myCatalog

Senin, 31 Agustus 2020

US - TWENTY ONE



* US *

-

-

-

-

-







NEO CITY

2044

- Present Time -

Minseok memarkirkan mobil dengan asal diparkiran yang berada didalam gedung apartemen, mobil mereka berada tak jauh dari pintu darurat yang akan membawa mereka menuju lantai apartemen Lucas.

"Apa dia sudah sadar?" Jongdae segera turun dari mobil, dia mengambil tas yang berisikan beberapa pakaian bersih serta membantu Jaemin menurunkan peralatan medis yang bisa dibawanya.

"Hyung kau bisa berjalan?" Jaemin dengan dibantu Jayden membantu mendudukkan tubuh Himchan, walaupun sedikit pening namun kesadarannya mulai kembali sedikit demi sedikit, walau dirinya masih meringis menahan sakit yang amat sangat disekujur tubuhnya. Melihat Himchan menganggukkan kepalanya perlahan mereka membantu pria itu turun dari mobil.

"Aku bisa membantu untuk menggendongmu.."

Himchan menggeleng, jika dirinya digendong akan sangat mencurigakan, ia akan berjalan saja walau rasa nyeri seperti tengah menyerangnya secara bersamaan disekujur tubuhnya. "Dia sudah bisa berjalan?" Minseok menghampiri kebagian belakang sambil menutup pintu bagian belakang.

"Aku akan membantunya.."

Sepanjang perjalanan menuju flat milik Lucas, Jaemin membantu Himchan melangkah sedangkan Jayden melangkah lebih dahulu untuk membukakan pintu apartemen Lucas dengan kunci yang diberikan oleh sipemilik usai mereka selesai mengatur strategi di cafe, setelah pintu terbuka lebar semuanya beranjak masuk kedalam satu per satu.

Minseok dan Jongdae sama sekali tak bisa menyembunyikan keterkejutan mereka saat melihat bentuk apartemen nan luas dan terkesan fancy mereka bertanya-tanya apakah benar apartemen nan besar ini adalah milik Lucas? Jika iya seharusnya anak itu tak perlu bekerjapun dia sudah kaya raya tanpa susah payah.

"Istirahatkan tubuhmu disini Hyung.." Jaemin mendudukan tubuh Himchan di sofa yang berada diruang tengah dekat dengan jendela lebar yang menghadap ke kota.

"Aku.. Aku akan mengambil peralatanku.." Jaemin terlihat bingung ingin melakukan apa, ia tak tega melihat keadaan Himchan yang penuh luka seperti ini, tapi pria kelinci itu tak dapat pergi ke rumah sakit hanya untuk sekedar berobat, karena mungkin saja mereka yang menyadari Himchan menghilang akan mencarinya kesetiap rumah sakit dikota ini.

Namun gerakan tangannya untuk mencari tas medis miliknya terhalang karena Jayden menahan lengannya agar berhenti mencari "Kau sudah mengobatinya tadi di mobil kau lupa?" Ia tahu saat ini Jaemin tengah panik, hingga pria itu lupa apa yang sudah dilakukannya.

"Duduklah untuk beristirahat, kaupun butuh beristirahat Jaemin-ssi.." Ia menarik Jaemin untuk duduk di sofa yang juga berada di ruang tengah bersebelahan dengan sofa yang digunakan Himchan untuk beristirahat.

Setelah Jaemin menurut untuk duduk ia menoleh pada kedua Hyung dalm tim nya yang masih menatap sekeliling dengan mulut terbuka. Jayden hampir bisa terkekeh karena hal tersebut terlihat dihadapannya "Duduklah Hyung, wajah kalian benar-benar ingin kurekam dan kuperlihatkan pada Lucas.."

Minseok segera melirik tajam Jayden saat ia sadar anak itu tengah meledeknya dan Jongdae yang tak bisa mengontrol wajah terkejut mereka "Akan kuhancurkan koleksi game di laptop pribadimu."
Sedangkan Jongdae, daripada ikut menyerang Jayden ia memilih untuk segera mendudukkan dirinya tak jauh dari Himchan dan Jaemin, ia penasaran dengan keadaan pria itu.

"Kenapa kau begitu mudah mengancamku hyung.." Protes Jayden berpura-pura kesal, ia segera beranjak menuju dapur dan membuka kulkas tanpa rasa sungkan seperti berada dirumahnya sendiri. Terlalu sering menghabiskan waktu dirumah Lucas bahkan ia sudah terbiasa melakukan apapun seorang diri.

"Ini minumlah dulu.." Jeno membawakan 3 botol air putih dan sebuah baskom berisi es batu dan selembar handuk "Lebih baik kompres luka-lukanya, aku akan meminta Aiden Hyung mencari bantuan agar seorang dokter bisa datang kemari."

Namun belum sempat dirinya menghubungi sang Hyung bel pintu dirumah Lucas berbunyi, seluruh mata saling melempar pandang. Siapa yang bertamu disiang hari seperti ini?

Jongdae mengikuti Jayden melangkah mendekati pintu, keduanya sudah mengeluarkan pistol dari balik saku belakang mereka bersiap menyerang siapa saja tamu yang mereka anggap akan mencelakai mereka.

Jayden memberikan kode pada Jongdae untuk membuka pintu sedangkan dirinya bersiap disisi satunya, perlahan Jongdae membuka pintu apartemen dan Jayden hampir menodongkan pistolnya andai saja mereka tak terkejut melihat siapa tamu mereka saat ini.

Bahkan ia yakin Jaemin dan Minseok kini pun terkejut bukan main melihat sosok seseorang yang seharusnya sudah tewas namun kini justru berdiri dihadapan mereka semua dalam keadaan amat sangat sehat.

"J-Jungwoo-ssi?" Ragu, namun Jongdae berhasil menyebutkan nama pria itu walau ia ragu bahwa yang dipanggilnya benar-benar masih hidup dihadapannya, bahkan ia tak dapat menyembunyikan keterkejutan diwajahnya.

Dalam benaknya ia bertanya-tanya akan ada berapa kali kejutan yang terjadi hari ini setelah kejadian yang mengejutkan sejak tadi pagi, oh my God.

"Jungwoo?" Jaemin segera beranjak mendekati pintu, ia terkejut melihat pria bersurai merah itu kini datang bersama dengan Ten, Chenle dan.... Lay.

"Hai, Jaemin-ah.. Kau terkejut?"

"Kau masih hidup?"

Jungwoo mengangguk menjawab pertanyaan Jayden, ia kembali menoleh pada Jaemin "Jika kau masih hidup lalu siapa yang kami tangisi saat kremasi?"

"Hanya sebuah peti mati dengan mayat serigala didalamnya." Sahut Lay yang segera menerobos masuk kedalam, ia datang karena harus menyembuhkan seseorang bukan menjawab pertanyaannya.

"Bagaimana keadaannya.." Tanyanya pada Minseok yang belum bisa menutup rahangnya yang jika dibiarkan lebih lama lagi Lay yakin rahang yang menganga tersebut akan menyentuh lantai.

"D-dia.." Minseok tak tahu harus menjawab apa, dirinya menoleh pada Jaemin yang masih terlihat terkejut. Namun mendengar pertanyaan Lay mau tak mau Jaemin akhirnya mengesampingkan rasa terkejutnya tersebut dan menghampiri Lay.

"Aku sudah menyuntikkan obat pereda rasa nyeri, namun diriku tak bisa menganalisa luka dalamnya suntikan itupun sepertinya kurang membantunya untuk meredakan rasa sakit dari dalam tubuhnya"

Jaemin menaikkan pakaian yang digunakan Himchan memperlihatkan berapa banyak luka memar pada tubuhnya "Diriku sama sekali tidak tahu apakah ada bagian tulang rusuknya yang patah atau...." Dirinya sudah tak lagi bisa menjelaskan lebih rinci tentang keadaan sang Hyung, terasa amat sangat menyakitkan.

Walau gelarnya adalah seorang dokter namun Jaemin bukan dokter umum, dia hanya seorang dokter psikolog yang memahami isi kepala manusia bukan bagian tubuh manusia.

"Tolong selamatkan Himchan Hyung.. Hanya kau yang bisa melakukannya saat ini."

"Kau pikir untuk apa diriku datang eoh? Menjenguk?" Lay melepas coat yang digunakannya dan segera duduk di tepi sofa, ia meminta Jaemin untuk membantu dirinya mendudukkan tubuh Himchan diatas sofa setelah menepuk puncak kepala Jaemin berharap anak itu bisa lebih tenang saat ini.

"Tenanglah, kita akan menyembuhkannya kau percaya padaku bukan?"

Jaemin mengangguk paham ia menatap Lay seperti anak kecil yang tengah tak tahu apa yang harus dilakukannya "..Ya Hyung, aku percaya padamu.."

Perlahan proses penyembuhan dilakukan oleh Lay, dirinya dengan mudah bisa menemukan luka dalam di tubuh Himchan hanya dengan menyentuhnya, kehebatan seorang healer memang tidak main-main.

Setelah mempersilahkan Jungwoo dan yang lainnya masuk Jayden segera menutup pintu apartemen Lucas, ia menggaruk keningnya yang tak terasa gatal. Namun otaknya saat ini tengah berpikir keras bagaimana orang yang jelas-jelas dirinya lihat tewas dihadapannya kini masih hidup dan terlihat amat sehat.

"Apa Lucas tahu tentang ini?" Hanya itu pertanyaan yang melintas didalam kepalanya, ia tak bisa membayangkan sahabatnya mungkin akan terkejut melihat Jungwoo tiba-tiba berada disini, bahkan mungkin akan mati berdiri karena terlalu terkejut.

Tapi.. Tunggu, jika Lucas tak tahu maka tak mungkin bukan Jungwoo sekarang berada disini?

"Sepertinya kau sudah dapat menebaknya Tuan Lee.." Ucap Ten sembari tersenyum menatap Jayden usai ia melepas earphone yang sedari tadi menutupi telinganya, ia mendapati pria bersurai terang tersebut sebelumnya terlihat berpikir kini terlihat sedikit terkejut sembari menatap Jungwoo dan juga terkejut menatapnya.

"Bagaimana? Bagaimana kau bisa tahu apa yang tengah kupikirkan? Dan darimana kau tahu nama keluargaku?"

Ten ingin membuka mulutnya, namun ia menahannya. "Kau akan tahu suatu saat nanti Tuan Lee, saat kita bertemu lagi untuk yang ke-2xnya."

Jayden tak pernah suka jika pertanyaannya digantung dan ia tak mendapatkan jawaban apapun. Dirinya cukup terusik dengan hal itu dan bertanya-tanya dilubuk hatinya.

"Lucas akan sampai setelah virus tersebut tersebar, sebaiknya tunggu dia datang maka Ten Hyung akan menjelaskan padamu tentang bagaimana diriku hidup kembali. Reaksinya pun sama sepertimu ketika melihatku masih hidup." Ujar Jungwoo ketika masih melihat kerutan di kening Jayden yang terlihat tengah menggali isi kepalanya.

"Kau akan terlihat tua jika berpikir sangat keras.." Ledek Chenle dan berhasil mengalihkan perhatian Jayden pada pria bermata sipit itu, terakhir kali mereka bertemu saat Chenle merampas ponsel milik Jayden dan menyitas isi ponsel pria itu. Namun tak ada satupun hal penting disana, bahkan selembar selcapun tak ada.

Apa pria itu setelah melupakan ingatan masa lalunya dia menjadi seorang anti sosial? Apa temannya hanya satu timnya saja? Kasihan sekali...

"Kau anak nakal itu?"

"Yak, diriku tak nakal. For your information dirikulah yang menyelamatkan Jungwoo Hyung didetik-detik terakhir.."

Baiklah otak Jayden yang tak sepintar Aidenpun kembali berputar keras, mencoba mengulang memorinya pada kejadian hari itu namun hasilnya nihil, ia tak mengingat ada penampakan anak ini didekatnya ataupun Lucas.

"Sudah-sudah tak perlu dipikirkan, kau akan gila jika memikirkannya." Chenle menggerakkan tangannya meminta Jayden tak perlu berpikir, sejak masih berada di House of Heaven pun Jayden memang tidak terlalu pintar, dan melihat wajah itu berpikir dirinya jengah.

Iapun memutuskan untuk mendekati meja dapur dan duduk diatas meja sembari menggerakkan kedua kakinya saling berlawan arah, sedangkan netranya sibuk menatap seluruh manusia yang lebih dewasa darinya tengah sibuk bekerja dihadapannya.

Lay mengelus surai Himchan dengan penuh perhatian, bagaimanapun ia pernah mengenal anak ini dahulu ketika dia masih kecil, saat dirinya pertama kali menginjakkan kakinya di mansion Kim untuk menjadi tutor pribadi Junmyeon bahkan sejak dirinya masih bekerja di House of Heaven namun tak ada kesempatan untuk saling mengenal dengan Himchan karena setiap anak itu datang dia akan segera menarik Yongguk dan Jongup untuk pergi bermain dengannya.

"Dia akan baik-baik saja, luka dalamnya sudah sembuh hanya tersisa luka luar, aku yakin kau bisa merawatnya."

Jaemin menganggukkan kepalanya patuh, dan membantu Lay kembali menidurkan tubuh Himchan "Terima kasih Hyung..."

Pria itu terlihat mulai terlelap dan tidak gelisah apalagi meringis menahan sakit seperti sebelumnya, pasti Himchan amat sangat lelah menghadapi siksaan demi siksaan yang diterimanya sejak kemarin, apalagi bisa saja ini semua ulah adiknya sendiri.

"Aku akan menghubungi Appa dan mengatakan padanya bahwa Himchan Hyung ada..."

"Jangan..."

Suara lantang Ten menginterupsi Jaemin yang baru saja menyambar ponselnya diatas meja dan hampir menghubungi Youngwoon, "Bukankah Johnny membantumu dalam hal ini?"

Jaemin mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Ten "Biar dia saja yang mengabari Appa.."

Kening semua orang disana berkerut bersamaan, bagaimana Ten bisa mengenal Johnny? Bahkan Jungwoopun tak tahu akan hal itu. Dan yang lebih mereka pertanyaakan sejak kapan Johnny pun juga mengenal Kim Youngwoon.

"Kau mengenal Johnny?"

Perlahan Ten menganggukkan kepalanya saat melihat Jungwoo menatapnya dengan pandangan penuh tanya, haruskah ia menceritakan segalanya, saat ini? Namun rasanya itu sama sekali bukan wewenangnya.

"Ya... Diriku amat sangat mengenalnya."

Perlahan Ten menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya "Jika Johnny yang mengabarkan tentang ini pada Appa pasti mereka akan tiba saat hari menjelang malam. Tunggulah sampai saat itu tiba jika kau atau kalian ingin bertanya, diriku tak bisa menjelaskan hal ini seorang diri."

Jaemin yang masih abu-abu dengan situasi saat ini benar-benar makin tidak paham dengan apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa dan bagaimana Jungwoo masih hidup saja dirinya masih belum paham, kini mengetahui Ten mengenal dekat Johnnypun ia cukup merasa bingung, ditambah lagi... Sejak kapan Ayah angkat mereka juga mengenal Johnny? Pertanyaan tersebut berputar-putar didalam kepalanya saat ini.

Namun bukan hanya Jaemin, ketika mendengar ucapan Ten secara spontan Jongdae dan Minseok saling melemparkan tatapan satu sama lain, mereka tak ada hubungannya dengan apapun hubungan pria bermata kucing itu dengan atasan mereka, apa mereka juga dikenankan untuk ikut mendengar, entah bagaimana merekapun penasaran, dan semua hal tersebut membuat keduanya ingin mengetahui lebih.

"Tentu saja kalian bisa ikut mendengarnya.. Sepertinya sudah saatnya kami harus mengumpulkan sekutu secara perlahan.."

Dan keduanyanya terkejut saat Ten menyahuti apa yang tengah mereka pikirkan "Jika kau dapat membaca pikiranku? Pikiran kami, apa itu berarti... Kau.. Adalah seorang freak?" Mereka masih ingat tentu tadi Jaemin terpaksa mengakui identitas sebenarnya bahwa dirinya adalah seorang Freak yang selamat dimalam penyerangan House of Heaven.

Pria itu tak segera menjawab pertanyaan Jongdae, namun ia melemparkan senyum ramahnya pada kedua manusia tersebut dan berakhir menatap Jayden yang ternyata juga tengah menatap penasaran kearahnya.

"Ya.. Diriku salah satu dari mereka, namun sayangnya ada sebagian dari kami yang sudah tewas karena diburu dengan sengaja dan..." Ten memalingkan wajahnya untuk menatap Jayden lekat-lekat dan tatapan itu disadari oleh Jaemin dan Lay yang bersebrangan langsung dengan keduanya.

".... ada yang lupa bahwa dirinya adalah seorang freak.."

Ada rasa aneh saat Jayden mendengar pria itu melontarkan kalimat seperti itu sembari menatapnya, entah bagaimana dirinya saat ini justru merasa... tersindir.

Us

Pintu loker ditutup dengan cepat oleh Taeyong setelah pria itu sudah mengganti pakaiannya dengan yang dirinya gunakan tadi pagi ketika berangkat bekerja, ia harus segera menuju alamat yang diberikan Jaemin padanya, adiknya berkata bahwa mereka tak bisa membawa Himchan ke rumah sakit karena bisa saja nyawanya dalam bahaya.

Jadi ia memutuskan untuk kesana membawa beberapa obat-obatan, tungkai jenjangnya hampir melangkah untuk meninggalkan pelataran markas namun namanya terpanggil dari arah belakang.

"Taeyong-ssi..."

Mau tak mau dirinya menoleh dan melihat seorang petinggi bertubuh tegap berkulit pucat dengan surai kelam berdiri tak jauh dibelakangnya, matanya menyipit melihat pria bersurai hitam itu melangkah mendekat padanya, kemudian melemparkan sebuah senyum yang dibuat-buat untuk terlihat seramah mungkin.

Semakin dekat pria itu dengan Taeyong dirinyapun membungkuk memberikan salam pada pria tersebut sebagai bentuk rasa hormatnya pada seseorang yang memiliki jabatan tinggi di tempat ini, dan dirinya kenal pria itu.

Baru saja beberapa hari lalu pria ini kembali ke Neo City dan menempati jabatannya kembali setelah bertahun-tahun lamanya kosong.

"Selamat Sore Komisaris Kim.." Sapa Taeyong dengan sopan usai dirinya membungkuk.

"Aku sudah mendengar tentang prestasi besarmu hari ini. Kau menangkap anggotamu sendiri yang tak lain dan tidak bukan adalah saudara angkatmu sendiri karena dia seorang penyitas."

"Bukankah itu memang sudah menjadi sebuah kewajiban bagiku?"

"Ya.. Tapi bukankah kau bisa mengelak jika itu saudaramu sendiri."

Taeyong mengerutkan keningnya, ia tak paham apa yang ingin disampaikan oleh pria ini dihadapannya. "Jadi apa maksud ucapanmu? Kau menyarankanku untuk mengkhianati negara begitu?"

Pria itu, Kim Jaejoong terkekeh pelan ia menepuk pundak Taeyong seolah-olah bangga dengan ucapan pemuda dihadapannya "Jawabanmu benar-benar membuatku bangga, Negara mungkin akan membutuhkan jasamu suatu saat nanti.. Dan yakinlah diriku dengan senang hati akan menyebutkan namamu sebagai calon kandidat petinggi selanjutnya."

Netranya menatap jemari Jaejoong yang berada di bahunya kemudian ia menatap pria yang lebih tua darinya itu "Tidak perlu, tujuanku disini bukan untuk jabatan. Permisi." Taeyong kembali membungkuk dengan alasan memberi hormat agar sentuhan pada bahunya terlepas kemudian perlahan melangkah pergi dari hadapan Jaejoong.

Namun ucapannya lantangnya, bukan hanya menghasilkan kedutan kesal dipelipis Jaejoong tapi ia merasa ucapannya bahkan hanya dianggap angin lalu. Pria itupun segera melangkah menyusul pemuda Lee tersebut dan berbicara dengan lantang.

"Aku pernah mendengar seseorang mengatakan hal yang sama dengan yang kau katakan hari ini. Namun nyatanya saat ini dia sudah menjadi seorang komisaris utama ditempat ini, bukankah itu namanya dia sudah menjilat ludah sendiri?"

Taeyong berbalik, ia paham yang dimaksud oleh pria itu adalah Jung Yunho, namun mengapa dirinya disamakan dengan pria itu?

"Jika kau berubah pikiran datangilah diriku, maka suatu saat kau tak perlu menjilat ludahmu sendiri Lee Taeyong-ssi."

Jaejoongpun beranjak pergi meninggalkan Taeyong dengan segala kekesalan yang berada didalam dadanya, pria bersurai perak itu hendak menghampiri petinggi tersebut setidaknya untuk membentaknya dan jangan asal menilai dirinya, namun panggilan lain menahan langkahnya.

"Taeyong-ssi.." Mau tak mau ia urungkan sebentar niatnya dan ketika dirinya menoleh Taeyong mendapati Johnny sudah berada didalam mobil dan melambai padanya.

"Bukankah kau akan pergi ketempat Lucas untuk melihat Hyungmu? Aku akan kesana sekarang, apa kau ingin ikut denganku?"

Sebentar Taeyong kembali menoleh menatap punggung Kim Jaejoong yang sudah terlihat semakin menjauh darinya, akhirnya iapun memutuskan untuk mendekati mobil Johnny dan masuk kedalam, lebih baik dirinya pergi menjenguk Himchan dari pada tetap disini meladeni petinggi aneh itu.

Namun Johnny dapat menangkap raut kurang senang dari wajah Taeyong, ia bahkan tak perlu repot-repot menyembunyikan kekesalannya pada komisaris besar yang baru berbincangnya dengannya itu.

Emosinya tengah tak stabil saat ini, daripada ia menggunakan taksi dan tersasar lebih baik dirinya menumpang pada Johnny yang jelas-jelas akan pergi ketempat dimana Himchan dan Jaemin berada.

"Sepertinya perbincanganmu dan komisaris Kim kurang menyenangkan.." Johnny membuka percakapan setelah menjalankan mobilnya keluar dari pelataran parkir dan markas, lagipula sejak tadi Taeyong hanya diam saja.

"Pria itu tak mengenalku, tapi dia terlalu berani dengan seenaknya menilaiku. Apa dia pikir dirinya sangat hebat sampai bisa menilaiku..."

Johnny merotasikan matanya, sepertinya ia menyesal menanyakan masalah itu sebagai pembuka pembicaraan karena seterusnya Taeyong terus mengoceh tentang bagaimana menyebalkannya komisaris Kim setelah kedatangannya yang semena-mena mengganti dan menambahkan sesuatu seenak hatinya dimarkas.

Setelah mobil berhenti diparkiran yang terdapat didalam gedung Taeyong baru sadar bahwa selama perjalanan dirinya sibuk mengoceh tentang banyak hal tanpa berhenti, beruntung dirinya tak diturunkan ditengah jalan oleh Johnny yang pasti merasa bosan mendengar seluruh keluhannya.

"Maaf, kau pasti bosan mendengar ocehanku tentang Kim Jaejoong.."

"Tak apa, jika tak kau utarakan maka kau akan menggila nantinya. Lagipula bukan hanya kau yang tak menyukai pria tersebut.." Johnny keluar terlebih dahulu, Taeyong pun menyusul dan keduanya segera beranjak menuju pintu tangga darurat yang langsung terhubung dengan lantai apartemen milik Lucas.

Baru saja Johnny membuka pintu tangga darurat mereka berpapasan dengan Lucas dan Taeil serta Jongup yang juga baru saja datang dari lift. Mereka membawa 3 kantung makanan yang dengan sengaja dibeli oleh Lucas tadi dalam perjalanan pulang.

"Kalian membeli begitu banyak makanan.."

"Akan ada banyak orang di apartemenku.. Kalian semua butuh makan malam." Lucas adalah orang yang praktis jika bisa dilakukan dalam sekali jalan maka akan ia lakukan daripada menundanya.

Pria tan itu melangkah terlebih dahulu menuju pintu apartemennya dan segera membuka pintu lebar-lebar setelah menekan kode keamanannya.

Seperti dugaannya didalam sudah terdapat banyak orang, bahkan Jungwoo benar-benar datang sesuai permintaannya. Lucas yakin 1000% apartemennya akan sangat ramai malam ini, ia melempar senyum manisnya pada Jungwoo sebelum mempersilahkan yang mengikuti dibelakangnya untuk masuk kedalam apartemennya.

"Masuklah.."

Lucas membiarkan pintu terbuka dan segera menuju dapur untuk meletakkan bungkusan plastik yang berisi makanan, ia tidak ingin ikut campur dengan keterkejutan yang akan terjadi sebentar lagi.

Johnny masuk terlebih dahulu disusul dengan Taeil dan Taeyong, ketiganya terkejut saat melihat Jungwoo berada didalam sana dalam keadaan sehat tanpa luka satupun bahkan dia tak terlihat seperti hantu sama sekali, dan pria itu justru tersenyum manis pada mereka semua. Hanya Jongup yang masuk kedalam dan terkejut namun bibirnya tersenyum amat lebar ketika melihat teman-teman masa sekecilnya berada disana.

"Jungwoo?? Ten!! Chenle? Lay Hyung??"

Ya hanya dia yang bersemangat untuk meletakkan plastik besar yang dibawanya keatas meja dapur kemudian menghampiri mereka satu per satu memeluk mereka semua dengan erat, tentu saja ia memeluk Chenle terlebih dahulu baru kemudian memeluk erat Jungwoo.

"Kupikir... Malam itu.. Kalian semua.." Jongup tidak dapat melanjutkan ucapannya, ia bertemu dengan Himchan hanya sebentar bahkan kurang dari 1 jam, hanya pria itu yang mendengarkan ceritanya bukan sebaliknya, setelah kejadian 15 tahun yang lalu tentu saja Jongup tak tahu bahwa ternyata masih ada yang selamat selain dirinya.

"Aku yakin bahwa kau masih hidup Jongup Hyung.." Ten memeluk Jongup ketika pria itu berdiri dihadapannya,  namun tak lama Ten segera melepaskan pelukkannya kemudian menatap Jongup sembari mengerutkan dahinya "Apa kau baru saja berbuat jahat?"

Jongup tertawa pelan menatap Chenle dan Jungwoo yang ikut menatapnya, dirinya mengeluarkan ponsel dari dalam saku dan memamerkan apa yang baru saja didapatkannya pada semua yang berada diruangan tersebut.

"Aku hanya berbuat sedikit kejahatan, tanyakan pada Johnny-ssi jika tak percaya."

Begitu nama Johnny disebut mereka secara serempak menatap pria tinggi bersurai coklat tua tersebut yang baru mereka sadari sedari tadi terdiam terkejut bersama dengan Taeyong dan Taeil.

"Kau masih hidup?" Taeyong akhirnya dapat membuka suara, ia melangkah tersendat mendekati Jungwoo yang kini tersenyum dan melangkah perlahan mendekati Taeyong.

"Kupikir kami sudah kehilanganmu Jungwoo-ya.." Taeyong segera memeluk Jungwoo dengan erat.
Sedikit bingung Jongup menatap Taeyong dan Jungwoo yang tengah berpelukan, ia tak paham dengan apa yang tengah terjadi sebenarnya. Apa Taeyong juga baru bertemu dengan Jungwoo setelah sekian lama?

"Ada apa ini?" Tanyanya dengan bingung namun Jongup memutuskan untuk diam karena tak ada yang berniat menjawab pertanyaannya, karena mengulang kisah sejak awal tidaklah sebentar.

"Maafkan aku Hyung... Kami harus merahasiakan ini untuk sementara sampai kami tahu siapa pengkhianatnya.."

Taeyong melepas pelukannya pada Jungwoo dan menatap adik manisnya itu cukup bingung. Namun tak lama ia paham siapa pengkhianat yang dimaksud oleh Jungwoo, setelah kejadian hari ini. Dirinyapun menoleh pada Ten yang menatapnya, "Dan kau, kau tahu semua ini?"

"Jika diriku tak tahu maka tak mungkin Jungwoo berdiri disini bukan..." Ten menepuk pundak Taeyong, sudah berapa lama mereka tak saling bertatap wajah? Hanya bertegur sapa lewat panggilan telepon, demi menjaga posisi rahasia mereka saat ini.

"Maafkan aku tak membalas pesanmu, itu karena kami tak bisa gegabah dan membiarkanmu tahu bahwa Jungwoo sebenarnya masih hidup..."

Sesungguhnya Taeyong sedikit kecewa karena dirinya dibohongi oleh Ten, namun ia paham mengapa dirinya dibohongi seperti ini. Lagipula jika akhirnya mereka menemukan pengkhianat yang sebenarnya segala yang ia lalui terasa tak apa baginya, jadi Taeyong tak akan mungkin bisa marah pada mereka yang membohonginya.

"Tak masalah, aku paham maksud kalian. Tapi lain kali jangan pernah berbohong lagi padaku, Ten."
Pandangan Ten sedikit berubah, ia melirik Johnny sebentar namun kemudian kepalanya mengangguk mengiyakan permintaan Taeyong padanya, "Baiklah.."

"Lalu, kau berkata akan menjelaskan semuanya?" Jaemin menginterupsi, kini ia sedikit paham mengapa keberadaan Jungwoo dirahasiakan untuk sementara waktu.

"Karena Appa belum datang, maka aku hanya akan menjelaskan bagaimana kami menyelamatkan Jungwoo hari itu..."

Lucas yang sedari tadi tak bereaksi apapun kini menarik bangku untuk duduk didekat Jungwoo karena keduanyapun masih belum tahu bagaimana cara Ten dan yang lainnya membuat pria itu selamat dari kematian.

"Diriku mendapat penglihatan dari Hyukjae Hyung tentang kematian Jungwoo, awalnya kami ingin meminta Chenle untuk menarik Jungwoo menggunakan teleportnya namun itu terlalu mencurigakan. Sehingga Donghyuk menyarankan agar tetap membiarkan Jungwoo tertembak dengan sedikit mengubah arah datangnya peluru dan meneteskan Juliette Poison kemulutnya."

Jungwoo segera menyentuh bibirnya, mereka bukan main terkejut saat tahu bahwa Jungwoo ternyata benar-benar tewas saat itu namun karena racun.

"Juliette poison tidak akan benar-benar membunuhnya itu hanya akan membuatnya berhenti bernafas selama beberapa jam. Donghyuk hyung sudah memperkirakan semuanya, namun perhitungannya hanya salah sedikit saja. Ternyata luka dari tembakan peluru itu terlalu dalam hingga Jungwoo Hyung banyak kehilangan darah.." Chenle menambahkan, saat itu dirinya amat sangat merasa bersalah.

"Beruntung Lay Hyung datang disaat yang tepat.." Tambah Ten, jadi alasan utama Jungwoo bisa selamat selain rencana matang milik Donghyuk, kekuatan Chenle, dan tentu saja ada campur tangan Lay.

"Aku tak menyangka ide seperti itu muncul dikepala kalian.."

"Diriku dapat meracik segala jenis racun, kupelajari hal tersebut diam-diam, lagipula racun itu tak terlalu membahayakan. Jungwoo Hyung tetap selamat pada akhirnya.." Jelas Chenle karena melihat Lucas cukup terkejut saat ini.

"Ya.. Kau benar." Lucas menepuk puncak kepala Jungwoo sebelum dirinya bangkit berdiri "Aku sudah membeli makan malam, sebaiknya kalian mengisi perut sebelum Tuan Kim datang dan sembari menunggu Himchan-ssi terbangun."

Ia melangkah menuju meja dapur dan melihat Chenle yang masih duduk diatas meja dapur sudah mengeluarkan beberapa kotak bento dari dalam kantung plastik. "Aku ingin ini.." Ucapnya senang usai memilih bento yang ia sukai.

Tak ada yang protes, Lucas hanya memberikan kode pada Taeil agar menghampirinya dan berhenti terkejut didekat pintu "Taeil Hyung kau akan mati muda jika tak berhenti membuka lebar mulutmu.." Ucap Lucas, mau tak mau pria itu mendekati pria tan tersebut usai menutup rapat mulutnya.

Baru saja Taeil meletakkan bento dan menyusunnya diatas meja dapur setelah Lucas mengusir Chenle agar pindah mencari tempat lain untuk makan, namun suara ketukan pintu yang sedari tadi terbuka lebar membuat seluruh mata menoleh kearah pintu.

Youngwoon muncul disana sembari tersenyum lebar, ada rasa bahagia melihat sebagian anak angkatnya berada disana, bahkan anaknya terlihat terbaring dan tengah tertidur disofa yang berada di sudut ruang tengah bersama dengan Jaemin dan Lay, adik iparnya.

Kepalanya menunduk sedikit untuk membalas sapaan Lay padanya, tungkainya melangkah masuk kedalam namun ada langkah lain yang mengikuti Youngwoon dari belakang.

Jaemin dan Jungwoo terkejut melihat siapa yang datang dibalik punggung Youngwoon namun Taeyong segera bergegas menarik senjata dari balik saku belakangnya kemudian tanpa ragu mengarahkannya pada pria dibalik tubuh Youngwoon, dan membuat Johnny dan Jayden terkejut.

Pria itu sama sekali tidak terkejut dengan reaksi Taeyong saat melihatnya, namun yang membuat pria tersebut berjengit dan cukup terkejut adalah bagaimana rupa Taeyong saat menatapnya dengan tajam sambil menodongkan pistol kehadapannya.

Wajah itu..

Terlihat amat serupa..

Dengan pria yang pernah ia kenal baik dahulu, hingga segalanya berubah sejak 15 tahun lalu. Pandangannya melembut, ini kali pertama ia bertatap muka langsung dengan Lee Taeyong namun entah mengapa dalam pandangannya ia justru melihat wajah teman masa remajanya, Kim Jaejoong.

"Apa yang dia lakukan disini? Untuk apa kau membawanya Appa?"

"Hyung, mengapa kau membawa Yunho kemari!"

Keduanya menatap dengan tatapan tajam yang sama, tatapan yang sesungguhnya tak pernah hilang dari memori milik pria itu, Jung Yunho.

To Be Continued

Tidak ada komentar:

Posting Komentar