myCatalog

Senin, 31 Agustus 2020

US - TWENTY SIX


* US *

-

-

-

-

-








NEO CITY

2044

Drrrtttt

Suara getar ponsel dari atas meja kayu ditengah ruangan berlarian masuk ke indera pendengaran Aiden, ia terbangun dari tidur kurang nyenyaknya di sofa yang berada diruangan kerjanya sendiri. Tangannya meraba meja dengan mata tertutup mencoba mencari keberadaan ponsel miliknya, setelah menemukannya Aiden segera meraih ponsel hitam tersebut dan menerima panggilan usai dirinya benar-benar sadar dan mendudukkan diri diatas sofa.

"Hmm ya?" suara serak khasnya bangun tidur terdengar menyapa sang pemanggil, dirinya mungkin baru tidur 4 jam jika dihitung-hitung.

"Kau baru bangun Donghae Hyung?"

"Hmm iya.."

Sedetik

Dua detik

Aiden benar-benar membuka lebar kedua matanya yang sebelumnya terasa amat sangat berat dan menatap layar ponselnya untuk memastikan siapa yang menghubunginya ia berkedip beberapa kali menatap nama panggilan dari sang adik, tapi baru saja dia memanggil Aiden apa? Apa dirinya salah dengar??

"K-Kau memanggilku apa tadi?"

Jayden terkekeh mendengar reaksi Hyungnya tersebut, ia menatap sekeliling Sapphire City dari atap rooftop gedung tempatnya kini bernaung untuk sementara waktu sampai keadaan aman "Dong-Hae-Hyung.. apa kau terkejut mendengarnya Hyung?"

"Yaaak!! Kau, kupikir aku akan kehilanganmu saat mereka mengatakan kau terluka, dan sekarang kau tiba-tiba menghubungiku seperti ini secara tiba-tiba..."

Ia menjauhkan ponsel dari telinganya, Jayden masih mencintai gendang telinganya saat ini. Dan tak berniat membiarkan Aiden memecahkannya dari sambungan telepon "Berterima kasihlah pada besi besar di sirkus yang menimpa kepalaku hingga diriku mengingat semuanya.."

"Tapi, kau benar-benar sudah ingat semuanya?"

Jayden mengangguk, namun karena ia sadar Aiden tak melihatnya maka dirinyapun segera berdehem pelan "Tentu Hyung, aku ingat semuanya, aku mengingat apa yang terjadi malam itu dan hari-hari sebelumnya.. Kuingat semuanya dengan jelas."

"Maafkan Hyung yang masih belum bisa menyelesaikan apa yang harus diselesaikan hingga kau masih berada disini sampai ingatanmu kembali.."

"Apa yang kau katakan eoh?" Jayden menghela nafasnya pelan "Mulai saat ini, berbagilah denganku Hyung, jangan menanggungnya seorang diri. Diriku pun tetap bagian dari House of Heaven bukan?"

"Baiklah, baiklah, jika ingatanmu tak kembali mungkin diriku masih berpikir kau adalah adik kecil yang harus kulindungi."

Dalam diam dan mendengarkan ucapan Jayden diseberang sana ia menatap ruang kerjanya dan terkekeh, ia merindukan adiknya berkali-kali lipat setelah mengetahui bahwa adiknya sudah mengingat dirinya dan masa lalu mereka.

"Apa kau yakin dirimu sudah baik-baik saja? Katamu kau tertimpa besi di sirkus bukankah itu akan membuat kepalamu semakin besar?"

"Yak Hyung... Kepalaku tidak besar, lagipula pengobatan ditempat ini amat sangat canggih dan diriku sangat aman disini. Aku akan kembali besok atau lusa mungkin, ada yang masih harus kukerjakan disini."

Aiden memijat pangkal hidungnya, ia sudah hafal dengan cara berbicara adiknya jika sudah mengatakan kalimat 'Masih ada yang harus kukerjakan' bersyukur dirinya masih dikabari. "Ya, ya, ya, pulanglah jika sudah mendapatkan hasil. Dirikupun harus mengurus sesuatu disini, apa kau sudah dengar tentang subjek yang hilang?"

"Ya.. Aku sudah dengar.. Kami akan memulai penyelidikan disini."

"Baguslah, diriku dan Paman Jung pun memiliki sedikit rencana, semoga rencana tersebut berhasil dan menguntungkan bagi kita... Jay.. Ah Jeno-ya..."

Keduanya tersenyum, rasanya sudah amat sangat lama tidak mendengar nama tersebut terucap dan terdengar ditelinga dan mulut masing-masing, usai mengucapkan salam perpisahan keduanya memutuskan sambungan.

Aiden segera beranjak bangkit dari sofa dan merenggangkan otot-ototnya yang terasa kaku, ia berniat untuk menemui Yunho usai membersihkan diri di asrama. Langkah jenjangnya melangkah pasti menuju asrama yang ditempati olehnya dan Jayden.

Dengan kartu pass khusus miliknya Aiden membuka pintu kamarnya namun dirinya terkejut saat melihat isi kamarnya yang sudah berantakan. "Apa-apaan ini?"

Ia segera mengeluarkan pistol dari balik sakunya dan mengarahkan pistol tersebut kedalam kamarnya sembari menatap kesegala arah ia berjaga-jaga jika pelaku pembobolan yang mengacak-acak kamarnya masih berada didalam kamar.

Ia mengecek balik lemari dan kamar mandi serta bawah kolong tempat tidur namun hasilnya nihil, tak ada siapapun, Aidenpun menyimpan kembali pistol miliknya dan segera menghubungi Yunho.

"Ada yang membobol kamarku..."

"Membobol kamarmu? Apa maksudmu?"

"Sepertinya mereka mencari sesuatu dikamarku.."

"Apa ada barang yang hilang? Aku akan kesana.."

Sambungan terputus, Aiden segera mengecek seluruh barang dan benda dikamarnya namun tak ada satupun barang yang hilang, lagipula tak ada benda berharga dikamarnya ini, emas dan uang miliknya tentu saja ia simpan dengan baik didalam bank yang dirinya rahasiakan dari negara.

Tak lama Yunho datang bersama dengan Johnny yang sudah kembali dari Sapphire City sejak subuh tadi. "Bagaimana? Ada barang yang hilang?"

"Tak ada.. Jika tak ada barang yang hilang untuk apa kamarku dimasuki seperti ini?"

"Mungkin mereka mencari sesuatu Hyung, apa kau menyimpan sesuatu?"

Entah bagaimana Aiden teringat dengan kotak milik Dokter Park yang masih disimpannya "Tutup pintunya.." setelah Johnny menurut dengan menutup pintu kamar Aiden pria itu segera berjongkok dan membuka salah satu ubin dibawah tempat tidurnya.

Kotak tersebut masih ada, Aiden bisa bernafas lega. Namun seingatnya memang tak ada apapun didalam kotak tersebut selain surat dan kumpulan beberapa foto-foto lama milik Dokter Park bersama keluarganya.

"Kotak apa itu?"

Aiden memindahkan kotak tersebut keatas tempat tidur, ia membukanya dan memperlihatkan isinya pada Yunho serta Johnny. "Kotak ini milik Dokter Park, saat dia menghilang 10 tahun lalu mereka berniat membersihkan mejanya dan kuminta kotak ini agar tak dibuang dengan sedikit sudah payah."

Perlahan Yunho mendekati kotak tersebut dan meraih selembar foto dari dalam sana, dadanya berdenyut kuat menatap potret bahagia keluarga kecil keponakannya dan hyung yang dihormatinya tersebut. Kebahagiaan yang hanya tinggal kenangan, iapun mengembalikan selembar foto tersebut seusai mengatur emosinya.

Belakangan ini emosinya seperti terombang-ambing, tak biasanya Jung Yunho mudah terbawa emosi apalagi sampai mengeluarkan amarahnya di hadapan Jaejoong seperti kemarin. "Apa ada sesuatu yang penting disana?"

"Hanya surat milik Dokter Park, foto keluarga dan beberapa mainan kecil yang sepertinya akan diberikan pada anaknya.."

Lagi, denyut sakit muncul di balik dadanya. Bahkan benda-benda itu tak sempat diberikan oleh Jungsoo pada anaknya "Boleh kuambil dan memberikannya langsung pada Jisung? Kurasa dia membutuhkannya."

Aiden mengangguk, ia baru dengar kemarin bahwa Park Jisung pun ternyata berada di Sirkus para freak bersembunyi disana dengan bantuan Chenle, anak itu sejak kecil memang tak pernah berubah. Walau dirinya tak pernah mengerti mengapa Chenle bisa dengan spontan menyelamatkan Jisung malam itu.

"Aku akan memberikannya secara langsung pada Jisung, dan.. kalian yang akan menemui Doyoung."

Johnny dan Aiden mengangguk setuju dengan perintah dari Jung Yunho, pria tan itu pergi lebih dahulu setelah meraih kotak tersebut meninggalkan kedua bawahannya.

"Tunggulah, diriku akan mandi sebentar dan berganti pakaian.."

"Baik Hyung.."

Menurut, Johnny mendudukkan dirinya di tepi kasur milik Jayden. Ia mengeluarkan ponselnya dan menatap wallpaper ponselnya yang menggunakan selfie wajahnya dan Ten saat kencan tahun pertama mereka.

Semua seakan-akan terlalu rumit, ia tak tahu dimana Ten berada bahkan dirinya tak tahu keadaannya saat ini seperti apa, jika memang Taeyeon yang menyerang sirkus, untuk apa dia melakukan itu?

Untuk apa juga dia membawa Ten bersamanya? Bahkan juga membawa kedua subjek yang berharga bagi mereka para freak entah sebenarnya apa yang direncanakan wanita itu sebenarnya.

Us

Suara mesin dan cahaya lampu yang terlalu terang serta bau alkohol yang sangat menyengat itu yang pertama kali dilihat dan dirasakan oleh Ten saat dirinya membuka kedua matanya secara perlahan, entah sudah berapa lama dirinya tertidur.

Beberapa orang berpakaian serba putih yang tertutup dari atas kepala hingga ujung kaki menarik seluruh perhatiannya, dimana dirinya?

Kepalanya perlahan bergerak untuk menoleh kearah kanan dan kiri mencoba memahami dimana dirinya berada saat ini, namun nihil. Bentuk tempat ini seperti laboratorium namum lebih besar daripada laboratorium milik Youngwoon di Sapphire City ia mencoba untuk bangkit namun ternyata tubuhnya tertahan.

Ia terikat, ada ikat kulit yang menahan kedua tangan dan kakinya serta ada yang melingkar diperutnya, Ten panik. Apa dirinya tengah dijadikan kelinci percobaan? Dimana yang lainnya?? Apa mereka selamat dari penyerangan di sirkus??

"Kau terlihat panik? Kenapa tak bersuara jika dirimu sudah sadar?"

Suara berat seorang pria menyapa telinganya dan membuat Ten menatap pria yang tertutup pakaian steril dari atas hingga bawah menghampirinya.

"Belum saatnya kau sadar kucing kecil."

Pria itu menyuntikkan sesuatu pada infus miliknya, bahkan Ten baru sadar bahwa tangannya terpasang selang dan jarum infus "Apa yang kau lakukan?!"

Ten kembali mencoba berontak namun tak membuahkan hasil, ia justru merasa nafasnya kian ringan dan kelopak matanya justru terasa semakin berat seolah-olah dirinya kembali mengantuk.

Dan tak lama, pria bermata kucing itu kembali tertidur. Dan pria berpakaian steril itu pergi meninggalkan Ten bersamaan 2 bangsal lainnya yang baru saja datang dan disejajarkan dengan bangsal milik Ten.

Pada ke-3 bangsal tersebut terdapat nomor kode yang berbeda disetiap ujung bangsalnya C-10 untuk Ten dan sisanya E-04 serta X-88 yang tak sadarkan diri karena pengaruh infus yang terpasang pada tangan mereka sama seperti Ten.

Seorang pria tengah berjalan di sebuah koridor dengan map kuning ditangannya, satu stel jas mahal berwarna biru tua membalut tubuhnya. Langkahnya terasa pasti melewati beberapa orang hingga ia memasuki sebuah ruangan di ujung koridor setelah mengetuknya 3x.

"Kau membawa berita apa untukku?"

Pria tersebut mendekati meja kerja seorang wanita yang bertanya padanya. Ia meletakkan map berwarna kuning diatas meja wanita tersebut setelah membungkuk memberi hormat.

"Kami akan mulai untuk menarik memori milik C-10 malam ini juga.. Dan.." pria itu melirik map yang sudah dibuka oleh wanita itu "Tak ada satupun dari prajurit kita yang selamat kemarin malam. Dan... Tak ditemukan satupun jasad freak disana."

Wanita itu melempar map yang baru saja dibukanya kehadapan pria tersebut "Hanya beberapa orang freak dan kalian tak dapat mengurusnya?! Kau lihat berapa banyak kerugian karena prajuritku tewas hah?!"

"Bukankah kita tetap mendapatkan subjek yang anda inginkan?"

Wanita itu berdiri dan memukul meja dihadapannya "Sebaiknya, kau pastikan para subjek itu bisa meluruskan rencanaku, dan pastikan juga bahwa para freak bodoh itu tidak mengganggu rencanaku!"

Pria tersebut mengeluarkan ponselnya dari dalam saku dan memperlihatkan berita tentang kemarin malam "Kejadian kemarin malam 100% menjadi tanggung jawab para freak kau bisa tenang tanpa harus memikirkan mereka."

"Baguslah kalau begitu, jalankan semuanya sesuai dengan rencana..." wanita itu meraih tasnya dan beranjak "Diriku harus pulang, mungkin saja suamiku sudah pulang.."

"Baik.."

"Ah.." wanita anggun itu terhenti melangkah dan berbalik "Pastikan kau bisa mengeluarkan anakku dari dalam penjara. Diriku benar-benar tak mengerti apa dia sebodoh itu hingga dapat tertangkap dan terpenjara.." iapun melanjutkan langkahnya keluar dari ruangan khusus miliknya yang berada di gedung keamanan negara.

"Baik Kim Taeyeon-ssi."

Us

Aiden dan Johnny melangkah memasuki penjara bawah tanah yang berada di bagian bawah markas. Keduanya menundukkan kepalanya saat kedua penjaga di depan penjara Doyoung memberikan salam hormat pada mereka.

Pintu penjara dibuka dan terlihatlah Doyoung yang hanya duduk di atas ranjang kerasnya dalam penjara tertutup seukuran dengan kamar mandi dirumah mewahnya.

"Apa kabarmu Doyoung-ssi?" sapa Johnny yang mendudukkan dirinya di kursi kosong yang baru saja dirinya tarik dari sudut ruangan. Sedangkan Aiden lebih memilih untuk bersandar pada dinding ruang tersebut.

Doyoung hanya melirik sekilas, ia malas sebenarnya mendapatkan tamu, ia hanya berharap ibunya datang namun wanita itu sama sekali tak datang menjenguknya, atau setidaknya datanglah untuk mengomelinya.

"Apa kalian membatasi penjengukku hingga hanya kalian yang datang kemari sejak kemarin?"

"Apa kau menunggu ibumu yang datang Doyoung-ssi?" Donghae melipat kedua tangannya didepan dada "Tapi sayang, ibumu sepertinya terlalu sibuk dengan pekerjaannya daripada mengurus kedua anaknya."

"Apa maksudmu?"

"Yang satu terbaring sakit, yang satu mendekam dipenjara, tak ada satupun yang didatangi olehnya. Ia bahkan tak perduli kau akan membusuk di dalam penjara sepertinya.."

Doyoung bangkit dari duduknya dan mendekati Aiden, namun terhalang oleh Johnny yang ikut berdiri dan menggunakan tubuhnya sebagai tameng bagi Aiden "Apa kau berniat menambah masa hukumanmu?"

Mendengar ancaman Johnny mau tak mau Doyoung melangkah mundur "Ibuku pasti datang.."

"Ibumu sibuk dengan pekerjaannya mencelakai para freak jika kau ingin tahu, apa kau pikir dia memiliki waktu sedikit saja untuk memikirkan keadaanmu? Hanya ayahmu yang menanyakan keadaanmu."

Doyoung menggelengkan kepalanya, ia berusaha untuk tak mendengar ucapan Johnny dan Aiden tentang ibunya yang tak memperhatikannya namun justru sang ayah yang menanyakan keadaannya "Tidak, tidak kalian berbohong ayahku tak pernah memperhatikanku!!"

"Oh ya?" Johnny mencengkram kedua bahu Doyoung, ia ingat pernah menemani Tuan Kim dan Paman Jung mencari hadiah ulang tahun bagi Doyoung betapa semangatnya Tuan Kim yang terkenal sangat tegas itu saat mencari sebuah hadiah.

"Sebaiknya kau pikirkan sekali lagi bagaimana perbedaan sikap kedua orangtuamu pada dirimu dan Kim Himchan, agar kau tahu siapa yang benar-benar menyayangimu. Siapa yang menganggapmu benar-benar anak dan bukanlah sebuah bidak catur."

Usai mengucapkan hal itu Johnny mendorong Doyoung hingga terduduk di atas bangsal kerasnya ia kemudian beranjak dan meninggalkan Doyoung bersama dengan Aiden.

Doyoung terlihat meremas surai hitamnya, ia seolah tak ingin menerima kenyataan yang selama ini terekam di dalam kepalanya bahwa memang sang ayah lebih menyayanginya daripada sang ibu.

"Appa!!"

Youngwoon menggendong Doyoung hingga berputar saat mendengar kelulusan sang buah hati dari sekolah menengah atas, berbanding terbalik dengan wajah sang ibu yang terlihat kurang senang.

"Nilai kakakmu jauh lebih tinggi saat lulus, bahkan Taeyong memiliki nilai yang lebih tinggi darimu."

Senyum cerah diwajah Doyoung perlahan menghilang, ia pun turun dari gendongan ayahnya dengan wajah murung. Apa dirinya sebodoh itu? "Tenanglah, kau adalah Doyoung bukan Himchan ataupun Taeyong. Kau pintar.."

Walau sang ayah sudah memujinya namun rasanya ada yang kosong dan kurang dalam relung hatinya "....Terima kasih Appa.."

Doyoung berlari memasuki rumah dan menghampiri ruang tengah dimana sang ayah tengah berjalan mondar mandir sedangkan sang ibu hanya membaca majalah "Aku sudah mendapatkan hasilnya.."

Dengan semangat Youngwoon menghampiri Doyoung yang membawa selembar kertas dalam genggamannya "Bagaimana?"

"Aku diterima Appa.."

"Benarkah? Kau benar-benar hebat Doyoungie.."

Kedua ayah dan anak tersebut tertawa senang karena pria kelinci itu diterima sebagai anggota militer bersama dengan Taeyong.

"Apa yang dapat kau banggakan dengan hal itu? Himchan lebih pintar karena memutuskan melanjutkan bisnis keluarga.."

Ucapan sang ibu membuat kedua pria tersebut berhenti tertawa, ada rasa kecewa dalam relung dadanya namun sedikit terobati dengan tepukan dipunggungnya dari sang ayah.

Sore itu sang Ayah membawa Doyoung berjalan-jalan di taman sembari memaksa untuk membelikannya ice cream walaupun si kelinci bungsu sudah menolak, ibunya selalu bilang bahwa dirinya sudah dewasa berhenti melakukan hal seperti anak-anak.

Namun kadang ayahnya masih memperlakukan dirinya dan Himchan seperti anak-anak walaupun Youngwoon amat sangat tegas pada keduanya tanpa pilih kasih dan pandang bulu siapa yang tua dan muda, siapa yang pintar dan tidak, siapa yang cepat dan lambat, semua dinilai adil dikedua mata ayahnya.

"Dahulu.. Appa melepaskan sekolah militer dan menyerah akan semuanya karena merasa Appa tak mampu. Pamanmu, Jaejoong jauh lebih pintar segala-galanya daripada Appa. Namun kakekmu tak pernah membedakan kami, nenekmu tetap menyayangi kami dengan porsi yang sama."

Youngwoon menoleh menatap anaknya yang kini tengah menikmati ice cream dengan hikmat, membuatnya terkekeh pelan "Jadi.. Walau ibumu terkadang membandingkanmu jangan kau pikirkan Doyoungie, kau tetap yang terbaik bagiku. Dirimu dan Himchan baik di bidang kalian masing-masing.."

Mendengar ucapan ayahnya Doyoung mengangguk senang, walau sesungguhnya dalam relung hatinya masih ada yang terasa kosong disana. Ia butuh ibunya yang mengatakan hal itu juga untuknya agar ia tahu selain memanjakannya berlebihan dan membandingkan berlebihan apa ibunya juga bisa menerima Kim Doyoung apa adanya?

Bhuukk!!

Sejujurnya Doyoung terkejut dirinya bisa memukul Himchan dengan tongkat baseball hingga tak sadarkan diri. Ia hanya takut bahwa Hyungnya itu benar-benar melaporkan sang ibu pada ayahnya atau pada pihak berwajib.

Sudah cukup dirinya hidup di rumah tangga pura-pura kedua orangtuanya tak perlu ditambah dengan perpecahan apapun lagi. Namun rasa takutnya perlahan menghilang karena ini kali pertama sang ibu menatapnya dengan bangga.

"Kau pintar Doyoungie.. Kau memang benar-benar anak kesayangan Eomma, tak salah selama ini diriku amat sangat memanjakanmu. Kau memang satu-satunya anak yang akan menyelamatkan Eomma.."

"....B-Benarkah Eomma??"

Taeyeon menepuk puncak kepala Doyoung dan tersenyum hangat, relung dadanya yang selama ini terasa kosong hampa dan begitu dingin, kini benar-benar terasa penuh terisi bahkan menghangat dengan sendirinya.

"Singkirkan dia... Kau tahu bukan? Himchan adalah anak yang selalu dibanggakan oleh Appamu, kau akan selalu menjadi yang kedua jika dirinya masih ada.."

"Bagaimana bisa diriku menyingkirkan Hyung-ku sendiri Eomma?" Doyoung hampir menolak ide gila Eommanya, namun sentuhan hangat dijemarinya, sikap hangat ibunya, senyuman dan tatapan dalam yang amat dirindukan oleh Doyoung pun berhasil meyakinkannya.

"Jika kau menyayangi Eomma, lakukanlah... Lagipula, kau akan menempati urutan yang pertama atas segala jika Himchan tak ada.."

"Aarrrghh!!!!!"

Doyoung meremas rambutnya ia bahkan memukul pelan kepalanya, ingatan itu kini berputar dalam kepalanya, dirinya menjadi sejahat itu pada sang kakak hanya karena ingin mendapat tempat yang lebih tinggi dihadapan sang ibu.

Selama ini ibunya selalu berkata bahwa Himchan lebih baik, Himchan adalah anak kesayangan semua orang bahkan sang ayah menyerahkan seluruh bisnisnya pada Himchan dan membiarkan anak sulungnya tersebut memiliki bisnis gelapnya sendiri.

Apa iya dirinya hanya anak bungsu yang tak diinginkan??

Tidak.. Jika sejak awal ia bertanya pada Youngwoon bukan pada Taeyeon yang justru dengan sengaja menggunakan perasaannya sebagai kelemahan yang digenggam erat oleh ibunya.

Aiden hanya menghela nafas dam menatap Doyoung yang berteriak dan mulai menangis, ia dan Jayden begitu merindukan sosok orangtua sedari kecil. Namun mereka tak dapat memiliki kesempatan untuk merasakan bagaimana rasanya mempunyai orangtua yang lengkap dan utuh.

Tapi melihat bagaimana Doyoung berakhir seperti ini hanya karena permasalahan orangtua sedikit banyak dirinya bersyukur bahwa dia dan Jayden tak harus mengalami drama keluarga yang begitu kompleks.

Ia perlahan mendekati Doyoung dan mencoba menepuk puncak kepalanya, namun Johnny sudah kembali dengan beberapa orang di belakangnya. Mereka mendekati Doyoung yang masih berteriak tidak menerima kenyataan bahwa ibunya hanya memanfaatkan perasaannya dan membiarkan dirinya berpikir bahwa sang ayah begitu kejam padanya.

Beberapa pria di belakang tubuh Johnny menghampiri Doyoung dan menutup wajah pria itu dengan kain hitam dan menyeret Doyoung keluar dari ruang tahanannya "Kemana kau akan membawanya?"

"Ketempat aman.."

"Apa maksudmu?"

Johnny menunjuk Doyoung yang sudah ditarik keluar "Kau lihat dia? Kita tidak akan mendapat jawaban apapun jika Kim Doyoung seperti itu, kejiwaannya terganggu, dia harus disembuhkan jika kau ingin tahu apa rencana besar ibunya dengan membawa Hyukjae dan Ten serta Xiaojun."

"Aku ikut denganmu.."

Us

Lucas meletakkan secangkir kopi dimeja yang berada di hadapan Jungwoo, usai mengetahui bahwa kakaknya menghilang dari laboratorium bahkan Ten juga dibawa dirinya tak dapat tidur dengan nyenyak bahkan ia selalu memikirkan keadaan Hyukjae, hanya pria itu keluarga miliknya yang tersisa.

"Minumlah, akan kuambilkan sarapan jika kau lapar.."

Jungwoo menggelengkan kepalanya ia meraih jemari Lucas dan mengenggamnya cukup erat, dirinya bahkan tak bernafsu untuk makan saat ini yang ia inginkan hanya merenung disini saja bersama dengan Lucas, sekarang selain teman sesama freak hanya Lucas yang mungkin mengerti keadannya saat ini.

"Mereka pasti akan menemukan kakakmu, mereka juga pasti akan menemukan Ten."

".... Bagaimana caranya?" Jungwoo menghela nafasnya perlahan, ia kembali menatap Lucas terlihat keputusasaan disana mereka bagai buta tanpa Hyukjae dan Ten yang selama ini menuntun mereka.

".... Kau tak akan berpaling untuk mengkhianatiku bukan?"

Pria tan itu tersenyum dan menepuk puncak kepala Jungwoo, sedikitpun dirinya tak tersinggung sama sekali dengan ucapan pria manis dihadapannya. Kepalanya menggeleng pelan "Jika diriku mengkhianatimu itu artinya akupun harus mengkhianati atasanku dan sahabatku. Asal kau tahu saja bahwa diriku masih amat sangat menyayangi nyawaku saat ini dan tak ingin tewas di tangan kalian."
Mau tak mau Jungwoo terkekeh mendengar ucapan Lucas, ia sedikit terhibur. "Minumlah." Dan akhirnya Jungwoo meminum kopi susu yang dibawa oleh Lucas untuknya tadi, hingga ketukan pintu ruang santai dapur tersebut mengalihkan keduanya.

Taeyong sudah berdiri disana "Jika kalian sudah sarapan, kita akan mulai melakukan rapat untuk menyelidiki kasus kemarin." Usai mengatakan hal itu Taeyong segera beranjak pergi.

"Apa Hyungmu yang itu selalu se-kaku ini setiap saat? Hidupnya benar-benar amat sangat serius.." Ujar Lucas, karena memang dirinya tak salah, Ten bahkan jauh lebih santai saat bertemu dengannya pertama kali di sirkus.

"Terkadang.." Jungwoo menghabiskan kopinya ia lalu bangkit dan mengulurkan tangannya pada Lucas agar mereka pergi bersama menghadiri pertemuan yang biasa disebut rapat.

Begitu tiba diruang berbentuk persegi panjang yang dikelilingi oleh dinding baja ia melihat Youngwoon, Jayden, Jaemin, Taeil dan Jongup sudah berada disana, ditambah dengan dirinya dan Lucas serta Taeyong dan Jaehyun yang baru saja masuk.

Mereka duduk mengelilingi meja, Taeil sudah membagikan beberapa lembar kertas disetiap masing-masing meja, pria itu segera beranjak kembali menuju tengah ruangan berdiri didepan semua orang. Sedangkan ditangan kanannya terdapat remote mesin proyektor yang akan membantu presentasinya lagi.

"Kalian siap?"

Semuanya mengangguk, ada yang ragu dengan kesiapan mereka ada yang benar-benar yakin dengan kesiapan mereka. Tentu saja Youngwoon mengangguk yakin walau ia menghela nafas dengan berat membayangkan bahwa..

Klik

Wajah Kim Taeyeon terlihat di hadapan semua yang berada disana menjadi slide pertama.

... Istrinya yang akan menjadi tersangka utama kali ini.

Mereka yang berada disana sudah tak terlalu terkejut melihat wajah Kim Taeyeon muncul dihadapan mereka, namun tentu saja bukan wajah wanita itu yang harus mereka khawatirkan namun apa penjelasan yang akan dijabarkan oleh Taeil pada mereka.

"Sesuai permintaan Himchan-ssi diriku menyelidiki Kim Taeyeon-ssi dengan membobol situs rahasia milik pemerintah yang dirahasiakan. Terima kasih pada Lucas-ssi atas fasilitas yang dipinjamkannya."

Klik

Slide kedua berganti, memperlihatkan sebuah surat keterangan. Taeil menekan salah satu tombol berwarna biru di remot kecil yang seukuran dengan genggamannya dan surat keterangan tersebut menjadi lebih besar.

"Kim Taeyeon-ssi adalah seorang gadis yatim piatu yang tumbuh besar di sebuah rumah singgah yang terdapat di Detroit City tak ada yang berniat mengasuhnya sampai dirinya berumur 12 tahun. Sebuah keluarga berasal dari Jepang mengambil dan mengasuhnya menjadikannya sebagai anak Sulung dari si bungsu yang masih sangat kecil saat itu."

Taeil kembali menggerakkan remotenya agar slide saat ini bergeser kebagian lain dari data yang tengah dibaca olehnya "Pada umur 15-18 tahun Kim Taeyeon menjalani pengobatan kejiwaan karena ia mengalami depresi hebat, dirinya korban 'bully' dan karena hal tersebut akhirnya dia dan keluarga angkatnya kembali pindah menuju Detroit City sampai Kim Taeyeon memasuki jenjang perkuliahan dirinya mulai mengikuti banyak club yang bertentangan dengan keinginan keluarga angkatnya."

Klik

Slide kembali berganti, Taeil menghela nafasnya pelan. "Taeyeon terlibat cukup banyak kasus kekerasan semasa dirinya berada di Detroit City seolah-olah ia membalas apa yang dirasakan olehnya ketika terbully dahulu." Taeil hanya menunjukkan berapa banyak kasus yang mencakup namanya disana, berapa kali gadis itu keluar masuk penjara untuk kasus yang sama.

Hingga slide berhenti di kasus terakhir.

"Hak asuh Kim Taeyeon berpindah pada keluarga Kim saat berumur 20 tahun, karena keluarga angkatnya yang pertama tewas terbantai hanya dalam waktu semalam. Dan setelah itu dia menjalani perawatan kejiwaan pribadi dirumah dan pada umur 21 dijodohkan dengan anda Tuan Kim."

Youngwoon bersandar pada kursi, ia tak habis pikir dengan masa lalu istrinya yang tak pernah diketahui oleh dirinya ataupun siapapun. Wanita itu benar-benar pintar menyembunyikan kebenaran.

"Apa yang terjadi?" Taeyong tak menoleh kedepan sama sekali, dirinya sibuk menatap kertas dalam genggamannya, ia yakin pembantaian tersebut terhubung dengan Kim Taeyeon.

"Menurut laporan dikepolisian Detroit City si bungsu dari keluarga Nakamoto membantai seluruh keluarganya.."

"Siapa?" tanya Jaemin meminta Taeil mengulang apa yang diucapkan oleh pria itu sekali lagi.

"Sibungsu Nakamoto.."

"Apa maksudmu, Nakamoto Yuta?"

Pintu terbuka sosok pria dengan rambut ikal yang sedikit panjang berdiri disana dan menatap Jungwoo yang baru saja menyebutkan namanya. "Ada apa?" pria itu menatap peserta rapat satu persatu yang kini menoleh serempak kearahnya, sepertinya hanya dirinya perwakilan dari sirkus yang dipanggil saat ini.

"Mengapa kalian menyebutkan namaku?"

Seluruh mata kini memandang kearah pria tersebut, Nakamoto Yuta.

Taeil mengembalikan slide menjadi lembar pertama, dan itu mengundang perhatian Yuta yang baru saja tiba. Namun begitu melihat rupa Kim Taeyeon didepan sana kedua netranya membulat terkejut hingga tubuh Yuta tiba-tiba saja lemas, pria itu melangkah mundur kebelakang hingga menabrak tembok dan merosot di dinding sampai memeluk lututnya sendiri dengan jari gemetar hebat.

"O-Onie Chan.."

Pria yang terkenal mengerikan dengan pedangnya itupun bahkan tak berani menatap gambar di depan sana, dia terlihat ketakutan.

Begitu takut hingga Yuta memeluk kepalanya sendiri dan meremas setiap helaian rambutnya dengan kuat dan mulai menjerit ketakutan ia berusaha menyembunyikan wajahnya agar kedua netranya tidak melihat wajah Kim Taeyeon didepan sana yang membangkitkan memori buruk dalam ingatannya 20 tahun lalu.

"O-Oniiee Chan, Onie Chan! Gomenasai! Arghh!"

"Matikan Hyung matikan.." Jongup segera bangkit dan meminta Taeil mematikan mesin proyektor dan ia berlari bersama Jaemin serta Jungwoo menghampiri Yuta yang bergetar ketakutan hanya karena wajah Kim Taeyeon.

"Jadi, wanita itu adalah kakak angkat Nakamoto Yuta yang dituduh membantai seluruh keluarganya?" Ujar Jayden diantara kepanikan yang terjadi diruangan rapat tersebut.

"Jika memang dia yang membantai keluarganya, jika tidak?" Lucas menyahuti tanpa menoleh pada Jayden ia menatap Yuta yang semakin menjadi berteriak ketakutan bahkan menangis saat ini hingga Winwin datang karena mendengar teriakan Yuta dari kejauhan.

"Jika tidak... apa mungkin Eomma.."

"... Kita hentikan rapat.."

Ucapan Taeyong segera di sela oleh Youngwoon, rasanya sudah cukup dirinya menerima rentetan kejahatan sang wanita yang ia pilih menjadi istrinya, pria bertubuh tambun itu melangkah keluar dari ruang rapat.

Taeyong masih menangkap raut sedih di wajah pria yang sudah merawatnya menggantikan Siwon sedari kecil, ia kemudian menatap Taeil dan Jayden sebelum berakhir pada Lucas yang mengangguk mengiyakan ucapannya barusan bahwa mereka memikirkan hal yang sama..

Lagi-lagi, Kim Taeyeon...

To Be Continued

Tidak ada komentar:

Posting Komentar