myCatalog

Senin, 31 Agustus 2020

US - TWENTY THREE


* US *

-

-

-

-

-








NEO CITY

2044

Jisung tengah membabat lengannya yang terluka saat latihan dengan belati sembari melangkah menuju tenda miliknya dan Chenle, ia melepas hoodie abu yang digunakannya dan mendudukan dirinya di salah satu kotak kayu yang berada disudut ruangannya yang langsung berhadapan dengan cermin.

Ia masih sibuk membabat lukanya sembari sesekali melirik pantulan dirinya yang kini hanya mengenakan kaos tanpa lengan berwarna putih yang saat ini membentuk tubuhnya. Latihan beratnya disini benar-benar merubahnya yang dulunya begitu kurus kerempeng kini menjadi berisi.

"Jisung-ah.."

"Ya?" ia menoleh kearah tirai tenda miliknya dan Chenle yang tersibak, Donghyuk datang sembari membawakan obat dan pembebat baru. Pria itu menghampirinya dan meraih tangan Jisung.

"Kau tak bisa langsung membebatnya seperti ini.." Donghyuk membuka kain yang membebat lengan Jisung "Bisa infeksi kau tahu?"

"Maaf Hyung.."

Tak lama Mark datang bersama dengan Lolly yang segera merebahkan dirinya di atas lantai tanah, dekat dengan Jisung yang sudah tak takut lagi akan kehadiran harimau betina tersebut.

"Kubawakan air hangat.." Mark meletakkan sebaskom air hangat di sisi kiri Jisung yang duduk diatas sebuah kotak peti kayu.

Keduanya sangat telaten mengobati luka Jisung, bahkan membersihkan dan mengoleskan obat dengan berhati-hati. Sesekali Jisung menatap Lolly yang hanya menatap lugu kearahnya.

"Bagaimana caramu mengajarkannya? Dia bahkan tak tertarik dengan tanganku yang berdarah seperti ini Hyung?"

Mark terkekeh, ia menoleh pada Lolly dan Jisung bergantian "Tak kuajari apapun, dia sudah mengerti segalanya. Hanya kita yang harus lebih berusaha mengerti mereka, hewan bukanlah makhluk bodoh Jisung-ah." ia membebat lengan Jisung setelah Donghyuk selesai mengolekan obat.

"Saat kau sudah mengerti mereka maka kau akan tahu bahwa mereka lebih memahami kita, manusia, dari siapapun." Mark mengambil kembali baskom yang kini airnya sudah berubah menjadi merah bekas darah Jisung, "Berhati-hatilah lain kali, belati milik Yuta benar-benar sangat tajam." pria itu keluar sembari menggerakkan kepalanya agar Lolly mengikutinya.

Sedangkan Donghyuk masih disana kini menyandarkan pinggulnya pada meja yang berada ditengah ruangan dan kini menatap Jisung.

"Ada apa Hyung?"

".... Yuta khawatir kau akan memutuskan berhenti berlatih, berapa banyak kau jatuh disini? Berapa banyak kau terluka setiap menyentuh belati miliknya. Renjunpun mengkhawatirkan hal yang sama, mereka takut kau akan menyerah.."

Jisung menunduk, ya dia memang selalu ingin menyerah, hidup dalam pelarian tidaklah mudah, namun setiap ia ingin menyerah ia teringat akan bagaimana usahanya dahulu saat pertama kali mulai berlatih bersama Winwin dan Yangyang.

Ia ingat bagaimana Renjun dan Yuta mengajarkannya perlahan-lahan akan banyak hal, dan setiap dirinya usai berlatih panah ataupun melempar belati keduanya akan bergantian mengantarkan handuk panas dan sebuah koyo panas untuk mengurangi rasa pegal dilengannya.

Lagipula, keinginannya untuk berhenti akan sirna begitu saja ketika melihat bagaimana kerasnya Chenle juga berlatih, ia ingin melindungi pria yang sudah menyelamatkannya. Perlahan Jisung kembali mendongak dan tersenyum pada Donghyuk "Apa diriku terlihat seperti orang yang ingin menyerah Hyung?"

Donghyuk tersenyum ia tahu Jisung adalah anak yang kuat dan tidak akan mudah menyerah "Bagus kalau begitu, bersiap-siaplah. Walau pertunjukan utama tak berjalan hari ini tapi sirkus tetap buka." Donghyuk segera bangkit lalu mengacak surai Jisung kemudian beranjak keluar dari tenda.

Donghyuk menyusuri jalan menuju kembali kearena Sirkus yang sudah mulai ramai padahal mereka sudah menempelkan pengumuman bahwa tak akan ada pertunjukan utama hari ini. Ia tersenyum pada beberapa pengunjung yang ia sudah hafal wajahnya karena mereka selalu datang ke sirkus bersama keluarga mereka entah seminggu 1x atau sebulan 2-3x.

Ia melangkah memasuki tenda peramal milik Ten untuk mengeluarkan tanda bahwa tenda tersebut hari ini tutup. Begitu usai dengan pekerjaannya Donghyuk meneruskan langkahnya menuju tenda utama dimana semuanya tengah berkumpul hanya kurang dirinya dan Jisung yang masih bersiap-siap.
Dilihatnya Yuta dan Renjun berdiri diluar tenda usai memasang tanda bahwa tak ada pertunjukan utama hari ini "Bagaimana keadaannya? Kulihat lukanya cukup dalam.."

"Untuk ukuran seseorang yang benar-benar pernah membunuh orang kau sungguh-sungguh sangat perhatian Hyung, tenanglah Jisung baik-baik saja ia hanya sedang berganti pakaian, diriku dan Mark sudah mengobati lukanya."

Renjun menepuk lengan Donghyuk saat melihat Yuta menunduk karena pria tan itu membahas sedikit tentang masa lalunya ".... Ah, maafkan aku Hyung.."

Tidak ada yang tahu siapa yang pernah dibunuh oleh Yuta selama ini, mereka hanya tahu bahwa Yuta adalah seorang residivis setelah 20 tahun lamanya ia dipejara dan akhirnya bertemu dengan Ten 4 tahun yang lalu, pria itu segera mengulurkan tangannya pada Yuta dan memberikannya tempat tinggal dan pekerjaan tanpa berpikir 2x.

"Siapa namamu?" Ten menanyakan siapa nama pria berparas jepang disisi kirinya ketika ia melihat pria tersebut sibuk dengan mantau yang dibelikan olehnya.

"Yuta.."

"Hanya Yuta?"

Pria itu, Yuta. Terhenti mengigit mantau panas dalam genggamannya, kemudian melirik Ten. Biasanya seseorang yang sudah mengetahui nama depannya akan segera menjauh dan tak ingin lagi mengenalnya.

"Na... Nakamoto Yuta.."

Ten tersenyum dan mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan "Namaku Ten.. Apa kau memiliki tempat tinggal Yuta-ssi?"

Pria itu menggeleng dengan cepat sembari menjabat uluran tangan Ten, namun ia tersenyum senang karena lelaki yang mengaku bernama Ten itu tak segera melarikan diri dari dirinya usai mendengar nama depannya.

"Kau memiliki pekerjaan?"

Kembali Yuta menggelengkan kepalanya dan memakan mantaunya perlahan-lahan. Netranya melirik Ten saat pria itu berdiri dan kembali mengulurkan tangannya pada Yuta "Apa kau berniat untuk tinggal bersamaku dan teman-temanku kemudian bekerja bersama kami?"

Tanpa memikirkan apapun lagi Yuta segera berdiri dan meraih uluran tangan Ten lagi dan menganggukkan kepalanya dengan cepat, ia bahkan tak berniat untuk bertanya pekerjaan apa yang dimiliki pria tersebut untuk dirinya.

Hingga akhirnya mereka tiba di sirkus, Ten memberikan Yuta sebuah belati dan Pedang "Kau bisa bekerja disini dengan kemampuan milikmu.."

Yuta nampak terkejut, darimana Ten tahu tentang kemampuannya yang ia rahasiakan? "Darimana kau tahu?"

"Sejak diriku menghampirimu dengan sebungkus mantau.."

Sekali lagi Yuta mengerutkan keningnya, ia tak ingat mengatakan apapun pada pria tersebut secara terang-terangan tentang kemampuan miliknya yang amat mahir bermain dengan pedang.

"Kau tak perlu mengatakan apapun padaku, diriku sudah mengetahuinya dengan amat jelas.." Sekali lagi Ten menyerahkan pedang dan belati kepada Yuta dan tersenyum kembali untuk meyakinkan pria tersebut agar yakin dengan kemampuannya. Seperti dirinya yakin akan kemampuan milik Yuta.

Pria itupun meraih belati dari atas telapak tangan Ten dan dalam sekejap melemparkannya dengan cepat hingga ujung belati tajam itu menancap titik merah di papan latihan panah milik Renjun. Yuta tersenyum menatap hasil lemparannya, iapun menoleh pada Ten yang ternyata tengah tersenyum senang kearahnya.

"Welcome to freak show.." Sapanya.

Itulah kali pertama Yuta menginjakkan kakinya di sirkus ini, yang pertama kali ia kenal disana saat itu adalah Winwin dengan segala sikap dinginnya yang enggan bersahabat dengan siapapun.

Namun tak masalah baginya, selama pria dingin itu suka dengan persaingan maka dirinya akan sangat mudah mendekati Winwin, pria itu cukup unik bagi Yuta.

Ten selalu berkata latar belakang setiap orang yang dikenalnya berbeda-beda, tak ada satupun yang luput dari matanya yang dengan bodoh secara otomatis mengecek seluruh isi memori setiap orang yang bertemu dengannya, dan setiap Yuta kecewa dengan sikap dingin Winwin maka ia akan mengatakan.

"Dia pernah dikhianati oleh seseorang yang sudah ia anggap sahabat selama ini. Rasa kecewanya yang mendalam bahkan lebih besar daripada kebencianku pada mereka yang menghancurkan hidup masa kecilku. Kau harus sedikit lebih sabar jika ingin menjadi temannya Yuta.. Bersaing dengannya terdengar lebih baik untuk saat ini."

"Tak apa Donghyuck-ah.." Yuta menghela nafasnya "Jisung adalah murid pertamaku, jadi diriku benar-benar khawatir padanya..."

Keadaan sedikit canggung karena kebodohan Donghyuk namun Renjun segera menengahi untuk mencairkan suasana "Sudahlah, Jisung baik-baik saja. Kau tak perlu mencemaskannya Hyung, mari berkumpul di tenda utama sebelum kita benar-benar membuka sirkus."

Renjun segera menepuk lengan Yuta dan menarik Donghyuk agar ikut dengannya terlebih dahulu masuk kedalam tenda utama, tak lama di susul Yuta setelah netranya menangkap siluet tubuh Jisung yang tengah melangkah kearah tenda setelah mengganti pakaiannya menjadi kemeja flanel kotak berwarna merah dengan kancing terbuka yang memperlihatkan kaos oblong putih tanpa lengan yang digunakannya.

"Lukamu baik-baik saja?"

Jisung menganggukkan kepalanya sembari memamerkan lengannya yang sudah di obati oleh Donghyuck, ia baru saja melipat lengan kemejanya sampai siku. "Tenang Hyung aku tak akan menyerah walaupun diriku sangat ingin berhenti."

Keduanya saling melempar senyum lega dan akhirnya melangkah masuk secara bersamaan, mereka merencanakan kegiatan malam tersebut yang tak menampilkan acara utama namun mempersilahkan para pengunjung agar dapat berdekatan dengan para hewan yang akan di urus oleh Mark dan Donghyuk.

Sedangkan Winwin dan Yangyang lebih memilih menetap di both tiket karena pekerja manusia mereka sudah mereka liburkan sejak siang tadi, awalnya mereka pikir sirkus tak akan terlalu ramai hari ini karena mereka tidak beroperasi 100% tapi nyatanya sirkus tetaplah cukup ramai.

Dan Somi saat ini tengah sibuk membagikan cemilan yang dibuatnya hari ini dengan bantuan Jisung yang mengangkat box berukuran besar didekapannya "Cemilan untukmu Gratis.." Ujar Somi dengan senyum manis miliknya dan ditambah dengan anggukan kepala Jisung, setiap mereka usai memberikan cemilan. Karena tak mungkin dirinya tersenyum dibalik masker yang digunakannya. Keduanya lanjut berkeliling disekitar tenda utama tempat biasa mereka melakukan pertunjukan.

Pria itu masih menutup setengah wajahnya dengan masker untuk berjaga-jaga ada yang mengenalinya sebagai buronan.

Sedangkan Renjun dan Yuta masih berada di dalam tenda utama, mereka tak melakukan apapun karena memang semuanya hanya meminta keduanya berjaga-jaga saja didalam tenda utama dan mengawasi para pengunjung yang memasuki arena pertunjukan sirkus yang kosong hanya untuk melihat-lihat.

Renjun menangkap raut wajah Yuta yang menghangat saat melihat sebuah keluarga kecil tengah bercengkrma sambil tertawa bahagia mengitari arena pertunjukan yang kosong.

"Dirikupun pernah tertawa seperti anak laki-laki itu.. Dahulu.." Ia kemudian terkekeh pelan lalu menunduk "Sampai perempuan ular itu datang.."

Sebuah tepukan di bahunya membuat Yuta tersadar, ia menoleh dan melihat Renjun menepuk bahunya mencoba untuk menenangkan dirinya.

"Hei kotak apa ini?"

Perhatian Yuta dan Renjun teralihkan saat mereka mendengar ada beberapa pengunjung yang menanyakan keberadaan sebuah kotak didalam area pertunjukan, seingat mereka tadi seluruh peralatan untuk tampil sudah disimpan dengan baik.

Renjun melangkah mendekat ia melihat dengan jelas bahwa kotak kardus tersebut bukanlah milik sirkus, ia semakin melangkah dengan cepat saat seseorang justru perlahan membuka kotak tersebut "Jangan dibuka!!!"

Yangyang melangkah keluar dari dalam ruang ticket box ia menatap sekeliling dan langit, dirinya segera kembali kedalam dan menarik lengan Winwin dengan wajah panik.

"Ada apa Yangyang?"

Pria bisu itu hanya dapat menunjukkan wajah paniknya saat ia merasa akan ada sesuatu yang buruk terjadi, mereka terlacak. Tangannya menunjuk kearah tenda, begitu Winwin menoleh kearah yang ditunjuk oleh Yangyang dan tiba-tiba saja...

Boooom!!!!!!!

Ledakan hebat terjadi dari dalam tenda utama, Winwin segera beranjak keluar dari tempatnya berjaga ditiket box sementara orang-orang mulai menjerit ketakutan.

"Tidak mungkin bukan.. keberadaan sirkus ini diketahui.." Winwin segera menarik Yangyang dan menunjuk kearah bukit "Pergi kesana bersembunyilah.." Namun Pria itu menggeleng kuat ia tak ingin bersembunyi, dirinya ingin membantu.

"Jangan keras kepala Yangyang!!"

Tapi anak itu tetap menggelengkan kepalanya dengan kuat bahkan ia hampir menjerit dan menangis, seharusnya ia bisa merasakan bahwa mereka sudah ditargetkan. Tapi gagal, ia gagal mendeteksi serangan tersebut.

"Ssttt sssst..." Winwin memeluk Yangyang agar anak itu tidak menangis "Tenanglah, ini bukan salahmu. Bantu aku mengevakuasi semua orang.. Diriku akan mengecek tenda, kau mengerti?"

Yangyang mengangguk paham dan dia segera beranjak pergi menuruti perintah Winwin, sedangkan pria tinggi kurus itu segera beranjak menuju tenda utama, ia melihat Somi dan Jisung tengah meringis tergeletak diatas tanah dengan cemilan yang berserakan.

Tubuhnya terhantam beberapa pengunjung yang berlarian dengan panik menuju pintu keluar, Winwin terus mendekati Jisung dan menarik Jisung agar bangkit "Jisung-ah! Bangun!!" Winwin menampar wajah Jisung agar dia sadar sepenuhnya.

".... Hhhh Hyung.."

"Bangun.." Perintah Winwin, ia segera membantu Somi untuk bangun, gadis itu terluka namun itu tak membuatnya tumbang begitu saja.

"Kalian baik-baik saja?" Mark datang dengan luka di pelipisnya bersama Donghyuk dibelakangnya yang tengah menatap kobaran api dari dalam tenda.

"Dimana Renjun? Dimana Yuta Hyung?" Donghyuk menatap semuanya satu persatu karena hanya 2 orang itu yang tak ia lihat, dirinya masih melihat Yangyang dikejauhan tengah sibuk menggiring orang-orang menyelamatkan diri.

"Mereka didalam.." Jisung menunjuk tenda, namun ia terdiam kedua pengajarnya berada didalam.. "...Tidak, tidak.. Mereka ada didalam tenda..." Jisung segera berlari menerobos orang-orang yang berlarian dan kobaran api yang mulai membakar seluruh sisi tenda yang meledak.

"Jisung!!" Mark gagal menahan lengan anak itu, ia mengeram frustasi bersamaan dengan Yangyang yang datang mendekati mereka dengan wajah panik, ia menarik lengan Winwin agar pria tersebut melihat kearah gerbang kedatangan, ada beberapa prajurit berpakaian serba hitam disana, mungkin 20-30 orang.

Donghyuk menarik sudut bibirnya, ia sudah menantikan ini cukup lama. "Bersiaplah, bawa apa yang akan kalian bawa lawan apa yang ingin kalian lawan sebelum kubakar habis tempat ini bersama mereka." Ujarnya sembari mengepalkan tangan dan percikan api keluar dari kepalan tangannya tersebut.

Jisung berlari, ia tak dapat melihat apapun didalam karena asap yang mengepul "Yuta Hyung?! Renjun Hyung?!" Panggilnya, namun tak ada jawaban. Ia bahkan masih sempat membantu beberapa orang yang terkapar dengan lemas usai ledakan.

"Bangunlah, perlahan keluar dari sini.." Ucapnya pada beberapa ibu dan anak-anak yang menangis bersembunyi dibalik kursi penonton, ia menuntun mereka kearah dimana dirinya masuk.

Netranya tak lagi melihat yang lainnya berkumpul seperti tadi, karena kini mereka sibuk berkelahi melawan beberapa penyerang. "Sial.."

Jisung kembali melangkah memasuki tengah tenda, dan dirinya menemukan Yuta tergeletak tak sadarkan diri sembari memeluk tubuh seorang anak kecil kedua orang tuanya terlihat sudah tewas terkena ledakan "Hyung!!"

Ia baru saja berniat untuk menolong Yuta untuk bangkit namun sebuah tendangan kuat dari belakangnya membuat Jisung terjerembab kedepan, beruntung dirinya bisa menahan tubuhnya agar tak terjatuh menindih Yuta dan anak itu, ia segera menoleh dan bangkit berdiri.

Perkelahian segera terjadi antara dirinya dan seorang prajurit berseragam serba hitam, Jisung beberapa kali berhasil menghindar dari serangan namun pria itu tidak pernah sekalipun terhindar dari serangan Jisung.

"Anak ingusan.."

Jisung melepas masker yang menutupi setengah wajahnya dan ia yakin bahwa saat ini aparat tersebut terkejut melihat wajahnya "Anak ingusan katamu? Mari kita lihat siapa yang ingusan disini." Ia segera menyerang terlebih dahulu pria tersebut dan membuatnya tumbang dalam beberapa pukulan kuat dari tangannya dengan mudah. "Kuberitahu padamu, pergilah, kau bermain-main ditempat yang salah.." Jisung menatap pria tersebut yang tengah meringis di atas tanah, ia segera kembali berbalik dan berniat untuk beranjak menghampiri Yuta, namun suara tembakan membuat langkahnya terhenti.

Rasa nyeri luar biasa diperutnya membuat Jisung menunduk dan melihat darah mengalir dari perutnya dan mengotori pakaian putihnya, tubuhnya perlahan ambruk keatas tanah ia meringis, ini kali pertama dirinya tertembak dan rasanya amat sangat menyakitkan.

Prajurit tadi kembali bangkit dengan pistol yang mengeluarkan asap dari ujung lubang pistol tersebut "Bersikap sombonglah diakhirat!" Ia menodongkan pistolnya pada Jisung, wajah bangganya dan kesenangannya membuat dirinya tak sadar bahwa kini Renjun berlari kehadapannya setelah melompati tubuh Jisung dan menendang tangan prajurit tersebut dengan kuat hingga terdengar suara patah dari tulang lengannya, kemudian tubuhnya berputar dan menendang leher prajurit itu hingga tubuhnya terjatuh kembali keatas tanah.

"Akhirat menitip pesan padamu.."

Renjun menarik senyum miring saat melihat lawannya tersedak mencari oksigen setelah tulang lehernyapun kini patah karena tendangannya. Perlahan Renjun mendekati prajurit tersebut mengambil pistolnya dan menembak kepala prajurit itu.

"Begitu cara menembak yang benar.." Ucapnya.

Mark dan Somi berlari mundur kedalam tenda sembari mengecek keadaan Jisung "Mereka terlalu banyak..." Umpat Mark, ia kini bersusah payah menahan serangan menggunakan sebuah tongkat kayu, dirinya dengan mudah menggerakkan tongkat tersebut untuk memukul mundur beberapa prajurit yang menyerangnya dengan hantaman di kepala atau pukulan di perut.

Renjun menahan tubuh Somi yang sudah membabi buta memukuli prajurit yang berniat menyerangnya bersamaan. "Bawa Jisung dia tertembak, Yuta juga sepertinya terluka.." Ia menarik tubuh Somi agar pindah kebelakang tubuhnya sedangnya seseorang yang menyerangnya dengan sebuah senapan panjang ditahan dengan mudah oleh Renjun menggunakan tangan kanannya yang terbuat dari baja.

"Apa kau berniat menggelitikku?" Senapan tersebut dibuang oleh Renjun setelah mengosongkan pelurunya, ia mencekik penyerang tersebut kemudian mencekokinya dengan sisa peluru yang masih berada digenggaman Renjun.

"Jisung-ah!" Somi mencoba untuk membantu Jisung bangkit "T-tahan, bertahanlah, kau akan selamat." Somi mendudukkan Jisung agar bersandar pada kotak peralatan, pria itu meremas kuat perutnya agar tidak semakin banyak darah yang mengalir.

"Tunggu disini."

Somi segera beranjak menghampiri Yuta dan anak kecil yang diselamatkannya, dengan cekatan gadis itu menggendong anak tersebut kemudian memindahkannya agar berada didekat Jisung.

Selama Somi sibuk dengan urusannya menarik tubuh besar dan berat Yuta, Jisung menarik nafas susah payah saat menatap ponselnya yang bergetar, susah payah ia menerima panggilan tersebut..

Jisung menelan liurnya agar dapat bersuara, ia menutup kedua matanya begitu mendengar suata Chenle diseberang panggilan "... Jangan kembali hhh kemari Chenle-ya.." Hanya itu kalimat yang bisa ia ucapkan sebelum tubuhnya semakin lemas hingga ponselnya terjatuh dari genggamannya.

"...Somi-ya bawa Jisung!!" Jerit Mark, ia melihat seorang penyerang mendekati Jisung dan sudah mengangkat senapannya.

Us

"Apa maksudmu mereka diserang?" Jaemin terkejut hingga berdiri dengan cepat.

"Mereka diserang apa itu belum cukup jelas, diriku tak dapat menjelaskan apapun. Aku harus pulang, Jisung membutuhkanku!"

Chenle berniat untuk segera berteleport pulang kembali ke sirkus, dirinya tak punya waktu untuk menjelaskan apapun saat ini. Dirinya berbalik menatap hyungnya yang lain "Aku hanya bisa membawa 3 orang bersamaku saat ini, siapa yang ingin ikut denganku."

Ten dan Lay tentu saja langsung beranjak mendekati Chenle, mereka datang bersama maka pulang bersama. Jungwoo pun segera bangkit namun Jayden menahannya "Tenagaku jauh lebih dibutuhkan disana, jika ini adalah keadaan darurat."

"Kau gila? Ini tidak ada hubungannya denganmu Jayden Lee!" Omel Jaemin menahan Jayden, namun pria bersurai terang itu menepis cengkraman Jaemin.

"Mulai sekarang ini menjadi masalahku." Ia segera mendekati Chenle, dan meraih uluran tangan Lay dan Ten tak berapa lama ke-4nya menghilang dari hadapan yang lainnya.

Dan lagi, ketiga manusia disana terkejut, Jongdae dan Minseok tak dapat menyembunyikan keterkejutannya hingga mulut mereka terbuka lebar, sedangkan Lucas segera berdiri ia terkejut sahabatnya hilang begitu saja "Kemana Jayden? Aku harus menyusulnya."

"Aku akan mengantarkanmu.." Johnny segera bersuara tanpa ragu, Taeyong berniat untuk ikut namun Youngwoon menahannya.

"Kau tetaplah disini, jaga Himchan bersama dengan Jungwoo, Jaemin, Jongup dan Taeil. Aku akan ikut mereka ke sirkus, sedangkan Yunho dan kalian berdua akan kembali ke markas untuk mengecek apa yang terjadi, mungkin ada hubungannya dengan subjek..." Ia menunjuk Jongdae dan Minseok.

Mau tak mau Taeyong mengangguk patuh, ia akhirnya kembali duduk dengan tenang di sofa bersama dengan Jungwoo namun tidak dengan Jaemin, pria itu masih berdiri "Bisakah diriku ikut ke sirkus? Kumohon.." pintanya dengan sangat.

Johnny menatap Youngwoon, pria itu mengangguk paham dan mengijinkan Jaemin untuk ikut. Sebelum mereka semua pergi dengan tugasnya masing-masing Taeyong menahan Jaemin dan memberikan pistol miliknya "Gunakan ini disaat darurat.." ucapnya, dan Jaeminpun mengangguk sebelum menyusul ayah angkat mereka yang sudah melangkah keluar bersama dengan Johnny dan Lucas.

"Kunci pintu, hubungi Youngwoon Hyung jika terjadi sesuatu.." perintah Yunho sebelum dirinya beranjak bersama dengan Jongdae dan Minseok. Sedangkan Taeyong hanya dapat menganggukkan kepalanya patuh, rasanya masih sulit mempercayai bahwa pria yang sudah ia benci lebih dari setengah hidupnya ternyata bukanlah orang yang bertanggung jawab atas kejadian penyerangan malam itu.

Senapan yang terarah pada Jisung tiba-tiba saja terjatuh saat Yangyang muncul entah darimana menendang dan memukul para penyerang tersebut, ia tengah berusaha melindungi Jisung sembari sedikit bermain merenggangkan otot-ototnya yang kaku.

Sudah berapa lama ia tak menggerakkan otot-ototnya?

Gerakan menyerangnya jauh lebih baik dari Jisung ia bahkan dengan mudah bisa mematahkan leher beberapa orang seperti yang dilakukan Renjun. Wajah takut dan menyesalnua tadi ketika sirkus diserang tak terlihat lagi kini, hanya wajah datar yang mengiringi setiap gerakannya saat menyerang para aparat tersebut.

Somi hampir menyerah untuk menarik tubuh berat Yuta, padahal tubuhnya amat kuat namun mengapa dirinya tak sanggup menarik Yuta? Usai dengan perkelahian singkatnya Yangyang segera membantu Somi untuk mengangkat tubuh Yuta.

"Kita harus membawanya menjauh dari sini.."

Mau tak mau keduanya membopong tubuh Yuta bersama keluar dari tenda bagian belakang menuju bukit, tempat aman bagi mereka.

Mark terjatuh namun ia masih dapat menahan serangan dari atas dengan tongkatnya, dirinya mendorong senapan yang menekan tubuhnya dari atas kemudian menendang kaki penyerang dihadapannya saat pria tersebut berlutut terjatuh, tiba-tiba saja Lolly melompat dari balik tubuh Mark dan menyerang prajurit tersebut dengan membabi buta.

Tubuh Mark seketika terasa lemas, ia lelah berkelahi, dengan nafas tersengal dirinya mendekati Jisung dan anak kecil di sisi kirinya dengan merangkak perlahan, "Bukan waktunya untuk beristirahat Mark.." gumamnya, ia berbalik dan kembali berdiri dengan mengeratkan tongkat di tangannya ia harus melindungi 2 orang dibelakangnya.

Ia bisa lihat Renjun kesulitan menghadapi segala serangan, Mark tak bisa beranjak menjauh dari Jisung terlepas sedikit aja anak ini bisa saja diserang. Namun kedua mata Mark menyipit saat melihat api yang terlempar dari arah luar membakar satu persatu orang yang tengah menyerang Renjun dan prajurit yang berniat menyerangnya, ia lihat Donghyuk kini tengah berkelahi sembari sesekali melakukan pertahanan sembari menyerang prajurit lain dengan api miliknya.

Dooor!

Suara tembakan nan nyaring terdengar dari dalam tenda sirkus membuat semua perkelahian berhenti sementara, terutama ketika melihat tubuh hewan bercorak belang itu terjatuh diatas tanah.
Waktu bagai terhenti bagi Mark saat ia melihat Lolly ditembak 3x oleh seorang prajurit yang melihat temannya diserang oleh harimau betina tersebut. "LOLLY!!"

"Arghh!!!"

Wajah Mark merah menahan amarah ia segera menyerang prajurit yang menembak hewan peliharaannya tersebut, prajurit tersebut berniat menembak Mark namun tongkat pria itu jauh lebih dulu memukul senapan laras panjang milik si prajurit dengan kencang hingga terjatuh keatas tanah.

Tanpa menunggu, dengan amarah yang bergemuruh di dadanya Mark memukul dan menumbangkan pria itu, melihat pria tersebut tumbang Mark membuang tongkatnya dan menindih tubuh prajurit tersebut menarik helm hitamnya agar terbuka kemudian memukuli wajahnya dengan membabi buta "Argh!! Arrghh!!"

Dirinya tak akan berhenti memukul andai saja Donghyuk dan Renjun tidak menarik dan menahan tubuh Mark agar menjauh dari prajurit yang ia yakin sudah tewas karena pukulan Mark pada wajah dan kepalanya.

"Mark! Maaarrk!! Dengarkan aku!!!" Donghyuk menjerit dan memaki agar Mark berhenti menangis dan meraung, pria itupun menoleh ia memeluk Donghyuk begitu erat dirinya takut kehilangan Lolly.

"Tenang, Lolly tak akan tewas begitu saja kita akan menyelamatkannya. Kau dengar itu?" Donghyuk membalas pelukan Mark ia menatap sekeliling, serangan berhenti namun ia tahu bahwa mereka masih berada diluar tenda. Bagaimana jika mereka masuk secara bersamaan?

Renjun terbatuk sembari melihat sekeliling tenda yang mulai terbakar ia menatap tubuh Lolly yang terluka harimau itu masih hidup namun nafasnya tersengal, dirinya menoleh kebelakang menatap Donghyuk yang juga menatapnya khawatir.

Apa ini akhir dari keberadaan mereka?

Beberapa prajurit kembali masuk secara bersamaan, mau tak mau Renjun meraih senapan yang tak terpakai disana dan mulai menembaki siapa saja yang masuk hingga dirinya pun terjatuh karena sebuah peluru, sial dirinya justru terkena tembakan disaat seperti ini.

"Renjun!!"

Sial, bukan seperti ini. Mereka bahkan belum membalas apa yang terjadi 15 tahun yang lalu bukan?
Renjun menahan luka tembak dipaha dan perutnya, ia mencoba untuk menarik tubuhnya mendekati Mark dan Donghyuk dirinya bisa mendengar suara langkah kaki mendekat dan akan menyerangnya namun suara pukulan keras dan tubuh yang ambruk membuat Renjun menoleh.

Dirinya, Mark dan Donghyuk tak dapat menyembunyikan keterkejutannya saat melihat pria bersurai terang tengah menyerang beberapa prajurit dengan mudah dari arah belakang, Lee Jeno mereka.

Ketika mereka menoleh kebelakang tubuh Jisung dan anak kecil itu pun sudah menghilang, Chenle sudah membawa mereka. Sebuah senapan terdorong kehadapan Renjun akibat tendangan Jayden, dirinya paham kalau pria itu meminta bantuannya.

Suara tembakan terdengar dari dalam tenda disaat Chenle berhasil berpindah menuju bukit, ia menidurkan tubuh Jisung yang terlihat pucat disisi Yuta dan anak kecil yang ia selamatkan lebih dahulu tadi.

"Jisung-ah.." ia mencoba untuk memanggil pria itu namun tak ada sahutan, hampir ia panik namun Lay menenangkan Chenle bahwa Jisung hanya pingsan.

"Lakukan pekerjaanmu Chenle-ya, biar Jisung diriku yang sembuhkan."

Lay menatap Chenle, anak itu mau tak mau mengangguk masih ada yang harus diselamatkan olehnya. Saat mereka tiba tadi Ten segera memisahkan tugas-tugas mereka bahkan tak memperdulikan kalau Jayden terduduk diatas rerumputan karena ini kali pertama dalam hidup dirinya berteleport tubuhnya seperti melayang.

Ten beranjak untuk mengalihkan isi kepala para prajurit dan menolong Winwin yang ia lihat tadi terlihat melawan terlalu banyak prajurit diluar tenda seorang diri.

Sedangkan Chenle ditugaskan untuk memindahkan Jayden kedalam tenda dan Lay menuju bukit, mereka pasti akan berlari untuk bersembunyi dibukit, setelahnya ia meminta Chenle untuk memindahkan semuanya menuju bukit.

Chenle kembali muncul didalam tenda utama ia menghampiri Lolly yang terlihat tersengal "Mark Hyung.." ia memanggil Mark yang tengah membantu Renjun dan Jayden menghalau serangan "Lolly masih hidup, bantu aku mengangkatnya!"

Mark menatap Donghyuk "Pergilah, diriku harus berada disini sampai akhir.."

"Jangan sampai dirimu terluka Donghyuk-ah, aku masih ingin melihatmu.."

Mark segera menghampiri Chenle dan mencoba mengangkat kedua kaki depan Lolly sedangkan Chenle mengangkat kedua kaki belakang Lolly, tak lama mereka menghilang dari hadapan Donghyuk yang kini mau tak mau mulai mengeluarkan percikan api dari kedua tangannya, ia mulai membakar setiap sisi dan sudut tenda.

Jika semakin panas ia semakin bisa menyerap energi yang ada untuk memberikan ledakan dahsyat bagi para penyerang tersebut. Namun kegiatannya terhenti karena Renjun kembali jatuh terduduk darah sudah cukup mengalir banyak keluar dari tubuhnya.

Ditambah dengan asap hitam yang sudah memenuhi paru-parunya. Jayden mendorong tubuh prajurit yang tewas dihadapannya, dari pakaiannya mereka jelas-jelas adalah pasukan pertahanan negara. Ia menghela nafas dan melirik kearah Renjun beruntung Donghyuk membakar sekeliling jadi mereka tidak dapat masuk kecuali nekat.

Walau mereka kini terkurung diantara kobaran api, bukan berarti hidup mereka pun aman tapi berada didalam tenda yang terbakar itu jauh lebih baik. Jayden terbatuk ia lelah bertarung melawan mereka yang cukup terlatih. "Bakar semua, itu akan menghalangi mereka."

Chenle membaringkan tubuhnya, memindahkan Lolly dan Mark benar-benar menguras tenaganya, "Dimana Yangyang dan Somi.." tanya Mark penasaran.

"Menyelamatkan hewan-hewan lainnya." jawab Lay tanpa menoleh, ia mencoba tetap fokus untuk menyembuhkan Jisung.

Chenle bangkit berdiri "Aku akan segera kembali."

Krieeeet

Ketiganya menoleh keatas, tali trapeze besi yang biasa digunakan oleh Yangyang dan Winwin terbakar, benda itu terjatuh kebawah tepat kearah Renjun yang sudah lemas, Jayden dan Donghyuk berlari bersama kearah Renjun namun Jayden lebih dahulu menggunakan tubuhnya untuk menahan besi tersebut agar tak melukai pria itu dan Donghyuk juga berhasil menarik tubuh Renjun menjauh.

"K-kau tak apa?" Donghyuk terlihat terkejut dengan apa yang dilakukan si pria bersurai terang itu.

Ngiiiing

Jayden menutup kedua matanya amat rapat, rasa pening mendera seluruh kepalanya setelah terhantam besi dengan kuat namun ia tak bisa memperlihatkan rasa sakitnya saat ini "Diriku baik-baik saja.."

Chenle kembali muncul ia menghela nafas ia benar-benar lelah dan kini ia melihat Renjun terlihat amat lemas "Kau harus membantuku Hyung.." pinta Chenle pada Donghyuk.

"Pergilah, mereka tak akan bisa masuk kedalam."

Mendengar jawaban Jayden, Donghyuk pun setuju ia menarik Renjun bangkit dengan bantuan Chenle agar mereka segera berpindah.

Jaemin membulatkan kedua netranya ketika mobil yang membawa Lucas, Johnny, Youngwoon dan dirinya tiba di jalan perbukitan ia melihat Lay berada disana tengah mengobati yang terluka.

Sirkus mereka benar-benar diserang "D-dimana Jayden?" Jaemin menggeleng "Jeno.. Dimana dia Hyung?" tanya Jaemin pada Mark yang tengah mencoba mengobati Renjun. Ia menatap miris pada Jisung Lolly dan Yuta yang berada disana dalam keadaan terluka.

Mau tak mau Mark menunjuk kearah sirkus yang terlihat bersinar menyala dengan api yang berkobar, Jaemin dan Lucas memutuskan untuk segera berlari menghampiri namun sebuah ledakan besar membuatnya dan Lucas terhempas dan terjatuh di atas tanah.

DUAAR!!!!

Area sirkus meledak kuat, api semakin berkorban, siapapun yang berada disana pasti tidak akan selamat.

"... Tidak.." Lucas segera bangkit berdiri, ia melihat Jaemin terdiam dengan mata yang memerah.
Tidak, ini tidak mungkin bukan, tidak mungkin kalau Lucas kehilangan sahabatnya...

To Be Continued

Kalau adegan berantemnya kurang nendang harap dimaklumin ya T.T

Tidak ada komentar:

Posting Komentar