* US *
-
-
-
-
-
NEO CITY
2044
Suara riuh dari deretan penonton terdengar sangat memekakan telinga, pria tinggi dengan kemeja flanel merah tersebut menuntut sepedanya sambil tersenyum menatap pria sipit disebelah kirinya yang mengekorinya "Jika tempat ini berisik sebaiknya kau pulang saja. Kau terlihat tidak nyaman.."
"Tak apa..." Si sipit kembali melihat sekeliling sambil terus mengekor dari samping, apa semua orang dapat seantusias ini? Walau dirinya tak nyaman tapi dia sudah berjanji untuk datang bukan? "Aku akan tetap disini, aku sudah berjanji padamu Park Jisung, janji adalah janji. Jadi menanglah, aku datang untuk melihatmu menang."
Pria tinggi itu terkekeh, kapan memang dirinya tidak menang? "Tentu saja aku akan menang, duduklah disana. Spot disana untuk melihat jauh lebih bagus, disini benar-benar terlalu berisik."
Pria sipit dengan surai coklat itu mengangguk patuh dan segera beranjak menuju tempat yang ditunjuk oleh sahabatnya itu, Park Jisung. Namun langkahnya terhenti saat mendengar sorakan riuh terhenti dan menjadi bisikan-bisikan kebingungan.
Ia berbalik badan dan melihat sahabatnya yang tengah berjalan dengan menuntut sepedanya tiba-tiba dihadang oleh beberapa aparat bersenjata lengkap yang datang dari arah pintu pagar masuk dan keluar "Jisung?" Dirinya hampir melangkah menghampiri namun kerumunan orang-orang menghalanginya.
"Park Jisung!" Panggilnya saat melihat Jisung tiba-tiba saja di bekuk dan diseret paksa mengikuti para aparat itu, bisa ia lihat betapa Jisung bingung dan tak mengerti dengan apa yang terjadi.
"Sial!"
Terpaksa.
Ya, terpaksa ia menggunakan kekuatannya. Zhong Chenle menggunakan teleport nya untuk berpindah tempat dari posisinya kemudian mendekati Jisung lalu membawa sahabatnya itu menghilang dari sana dengan tiba-tiba dan sangat cepat, membuat beberapa orang terkejut bahkan panik karena melihat hal tersebut.
"Apa yang terjadi? Dimana dia?"
"Dia menghilang saat pria itu menghampirinya?"
"Apa pria itu alien?"
"Kau merekamnya?" Salah satu dari mereka semakin panik saat ada pengunjung yang merekam kejadian tersebut, benar saja bahwa Park Jisung menghilang begitu saja setelah di hampiri secara tiba-tiba oleh seseorang.
'SRAAAK'
Semua manusia yang berada dalam ruangan itu terkejut mendengar suara benda terjatuh dari arah belakang, dan benar saja saat mereka menoleh terlihat adik terkecil mereka ternyata baru saja menggunakan teleport dengan membawa SESEORANG.
Tolong di garis bawahi SESEORANG.
"Dimana diriku? Mengapa aku ada disini? Chenle? Apa yang kau lakukan?"
Pertanyaan itu juga yang saat ini terbaca di wajah ke-3 orang lainnya dalam ruangan tersebut 'Apa yang baru saja Chenle lakukan??'. Mau tak mau salah satu dari ketiganya menghampiri Jisung yang terlihat panik dengan pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan pada adiknya, ia menyentuh lengan pria tinggi tersebut dan membantunya untuk bangkit.
"Tenanglah, kau berada ditempat yang aman." Ucapannya kembali bagai mantra, Park Jisung yang sebelumnya panik kini mulai sedikit lebih tenang. Ia mengikuti pria bersurai merah tersebut untuk masuk kedalam meninggalkan Chenle yang masih terduduk di atas lantai bersama kedua orang lainnya.
"Apa yang kau lakukan Zhong Chenle?" Tanya pria bersurai perak dengan nada datar, dirinya memang tidak pernah menggunakan nada tinggi walaupun ia ingin menegur adik-adiknya.
'Sistem keamanan terbaru sedang menjalani uji coba, salah satu tersangka dalam kasus yang akan terjadi baru saja melarikan diri dengan bantuan seseorang.. kami belum bisa memastikan bagaimana cara mereka pergi saat penangkapan tapi...'
Ketiganya menatap layar televisi, terlihat dengan jelas adik mereka terekam dari belakang tengah menarik pria tinggi tadi dan menghilang secara tiba-tiba ditengah kerumunan, pria bersurai auburn yang berdiri di sisi kiri pria bersurai perakpun menghela nafasnya perlahan.
"Jelaskan padaku Zhong Chenle."
"Aku menyelamatkannya."
"Bagaimana kau tahu kalau itu bukan hanya uji coba sistem keamanan yang baru? Kau membuat dirimu sendiri terekspose bahkan bukan hanya dirimu tapi mungkin yang lainnya juga akan terkespose."
Chenle menunduk ia tahu dirinya salah, membahayakan dirinya yang tengah bersembunyi dan membahayakan yang lainnya. Namun ia hanya bertindak berdasarkan nalurinya saja, Chenle hanya ingin menyelamatkan Jisung.
Bagaimana caranya sebuah tes dilakukan dengan sebuah pukulan dan paksaan? Dan hal itu sama sekali tidak terlihat seperti tes bagi Chenle saat melihatnya.
"Kau yakin ini hanya test? Mungkin mereka memang sudah menjalankannya."
"Jika memang sudah dijalankan itu artinya Chenle menyelamatkan seorang pembunuh."
"Jisung bukan pembunuh Hyung!" Pria sipit itu bangkit berdiri sejajar dengan sipemilik surai perak "Aku tahu kau selama ini melindungi kami dan meminta kami menghindar dari manusia. Namun, bisakah diriku hanya memiliki satu saja teman seorang manusia, eoh?!"
"Chenle-ya, tahan emosimu.." Pria satunya mencengkram lengan Chenle agar dia menurunkan nada bicaranya, bagaimanapun Lee Taeyong lebih tua daripada dirinya.
"Aku mengenalnya, dia bukan pembunuh." Sekali lagi, ia membela Jisung sebelum menarik lengannya dari cengkraman si pemilik surai auburn kemudian beranjak menuju tempat dimana Jisung dibawa oleh Jungwoo.
"Hyung.. Biar aku yang berbicara padanya."
"Tidak usah Jaemin-ah. Ucapannya benar, dia tak paham apapun saat kejadian itu terjadi, dia tak mungkin bisa membenci kaum manusia sialan itu seperti kita membenci mereka."
Jaemin meremas pundak Taeyong mencoba untuk menenangkan Hyung yang tertua disini dan tengah memimpin mereka "Tujuan kita hanya menghancurkan Jung, jangan sampai menyakiti manusia lainnya. Itu bukan yang diajarkan oleh Siwon Hyung pada kita semua?"
Mendengar nama Siwon disebutkan sejujurnya sama saja dengan membuka luka lama mereka semua. Ketika kedamaian dan kebahagiaan mereka terenggut begitu saja di depan mata karena keserakahan satu orang yang tidak bertanggung jawab.
Namun mengingat Jung ia ingat dengan Jung Jaehyun si pembalap liar itu "Bukankah anak itu sepupu jauhnya Jung Jaehyun? Haruskah kubawa saja dia menuju arena balap?"
"Sepertinya kau tidak dapat melakukannya jika masih ingin mendengar Chenle memanggilmu Hyung esok hari." Jaemin terkekeh sembari menolak ide Taeyong, bagaimanapun Chenle membawa Jisung kemari untuk melindunginya, anak itu akan marah besar jika Taeyong membawa Jisung pergi begitu saja.
"Fokus saja pada pertandinganmu dengannya hari ini, dan pastikan apa dia dan Jung sialan itu memiliki kekerabatan atau tidak, tentang Park Jisung dan Chenle biar diriku dan Jungwoo Hyung yang mengurusnya."
Mau tak mau Taeyong terkekeh ia menganggukkan kepalanya menurut pada ucapan Jaemin ia segera mengambil jaket kulit hitam miliknya serta helm berwarna merah yang tergeletak di meja nakas dekat dengan dapur "Aku akan kembali dengan hasil.." Ia hampir melangkah pergi namun Taeyong segera berbalik menatap Jaemin "Kabari Ten, dia harus tahu apa yang dilakukan Chenle disini."
Mendapat anggukan dari Jaemin pria itu segera beranjak pergi dari apartement yang mereka tinggali bersama, ada pertandingan ilegal yang tengah menantinya untuk mencium sebuah kemenangan.
⇨ Us ⇦
Suara deru motor dari knalpot benar-benar sangat memekakan telinga, jika tadi Chenle yang merasakan hal ini maka sekarang Taeyong yang harus merasakan hal tersebut. Ditempat yang berbeda yang jauh lebih tersembunyi dari pada tempat dimana si pemuda Park tadi akan melakukan pertandingan dengan sepeda BMX miliknya.
Ia menggunakan masker hitam diwajahnya hingga hanya kedua mata tajamnya saja yang akan terlihat walaupun kaca helm nya terbuka, ia sudah bersiap diatas motornya sendiri.
Tak ada yang mendukung atau menyemangati dirinya, semua yang datang tentu saja mendukung Jung Jaehyun. Namun tak apa, dirinyapun tak membutuhkan semua dukungan seperti itu. Selama 15 tahun ini pun ia hanya hidup bersama dengan saudara-saudara tak sedarahnya. Hanya mengenal beberapa orang yang diyakininya memang dapat dipercaya seperti Taeil yang kini menjadi sumber datanya didalam fasilitas keamanan, dan seorang lagi adalah teman satu tim nya sendiri Doyoung.
"T-Y?"
Suara itu mengalihkan Taeyong dari kesibukannya mengenakan sarung tangan dijemari-jemari lentiknya "Jeffrey? Sebuah kehormatan kau menghampiriku kemari."
"Aku tak pernah melihatmu berada disini sebelumnya." Jaehyun menatap motor milik Taeyong kemudian kembali beralih menatap kedua netra tajam milik Taeyong "Aku yakin kau sudah menyiapkan uangmu untuk membayarku jika dirimu kalah malam ini."
Walaupun Taeyong menggunakan masker yang menutupi separuh wajahnya, namun Jaehyun sangat yakin pria itu tengah terkekeh saat ini, entah mentertawakan siapa, dirinya kah? Atau ucapannya kah? Oh dirinya tak suka diremehkan seperti itu.
"Bagaimana jika kita naikkan taruhannya? Selain uang aku akan memberikan motorku jika kau bisa menang malam ini melawanku, begitupun sebaliknya."
"Menarik, baiklah aku menerimanya. Kurasa kau memang sudah siap untuk kukalahkan Jeffrey..." Taeyong menghidupkan motornya dan mengedipkan sebelah matanya pada Jaehyun sebelum menutup kaca helmnya kemudian menjalankan motor besarnya menuju arena balap meninggalkan
Jaehyun dengan segala rasa kesalnya pada lawan balapannya malam ini.
"Cih.."
Keduanya sudah bersiap dengan motor besar milik masing-masing, keduanya memiliki motor Ducati yang sama dengan warna yang berbeda, merah milik sang penantang dan biru milik sang pemenang. Keduanya sudah menarik gas masing-masing hanya perlu melepas kopling dan rem maka mereka akan siap bertanding dan meluncur di arena balapan liar malam ini.
"Bersemangat Jaehyunie."
Taeyong melirik kesisi kirinya dimana seorang gadis tengah menyemangati Jaehyun, reaksinya hanya mengangkat sebelah alis kemudian menutup kaca helmnya. Hal tersebut benar-benar terasa sangat menggelikan dimatanya, dimana seorang gadis muda berpakaian seksi dan dengan sengaja menggoda seorang pria, sangat terlihat jelas bahwa gadis itu sudah siap untuk membuka kedua kakinya untuk pria manapun.
"Ya, terima kasih aku akan menang.."
"Kau akan mendapatkanku jika menang malam ini..." Ucap gadis itu dengan nada menggoda, jangankan Taeyong bahkan Jaehyunpun yang tengah di goda saat ini hampir merinding mendengar ucapan gadis itu.
Pria itu hanya berdehem demi membasahi tenggorokannya yang terasa kering karena tak dapat mengeluarkan kata-kata apapun demi menolak ucapan sang gadis yang sangat jelas menjurus pada hal-hal yang tidak disukai olehnya, ia kemudian menutup kaca helmnya memutuskan untuk bersiap dengan pertandingan dan menghiraukan ucapan gadis tersebut.
Seorang gadis berpakaian sexy berdiri diantara kedua motor Jaehyun dan Taeyong ia mengibarkan sebuah kain berwarna putih sebelum akhirnya menggerakkan kain tersebut ke depan tanda bahwa pertandingan dimulai.
Baik Jaehyun dan Taeyong segera melepas rem yang mereka tahan membiarkan sepasang roda motor besar mereka melintasi jalan yang sepi dan minim dengan perangan hanya lampu dari masing-masing kendaraan yang memimpin jalan keduanya dan menjadi alat bantu penerangan masing-masing.
Kecepatan diatas 120km/jam, tak terasa bagi keduanya karena mereka masih sama-sama saling mengejar posisi pertama. Entah memang keduanya pada dasarnya terlalu hebat atau memang keduanya berada di level yang sama? Hingga yang terjadi hanya salip menyalip diantara keduanya.
Suara knalpot mengisi kekosongan dan keheningan jalan, saat Jaehyun menyalip motor merah didepannya maka Taeyongpun tak akan kalah untuk segera menyalip jalan agar tetap berada didepan pria beralis tebal tersebut. Hingga Jaehyun mengerem tiba-tiba saat melihat seekor anak kucing melintas dihadapannya.
Brak!
Mendengar suara gaduh di belakangnya Taeyong mau tak mau berhenti, ia segera berbalik arah menuju Jaehyun yang berguling dijalan. "Sialan!" Umpatnya saat menstandar ducati merahnya kemudian membuka kaca helmnya.
"Kau baik-baik saja?" Taeyong menghampiri Jaehyun, melupakan pertandingan begitu saja dan segera membuka helm hitam yang digunakan pria itu, Taeyong menepuk-nepuk wajah Jaehyun agar sadar. Karena ia melihat tidak ada luka yang berarti mungkin saja pria ini hanya tak sadarkan diri sebentar.
Klik.
Taeyong tak dapat menyembunyikan keterkejutannya saat Jaehyun dengan cepat meraih pistol miliknya dan mengarahkan senjata api tersebut tepat dihadapannya. "Cih.." pria itu terkekeh karena merasa dijebak.
"Mengapa kau berhenti dan menolongku? Kau bisa meneruskan pertandingan dan menang melawanku, kau datang bukan untuk mengalahkanku bukan? Apa yang kau cari? TY-ssi?"
Perlahan Taeyong menjauhkan tangannya dari Jaehyun yang sudah duduk dengan menodongkan pistol miliknya pada dirinya, ia melepas helm yang dikenakannya dan menurunkan masker yang menutupi wajahnya. Surai peraknya tertiup oleh angin malam, kedua tangannya terangkat diantara kepalanya.
"Lalu kau sengaja jatuh hanya untuk mengetes diriku ingin bertanding atau tidak?"
"Tentu saja tidak, anak kucing sialan itu menyebrang begitu saja." Jaehyun menunjuk anak kucing 3 warna yang masih setia menatap keduanya dengan tubuh gemetar meringkuk ketakutan dengan pistol dalam genggamannya kemudian kembali mengarahkannya lagi pada Taeyong, walau dirinya sempat terkesiap sebentar saat melihat bagaimana wajah dari pria berinisial TY itu. "Jawab saja pertanyaanku, apa tujuanmu?"
"Jung-Yun-Ho.." Taeyong mengeja nama tersebut, ia bisa melihat sorot terkejut di kedua mata Jaehyun saat ia menyebutkan nama tersebut. "Kau mengenalnya bukan? Karena kau sudah tahu, maka kukatakan saja. Diriku akan menggunakanmu untuk mendekatinya dan meledakkan kepalanya, kau-..."
"Kau harus mengantri untuk itu.. Sebelum kau meledakkan kepalanya diriku yang akan menebas leher pamanku tercinta itu." potong Jaehyun.
Keduanya terdiam, saling melempar pandangan satu sama lain. Meyakinkan bahwa keduanya memang mengatakan yang sebenarnya, ya tidak ada kebohongan disana. Hanya kebencian yang terpancar dari tatapan keduanya saat menyebut nama pria tua tersebut.
Jaehyun menurunkan tangannya dan membalik posisi pistol dalam genggamannya, ia mengembalikan benda tersebut pada pemiliknya. "Tidak perlu meneruskan pertandingan, sejujurnya diriku tak ingin kalah darimu tapi juga diriku tak ingin menang darimu."
Dengan kasar Taeyong merampas kembali senjata miliknya kemudian menyimpan kembali dibalik saku belakang tubuhnya dan bangkit berdiri sambil terkekeh pelan sembari mengambil helm miliknya "Tawaran gadis itu? Kau tak tertarik? Kulihat dia menaruh harapan besar pada kemenanganmu malam ini."
"Menggelikan, dia alasan diriku tak ingin menang."
Jaehyun segera bangkit berdiri sambil membersihkan bagian bokong dan punggungnya yang kotor, ia menghela nafas jujur saja tubuhnya terasa sakit ketika menghantam aspal walaupun tak ada luka yang berarti ditubuhnya selain lecet kecil.
Keduanya melirik bersamaan kearah anak kucing yang ketakutan tersebut sebentar kemudian kembali saling melempar tatapan satu sama lain, seolah-olah mereka tengah memikirkan hal yang sama.
Sebuah mangkuk kecil diletakkan Taeyong di atas lantai, kemudian ia berjongkok dan mengisi mangkuk tersebut dengan susu. Saat dirinya bangkit berdiri kembali ada Jaehyun di sisi kirinya yang tengah memperhatikan kucing yang hampir membuat nyawanya melayang tengah menjilat susu yang disiapkan Taeyong, terlihat tak berdosa dan begitu menggemaskan.
"Apa tak apa kita berdua tidak kembali ke arena balap?"
Jaehyun menggendikkan bahunya kemudian melangkah menuju ruang tengah sambil membuka jaket kulit miliknya, meletakkannya dibahu sofa berdampingan dengan milik Taeyong "Biarkan saja mereka menunggu, mungkin mereka akan berpikir bahwa motor kita berdua tergelincir dan terjatuh kejurang."
Keduanya memutuskan membawa kucing malang tersebut menuju klinik hewan dengan memutar arah dan tidak kembali menuju arena balap dan kini berakhir di apartemen pribadi milik Taeyong.
Pria bersurai perak itu mengambil sebuah botol air dari dalam kulkas kemudian memberikannya pada Jaehyun "Kau bisa menginap disini. Lagipula dirumahmu tak ada siapapun."
"Kau tahu darimana?"
"Kau pikir aku hanya ingin balapan denganmu tanpa menyelidiki dirimu terlebih dahulu?" kedua matanya beralih menatap kucing yang masih meminum susunya tersebut "Kau hidup dengan adik sepupu Park Jisung, dan anak itu sekarang berada di apartemen milik adikku."
"Kau menculiknya?!"
Taeyong tertawa hampir terbahak, apa gunanya anak kecil itu diculik. "Sebaiknya kau menonton berita besok pagi, adikmu akan menjadi headline news dimanapun. Adikku menyelamatkannya, menampungnya dan menjaganya dengan baik." jelasnya panjang lebar, pria tampan itu masih memproses penjelasan Taeyong dengan perlahan.
Bagaimana bisa adiknya? Si polos dan sibaik Park Jisung menjadi headline news? Baru bibirnya terbuka untuk bertanya Taeyong sudah beranjak dari posisi sebelumnya kemudian mengambil leather jacket miliknya yang tersampir di bahu sofa dan melangkah menuju satu-satunya kamar ditempat ini "Selamat malam Jung Jaehyun, tidurlah di sofa dan jangan membuat kekacauan apapun di tempatku."
Blam!
Pintu kamar tertutup menyisakan Jaehyun yang tak mengerti apapun, ia merogoh ponselnya yang sejak tadi sangat berisik dengan misscall dan notifikasi pesan. Namun ia menghiraukannya, ibu jarinya mencari kontak adik sepupunya Park Jisung. Jaehyun mencoba untuk menghubungi adiknya itu namun hasilnya nihil tak ada jawaban.
Dirinya khawatir, namun entah mengapa dalam benaknya ia percaya dengan ucapan Taeyong bahwa adiknya berada ditempat yang aman, setidaknya untuk saat ini.
⇨ Us ⇦
Chenle dan Jaemin berdiri di pintu kamar yang digunakan Jisung untuk beristirahat sejak kemarin malam, pria itu tertidur setelah mengajukan banyak pertanyaan. Beruntung Jungwoo melakukan hal yang tepat dengan menenangkan Jisung.
Pria bersurai merah itu membetulkan selimut yang menutupi sebagian tubuh Jisung hingga leher kemudian beranjak keluar bersama kedua pria lainnya "Biarkan dia istirahat Chenle-ya dia baik-baik saja. Namun besok tugasmu untuk menjelaskan segalanya."
Melihat Chenle mengangguk patuh Jungwoo menepuk puncak kepalanya dan tersenyum ramah, dirinya sama sekali tidak marah pada Chenle. Jungwoo paham akan tindakan spontanitas yang dilakukan Chenle untuk menyelamatkan pria itu.
"Aku mengerti dengan apa yang kau lakukan untuk menyelamatkannya karena kau percaya padanya, namun lain kali kau harus berpikir ulang dengan dampaknya."
Saat Chenle kembali mengangguk patuh pada segala ucapan Jungwoo Jaemin menghampiri sembari menyimpan ponselnya kedalam saku "Aku sudah menghubungi Ten Hyung, ia berkata kejadian hari ini sama sekali tidak nampak dalam pandangannya. Kurasa besok kau harus memasuki laboratorium tersebut Hyung.." Jaemin ragu meminta Jungwoo untuk masuk kedalam laboratorium didalam gedung fasilitas keamanan namun itu yang harus dilakukan untuk saat ini, mereka hanya perlu memastikan.
"Dirikupun berpikir hal yang sama."
Chenle menatap kedua hyungnya tersebut dengan pandangan tidak enak hati "Apa diriku menyusahkan kalian Hyung?"
"Sama sekali tidak, jika kau tidak melakukannya mungkin kita tidak akan tahu sistem tersebut sudah mulai di uji coba." Jungwoo meremas bahu Chenle lalu mengacak surai coklatnya 'Tidurlah ini sudah malam, tugasmu untuk menjelaskan banyak hal pada Jisung mengenai hari ini akan menantimu esok hari." si bungsupun menurut dan kembali menuju kamarnya.
Menyisakan Jungwoo dan Jaemin yang sebelumnya tersenyum pada Chenle kini terdiam, keduanya sibuk dengan pemikirannya masing-masing, terlebih Jaemin. "Aku akan mempercepat perpindahanku kesana, tidak bisa jika hanya mengandalkanmu seorang Hyung. Sangat berbahaya."
"Lakukan yang terbaik menurutmu Jaemin-ah. Tapi untuk saat ini, biarkan diriku yang melakukannya. Kita semua tak bisa menunggumu datang, waktu semakin sempit bukan?"
Jaemin terdiam, mau tak mau dirinya mengangguk mengiyakan. Rencana mereka yang sudah mereka atur sedikit meleset, sepertinya ada yang kurang dan letaknya ada pada sumber sistem keamanan tersebut.
"Kalau begitu aku akan tidur terlebih dahulu Hyung.." pria bersurai auburn itu hampir melangkah menjauh hingga Jungwoo menanyakan sebuah pertanyaan yang ia harapkan tak pernah ditanyakan oleh siapapun.
"Kau sudah bertemu dengannya bukan?"
Langkah Jaemin berhenti, ia ingin berpura-pura untuk tidak mendengar apapun pertanyaan yang dilontarkan Jungwoo namun pertanyaan itu sudah masuk kedalam gendang telinganya.
"Jayden Lee? Bagaimana menurutmu?"
Jaemin perlahan berbalik badan ia tersenyum pada Jungwoo walau ia memaksakan memberikan senyum terbaiknya, baik keduanya tahu bahwa itu adalah sebuah senyum ramah yang penuh dengan kepalsuan. Jaemin dan Jungwoo seperti cermin yang saling berhadapan karena kekuatan keduanya yang hampir sama jadi apapun yang diucapkan oleh Jaemin dengan mudah dapat ditebak kebenarannya oleh Jungwoo, begitupun sebaliknya.
"Dia biasa saja Hyung, tak ada yang menarik dari pria itu."
"Kau tak ingin mengingat tentangnya lagi bukan?"
Senyum di bibirnya perlahan menghilang terganti dengan sebuah senyum kecut yang tak dapat ia sembunyikan, sejak awal dirinya ingin menyangkal bahwa ia sudah melihat pria itu dengan kedua matanya sendiri walau sulit untuk menyangkalnya.
"Benarkah? Namun pada kenyataannya dia yang tak mengingatku Hyung.." Ujarnya, ia menatap Jungwoo sebelum melanjutkan ucapannya "....Lee Jeno sudah tidak ada."
"Dia sudah tewas 15 tahun lalu."
Jaemin beranjak kembali berbalik badan berusaha menyudahi pembicaraan yang seharusnya tak pernah Jungwoo bahas dengannya, mereka semua mengira bahwa pria itu sudah tewas 15 tahun lalu namun nyatanya dia justru masih hidup namun dengan melupakan segalanya, masa lalu mereka.
"Apa kau bisa mmenganggapnya bukan Jeno jika kau sudah masuk kesana? Kalian akan bertemu setiap hari Jaemin-ah.. Bagaimanapun kau menyangkalnya, siapapun dirinya saat ini, dia tetap Lee Jeno.."
"............."
Berpura-pura tuli adalah hal yang bisa ia lakukan saat ini, walau kenyataannya sulit melupakan seseorang yang dahulu merupakan bagian dari mereka, namun hal tersebut harus dilakukan.
"Kau tenang saja.. Aku bisa menganggapnya bukan siapa-siapa.." Tutupnya sebelum masuk kedalam kamar dan menutup pintunya rapat-rapat, meninggalkan Jungwoo seorang diri diruang tengah.
⇨ To Be Continued ⇦
Tidak ada komentar:
Posting Komentar