myCatalog

Jumat, 21 Agustus 2020

US - TWO



* US *

-

-

-

-

-







NEO CITY

2044


"Mereka benar-benar memulainya..."

Mark yang tengah memberi makan Lolly menoleh ketika mendengar suara Donghyuk akhirnya memasuki gendang telinganya setelah hanya keheningan yang menemani mereka sedari tadi.

Keduanya berada didalam tenda berukuran cukup besar yang biasa mereka gunakan untuk melakukan atraksi dengan para hewan, tentu saja dengan Mark yang menjadi pemimpin bagian atraksi mengerikan tersebut.

Sejak setengah jam yang lalu dirinya memberi makan hewan-hewan miliknya Donghyuk hanya diam tak banyak berbicara netranya hanya memandang kearah depan dengan tatapan kosong, entah apa yang tengah dipikirkan oleh pria itu. Padahal Lee Donghyuk yang ia kenal dahulu tidak seperti sekarang ini, bibir anak lelaki itu tak pernah sekalipun diam kecuali tengah dalam keadaan tertidur bahkan saat makan pun dia sangat berisik.

"Kitapun akan memulai segalanya, mengembalikan apa yang diperbuat mereka pada kita dahulu."

Donghyuk bersandar pada kayu besar yang menjadi penopang ditengah tenda, kepalanya menoleh kesamping dan manik coklatnya menatap dalam pada Mark dan Lolly, pria tampan dan harimau perempuan itu terlihat sangat saling menyayangi satu sama lain. Ia menggerakkan jemarinya keatas hingga perlahan percikan api muncul ditangan pria tan tersebut. Lalu membakar telapak tangannya dengan sempurna, layaknya obor yang tertiup angin api tersebut bergoyang pelan mengikuti kemana jemari lentik Donghyuk bergerak.

"Karena mereka, karena api ini kita semua hampir tewas malam itu Mark."

Lolly memandang Mark dan api yang membakar seluruh telapak tangan Donghyuk bergantian, pria tirus itu menepuk puncak kepala Lolly dengan senyum manis agar harimau yang sudah bersama dengannya selama 16 tahun itu tenang, tak akan ada yang terjadi.

Api itu tak akan merenggut siapapun lagi kali ini.

Hampir semua dari mereka trauma pada 'api' melihatnya saja seperti membawa luka, bagaimana dengan Donghyuk yang kenyataannya selalu membawa luka tersebut selama ini dalam hidupnya?

"Mereka akan membayarnya Donghyuk-ah. Kau pun bisa mengambil apa yang mereka renggut darimu dengan api milikmu, bersabarlah."

Tirai tenda tersibak, keduanya menoleh hanya Lolly yang sibuk melanjutkan sarapan paginya. Api dipergelangan tangan Donghyukpun padam ketika melihat siapa yang datang bersama Ten saat ini, Jaemin.

"Kau datang jauh dari tempat nyamanmu kemari. Apa ada hal yang mengusikmu disana?" tanya Donghyuk ketika melihat Jaemin melangkah mendekat bersama Ten. Ia pun bangkit berdiri membersihkan celana bagian belakangnya lalu menghampiri Jaemin.

Sebuah pelukan ia berikan pada Jaemin, berapa lama mereka tak bertemu? Semua hanya karena agar rencana yang mereka susun bertahun-tahun berjalan dengan lancar. Membiarkan yang terlihat normal hidup diperkotaan dan meninggalkan para freak dipinggiran kota, itu keputusan Ten dan Taeyong saat itu.

"Aku merindukanmu Donghyuk-ah, aku merindukan kalian semua." Pria bersurai auburn itu membalas pelukan Donghyuk tak kalah erat.

"Kurasa kalian belum melihat berita.." Ten memberikan ipad miliknya pada Donghyuk yang sudah melepaskan pelukannya pada Jaemin. Pria berkulit tan itu mengambil ipad tersebut di susul Mark yang menghampiri Donghyuk, keduanya membaca headline news dan melihat gambar besar disana.

"Chenle tereskspose?"

"Bukan itu saja pointnya Hyung.." Jaemin menunjuk rentetan tulisan dikepala berita tersebut pada Mark "Mereka melakukan uji coba lebih cepat daripada yang kita duga sebelumnya, dan kejadian kemarin sama sekali tidak dilihat oleh Ten Hyung."

"Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang?"

"Aku akan mempercepat perpindahanku ke fasilitas keamanan negara, Jungwoo Hyung tidak bisa menghandle hal itu seorang diri sedangkan Taeyong Hyung sibuk dengan squadronnya."

"Hyung?" Donghyuk menatap Ten yang sedari tadi diam, tidak ada yang bisa membaca air wajah pria yang memilih nama dari angka tersebut.

Pria berkulit seputih susu dengan surai legam itu hadir tanpa nama, namun Siwon memberikannya nama Ten karena dia selalu menghitung hingga 10 baru menjabarkan apa yang berada dalam pikiran orang lain.

"Dimana Chenle dan bocah itu?" Tanyanya. Rencana sepertinya harus sedikit berganti, tak bisa menarik mangsanya keluar tanpa menggunakan umpan yang besar.

"Aku datang bersamanya dan Chenle seperti yang kau minta Hyung."

"Biarkan mereka berdua tetap disini, setidaknya kalian aman disana, jika buronan negara berada disini."

"Lalu bagaimana dengan tempat ini?"

Benar-benar, Jaemin tak paham lagi bagaimana cara Ten berpikir, ia selalu memiliki jalan keluar yang berada diluar nalar orang lain. Bahkan ide untuk dirinya dan Taeyong berpisah itu adalah ide Ten sendiri bahkan kedua pemimpin itu saling berdebat karena ide Ten, namun mau tak mau ide itu diakhiri dengan persetujuan.

"Biarkan mereka datang, kami akan menyambut mereka dengan tangan terbuka."

"Hyung.. apa kau sudah gila?" Donghyuk sama seperti Jaemin, dirinya tidak setuju dengan keputusan tiba-tiba Ten. Membiarkan diri mereka juga terekspose? Apa Ten sudah mulai gila?
"Apa rencanamu sebenarnya Hyung?"

Diantara yang lainnya, hanya Mark yang tampak tenang. Walau dirinyapun tak tahu rencana apalagi yang berada di kepala Ten saat ini, namun ia tahu rencana itu setidaknya 70% akan berjalan sesuai dengan apa yang diinginkannya.

"Hanya ingin melihat bagaimana reaksinya saat mengetahui 'Kita' masih hidup setelah malam itu."
Malam itu...

Tidak ada yang bisa melupakan kejadian malam yang penuh dengan kobaran api maha dahsyat yang membumi hanguskan House of Heaven, tempat mereka yang spesial dan tak memiliki keluarga bernaung.

Suara tembakan terdengar dimana-mana, pemerintah melancarkan penangkapan besar-besaran di sebuah gedung panti bernama House of Heaven. Sang pemilik di tuduh telah menyembunyikan anak-anak spesial yang seharusnya dimusnahkan 10 tahun yang lalu.

"Kalian bersembunyi disini, jangan keluar apapun yang terjadi Hyung akan mencari yang lainnya."

Papan peti mati hampir tertutup namun si kecil berkulit tan yang disembunyikan didalam sana menahan lengan pria yang lebih tua tersebut "H-Hyung.. Aku takut.."

Pria itu menghela nafas pelan dirinyapun sama takutnya tapi hanya ini yang bisa dilakukannya untuk menyembunyikan adik-adiknya sementara. Berharap bantuan datang secepat mungkin dirinya sudah berada dalam keadaan terdesak saat ini. "Mark akan menjagamu Donghyuk-ah, kalian diam dan jangan bersuara. Keluarlah jika keadaan sudah aman."

Pintu kayu peti mati tempat mereka bersembunyi tertutup ketika Donghyuk kecil dipeluk dengan erat oleh Mark yang juga memeluk harimau betina berumur setahun tersebut mereka ber-3 gemetar ketakutan dan berharap tidak akan tewas malam itu juga.

"Renjun!! Renjun!!"

Pria dewasa itu berlari mencari dimana adiknya yang lain, namun ia menemukan dua adik tertuanya "Taeyong, Ten.."

"Siwon Hyung?!"

Keduanya berlari menghampiri pria dewasa bernama Siwon tersebut dan memeluknya, mereka benar-benar takut. "Kami sudah membawa Chenle untuk bersembunyi, Jaemin dan Jeno seharusnya sudah bersama dengan Donghae Hyung."

Mendengar ucapan adik-adiknya ini Siwon dapat bernafas dengan lega setidaknya sebagian dari mereka sudah pergi. Ia harus menyelamatkan sisanya "Sekarang kalian pergilah, menjauh dari tempat ini berlari dan bersembunyilah."

Mau tak mau keduanya berlari pergi menuruti perintah Siwon untuk menjauh sedangkan pria itu masih mencoba mencari beberapa anak lainnya yang masih berada didalam gedung. Ia menyusuri lorong sembari menghindar dari rentetan peluru yang mengarah pada gedung panti miliknya, langkah Siwon terhenti ia memasuki sebuah kapel tempat dimana anak-anak selalu berdoa setiap malam. Ia melihat di salah satu sisi deretan bawah bangku adik munggilnya bersembunyi gemetar ketakutan, usai melihat pembantaian yang dilakukan oleh aparat keamanan.

"Renjun.." Siwon berbisik memanggil anak itu usai bersusah payah merangkak menghampiri si bocah mungil tersebut, tubuhnya segera di peluk dengan erat. Bisa dirinya rasakan betapa hebat tubuh Renjun gemetar dalam pelukannya, lengannya ia gunakan untuk menutup pandangan Renjun agar tidak melihat apa yang terjadi dibawah sana.

Dari balik kaca jendela kapel keduanya bisa melihat dengan jelas anak-anak yang tertangkap di bunuh dengan keji tanpa memperdulikan mereka hanya anak-anak biasa atau spesial. Seperti halnya Renjun, dia hanyalah anak kecil biasa yang nyatanya melihat kejadian keji didepan matanya.
"Jangan lihat apapun, tutup mata dan telingamu Renjun-ah, aku akan melindungimu."

Kepala anak itu mengangguk, matanya sudah basah dengan air mata. Ia mendongak menatap Siwon yang sudah berdiri berniat untuk menggendong Renjun, tangannya sudah terangkat untuk menerima uluran tangan dari pria yang menggantikan sosok ayahnya yang tewas karena tugas negara dan ibunya yang tewas saat melahirkannya.

Namun sepertinya itu kali terakhir juga bagi Renjun untuk menatap Siwon, belum sampai jemarinya menggapai jemari Siwon. Sebuah peluru dari arah pintu kapel berhasil melubangi kepala pria baik yang menampung mereka semua.

Renjun tersentak, ia bahkan tak bisa menjerit ataupun menangis saat tubuh Siwon ambruk di hadapannya dengan penuh darah. "S-Siwon Hyung.."

Ngiiiing...

"Akh!"

Taeyong menahan tubuh Ten yang hampir terjatuh "Ada apa? Kau baik-baik saja?"
Pemuda kecil itu hanya menggeleng, untuk menjawab pun rasanya sangat sulit. Ia tak bisa mengatakan bahwa kepalanya saat ini sangat pening mendengar jeritan dalam pikiran seseorang. Terlebih lagi ia merasakannya, ia bisa merasakan bahwa mereka kehilangan satu-satunya orang yang melindungi mereka semua.

"Ten!"

Mau tak mau Taeyong mendekap Ten dan menarik tubuh anak berumur 14 tahun itu agar mereka menemukan tempat persembunyian. Dirinya tak sekuat Jeno, dirinya hanya manusia biasa yang tak bisa melakukan apapun namun ia tak akan pernah meninggalkan Ten yang lemah seorang diri.

Ia menemukan sebuah bak sampah besar ketika sampai di pintu belakang, ia tak mengerti mengapa Ten menangis namun iapun tak bisa bertanya saat ini. Ia menyandarkan tubuh sahabatnya itu pada sisi kiri bak sampah besar kemudian membuka penutupnya. Susah payah ia membantu Ten untuk masuk kedalam sana kemudian dirinya pun memanjat untuk masuk dan segera menutup penutupnya sebelum pintu belakang panti terbuka.

Jantung Taeyong berdetak dengan cepat ia benar-benar takut, ia tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ia memeluk Ten agar pria itu tenang dan berhenti menangis atau mereka akan ditemukan.

"Tenanglah Ten, kita akan selamat aku berjanji padamu.." Bisiknya dengan suara bergetar, sesudahnya ia hanya mendengar suara letusan dari dalam panti hingga bak sampah tempat mereka bersembunyipun ikut terlempar.

Keduanya tersadar saat seorang pria dan wanita menghampiri mereka dengan wajah panik menepuk wajah keduanya, yang keduanya ingat bahwa hari sudah sangat terang dan saat mereka menoleh kearah panti, bangunan itu sudah rata dengan tanah dengan asap yang mengepul.

"Mereka masih hidup, selamatkan mereka."

Jika ditanya siapa yang sangat membenci otak dalang kejadian malam itu tentu saja Ten, ia merasakan segala kesakitan tersebut dikepalanya. Usai hari itupun dirinya masih bisa mendengar dan merasakan kesakitan tersebut seolah-olah menggerogoti isi kepalanya dan akan membunuhnya secara perlahan-lahan.

"Jika mereka datang, aku yang akan menyambut mereka dipintu masuk." Suara lembut dari atas membuat ke-4nya menoleh keatas, sosok Huang Renjun tersenyum. Dirinya tengah duduk di sebuah tiang penyangga siapapun bisa melihat tangan palsu kanannya yang terbuat dari metal karena pria itu menggunakan pakaian lengan pendek saat ini.

Dan jika ditanya siapa orang kedua yang sangat ingin membunuh siapapun yang terlibat malam itu, tentu saja Renjun. Ia kehilangan kerabat satu-satunya yang tersisa, ia kehilangan teman-temannya, ia kehilangan rumahnya, dan dirinyapun kehilangan tangan kanannya.

Apalagi yang kurang untuk membuat Huang Renjun hidup penuh dengan dendam?

"Mereka akan aman berada disini, setidaknya kami terekspose, kalian tetap dapat menjalankan misi kalian disana."

Jaemin menatap Donghyuk, ia meminta pembelaan pada Donghyuk berharap pria itupun juga menolak ide mengerikan Ten dan dukungan Renjun yang mengorbankan keberadaan mereka yang sudah bersembunyi selama ini.

"Donghyuk-ah.."

"Kurasa kali ini diriku setuju dengan Ten Hyung, Jaemin-ah. Untuk memanggilnya keluar dia membutuhkan banyak umpan bukan?"

"T-tapi..." Kini Jaemin menatap Mark meminta pria itu memohon pada Ten untuk memikirkan ulang tentang ide tersebut "Hyung.."

Mark menghampiri Jaemin dan meremas bahu pria bersurai madu tersebut "Kami akan baik-baik saja disini, mereka bukan lagi berhadapan dengan anak kecil yang sama seperti 15 tahun lalu Jaemin-ah. Kau dan Taeyong hyung yang harus berhati-hati disana. Walaupun Kim's berada dipihak kita, dan Jungwoo Hyung turun langsung membantu kita, tetap saja kalianlah yang berada di kandang macan yang sesungguhnya."

Tidak ada satupun kalimat penolakan yang bisa Jaemin keluarkan, ia bahkan hanya bisa menatap saudara tak sedarahnya satu per satu. Hingga suara Chenle yang datang bersama Jisung sambil menyibak tirai tenda mencairkan suasana tegang didalam sana.

"Apa kalian masih berbincang?" tanya Chenle dengan wajah polos dan Jisung berdiri dibelakang Chenle sambil melihat Lolly dengan tatapan terkejut.

"AH! Ada harimau Chenle-ya!" Jisung segera melompat bersembunyi dibalik tubuh Chenle yang lebih kecil dari tubuhnya.

"Lihat, Jisung akan terbiasa berada disini." ucap Ten dengan senyum ramah dibibirnya berbanding terbalik dengan apa yang mereka semua lihat akan reaksi Jisung ketika melihat Lolly disana tengah menyantap daging mentah.

Renjun melompat dengan mudah kebawah dan mendarat dengan sebelah kaki yang tertekuk diatas tanah keras dalam tenda "Chenle, Jisung ayo kuajak kalian berkeliling.." ajak Renjun dengan ramah sambil melangkah keluar dari tenda ia bahkan menghiraukan Jisung yang tak melepas tatapannya dari lengan besi berbahan metal miliknya.

"Baiklah, kuikuti rencana kalian kali ini. Apapun yang terjadi, segera memberi kabar padaku." pinta Jaemin dan di balas anggukan oleh Ten, ia tahu adiknya ini khawatir setelah kehilangan yang dirasakannya 15 tahun lalu.

Us

Siang itu Taeil tengah memainkan game dari ponselnya, dirinya asik merebahkan tubuhnya di sofa yang berada dilorong yang tidak terlalu ramai saat jam istirahat.

"Ck..." bibirnya berdecak kesal karena kalah, baru kali ini konsentrasinya terpecah belah karena tidak fokus, terlalu banyak hal yang dipikirkan olehnya saat ini.

Ia baru saja menurunkan ponsel dari pandangannya, namun netranya menangkap siluet orang yang dikenalnya tengah berjalan menuju laboratorium tempatnya bekerja, terlihat seseorang tersebut melangkah santai menyusuri koridor dan dengan santainya memasuki laboratorium.

Taeil tersentak, itu tempat berbahaya dan terlarang mengapa orang itu nekat masuk kesana? Dirinya segera beranjak bangkit dari duduknya dan berusaha melangkah sesantai mungkin walau sebenarnya orang akan melihat raut khawatir diwajahnya saat ini.

Jungwoo menutup pintu ruangan besar yang dimasukinya, ia bersandar sebentar di pintu kemudian meremas bandul yang menggantung di balik kemeja yang digunakan olehnya. Ia melihat kesekeliling memastikan tidak ada siapapun yang berada diruangan tersebut kecuali dirinya.

Dirinya melangkah dengan cepat menghampiri ruangan kaca transparant saat melihat sumber sistem keamanan yang baru berada disana dalam keadaan lemah, wajahnya menampakkan raut khawatir dirinya segera memutari ruang kaca yang berbentuk lingkaran tersebut untuk mencari pintu masuk kedalam.

"Sial!" umpatnya saat melihat box kode akses yang terpasang di sisi kiri pintu, ia harus mengetahui kodenya untuk dapat masuk kedalam.

Dengan ragu dirinya membuka penutup box kode akses, telunjuknya dengan ragu mencoba untuk menekan 6 angka rahasia. Namun gerakannya terhenti karena tangan besar seseorang menutup kode akses tersebut dari belakang dan mengundang keterkejutan Jungwoo.

"Kau sangat tidak berhati-hati Kim Jungwoo.."

Jungwoo menoleh ia menghela nafas lega saat tahu bahwa itu adalah Taeil "Satu kali kau salah menekan angka seluruh pasukan akan datang dalam hitungan 10 detik menangkap dan memecahkan kepalamu."

"Aku harus masuk kedalam. Apa kau tahu kodenya?"

"Tentu saja aku tahu, walau mereka tidak memberitahukannya padaku tapi diriku bisa memecahkan kode akses ini dengan mudah. Namun yang kupertanyakan saat ini adalah, apa yang kau lakukan disini? Bukankah kau hanya menginginkan data rahasia tentang kejadian 15 yang tahun lalu dari setiap divisi pemerintahan?"

"Bukakan untukku maka diriku akan menceritakan tujuanku padamu."

Percaya tak percaya dengan janji yang diucapkan oleh Jungwoo, pria itupun menekan kode akses yang segera di hafal Jungwoo dengan baik dikepalanya. Ini kali terakhir dirinya akan melibatkan Taeil dalam hal berbahaya yang seharusnya ditangani olehnya seorang diri.

Pintu terbuka, Jungwoo segera berlari masuk kedalam dan menghampiri satu-satunya pria yang berada ditengah ruangan yang hanya ditutupi oleh kaca bening, pria itu sangat kurus dan terlihat tidak terurus dengan baik.

"Lee Hyukjae.." panggilnya, ia menepuk-nepuk wajah pria bersurai keemasan tersebut agar sadar dengan kehadirannya.

Perlahan namun pasti pria itu membuka kedua matanya, menatap penuh tanda tanya pada seseorang yang menepuk wajahnya "....K-Kau?"

Kedua mata Jungwoo mulai berkaca ia menyentuh jemari Hyukjae yang terikat dengan ikatan yang terbuat dari kulit "Ini aku Hyung... Jungwoo, Lee Jungwoo.."

Mata Hyukjae melebar saat mendengar nama tersebut, walau lemas ia mencoba membalas genggaman kuat Jungwoo pada jemarinya "K-kau Jungwoo?" Ia menanyakan dan menatap lawan bicaranya seolah-olah tengah memastikan.

Taeil menatap penuh penasaran dengan keduanya yang sepertinya saling mengenal, dirinya tak ingin merusak moment namun jam tangannya sudah menunjukkan pukul 12:50.

"Aku tak ingin merusak moment pertemuan diantara kalian tapi, sebentar lagi mereka semua akan kembali. Jam istirahat akan segera selesai."

Mendengar teguran halus Taeil mau tak mau Jungwoo segera menghapus genangan air matanya dan menghirup nafas perlahan kemudian membuangnya perlahan "Dengarkan aku Hyung, prediksimu yang digunakan sebagai sistem keamanan sudah dijalankan. Dan ternyata Ten Hyung sama sekali tidak menerima penglihatan apapun darimu. Maka dari itu.."

"Aku belum melakukan apapun Jungwoo-ya.."

Jungwoo yang hampir protes karena ucapannya terpotong pun menatap Hyukjae dengan kening mengerut, tidak mungkin bukan pemerintah sengaja berbohong.

"Tak ada satupun prediksi yang dapat kulakukan jika diriku selemah ini." tambahnya lagi.

"Kurasa aku harus menyelidiki sesuatu.." ia kembali meremas jemari Hyukjae dan menatap Hyukjae 

"Dengarkan ucapanku baik-baik Hyung.."

Kedua mata pria manis itu berubah menjadi putih dan semakin mendekat pada telinga Hyukjae "Mulai saat ini prediksi apapun yang kau lihat, sampaikan itu pada Ten Hyung terlebih dahulu.. Baru kau teruskan pada sistem keamanan."

Ia melihat Hyukjae mengangguk, kedua netranya perlahan kembali pada warna semula, pesan yang diucapkannya akan terpatri dalam otak Hyukjae seperti masa lalu, bahkan dalam keadaan tak sadarpun pesannya akan tersampaikan.

"Maafkan aku belum dapat menyelamatkanmu Hyung, kami akan segera mengeluarkanmu dari tempat ini saat semuanya sudah selesai."

Kembali Hyukjae menganggukkan kepalanya "Kau tidak perlu mengkhawatirkanku. Jagalah dirimu sendiri, dan.. temui Donghae."

Sejujurnya Jungwoo cukup terkejut saat Hyukjae mengucapkan nama Donghae mengapa nama itu yang terucap? Darimana Hyukjae tahu pria itu ada disini? Mengapa Hyukjae juga masih mengingatnya??

"Aku bisa merasakannya berada disini."

'Ya dirikupun sama Hyung..'

"Jungwoo-ssi, cepatlah."

"Baiklah aku akan mencarinya." ia memeluk tubuh Hyukjae sekali sebelum melepas genggaman tangannya dan segera beranjak keluar dari ruangan tersebut dengan Taeil dibelakangnya.

Pria itu segera menarik Jungwoo agar cepat-cepat mengikutinya keluar menghiraukan Hyukjae yang masih menatap keduanya dalam diam, jika mereka terlihat berada disini maka habislah sudah.

'Clek'

Keduanya berhenti melangkah, ini gawat. Jungwoo akan kedapatan menyelinap masuk dan mungkin Taeil akan terkena dampaknya. Hanya satu ide yang melintas di kepala Jungwoo saat ini untuk menyelamatkan mereka berdua dari segala tuduhan, ia menarik Taeil untuk menghadap kearahnya dan menangkup wajah pria tersebut kemudian mencium bibir Taeil bersamaan dengan pintu yang terbuka.

"Mereka meminta kita untuk... J-Jungwoo-ssi?"

Disaat Jungwoo dan Taeil berhasil mengelabui sipendatang dengan adegan sepasang kekasih yang tengah bercumbu, suara pria yang memanggilnya membuat Jungwoo terkesiap dan melepas ciuman tersebut, bagaimanapun ia terkejut saat melihat siapa yang memasuki laboratorium saat ini.

"Lucas-ssi?"

Taeil membersihkan sudut bibirnya yang basah, ia menatap Lucas yang mematung bersama pria bersurai terang disampingnya dan Jungwoo yang ikut mematung. Perlahan lengannya ia lingkarkan di bahu si pria manis tersebut walau dia tahu ini sepertinya salah, tapi jika ingin berakting sebaiknya dikerjakan sampai tuntas bukan?

"Lucas-ssi.. kenalkan ini kekasihku, Kim Jungwoo.."

Baik Jungwoo ataupun Lucas sama-sama saling melemparkan tatapan canggung, ada yang berdenyut didada kiri keduanya dengan kesalahpahaman yang terjadi dihadapan mereka.

Bahkan keduanya paham kalau mereka saat ini merasa tersakiti dengan kesalahpahaman diantara keduanya.

Sepertinya, Lucas bukanlah rencana yang tertulis dalam misinya.


To Be Continued

Tidak ada komentar:

Posting Komentar