* US *
-
-
-
-
-
NEO CITY
2044
"Arghh.."
Tubuh Chenle, Renjun dan Donghyuk bersamaan mendarat di atas tanah, Mark dengan cepat membantu mereka untuk bangkit, Renjun benar-benar pingsan tak sadarkan diri dengan 2 luka tembak di tubuhnya.
"Bawa dia kemari.." Perintah Lay, ia menunjuk tempat kosong yang berada diantara Yuta dan Jisung.
"Aku harus kembali lagi kedalam."
"Tunggu.." Usai membantu Mark memindahkan Renjun ketempat yang diminta oleh Lay, Donghyuk segera menghampiri Chenle. "Bawa aku kembali ada yang harus kulakukan.."
"... Donghyuk-ah.."
Pria tan itu menoleh pada Mark yang memanggilnya, "... Kembalilah.." Perlahan Donghyuk menganggukkan kepalanya dan pergi dengan Chenle.
Ngiiiing!!
"Akh!"
Jayden meremas kepalanya, telinganya terasa berdengung dengan kuat, kepalanya amat sakit luar biasa seola-olah ada yang mencengkram isi kepalanya dan berusaha menariknya keluar.
"Jeno-ya..."
Dalam sakitnya ia melihat kilasan seorang anak lelaki bersurai gelap melambai padanya dari kaca jendela lantai 3 sebuah gedung besar, tapi siapa Jeno?
"Yaa Lee Jeno, Renjun memanggilmu, cepat kita keatas.." Omel seseorang dari balik tubuhnya, dirinya jelas-jelas melihat Jaemin namun dengan tubuh yang lebih kecil barusan menepuk dan mengajaknya untuk keatas.
Sekali lagi ia menoleh keatas dan melihat anak lelaki itu kini melambai dengan kedua tangannya, wajah anak itu terasa begitu familiar hingga dirinya sadar anak itu adalah rupa anak-anak dari pria yang bertarung dengannya dalam kegelapan saat mencari Jaemin yang hilang dikediaman Tuan Han.
Tunggu..
Ia melangkah menaiki tangga untuk mendekati pintu kaca yang memantulkan wajahnya, Jayden melihat dengan jelas pantulan dirinya yang saat itu masih kecil bersurai putih dengan pakaian berwarna hitam dan celana jeans biru selutut.
Dirinyakah Lee Jeno?
Denyutan kuat dikepalanya makin menjadi saat kilasan-kilasan masa yang tak diingatnya kini berlarian dalam benaknya. Bagaimana mungkin ia mengenal kedua orang itu? Ia saja tak pernah mengingat sama sekali kenangan masa kanak-kanaknya.
"Arghh!!"
Tubuhnya meringkuk sembari meremas kuat kepalanya yang seolah-olah dengan sengaja menggali dan mencari memori didalam kepalanya yang terkubur dan menghilang selama ini.
"...ya.."
Dengan wajah memerah menahan sakit dikepalanya susah payah Jayden menoleh dan mendapati seseorang berkulit tan yang memanggilnya dengan suara bergema.
"...no-ya..."
"Jeno-ya!!" Panggil Donghyuk sembari menepuk wajah Jayden, pria tersebut berada di ambang sadar tak sadar saat menatapnya, belum lagi pria bersurai terang itu terlihat tengah menahan rasa sakit luar biasa.
"Bawa dia Chenle-ya, Jeno terlalu banyak menghisap asap.."
"Namanya Jayden, bukan Jeno.." Chenle membantu Donghyuk menarik tubuh Jayden untuk bangkit.
"Aku tak perduli siapa namanya yang sekarang, bagiku dia tetap si menyebalkan Lee Jeno.." Donghyuk memindahkan tubuh Jayden pada Chenle ia menangkup wajah pria itu dan menepuknya sekali lagi.
"Yak Lee Jeno!! Kau harus tetap bertahan mengerti, banyak yang ingin kusampaikan padamu bodoh!"
Anggukan pelan dari Jayden membuat Donghyuk bernafas lega "Tetap sadar kumohon padamu." Ia melirik Chenle agar segera pergi membawa Jayden.
"Lalu kau bagaimana Hyung?"
"Masih ada yang harus kulakukan.. Jangan kembali menjemputku, cepat pergi dari sini." Donghyuk menggerakkan tangannya dan melemparkan api yang keluar dari tangannya keseluruh tenda.
Melihat hal itu Chenle segera menarik tubuh Jayden untuk bangkit dan berteleport, iapun mulai sesak karena asap hitam yang semakin mengepul sama seperti malam itu. "Sadarlah Lee Jeno, apa kau tahu tubuhmu sangat berat.." Chenle terus berusaha membopong tubuh Jeno untuk menjauhi tenda yang semakin terbakar, api berkobar dan menghasilkan energi panas yang semakin besar.
Dirinya kelelahan hanya untuk berteleport, sehingga ia hanya bisa menggunakannya untuk jarak pendek, setidaknya saat ini mereka sudah lebih dekat dengan bukit.
Donghyuk melihat sekeliling, samar netranya dapat menangkap siluet bayangan mereka yang berharap ingin masuk kedalam tanpa mengetahui bahwa didalam hanya tersisa sebuah bom hidup.
Ia menutup kedua matanya dan mengangkat kedua tangannya yang mengepal secara perlahan dengan api yang membakar dari kedua kepalan tangannya, semakin lama api dari kedua tangannya semakin besar dan membakar seluruh tubuhnya menghasilkan energi panas yang hampir sama seperti 15 tahun lalu.
Ia menghisap seluruh energi panas tersebut dalam sekejap hingga api yang berkobar menghilang dalam hitungan detik, seluruh energi panas kini terkumpul dalam tubuhnya.
Melihat api tiba-tiba menghilang para prajuritpun segera berlarian masuk kedalam tenda berniat untuk menyerang siapapun yang berada didalam.
"ARRGHH!!!"
Namun bukannya dapat menangkap siapa-siapa justru yang muncul kemudian adalah ledakan kuat yang keluar dari tubuh Donghyuk beserta dengan api yang membakar seluruh sirkus, dan membakar seluruh prajurit yang berada didepan tenda tanpa tersisa.
Bahkan membuat Chenle dan Jayden terlempar karena kuatnya ledakan yang dihasilkan oleh Donghyuk.
"Apa yang terjadi?" Lucas menatap Mark yang berada di bukit dan kini tengah menatap khawatir kearah sirkus, ini lebih besar dari sekedar ledakan bom biasa. "Apa ada bom disana? Mengapa tempat itu bisa meledak?"
Mark tidak menjawab, ia meminta tolong pada Lay agar menjaga mereka semua termasuk Lolly. Dirinya melangkah menuruni bukit menuju area sirkus. Johnny dan Lucas mau tak mau mengikuti sedangkan Jaemin ditahan oleh Youngwoon agar tetap disini bersama mereka.
Bagaimanapun diantara mereka semua Jaeminlah yang terlemah "Tetaplah disini, Lay butuh bantuanmu.."
Ketiganya berlari lebih cepat saat melihat Yangyang dan Somi tengah menghampiri tubuh Jayden dan Chenle yang tak sadarkan diri ditengah rerumputan yang berada tak begitu jauh dari bukit.
"Jayden?!" Lucas segera menepuk wajah Jayden agar pria itu sadar namun rasanya nihil, mereka berdua butuh bantuan medis karena pasti Lay pun sudah lelah harus menggunakan kekuatannya secara terus menerus.
"Bawa Jayden.. Dan Chenle terlebih dahulu di bukit, diriku akan kesana mencari Ten." Perintah Johnny pada Lucas, ia segera menyusul Mark, dan Yangyang mengikuti dari belakang ia masih ingin membantu lagipula dirinya penasaran dimana Winwin dan meninggalkan Somi agar membantu Lucas untuk membawa Chenle dan Jayden kebukit.
"Donghyuk?!"
Mark memanggil sahabatnya saat ia melihat mayat para prajurit yang menyerang mereka tadi kini sudah habis terbakar didepan sirkus tubuh mereka hitam dan kaku seperti kayu akibat panasnya api yang membakar tubuh mereka.
Dirinya melangkah memasuki area tenda yang kini sudah rata dengan tanah dan habis terbakar tanpa sisa sama sekali. Dirinya berusaha menemukan Donghyuk diantara reruntuhan atap tenda "Donghyuk-ah..." Mark mengangkat beberapa batang kayu yang masih mengeluarkan asap, ia tak perduli lagi bahwa telapak tangannya akan terluka karena terbakar, hingga ia menemukan Donghyuk disana tertimbun.
"Donghyuk!!" Ia memindahkan sendiri tumpukan kayu dari bagian atap tenda yang menimpa Donghyuk, pria itu tidak memiliki luka bakar sama sekali, namun pelipis dan bagian tubuh lainnya terdapat luka gores yang cukup dalam.
Dengan berhati-hati Mark menarik tubuh Donghyuk hingga masuk kedalam dekapannya dan mengecek nadi kehidupan pria tan tersebut, Mark menghela nafas lega saat merasa ada denyut kehidupan disana. "Syukurlah, syukurlah kau masih hidup Donghyuk-ah.." Kedua lengannya mendekap erat tubuh Donghyuk, ia tak akan pernah bisa membayangkan bahwa dirinya akan kehilangan Donghyuk selamanya.
".... Kau pikir..hhh diriku bisa tewas dengan mudah Mark Lee?"
Suara parau dan lemas dari dekapannya membuat Mark segera menunduk dan menatap Donghyuk yang hanya bergumam namun terlihat enggan untuk membuka kedua matanya, namun Mark tersenyum, tersenyum amat tulus.
"Tentu saja tidak.."
Sedangkan Johnny bersama Yangyang mencari keberadaan Ten dan Winwin yang tak berada di bukit, mereka sama sekali tak berharap akan menemukan keduanya berada ditumpukan para mayat bedebah tersebut.
"Haa!!" Yangyang mengeluarkan suara tertahan ditenggorokannya ketika melihat sebuah tubuh yang berjarak cukup jauh terkelungkup diatas rerumputan, ia segera berlari dan menghampiri tubuh tersebut. Johnnypun mau tak mau ikut menyusulnya untuk memastikan bahwa tubuh tersebut mungkin saja Ten.
Begitu Yangyang membalik tubuh tersebut mereka melihat Winwin disana dengan luka memar disekujur tubuhnya. Panik, Yangyang menepuk wajah Winwin agar tersadar. Namun pria itu membuka kedua matanya dengan tubuh yang tersentak karena terkejut, nafasnya tersengal suara degung dan pening hebat masih menyerang dirinya.
"Hhh hhhh Yangyang.." Winwin meremas kuat lengan Yangyang ".... Mereka...mereka membawa Ten.."
Ucapan Winwin berhasil menarik atensi Johnny yang sedari tadi sudah merasa khawatir "Siapa? Siapa yang membawanya? Bukankah mereka semua tewas?"
"Mereka pergi..dengan van hitam sebelum ledakan.."
Johnny teringat..
Mobil mereka melewati van berwarna hitam sebelum terhenti dibukit, sial!! Seharusnya ia menyadari bahwa tak mungkin ada van yang lewat disana dan tak memperhatikan kebakaran yang terjadi di sirkus.
Ia segera mengeluarkan ponselnya dari dalam saku dan menghubungi Yunho ".... Mereka.. Mereka mengambil Ten." Hanya sebuah kalimat, ia hanya perlu menyampaikan sebuah kalimat. Johnny segera memutuskan panggilannya dan membantu Yangyang untuk membawa Winwin agar segera diobati.
⇨ Us ⇦
Yunho melangkah memasuki lorong asrama, bersama dengan Jongdae dan Minseok. Sejujurnya mereka bertiga sudah amat lelah dengan apa yang terjadi hari ini, terlalu banyak hal yang harus mereka lalui hanya dalam waktu satu hari.
Tanpa memikirkan sopan santun Yunho menggedor pintu kamar asrama khusus yang ditempati oleh Jaejoong bahkan tak ada nada halus yang terdengar dalam ketukan kasar serta bernada cepat tersebut.
Jaejoong yang baru saja mengganti pakaiannya dengan setelan piyama tidur berwarna maroon menatap kesal kearah pintu, bukankah dirinya sudah mengatakan bahwa ia tak akan pernah diganggu tentang masalah pekerjaan jika kedua kakinya sudah menyentuh kamar asramanya?
"Aku tidak tuli sialan!" umpatnya saat membuka pintu kamarnya dengan kasar agar ketukan cepat tersebut berhenti.
Namun belum ia melihat siapa tamunya, tubuhnya terdorong kembali belakang masuk kedalam rumah dengan kerah leher yang dicengkram kuat. Bahkan sang tamu tak segan-segan memasuki kamar asramanya dengan tanpa rasa hormat hanya untuk menyerangnya secara terang-terangan.
"Apa kau sudah gila Kim Jaejoong!!"
Pria pucat itu menyentak tangan Yunho dari kerah piyama tidurnya dan merapikannya, ia menatap tak suka pada tamu tak diundangnya ini yang tiba-tiba saja bertindak kurang mengenakan dikediamannya.
"Seharusnya diriku yang menanyakan hal tersebut Jung Yunho-ssi, apa yang kau lakukan di kamarku di jam seperti ini dan melakukan tindakan yang tidak mengenakan! Kau ingin kulaporkan pada polisi?"
Jongdae dan Minseok yang masih berdiri diluar kamar Jaejoong kini saling melempar tatapan, bagaimanapun juga mereka tahu kalau kedua manusia didalam yang kini tengah saling beradu mulut adalah bekas sahabat.
Baiklah 'bekas' adalah kata-kata yang terlalu kasar, mari kita katakan kedua pria dewasa didalam yang tengah beradu mulut tersebut pernah bersahabat dimasa lampau. Kedua bawahan Johnny tersebut memutuskan untuk berbalik badan saja dan pura-pura tidak melihat apa yang tengah terjadi dihadapan mereka.
"Mengapa kau sungguh LICIK Kim Jaejoong! Apa kau sangat membenci orang-orang seperti kaumku?!"
Jaejoong menyipitkan matanya tanda tak paham apa yang dimaksudkan oleh Yunho "Sebenarnya apa yang kau bicarakan diriku bahkan belum menyentuh kaummu sedikitpun Jung Yunho!"
"Lalu kejadian malam ini?! Kau mau berkelit apa tentang kejadian malam ini!!"
Jaejoong mendecih kesal kemudian mendorong Yunho agar keluar dari kamarnya "Kau benar-benar sudah gila, eoh! Pergi keluar dari kamarku sialan, kau mengangguku!"
Namun bersamaan dengan itu Jongdae dan Minseok justru melihat komisaris Song dengan pakaian rumahannya berlari tergopoh-gopoh di lorong asrama menghampiri mereka.
"Komisaris Song.." Sapa keduanya sembari membungkuk berbanding terbalik dengan keadaan Jaejoong dan Yunho yang masih saling beradu mulut dan saling mendorong. Pria paruh baya itu hanya menganggukkan kepalanya menanggapi sapaan dari Jongdae dan Minseok namun tak dapat menutupi raut khawatir dan panik dari wajahnya.
"Komisaris Kim.."
"Pergilah, sudah kukatakan diriku sama sekali tidak ada hubungannya dengan pekerjaan jika kakiku sudah menginjak rumah, apa kalian berniat membuatku murka eoh?"
"Cih, apa kau sedang menciptakan alibi untuk dirimu sendiri eoh? Disaat kau berkata dirimu tak berhubungan dengan pekerjaan namun dari tempat ini kau memimpin anak buahmu untuk menangkap seorang pemuda diluar sana!"
"Apa kau tengah menuduhku tanpa bukti Komisaris Utama Jung?!"
Komisaris Song yang berada diantara keduanya hanya bisa beberapa kali menelan ucapannya, hingga akhirnya pria paruh baya itu membentak kedua pria yang lebih muda dari dirinya itu.
"YAAK!! APA KALIAN TIDAK BISA MENGHARGAIKU SEBAGAI SEORANG PAK TUA!"
Baik Yunho ataupun Jaejoong berhenti saling meneriaki satu sama lain dan menatap Komisaris Song yang baru mereka sadari terengah-engah, mungkin pria tua ini berlari.
Menelan rasa kesal didalam dada keduanya Yunho keluar dari kamar Jaejoong ia hampir melangkah pergi namun Komisaris Song menahannya "Aku juga harus mengatakan ini padamu Komisaris Jung, ini berhubungan dengan kalian."
"Apa maksudnya?"
"Subjek milik kalian berdua, E-04 dan X-88 menghilang dari laboratorium."
Keduanya terkejut "Apa?!"
Hanya kurang dari 10 menit Jaejoong sudah mengganti pakaiannya dari baju tidur menjadi pakaian biasanya yang lebih sopan untuk digunakannya menuju laboratorium, ketiganya melangkah menuju laboratorium bersamaan sedangkan Jongdae dan Minseok ditugaskan oleh Yunho untuk memanggil Aiden agar datang menuju laboratorium sekarang juga setelahnya mereka berdua bisa kembali pulang untuk beristirahat.
"Siapa orang bodoh yang melakukan hal ini?!" Umpat Jaejoong kesal begitu melihat keadaan laboratorium, bagaimanapun ia membenci pengerusakan. Setelah subjeknya di ambil orang tak bertanggung jawab bahkan merusak laboratorium mereka sampai seperti ini.
Lampu menggantung dilangit-langit, ruang kaca yang pecah, peralatan medis yang berserakan diatas lantai dan beberapa tenaga medis yang terluka termasuk Hendery, dokter medis khusus dari subjek X-88 yang kini tengah mengompres luka di wajahnya padahal pelipis dan bahunya pun terluka hingga mengeluarkan darah namun dirinya sibuk dengan komputer dihadapannya dan sebungkus es di tangannya.
Yunho mengelilingi seisi lab yang sudah sangat berantakan sambil mendengarkan Jaejoong mengomel pada beberapa penjaga dan pekerja, mengapa tak segera melapor saat mereka diserang mengapa melapor justru setelah penyerangan sudah terjadi?
Dan Yunho membenarkan hal itu, segala kerusakan yang ditimbulkan oleh penyusup itu benar-benar membuat kepalanya berdenyut sakit.
Pintu laboratorium terbuka dengan lebar Aiden terkejut bukan main melihat keadaan didalam sana yang benar-benar berantakan, dirinya baru saja bertatap muka dengan Hyukjae tadi sore setelah dirinya usai berbincang bersama Yunho dan Johnny tentang kenyataan yang selama ini dirahasiakan oleh mereka berdua.
"Aiden.."
"Apa yang terjadi? Dimana Hyukjae?"
"Hyukjae?" Jaejoong mengulang nama itu, siapa Hyukjae?
Aiden dengan terburu-buru menghampiri Jaejoong yang menatapnya dengan penuh tanda tanya dan secara tiba-tiba menarik kerah pakaian pria pucat tersebut "Kau! Kau kemanakan subjek E-04?!"
"Aiden!" Yunho segera menahan pria itu untuk meluapkan emosinya, dirinyapun kesal mengetahui Hyukjae menghilang dari tempat ini, namun bukan hanya Hyukjae namun juga subjek milik Jaejoongpun hilang. Perlahan namun Yunho bisa membuat Aiden melepaskan cengkramannya pada leher Jaejoong.
"Apa kau juga sudah gila seperti Jung Yunho, ada apa dengan kalian berdua eoh??!" Umpatnya kesal, Jaejoong kemudian menatap Komisaris Song. Baru tadi Yunho menarik kerahnya dan kini anak ingusan ini juga menarik kerahnya dengan kesal, mengapa dirinya disalahkan??
"Temukan subjekku, periksa CCTV atau apapun temukan siapa yang melakukan ini jika perlu gunakan ilmu hitam!" Dirinya segera beranjak pergi dari ruang laboratorium setelah memukul sebuah lampu baca diatas meja kerja.
"Tenanglah Aiden, dia sama sekali tidak terlibat, bukan hanya Hyukjae yang hilang tapi subjek miliknya pun menghilang.."
"Lalu apa yang harus kita lakukan? Aku tak ingin ada satupun hal buruk terjadi pada Hyukjae-ku."
"Dirikupun mengerti.. Namun.." Yunho menghela nafasnya "Apa kau tahu bahwa hari ini terjadi penyerangan pada kalian yang tersisa di sirkus milik Ten?"
"Apa maksudmu penyerangan?"
"Sirkus tempat mereka bersembunyi diserang, dan Ten menghilang.... Kemudian adikmu Jayden, dia terluka saat menyelamatkan Renjun.."
Aiden bahkan tak tahu harus berkata apa saat ini ketika Yunho mengatakan bahwa mereka yang tersisa diserang, bahkan ia mendengar adiknya terluka, bagaimana bisa Jayden berada disana??
"Sebentar..."
Hendery mendekati keduanya dan meninggalkan komputernya pria itu tengah mencoba melacak keberadaan kedua subjek yang menghilang namun nihil, tracker yang dirinya pasang pada keduanya sepertinya sudah terlepas.
"Tadi kau berkata bahwa Ten menghilang? Dan sirkus diserang?"
"Kau tahu tentang mereka?" Yunho menatap Hendery dengan waspada, mengapa dia tahu tentang sirkus dan juga Ten? Tahu darimana pria itu?
"Darimana kau tahu tentang mereka?" Tanya Aiden, ia sudah cukup penasaran dengan kode bantuan yang dimaksud oleh pria ini waktu itu, lalu sekarang ia dikejutkan dengan kenyataan bahwa pria ini tahu sesuatu tentang mereka.
Hendery menatap sekeliling "Apa tak apa kita berbicara disini?"
Kedua petinggi tersebut saling melempar pandangan sesaat, mereka memutuskan untuk berbincang ditempat lain saja daripada mengambil resiko dengan berbincang disini. Namun setelah mereka mengantarkan Hendery ke klinik untuk diobati.
Ketiganya kini berada di cafe yang letaknya cukup jauh dari markas, Aiden tak lagi dapat tidur setelah tahu adiknya terluka dan Hyukjaenya menghilang. Dirinya baru saja bekerja seharian karena situs pemerintah diretas begitu saja, sedangkan tersangka satu-satunya enggan untuk berbicara sepatah katapun, pria itu hanya diam saja didalam penjara.
"Tadi sebelum kedua subjek dibawa, ada seorang komisaris datang dan menyerahkan sebuah data padaku agar X-88 melacak keberadaannya. Pada awalnya diriku menolak karena tidak seharusnya dia masih mencari seseorang dijam seperti itu.."
Hendery mengeluarkan selembar kertas yang menjadi surat perintah pencarian untuk X-88. Disana terdapat data diri seorang pria tanpa foto "Siapa dia?"
"Dirikupun tak tahu Komisaris Jung.. Yang kutahu mereka memaksa kami melakukannya jika tidak maka mereka akan menarik para subjek." Hendery membiarkan kertas yang disimpan diam-diam olehnya itu kini dibaca bergantian oleh Aiden dan Yunho.
"Setelah X-88 mencarinya ternyata lokasi pria itu berada di perbatasan kota dekat dengan perbukitan. Setelah mendapatkan lokasinya banyak prajurit berseragam hitam memasuki laboratorium dan mulai menyerang secara membabi buta kemudian mengambil kedua subjek."
"Perbukitan katamu?"
"Ya... Awalnya diriku curiga dengan tujuan pencarian itu, namun status pria itu bukanlah seorang freak jadi diriku tak menghalangi pencarian tersebut, namun kau datang dan mengatakan sirkus diserang diriku baru ingat bahwa lokasi sirkuspun dekat dengan perbukitan.."
"Tunggu sebentar..." Aiden mengerutkan keningnya "Bagaimana caramu menghentikan pencarian?"
Hendery menatap Yunho dan Aiden bergantian ia takut sesungguhnya mengakui siapa dirinya ".... Diriku, adalah seorang freak... Aku dapat mencegah seseorang dari jangkauanku terlacak oleh X-88."
"Bagaimana caramu bisa berada disini dan menjadi seorang dokter?"
Jika mengingat hari itu, hari dimana dirinya dipisahkan secara paksa dengan adiknya dan dibawa oleh pemerintah bersama dengan Xiaojun sebagai alat pertukaran kedamaian antar negara dan dikirimkan ke Neo City untuk dimasukkan ke laboratorium. Tentu saja sama seperti mengorek luka lama kembali, namun memang semuanya terjadi sejak saat itu.
Sepanjang hari yang dilakukan oleh keduanya hanyalah test dan test namun setiap hasil test miliknya ternyata dirubah diam-diam oleh Jaejoong agar hasil test miliknya selalu menyatakan bahwa dirinya adalah manusia, pria itu menarik Hendery keluar dari laboratorium setelah mereka setahun berada didalam sana.
"Apa maumu?!" bentak Hendery remaja yang tak suka dirinya diselamatkan sedangkan Xiaojun tertinggal didalam sana.
Jaejoong melemparkan berbagai buku kehadapan Hendery "Jika kau masih ingin mendampingi Xiaojun disana, belajarlah, jadilah seorang dokter. Jangan sia-siakan apa yang sudah kulakukan untuk menolongmu, demi menutupi identitas aslimu."
"Kau tidak mungkin menolongku hanya dengan alasan mudah seperti itu... Apa alasanmu sebenarnya Tuan Kim?"
Jaejoong menatap Hendery, anak ini benar-benar tidak bodoh ".... Jika suatu saat kekuatan Xiaojun digunakan maka diriku membutuhkanmu untuk melindungi seseorang.. Jadi belajarlah dengan benar, atau kau tak akan pernah bisa melihat Xiaojunmu lagi." usai mengucapkan itu Jaejoong pergi meninggalkan Hendery didalam kamar mewahnya.
Yunho terdiam, ia terkekeh pelan antara merasa miris akan keadaannya dengan Jaejoong saat ini dan sedikit kebahagiaan dalam benaknya akan kenyataan bahwa pria itu ternyata berniat melindunginya dengan menggunakan Hendery.
"Lalu Ten? Bagaimana kau mengenalnya?"
"Setahun yang lalu.. Diriku bertemu dengannya dan Renjun-ssi."
Masih teringat dengan jelas bahwa tubuhnya didorong dengan kasar oleh Renjun, ia memang freak yang tak dapat di deteksi oleh kekuatan Xiaojun namun dirinya belum paham bagaimana caranya agar tak terdeteksi oleh manusia.
Dan kini disinilah ia berada, disebuah gang sempit dengan Renjun yang menahan lehernya menggunakan lengan bajanya. "Lepaskan dia Renjunie, kau bisa membunuhnya.."
"Ck.. Kau benar-benar merusak kesenanganku Hyung.." mau tak mau Renjun melepaskan Hendery yang kini terbatuk dihadapannya "Maaf, mungkin tanganku ini tanpa sadar menekan lehermu terlalu kuat."
Hendery hanya bisa menatap ngeri pria berwajah manis namun memiliki senyum mengerikan dan tangan baja dihadapannya, netranya berpaling pada pria disampingnya, hanya menatap kedua mata kucing itu Hendery tak tahu harus melakukan apa. Seharusnya ia bisa lari saat ini atau setidaknya berteriak untuk meminta tolong.
"Namaku Ten, diriku dan dirimu adalah sesama freak. Suatu saat kau dan temanmu itu akan ditempatkan di lab bersama dengan Hyung-ku. Jadi kumohon bantuanmu."
"Mengapa diriku harus membantumu? Tak ada untungnya bukan bagiku?"
"Benarkah? Bukankah sesama freak harus saling membantu satu sama lain? Lagipula, adikmu hidup aman dan nyaman bersama kami."
Awalnya Hendery sama sekali tak percaya dengan ucapan Ten, bagaimana bisa adiknya berada didaratan Neo City? Bukankah mereka meninggalkan adiknya seorang diri saat menyeretnya dan Xiaojun untuk pergi?
Namun dengan kedua netranya ia melihat seseorang melangkah memasuki gang sempit, memperlihatkan sosok sang adik yang kini sudah beranjak dewasa, adik tirinya yang hanya berbeda ayah dengannya namun menjadi sesama freak seperti dirinya karena mereka memiliki darah yang sama dengan ibu mereka.
"Yangyang?"
Pria itu berlari menghampiri Hendery dan memeluk kakak yang sudah sangat lama tak ditemuinya tersebut. Ia datang kenegara ini setelah bekerja susah payah agar dapat menaiki kapal ilegal hanya untuk menemukan Hendery.
Berharap ada setitik saja kesempatan untuk bertemu dengan kakak tirinya tersebut. Namun ia hanya menemukan orang-orang jahat, beruntung ia menemukan sirkus selama dirinya mencari tempat untuk tinggal di negara asing tersebut.
"Bagaimana bisa kau berada disini?"
Yangyang segera menjawab dengan bahasa isyarat karena dirinya bisu sejak kematian ibu mereka, Hendery yang paham pun segera menoleh pada Ten dan Renjun.
'Mereka orang baik yang merawatku, mereka sama seperti kita Ge, mereka freak. Kumohon bantu kami agar tak ada yang bisa melacak kami, kekuatanku saja tak akan cukup untuk menghalau mereka, akan kami pikirkan cara untuk mengeluarkanmu dan Xiaojun dari sana.'
Menatap gerakan tangan dan mata Yangyang sejenak membuat Hendery terdiam, jika dirinya bisa bertahan sejauh ini seharusnya ia bisa bertahan lebih lama lagi. Anggaplah dirinya membalas budi pada sekumpulan freak yang sudah menolong adiknya tersebut.
"Tapi, bagaimana cara kalian menemukanku? Kau tak akan pernah bisa mendeteksi keberadaanku sekalipun." tanya Hendery pada Ten yang sedari tadi diam saja menatap pertemuan kakak dan adik tersebut.
"Tugasku hanya melihat memori dari kepala Yangyang sisanya yang bisa mencarimu adalah dia.." Ten melirik pada Renjun, manusia seutuhnya yang kini sudah menjadi seorang pembunuh.
"Kalian pergilah dulu, diriku ingin menyampaikan sesuatu pada pria ini."
Menurut Yangyang dan Renjun pun beranjak pergi setelah Hendery memberikan pelukan hangat pada adik tirinya tersebut. Ten segera menghela nafasnya "Ada yang harus kau jaga disana, anggap ini permintaan khususku."
Henderypun menganggukkan kepalanya tanda mengerti, tak masalah baginya. Berkat Jaejoong ia dapat melatih kekuatannya lebih dalam lagi, "Siapa yang harus ku jaga?"
Ten hanya memberikan selembar kertas yang sudah bertuliskan nama serta rupa orang yang harus dijaga olehnya "Sesungguhnya kekuatan Yangyang saja sudah cukup untuk menjaga kami para freak di sirkus. Namun tidak akan ada yang menjaga freak di kota, oleh karena itu kumohon bantuanmu."
Pria bermata kucing itu membungkuk kemudian beranjak pergi menyusul Yangyang dan Renjun menyisakan Hendery yang kini tengah membaca deretan nama-nama freak yang harus ia jaga dan ternyata bekerja di pemerintahan.
Johnny Seo, Aiden Lee, Jung Yunho, Jayden Lee, Kim Jungwoo, Na Jaemin, Zhong Chenle.
Karena itulah Hendery segera mendekati Aiden ketika melihat pria itu masuk dan menghalangi mereka memasukkan Xiaojun sebagai subjek pendamping E-04, ia memberikan kode pada Aiden agar tenang karena dirinya yang akan melindungi mereka semua.
"Jujur saja diriku tak mengerti mengapa melacak pria itu justru terhubung dengan sirkus."
Sekali lagi Yunho menarik kertas yang berada di atas meja, ia seperti familiar dengan nama ini sebelumnya. Akhirnya ia menghubungi Youngwoon yang tadi memberi kabar bahwa pria itu membawa para freak pergi ketempat yang lebih aman untuk melakukan pengobatan dan penyembuhan.
"Ya... Yunho-ya?"
"Aku ingin bertanya padamu Hyung.. Apa kau mengenal seseorang bernama.." ia menatap lagi kertas dihadapannya "Nakamoto? Nakamoto Yuta.."
Disana Youngwoon menatap Lay karena panggilannya ia biarkan didengar oleh yang lainnya "Ada apa?"
"Mereka melacak pria itu hingga pasukan bisa menyerang sirkus, dan Subjek di laboratorium menghilang.."
"Apa maksudmu menghilang Yunho-ya?"
Yunho memijit kepalanya yang semakin berdenyut sakit "Hyukjae hilang bersama dengan subjek milik Jaejoong, Xiaojun pun menghilang. Entah siapa yang mengambil mereka dari laboratorium. Saat ini petunjuk yang tersisa hanyalah nama terakhir yang di lacak.."
Lay menatap Mark yang kini menatap horor pada Youngwoon, mereka berada didalam truck besar yang membawa mereka semua menjauh dari bukit. Dirinya dan Mark bahkan Yangyang paham siapa yang dilacak oleh pemerintah.
Somi menatap teman-temannya yang masih terbaring lemas namun ia menatap pria bersurai coklat panjang yang juga tak sadarkan diri dengan luka bakar di punggungnya.
"Apa mereka melacak Yuta Hyung? Bagaimana mereka tahu tentang Yuta Hyung? Sedangkan dia adalah residivis yang baru keluar dari penjara 6 tahun lalu." ujar Mark.
"Bagaimana Hyung? Apa kau kenal dengan nama itu? Sungguh diriku seperti familiar namun aku tak ingat darimana pernah mengingatnya..."
"Yuta... Kau lupa, Yuta adalah anggota Sirkus milik Ten. Namun dia baru keluar dari penjara 6 tahun lalu..."
Youngwoon mencoba untuk memutar memorinya apa ada yang tahu tentang Yuta selain dirinya dan Yunho, telapak tangannya menepuk-nepuk keningnya beberapa kali hingga terhenti saat ia ingat sesuatu..
"Ten merekrut anggota baru untuk sirkusnya.."
"Benarkah? Dia akan semakin sibuk Taeyong-ah.."
"Ya Appa.. Namun aku tak paham mengapa Ten menerima pria itu sebagai anggota, dia seorang residivis.."
Youngwoon terkekeh sembari menyeruput tehnya dimeja dapur bersama dengan Taeyong yang datang mengadu padanya "Kau harus percaya pada Ten... Dia tak pernah salah menilai orang lain bukan..."
"Memang siapa orang itu? Jika dia macam-macam Eomma akan memberikannya pelajaran.."
Taeyong dan Youngwoon menoleh pada Taeyeon yang tengah mencuci piring dan kini mencubit udara membuat keduanya terkekeh akan tingkah wanita tersebut.
"Yuta.. Nakamoto Yuta.."
Prang!
Keduanya terkejut saat mendengar piring yang pecah dan terjatuh kelantai, Youngwoon segera berniat untuk bangkit berdiri membantu istrinya membersihkan pecahan piring namun Taeyong sudah membantu terlebih dahulu.
"Ah maaf, Eomma terkejut mendengar nama mengerikan itu. Rasanya ingin segera Eomma hilangkan saja.."
Kejadian itu baru teringat dikepalanya saat ini, seharusnya ia curiga dengan bagaimana cara Taeyeon mengucapkan kalimat tersebut dengan penuh rasa tak suka.
"Sepertinya.. Aku tahu siapa yang melacak Yuta.."
Yunho diam berusaha mendengarkan, ia bahkan menspeaker phone ponselnya agar Aiden dan Hendery juga mendengarnya.
"Jika tebakanku benar, maka orang yang mencari Yuta dan mengambil subjek milikmu dan Jaejoong adalah orang yang sama."
Youngwoon menunduk, ia kembali memijat keningnya ".... Kim Taeyeon, istriku yang melakukannya."
⇨ To Be Continued ⇦
Tidak ada komentar:
Posting Komentar