, memiliki barang kembar dengan sang kekasih.

Tanggal 13 agustus selanjutnya Jaemin menarik Jeno menuju sebuah cafe ia ingin dibelikan sebuah kue berbentuk ikan dihari ulang tahunnya.

"Katakan ini hanya brunch aku tak suka makan siang dijam seperti ini."

"Aku tahu itu Jeno-ya, ini hanya brunch. Hanya sepotong kue untuk ulangtahunku, ya ya ya??" Jaemin menempelkan kedua tangannya bersama memohon dihadapan Jeno dan tentu saja mendapatkan anggukan dengan senyum hangat dari prianya, tak lupa dengan acakan pelan di surai madunya yang amat disukai oleh Jeno.

Tidak ada hal yang paling di syukuri oleh Jaemin selain bertemu dengan Jeno ketika dirinya berulang tahun 2 tahun lalu. Ia baru saja kembali dari rumah sepupunya Renjun di Seoul dan ternyata dirinya satu bus bersama dengan pria bersurai hitam yang sangat pendiam dan hanya sibuk membaca buku novel dalam genggamannya.

Pertama kali dalam hidupnya, perjalanan keBusan tidaklah membosankan karena mendengar desiran ombak laut, angin pantai, suara burung Camar dan tentu saja melihat punggung Lee Jeno duduk didepannya.

Namun tahun ke-3 pada tanggal 13 agustus menjadi hari yang terkutuk bagi Jaemin, andai ia menolak ajakan Jeno untuk merayakan ulang tahunnya di Seoul andai ia tetap merengek untuk tetap berada di Busan memaksa Jeno berada di Busan bersama keluarganya, mungkin dirinya dan Jeno..

-

-

-

Motor yang dikendarai Jeno melaju dengan kecepatan sedang, berkali-kali sepanjang perjalan Jeno selalu meminta maaf karena membuat helm miliknya hilang sehingga Jaemin tidak menggunakan helm saat dibonceng olehnya.

"Berhenti meminta maaf Jeno-ya, jangan terlalu cepat. Bukankah kau ingin membawaku untuk makan dengan kedua orangtuamu."

".... Tentu saja." Jeno menatap kedepan, kedua matanya cukup terlihat khawatir sangat berbeda dengan Jeno yang biasanya, terlihat dari pantulan kaca spion, namun sayang Jaemin mungkin tak menyadarinya.

"Jaemin-ah.." Panggil Jeno dengan kencang melawan arah angin.

"Eo?!"

"Kau mencintaiku bukan?!"

"Ha?!"

"Kau mencintaiku bukan?!"

"Tentu saja Jeno-ya. Ada apa?!" Jaemin benar-benar tak habis pikir harus menerima pertanyaan seperti ini dan harus berteriak untuk menjawabnya, mereka terlihat seperti tengah bertengkar daripada bercengkrama.

"Sebagai bukti kau mencintaiku kau harus melepas helmku dan memakaikannya pada kepalamu."
Jaemin memutar kedua bola matanya malas permintaan macam apa itu? "Kau yang mengendarai kau yang menggunakan helm Jeno-ya bukan diriku."

Jemari kiri Jeno meraih lengan Jaemin yang melingkar di pinggangnya "Anggap ini hadiah ulang tahunmu, dan permintaan maafku menghilangkan helm untukmu diparkiran stasiun tadi. Jika kau tidak memakainya aku akan merasa bersalah seumur hidup."

"Yak, ini kan hanya masalah helm yang hilang jangan berbicara seperti itu. Baiklah-baiklah." Pria bersurai madu itu mengalah, ia melepas pelukannya pada tubuh Jeno dan perlahan melepas helm di kepala Jeno memastikan ia melakukannya dengan cepat dan tidak menganggu pandangan JenoJaemin kemudian memakai helm tersebut dikepalanya "Sudah kupakai Jeno-ya."

Jeno tersenyum sambil menatap pantulan kepala Jaemin yang sudah terlindungi helm dari kaca spion motornya, namun senyumnya tak bertahan lama ketika ia semakin yakin bahwa motor yang dibawa olehnya semakin tidak baik-baik saja dan terasa tak terkendali olehnya "Maafkan aku Jaemin-ah.."

"Ha? Kau berkata apa Jeno-ya?"

Belum sempat Jaemin mendengar jawaban Jeno, motor yang membawa keduanya melaju kencang menerobos lampu merah tanpa bisa dikendalikan hingga menabrak mobil lain yang berlawanan arah, tubuh keduanya terlempar menghantam mobil dan berguling diatas aspal.

Tubuh Jeno seakan remuk saat tubuh dan kepalanya menghantam aspal, kepalanya terasa pening bahkan pandangannya berkunang saat melihat Jaeminnya tak sadarkan diri dari balik helm yang digunakannya, walau sulit Jeno menarik senyum dari kedua sudut bibirnya, setidaknya ia berhasil menyelamatkan Jaeminnya.

Reminiscene

Lewat beberapa hari Jaemin tersadar dari tidurnya, ia mengalami retak tulang selaka dan patah di bagian kaki kanannya, rasa sakit disekujur tubuhnya terasa bukan main menusuk saat Jaemin berniat untuk bangkit dari tidurnya dengan tiba-tiba.

"Jaemin-ah? Kau sudah sadar?"

"Renjun?" Kening Jaemin berkerut, ia tidak menyangka akan melihat Renjun berada dihadapannya, lagipula apa yang terjadi? Kenapa dirinya berada... Sebentar, ini bukan kamarnya, ini bukan salah satu kamar dirumah Jeno, ini juga buka kamar Renjun.

Butuh 10 menit lamanya agar Jaemin bisa mencerna dimana dirinya berada usai mengabaikan rasa sakit disekujur tubuhnya. "Apa yang terjadi, kenapa aku ada dirumah sakit?"

"Kau lupa? Dirimu dan Jeno kecelakaan parah malam itu. Beruntung kau menggunakan helm saat kecelakaan tersebut terjadi."

Keningnya semakin berkerut, kecelakaan? Helm? Ingatannya kembali pada saat Jeno memintanya untuk menggunakan helm dan tak lama ia merasa dirinya terlempar dan menghantam bagian atas mobil kemudian gelap ia tak ingat apapun lagi hingga terbangun barusan dan melihat wajah panik Renjun.

"Dimana Jeno?"

Susah payah Renjun menuntun Jaemin menuju ruangan tempat Jeno berada, saat pintu terbuka terlihat pria tampan itu tengah duduk sambil membaca dengan sang ibu yang mengupaskan apel untuk anaknya. Keadaannya memang sedikit lebih buruk, perban yang membebat kepala, lengan dan kakinya bahkan menggunakan gips.

"Ahjuma.."

Nyonya Lee terkejut bukan main saat mendengar suara Jaemin, ia segera meletakkan apel dan pisau diatas meja nakas kemudian menghampiri Jaemin dan memeriksa keadaannya dari atas hingga bawah "Syukurlah kau sudah sadar Jaemin-ah. Aku akan mengabarkan ayah dan ibumu mereka sedang keluar sebentar untuk makan siang."

Jaemin tersenyum hangat dan Renjun kembali membantu Jaemin melangkah masuk dengan bantuan sebuah kruk di sisi kirinya. Keduanya mendekat pada Jeno yang tetap fokus pada bacaannya dan tak menanggapi kehadiran Jaemin. Sepintas pria ini berpikir bahwa bisa saja Jeno marah padanya karena helm milik kekasihnya itu justru digunakan olehnya.

"Jeno-ya.."

Netra pria itu teralihkan, ia menutup buku yang di bacanya dan menatap lawan bicaranya "Ya?"

"Kau baik-baik saja? Kenapa kau bodoh sekali memberikan helm tersebut padaku, bagaimana jika dirimu sampai terluka lebih dari ini!" Omel Jaemin tak bisa membendung kekesalannya, ia bahkan melepas genggaman Renjun yang membantunya berjalan kemudian melangkah mendekat pada Jeno.

Namun satu kalimat yang keluar dari bibirnya membuat Jaemin dan Nyonya Lee yang baru saja berniat menghubungi Nyonya Na terdiam dan mematung seketika.

"Siapa kau?"

"Ha? A-aku?"

"Lee Jeno, dia Jaemin." Omel Renjun, jika ini hanya sekedar bercanda bisa dipastikan Jeno akan mendapat tendangan saat dirinya sembuh nanti.

"Aku tidak mengenalnya."

"Yak, apa kau terbentur terlalu keras? Dia Jaemin, Na Jaemin Jeno-ya."

Jeno menatap ibunya, ia beralih pada Renjun, kemudian manik gelapnya berakhir pada tatapan Jaemin yang terasa begitu terluka menatapnya "Aku tidak mengenalnya eomma, siapa Jaemin?"

Ia kemudian meletakkan buku tentang hidup, takdir dan masa depan yang sedari tadi dibacanya ke meja nakas disebelahnya, bahkan netra Jaemin mengikuti hal apapun yang tengah dilakukan Jeno saat ini.

"Aku akan beristirahat, jika terlalu lama sakit diriku akan tertinggal pelajaran disekolah. Jika kalian sudah selesai bertemu ibuku, kalian bisa keluar."

Sebentar..

Kenapa seperti ini?

Kenapa dirinya dilupakan?

Sekolah?

Mereka sudah 20 tahun! Dan Jeno tidak melanjutkan jenjang kuliah, karena pria itu memiliki sebuah cafe kecil yang menjual cake berbentuk ikan kesukaan Jaemin.
Apa yang sebenarnya terjadi?

Reminiscene

Rasanya sesak, sangat sesak menjadi seorang Na Jaemin. Ia berhadapan dengan pria yang berstatus kekasihnya namun pria itu tidak mengingatnya sama sekali, sudah berapa tahun lamanya sejak kecelakaan itu?

3 tahun.

Sudah selama ini Jaemin menjadi bayangan di balik tubuh Jeno, pria itu tidak pernah mengingatnya, sekalipun tidak pernah. Jika bisa ia lebih memilih tidak selamat dalam kecelakaan tersebut, jadi ketika Jeno melupakannya mungkin rasanya tidak akan sesakit ini.

Short Term Memory Lost

Itu yang dikatakan Dokter setelah melakukan pengecekan ulang pada bagian kepala Jeno yang terbentur, ditambah dengan ingatan pria itu yang tersangkut di umur 17 tahun dan tidak pernah bertambah sama sekali.

Dan yang terparah terhadap keadaannya adalah, apa yang terjadi hari ini akan dilupakan olehnya segera saat pria itu terbangun esok hari. Walaupun Jeno sudah terbiasa mencatat apa saja yang dilakukannya hari ini tetap saja hari esoknya ia tidak akan mengingat tulisan miliknya tersebut sama sekali.

Namun dari semua hal yang tak diingatnya, pria itu akan selalu ingat untuk pergi berlibur setiap ia melihat tanggal 13 agustus di kalender miliknya.

Ya.. Memorinya memang berhenti di umur 17. Umur dimana Lee Jeno dan Na Jaemin bertemu untuk pertama kali di dalam bus menuju Busan, umur dimana Lee Jeno memutuskan untuk kabur satu hari menghibur diri menuju Busan dan menghidari segala beban tugas-tugas sekolah yang kian membebani pundak serta isi kepalanya.

Renjun menatap Jaemin yang berdiri diambang pintu kamar Jeno, pria itu sudah sampai dengan selamat dirumahnya dan segera tertidur setelah sampai tanpa mencatat apapun dibuku yang terletak dimeja nakasnya. Selalu seperti itu, Jeno mengingat tanggal 13 namun ia tidak pernah ingat untuk mencatatnya sama sekali.

"Kau akan menginap? Atau kau akan pulang ke apartmentmu?"

"Aku akan pulang ke apartmentku, kedua orangtuaku mungkin khawatir karena diriku belum kembali." Jaemin menutup pintu kamar Jeno perlahan tak ingin menganggu pria yang kelelahan setelah bermain di tepi pantai layaknya anak berumur 17 tahun, ia menoleh pada Renjun yang sejak tadi setia menemaninya dan menangkannya saat dirinya menangis dan meraung menahan sesak didadanya yang begitu menyiksa.

Tahun-tahun sebelumnya tak pernah sesesak ini, entahlah tahun ini terasa begitu berat baginya. Jaemin harus berpura-pura tak mengenal Jeno, ia harus mengulang banyak hal yang pernah dilakulannya dengan Jeno selama 2 tahun ia melewati tanggal 13 agustus di Busan bersama Jeno dalam satu hari. Menjadikan hal tersebut kenangan yang tersimpan dalam memori ponselnya dan memori dalam kepalanya seorang diri.

"Aku akan menginap ditempatmu, sekalian bertemu paman dan bibi."

Jaemin mengangguk, ia mengiyakan ucapan Renjun dan segera beranjak kembali turun kebawah untuk memeluk Nyonya Lee yang kini terlihat lebih kurus dari tahun ketahun, penderitaannya mungkin lebih dalam dari yang Jaemin rasakan.

"Jaemin-ah.." Wanita tua itu meremas jemari Jaemin dengan erat, ia selalu menangis saat mengantarkan Jaemin pulang setiap tanggal 13."Ini sudah 3 tahun lamanya Jaemin-ah, apa ini tidak menyakitimu? Jeno... Ia bahkan tak mengingat kalau hari berganti selama ini."

Perlahan jemari Jaemin meremas jari kurus dan lelah Nyonya Lee "Aku tidak akan berhenti sampai anakmu kembali mengingatku Ahjuma. Walaupun Jeno akan melupakanku esok hari, aku tak apa-apa."

Nyonya Lee perlahan menangis, malam ini bukan hanya air mata Jaemin yang mengalir namun juga Nyonya Lee, wanita paruh baya itu seperti mengerti bagaimana perasaan Jaemin yang dilupakan dalam semalam begitu saja "Terima kasih Jaemin-ah.. Terima kasih."

Reminiscene

Papan gantung disebuah cafe dibalik oleh Jaemin menampilkan tulisan Open, itu pertanda bahwa cafe milik Jeno akan buka sebentar lagi. Ya, cafe yang dibuka oleh prianya kini dijalankan oleh Jaemin selama 3 tahun ini, pria bersurai madu itu berhenti menjadi seorang accounting demi meneruskan apa yang sudah dibangun oleh kekasihnya selama ini.

Hanya karena Jaemin begitu menyukai cake berbentuk ikan yang dijual di Busan Jeno sampai rela mempelajari cara membuatnya dan membuka cafe di Seoul agar dirinya bisa memakan cake tersebut walau bukan di busan.

Bibirnya menyunggingkan senyum kala pinta cafenya terbuka setelah ia memasang apron berwarna coklat tua ditubuhnya "Selamat da-.. Ah, apa itu barang pesananku?" Jaemin semakin tersenyum lebar ketika melihat seorang kurir datang dengan sebuah bungkusan coklat.

"Ya.. Apa kau Na Jaemin?"

Jaemin menerima barang yang dipesannya kemudian segera meletakkannya di atas meja kasir tempatnya selalu berdiri selama ini. "Kau memesan agenda lagi?"

Suara dari sisi kirinya membuatnya tersenyum dan mengangguk, jemarinya membuka bungkusan coklat tersebut dan terdapat agenda berwarna coklat tua dan bersampul kulit dihadapannya. "Sudah terlewat setahun lagi kah?"

"Ya Jisung-ah.." Ia melirik pada Jisung, karyawan yang di terima Jeno 4 tahun lalu "..tak apa Jisung-ah, diriku tidak apa-apa. Jeno akan segera sembuh, aku yakin itu." Ucapnya penuh keyakinan dan kesabaran.

Jisung yang mendengarnya hanya dapat menganggukkan kepalanya dan ikut tersenyum menanggapi rasa optimis yang setiap tahun selalu menjadi pondasi kuat seorang Na Jaemin, kalau Jeno akan kembali mengingatnya.

Setelah melihat Jisung kembali bekerja ia menyibukkan diri dengan agenda barunya, dijam pagi seperti ini tidak akan terlalu banyak pengunjung. Kegiatannya terhenti saat jam dinding cafe sudah menunjukkan pukul 12 siang, itu artinya jam makan siang.

Jaeminpun meninggalkan agenda miliknya di ruangan kerja milik Jeno yang terdapat di sudut cafe dan membantu Jisung serta karyawan lainnya untuk melayani pesanan pelanggan.

"Aku pulang Hyung..."

"Ya, hati-hati Jisung-ah.."

Hari mulai gelap dan semakin larut, Jisung adalah pegawai terakhir yang pulang. Setelahnya Jaemin mengunci pintu depan cafe dan menutup tirai pada pintu kaca lalu beranjak masuk kembali kedalam ruang kerja milik Jeno, ia berniat mematikan lampu dan mengambil tas miliknya lalu pulang.

Namun netranya melihat agenda miliknya yang tergeletak diatas meja, ia menghampiri meja kerja disudut ruangan, jemarinya membuka buku agendanya yang sudah ia buat sedemikian rupa agar dapat mencatat seluruh jadwalnya hingga tahun depan.

Ia mendudukkan diri pada kursi kemudian membaluk lembaran kertas hingga terhenti di tanggal yang ia cari. Dengan pulpen merah Jaemin menuliskan sebuah kalimat di tanggal 13 agustus tahun depan.

'Bertemu Jeno di bus menuju Busan'

-

-

-

-

-

-

-

Setahun kemudian

'Bruk'

Jaemin dengan sengaja menabrak pria dihadapannya "Ah maaf."

"Tak apa.." Pria itu menunduk untuk mengambil brosur pariwisata lokal di Busan yang terjatuh karena tabrakan pria dibelakangnya.

"Kau wisatawan?" Jaemin membenarkan letak tas hitam yang tersampir di bahu kirinya, ia meraih brosur tersebut sambil tersenyum lebar pada pria yang berdiri dihadapannya "Ini brosur lama. Kau tak akan mendapatkan apapun jika mengikutinya." Ia mengulurkan tangannya "Na Jaemin.."

Pria itu terkekeh pelan namun ia tersenyum hingga kedua matanya berubah menjadi sabit yang menggemaskan, ia menyambut uluran tangan Jaemin padanya "Lee Jeno.. apa kau keberatan menjadi tour guideku hari ini Jaemin-ssi?"

"Tidak, diriku memiliki banyak waktu luang."

Keduanya saling melempar senyum atas perkenalan singkat yang mereka lakukan diterminal bus busan tepat didepan pintu bus yang membawa mereka dari Seoul.


|


|


|



'Diriku tidak pernah bisa mengingatmu, entah apa yang salah dengan diriku. Tapi satuhal yang diriku tahu, setiap tanggal itu datang aku akan bertemu denganmu. Iya bukan? Walau diriku tak mengenalmu, walau diriku tak tahu wajahmu, walau diriku tak mengetahui namamu, namun diriku yakin pada tanggal itu aku akan melihatmu.'

"Karena memori tidak akan pernah mengkhianati ingatan."







⇨ The End ⇦




Ff ini lahir gara2 author muter lagu SJ KRY yang lama.

Mungkin kalian bisa denger sambil baca.

SJ KRY ft YOON ILSANG REMINISCENE. .




[OLD COVER]




Tidak ada komentar:

Posting Komentar