myCatalog

Senin, 31 Agustus 2020

US- TWENTY NINE


* US *

-

-

-

-

-









SAPPHIRE CITY

2044

Johnny menatap layar ponselnya yang sudah kembali menghitam, sambungan dari Minseok barusan membuatnya menghela nafas berat. Semakin hari semakin banyak saja masalah yang timbul. Ia memang baru saja melihat berita tersebut karena Kun, sepupu Lucas memperlihatkan hal tersebut pada mereka.

Lucas bahkan sampai harus menenangkan sepupunya yang berniat menjatuhkan bom diatas kantor penerbit karena berani-beraninya mereka mengeluarkan berita seperti itu pada Lucas dan rekan satu tim nya, namun beruntung Kun dapat paham bahwa bukan kantor penerbit berita tersebut yang salah, mereka pasti mendapat berita tersebut dari seseorang, dan orang itulah yang harus diberi pelajaran.

Wajah Yunho, Johnny, Lucas dan Jayden terpampang disana sebagai tersangka utama pengkhianat yang membantu para freak , sedangkan Aiden, Jaemin, Taeyong dan Taeil masih aman dan mereka bisa kembali ke kota jika mereka mau. Namun sepertinya mereka pun enggan untuk kembali kesana karena keadaan sudah seperti ini kecuali dalam keadaan terdesak.

Kini ia paham rasanya hidup menjadi dalang atas hal yang tidak pernah ia lakukan, inikah yang dirasakan oleh Yunho selama ini? Bahkan jauh sebelum penyerangan 15 tahun lalu Yunhopun sudah hidup dengan tunjukan orang lain yang menyalahkannya.

Johnny kecil masih ingat bagaimana Yunho pertama kali disalahkan atas sebuah fitnah yang tak mendasar, ia melihat Kim Jaejoong menunjuk Yunho dan mengomel padanya bahkan mereka hampir bekelahi andai sang Noona tak menghalangi.

Ia ingat dirinya yang menghubungi Yunho agar datang kerumah mereka dengan suara cempreng khas miliknya saat kanak-kanak karena melihat Noonanya tak kunjung berhenti menangis usai pulang bersama Jaejoong.

Padahal ia ingat Noonanya berangkat dengan wajah yang begitu berseri bahagia, namun kembali dengan senyum yang terpaksa demi terlihat baik-baik saja di hadapan Jaejoong.

Dirinya sama sekali tak menyangka bahwa ulahnya dengan memanggil Yunho untuk menenangkan sang kakak justru menjadi pertengkaran diantara Yunho dan Jaejoong, karena pria itu memergoki sahabatnya tengah memeluk kekasihnya padahal saat itu Johnny yang memanggilnya dan ia tahu bahwa Yunho hanya tengah menenangkan kekasih sahabatnya itu.

Tidak ada apapun diantara keduanya, Yunho adalah sahabat yang Loyal dan Kakaknya adalah wanita yang setia Johnny sangat tahu itu.

"Maafkan aku paman.."

Tepukan tangan besar Yunho di atas kepalanya dan senyuman ramah dari bibir Yunho membuat Johnny tahu bahwa pria  yang menjadi tempat sandaran kakaknya untuk menangis adalah orang yang baik.

"Tak apa YoungHo-ya.. Sekarang jaga Noonamu baik-baik. Dunia orang dewasa cukup berat kau tak perlu memikirkannya."

"Besok Noonamu akan membaik, Jaejoongpun mungkin akan datang.. Jadi lupakanlah hari ini.."

Kepala Johnny mengangguk dengan patuh, ia benar-benar berharap akan ada hal baik yang terjadi esok hari. Walau akhirnya nihil, Jaejoong tak pernah lagi datang hanya Yunho yang sering datang untuk menjenguk Seohyun dan mengurus Johnny sembari tetap menjalani latihan militernya.

"Sebenarnya apa yang terjadi? Bukankah Jaejoong mengajakmu kerumahnya untuk mengenal keluarganya?"

Seohyun hanya menunduk ia memang sudah tak bersedih dan tak menangis lagi namun ia tak akan pernah melupakan ucapan kakak ipar Jaejoong padanya.

"Apa kau pikir wanita biasa seperti dirimu dapat masuk kedalam klan keluarga kami? Apa kau pikir hanya dengan kebahagiaan kecil yang kau berikan padanya kau akan membuatnya meminangmu? Bermimpilah Seohyun kau takkan akan pernah memasuki keluarga ini seperti diriku. Jadi menjauhlah, Kim Jaejoong tak akan pernah berdiri diatas altar bersama denganmu."

Kalimat itu terus terngiang didalam ingatannya usai pembicaraan pribadi dirinya dan Kim Taeyeon. Setelahnya bahkan wanita itu masih bisa tersenyum padanya seolah-olah dirinya tak mengatakan apapun pada Seohyun.

Ia menangis karena kata-kata yang ucapkan oleh Taeyeon benar-benar melukai perasaannya.

"Yang menjalani hubungan itu adalah Jaejoong dan dirimu bukan wanita itu, dia tidak berhak mengatakan ataupun melarangmu Seohyun-ah. Kau berhak bahagia.."

".... Semuanya sudah cukup Oppa, Jaejoong Oppa sudah memberikan kebahagiaan padaku. Taeyeon-ssi mengatakan jika diriku tetap bersamanya maka jalan Jaejoong Oppa untuk masuk dalam militer akan semakin sulit."

"Seohyun-ah.."

"Aku akan pergi.."

"..tapi, bukan seperti ini jalan yang harus kau tempuh Seohyun-ah.."

"Ini hidupku Oppa, aku tahu mana yang terbaik." Seohyun meraih jemari Yunho dan meremasnya perlahan "Lindungi Jaejoongku, aku tahu kau begitu menyayanginya seperti diriku."

Dengan terpaksa Yunho menganggukkan kepalanya, ia menuruti apa permintaan Seohyun padanya, ia mengantarkan gadis cantik dan baik itu bersama adiknya menuju stasiun entah gadis itu akan membawa adiknya kemana? Hanya Johnny kecil keluarga yang dimiliki olehnya. Usainya Yunho akan kembali kerumah keluarga Seo dan membereskan beberapa hal sebelum melakukan proses penjualan rumah seperti kemauan Seohyun.

Begitu tiba di rumah Seohyun ia melihat Jaejoong berada disana tengah mengetuk pintu namun tak ada sahutan sama sekali. "Apa yang kau lakukan disini?"

Pria itu menatap kesal pada Yunho dan berusaha tak memperdulikan pertanyaan dari sahabatnya itu "Apa kau mencari Seohyun? Terlambat.. Dia sudah memutuskan untuk pergi." Yunho mendorong Jaejoong untuk menjauh dari pintu ia membuka pintu rumah dengan kunci yang diberikan Seohyun padanya.

"Apa maksudmu? Mengapa kau memiliki kunci rumahnya?"

"Apa kurang jelas Kim Jaejoong? Dia pergi, seminggu lamanya kemana hilangnya dirimu? Apa kau tahu iparmu mengatakan apa padanya? Eoh? Kau tahu dia menangis semalaman dan masih harus mengurusi emosimu hanya karena melihatku memeluknya? Oh Kim Jaejoong bukankah kau tahu aku sahabatmu!"

Pria pucat itu terdiam dan menutup rapat mulutnya, ia tak tahu harus berkata apa karena dirinya tahu ia bersalah saat ini. Emosi terlalu membutakannya saat ia melihat foto yang diberikan oleh kakak iparnya bahwa sahabatnya berkunjung tak lama setelah dirinya mengantarkan Seohyun pulang.

"Dan ini?" Yunho menggoyangkan kunci dalam genggamannya "Aku akan menjual rumah ini seperti permintaannya, sebaiknya kau ikuti perkataan kakak iparmu itu untuk mencari wanita yang setara dengannya agar mulutnya yang pedas itu dapat diam."

"Seohyun pergi meninggalkanku?"

Yunho berdecak kesal "Kau ingat baik-baik, garis bawahi perkataanku, sejak awal kau yang meninggalkannya. Dia menunggumu datang untuk memberikan penjelasan namun kau tak muncul hingga dirinya memutuskan untuk menyerah, jadi sekarang terima saja apa yang terjadi padamu." Ia beranjak hendak masuk kedalam namun Jaejoong menahan lengannya.

"Mengapa kau tak menahannya pergi Yunho-ya?"

"Mengapa? Mengapa katamu? Aku menahannya dan membiarkannya justru semakin tersakiti disini? Tidak. Maka kubiarkan dia pergi."

"Kau menyukainya, iya bukan?"

Yunho menghela nafasnya, ia menatap Jaejoong lekat-lekat "Jika kau memang sahabatku seharusnya kau tahu siapa yang kusukai Jaejoong-ah. Diriku tak pernah menyukai wanita manapun." Iapun segera masuk setelah menarik lengannya dari cengkraman Jaejoong lalu menutup pintu rumah Seohyun dengan kasar.

Tak selamanya Yunho dapat mendiamkan Jaejoong, hanya butuh waktu 2 bulan pria pucat itu kembali menjadi prioritas bagi Yunho. Sudah cukup pria itu menyendiri dan hidup dalam penyesalan karena kehilangan Seohyun dan Yunho tak perlu menambahkannya.

Keduanya berlatih militer bersama seperti seolah tak pernah terjadi masalah apapun diantara keduanya hingga pada bulan ke-8 Yunho mendapat sebuah panggilan ditengah malam, dan ia kenal suara ini dengan jelas.

"Youngho-ya? Ada apa?"

"N-Noona..."

"Tenang, tenangkan dirimu. Jelaskan nanti saja, berikan alamatmu, dimana kau berada?"

Yunho segera mengepak barang-barangnya dan pergi malam itu juga menuju stasiun, ia menuju Dire City tempat selama ini Seohyun dan Adiknya bernaung. Begitu tiba ia menerima panggilan dari Johnny lagi bahwa saat ini Seohyun berada di rumah sakit.

Betapa terkejutnya Yunho begitu tiba dirumah sakit ternyata ia melihat Seohyun harus segera menjalani operasi persalinan karena pendarahan yang tak henti terjadi sejak sore tadi.

"Apa yang terjadi Youngho-ya?"

"Aku tak tahu Paman, Noona meringis sejak sore.."

"Bukan.. Maksudku, bagaimana Noonamu bisa hamil?"

"Dia sudah mengandung sembilan bulan, sudah sejak 7 bulan yang lalu Nona Seo mengecek kandungannya secara rutin disini."

Yunho terdiam, ia terkejut mendengar penjelasan dokter, 7 bulan? Bukankah itu setelah gadis itu pindah? Apa itu anak Jaejoong? Haruskah ia mengabarinya? Yunho mengepalkan tangannya, ia tak bisa menyembunyikan kekesalannya pada ipar Jaejoong saat ini.

Apa dia tetap bisa mengatakan hal yang sama jika wanita itu tahu Seohyun mengandung saat itu? Atau... memang wanita itu memang sudah tahu.

Sang dokter yang melihat beberapa barang diatas mejanya bergerak segera melirik pada pria dihadapannya, dengan cepat ia berdiri dan mendekati Yunho kemudian menepuk bahu pria tersebut.

"Tenanglah.. Walau kondisinya lemah akan kuusahakan menolong keduanya."

"M-maafkan aku.." Yunho sadar bahwa dirinya hampir membuat berantakan meja kerja seorang dokter muda dihadapannya.

"Kau harus lebih bisa mengontrol emosimu Jung-ssi. Kau tahu banyak freak diluar sana diincar oleh pemerintah untuk dimusnahkan." Dokter muda itu tersenyum pada Yunho "Kekasihku pun seorang Freak.."

Perlahan Yunho mendongakkan kepalanya dan melihat name tag milik dokter tersebut 'Choi Minho' "Terima kasih Choi-ssi.."

Bisa dikatakan operasi berjalan lancar Seohyun melahirkan seorang anak pria dengan selamat, Yunho tersenyum melihat wajah mungil bayi tersebut yang amat mirip dengan wajah sahabatnya tersebut. Sedangkan Johnny kecil tengah asik mencoba menganggu keponakan kecilnya.

"Dia sangat mirip dengan Jaejoong, dan mirip denganmu juga Seohyun-ah.." Ujar Yunho sembari menoleh pada gadis yang kini sudah menjadi seorang ibu, namun senyum diwajahnya perlahan menghilang ketika ia melihat senyum lemah dan pucat diwajah gadis yang masih dicintai Jaejoong hingga saat ini.

"Jangan pernah katakan padanya bahwa diriku melahirkan anaknya.. Aku tak ingin Jaejoong Oppa ataupun anakku, ataupun Youngho terluka.."

Ucapan itu menegaskan bahwa memang Kim Taeyeon sudah tahu sejak awal bahwa Seohyun tengah mengandung. Ingin rasanya Yunho memaki kebodohan dan kebaikan gadis dihadapannya namun ia hanya bisa menghela nafas, gadis itu terlihat lemas.

"Berjanjilah padaku Oppa.."

Yunho menganggukkan kepalanya ia berjanji akan merahasiakan keberadaan bayi ini dari Jaejoong. Apapun yang akan dilakukan Kim Taeyeon akan ia pantau nanti, perlahan ia paham wanita itu berbahaya dan Youngwoon sepertinya menikahi wanita yang salah.

Usai dirinya menganggukkan kepalanya gadis itu tampak tersenyum dan perlahan menutup kedua matanya, Yunho mengalihkan pandangannya kearah lain, namun Johnny menyadarinya ia tak lagi mendengar suara sang kakak, berapa kalipun ia memanggil gadis itu tak akan lagi menyahuti.

Ia telah tiada dan sudah usai menuntaskan tugasnya untuk melindungi Jaejoong dan keturunannya.
Bayi kecil itu berada dalam dekapan Yunho, mereka kini berada didalam perjalan kembali menuju Neo City bersama dengan Johnny dan dokter Choi yang berniat untuk mengunjungi keluarga serta kekasihnya dan mengenalkannya pada Yunho. Sedangkan Johnny kecil kini sedang memangku dan mendekap guci kecil berwarna hijau tempat dimana abu kakaknya berada.

Begitu tiba ditempat tujuan Yunho membaca nama sebuah gedung panti berukuran cukup besar dihadapannya 'House of Heaven' ia menatap beberapa anak-anak kecil tengah berlari dihalaman, mereka tampak senang.

"Masuklah.. Akan kukenalkan dengan Hyungku.."

Yunho dan Johnny mengikuti langkah Minho memasuki gedung besar tersebut dan melangkah menuju sebuah ruangan dimana terdapat dua orang didalamnya menanti kedatangan mereka.
Seorang pria dewasa dan maskulin segera berdiri dan menyapa kedatangan Yunho sedangkan pria manis lainnya mendekati Yunho sembari menatap sang bayi mungil "Hai.. Kenalkan, namaku Lee Taemin.." Ucapnya dengan senyum lebar dan mendapat respon positif dari bayi mungil itu.

"Jung-ssi, dia adalah kekasihku Lee Taemin. Dan.. Pria ini adalah Hyungku Choi Siwon dia yang bertanggung jawab akan tempat ini. Anak ini akan baik-baik saja disini.."

"Salam kenal Jung-ssi.."

"Yunho kau bisa memanggilku Yunho, dan anak ini..."

"Johnny, namaku Seo Johnny.. Aku sudah tak ingin memakai nama Youngho lagi paman aku takut.."
Semua pria dewasa didalam ruangan itu terdiam kemudian Yunho menganggukkan kepalanya ia biarkan Johnny memilih nama yang ia inginkan, setelah yakin dirinya menyerahkan bayi mungil tersebut pada Taemin yang segera menggendong bayi tersebut dengan telaten.

"Kami belum sempat memberikannya nama.."

"Sepertinya Taemin sudah memikirkan sebuah nama untuknya?" Ujar Siwon sembari kembali mendekati meja kerjanya, ia akan mengisi formulir penerimaan anak asuh di pantinya.

"Hmm bagaimana dengan Taeyong? Bukankah itu nama yang bagus?"

"Siapa nama keluarga ayahnya mungkin akan semakin cocok jika menambahkan nama sang ayah.." Minho mengelus wajah Bayi mungil tersebut sambil sesekali memanggil nama yang baru saja diberikan oleh Taemin.

"Kim... Ah, jangan, Seohyun pasti akan melarang anaknya menggunakan nama itu."

"Lalu? Seo?" Tanya Siwon penasaran.

Yunho menatap Choi bersaudara bergantian, namun tatapannya berakhir pada Taemin yang masih sibuk mengajak berbicara bayi tersebut tanpa perasaan canggung sama sekali, seolah-olah anak tersebut sudah dianggap adik kecil olehnya "Apa kau keberatan jika bayi ini memakai nama keluargamu Taemin-ssi?"

Kini semuanya menatap Taemin yang terkejut namun karena ia tahu bagaimana kisah dibalik bayi mungil ini maka ia tak akan masalah dengan hal tersebut "Lee Taeyong? Bukankah itu nama yang bagus?" Ujarnya.

Bayi Taeyong ditinggalkan dipanti sedangkan Yunho kembali ke camp militer dan Johnny tinggal di kediaman keluarga Jung, Yunho yang sejak awal tidak terlalu berniat mengejar jabatan tinggi namun pada akhirnya ia membulatkan tekatnya untuk mengejar jabatan tertinggi bahkan ia tak perduli harus bersaing dengan sahabatnya ketika akhirnya Panti diserang dan menyebabkan kematian dari 3 orang yang sudah membantunya dahulu.

Ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan mencari siapapun yang bertanggung jawab atas kejadian itu dan membuatnya membayar atas segala perbuatannya pada mereka semua.

"Johnny-ssi?"

Lamunan Johnny teralihkan karena sebuah panggilan, ketika ia menoleh dirinya mendapati Taeyong berdiri tak jauh dihadapannya. "Kau baik-baik saja?"

"... Ya.."

"Diriku dan Jaemin sepertinya akan kembali ke Neo City untuk memastikan beberapa hal, apa ada sesuatu milikmu yang harus kuambil dan kubawa saat kembali lagi kemari?"

Awalnya Johnny terdiam namun ia membuka dompetnya dan menyerahkan sebuah kertas pada Taeyong "Bisa kau datang kesana, wakilkan diriku untuk berdoa pada Noonaku?"

Taeyong menerima kertas tersebut dan membaca apa yang tertulis disana, alamat sebuah funeral house, beserta nama dan letak dimana abu tersebut berada "Seohyun?" Sebutnya, ia kemudian menatap Johnny yang tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Baiklah, aku akan menyempatkan diriku untuk kesana."

"Terima kasih Taeyong-ssi."

"Tak masalah.." Iapun beranjak dari hadapan Johnny sesudah menundukkan kepalanya sebagai sapaan sopan pada seniornya tersebut ia melangkah menjauh sembari menyimpan kertas alamat tersebut didalam dompet coklat miliknya, meninggalkan Johnny yang kini menatap punggung Taeyong dalam diam.

"Kau akan melihatnya Noona, dia sudah besar sekarang.."

Us

Winwin terduduk dikursi yang berada diruang perawatan Yuta, ia menatap Yangyang tengah mengurus Yuta dengan makan siangnya, perlahan keadaan pria itu jauh lebih membaik tak seperti beberapa hari lalu.

"Terima kasih Yangyang.." Ucap Yuta dengan cengiran lebar dari bibirnya, sedangkan pria yang lebih muda itu menganggukkan kepalanya dan mengucapkan 'sama-sama' pada Yuta dengan menggunakan bahasa isyarat.

"Kau sudah makan? Makanlah, jangan hanya membantu Mark mengurus pakan hewan-hewannya.."

'Aku sudah makan Ge, tenang saja.'

Yutapun menganggukkan kepalanya percaya pada ucapan Yangyang, ia kemudian mengalihkan tatapannya pada Winwin "Apa kau sudah makan? Apa kau tak lelah menjagaku? Jaemin sudah memberikanku obat kau tenang saja.."

"Cih..." Winwin merotasikan kedua matanya "Siapa yang menjagamu disini? Aku hanya menumpang duduk disini yang sialnya adalah kamarmu..." Ia pun beranjak pergi dari ruang rawat Yuta, enggan berlama-lama didalam sana jika hanya akan menjadi bahan ejekan pria itu.

'Winwin Ge menjagamu siang dan malam, walaupun dia berkata seperti itu tapi saat kau mimpi buruk dia yang menemanimu Ge..'

Senyum di wajah Yuta berangsur makin melebar usai melihat gerakan tangan Yangyang, hampir seluruh anggota sirkus memiliki kemampuan berbahasa isyarat agar mereka dapat berkomunikasi dengan anak itu. Sebelum Jisung dan Chenle datang Yangyanglah adik kecil yang harus mereka jaga baik-baik.

"Ya.. Aku tahu itu.." Yuta bersandar kembali diranjangnya sembari menatap pintu ruang rawatnya tempat terakhir ia melihat punggung Winwin sebelum pria itu keluar dari ruang rawatnya "Aku hanya ingin menggodanya." Lanjutnya.

'Mengapa kau sangat suka menggodanya Ge? Kau tahu bukan Winwin Ge tidak suka jika dirinya diganggu seperti itu.."

Yuta hanya tersenyum, "Dia terlihat menggemaskan saat merasa kesal denganku."
Mau tak mau Yangyang terkekeh tanpa suara, ia kembali menggerakkan tangannya 'Apa kau tertarik padanya?'

"Apa ini bisa dikatakan seperti itu?" ia melirik pada Yangyang kemudian menepuk lengan pria tersebut "Sudahlah, tak perlu memikirkan hal ini. Sebaiknya kau memastikan dirinya makan dengan benar.."

Hampir ia menurut dan pergi menyusul Winwin partnernya dalam melakukan atraksi di sirkus namun langkahnya tertahan 'Tapi apa kau yakin dirimu sudah baik-baik saja?' siapa juga yang tak ingat bagaimana histerisnya Yuta saat itu, mereka bahkan hampir berpikir bahwa Yuta akan menjadi gila. Beruntung pengobatan Jaemin padanya berhasil 'Apa kau sudah siap untuk bercerita?'

"Tentang Taeyeon? Kurasa sudah.."

Yangyang tersenyum lebar 'Akan kupanggilkan yang lainnya..' anak itu segera beranjak keluar dari kamar rawat Yuta, ia harus mencari Johnny seperti perintah Jaemin. Jika Yuta sudah benar-benar lebih baik maka Yangyang atau siapapun yang tengah bersama Yuta bisa mencari Johnny atau Jungwoo.

Tak lama Johnny dan Jayden datang bersama mereka menutup pintu dan mulai introgasi mereka pada Yuta secara tertutup sedangkan Winwin bersandar didinding dekat dengan pintu kamar Yuta yang tertutup, ia menghela nafas pelan sedikit banyak dirinya masih khawatir Yuta akan kembali histeris jika mereka kembali membahas wanita yang menghancurkan keluarga Yuta tersebut.

Jangan tanya darimana Winwin tahu? Ketika Ten membawa Yuta pria itu sudah membaca sebagian ingatannya walau wanita yang menghancurkan kehidupannya terlihat samar dalam penglihatan Ten namun ia tahu seberapa hancur keluarga Yuta karena perbuatan wanita itu.

"Baiklah aku akan berada disini berjaga-jaga jika si bodoh itu berteriak-teriak lagi.." ujarnya pada diri sendiri sembari menarij sebuah bangku dan duduk di dekat pintu kamar rawat Yuta sembari memasang earphone di telinganya, karena dirinya sama sekali tak berniat mendengarkan apa yang diceritakan oleh Yuta di dalam sana.

Lantunan suara perempuan yang terdengar di telinganya mau tak mau membawa otaknya untuk bekerja kembali ke masa lalu. Selama 4 tahun ini dia mengenal Yuta, sedari pria itu adalah seorang pendiam hingga menjadi seperti sekarang.

'Seluruh keluarganya tewas... Hanya dirinya yang tersisa, dan hanya dia yang disalahkan. Bayangkan jika kau berada di posisinya Sicheng?"

Winwin hanya menghela nafas pelan "Masalahku sudah cukup sulit, jadi diriku tak berniat untuk berada diposisinya."

Sore itu Ten tertawa pelan mendengar ucapan Winwin, pria itu selalu dapat mengelak kenyataan bahwa dirinya perduli pada keadaan Yuta yang begitu pendiam ketika tiba.

Bahkan hingga detik ini Yuta sudah tak sependiam dulupun Winwin masih enggan mengakui dirinya perduli, padahal, dia yang sejak awal membantu mememindahkan Yuta dalam gendongannya ketika pria itu berteriak histeris diruang rapat.

Dia juga yang berada 24 jam dikamar rawat Yuta tanpa istirahat sama sekali hanya demi memastikan keadaan Yuta sudah lebih baik, ia bahkan sampai mengatakan pada YangYang makanan apa yang harus dibawakan pria itu untuk Yuta.

Semua hal dilakukannya untuk kebaikan Yuta namun amat enggan untuk diakui olehnya. Ia lebih memilih mengelak dan berpura-pura tak perduli bahkan kadang bertingkah menyebalkan, termasuk saat dirinya dengan tiba-tiba menyatakan berkompetisi untuk mengajar Jisung.

Padahal sesungguhnya ia hanya ingin semangat Yuta yang sejak awal ragu bahwa dirinya dapat mengajar Jisung berkobar karena tingkah menyebalkannya. Bagaimanapun Jisung adalah murid pertama Yuta, dan yang diajarkan olehnya adalah sesuatu yang berbahaya, tentu saja dirinya merasa ragu.

Berbeda dengan Winwin yang sedari sebelum memasuki sirkus sudah beberapa kali mengajarkan oranglain, bahkan Yangyang pun termasuk murid pertama Winwin di sirkus dan tak ada keraguan dalam dirinya untuk mengajari Yangyang.

Dirinya yang tak perduli justru menjadi dirinya yang begitu paham, ia terlalu mengerti keadaan Yuta hingga dirinya selalu tahu kapan pria itu membutuhkan bantuan dan kapan pria itu sebaiknya dihiraukan.

Winwin menoleh kembali kearah pintu yang tertutup, kepalanya bergerak sesekali mengikuti lantunan lagu. Ia memastikan bahwa Yuta memang masih baik-baik saja didalam sana.

Sedangkan didalam kamar rawat saat ini Johnny memberikan beberapa berkas pada Yuta, pria itu membacanya dengan seksama dan perlahan. Sedangkan Jayden berdiri didekat pintu ia harus berjaga-jaga andai pria ini menjadi histeris dengan tiba-tiba seperti waktu itu.

"Ini semua laporan yang kalian terima dari kepolisian Detroit bukan? Tentang diriku?"

"Ya.." Johnny mengangguk namun ia kembali menunjuk pada salah satu bait dalam laporan tersebut bahwa dirinya merasa janggal dengan laporan tersebut. "Tapi bagiku ada beberapa saksi memberikan kesaksian yang kurang masuk akal dan kurang akurat menurutku."

"Keluarga baru wanita ular itu mungkin yang membayar mereka untuk bersaksi, padahal seumur hidup tak pernah sekalipun diriku pernah mengenal mereka sama sekali."

"Jika keadaanmu sudah lebih baik, pergilah bersamaku ke Detroit kita akan membuka kembali kasus ini dan menyatakan naik banding agar namamu bersih. Lagipula kasus ini bisa menjadi salah satu kasus yang bisa menjerat Kim Taeyeon." ujar Jayden dengan semangat.

Awalnya Yuta hanya diam saja namun remasan kuat yang diberikan Johnny dibahunya membuat dirinya yakin bahwa kali ini ia tak seorang diri. Kali ini dirinya didukung oleh orang lain yang benar-benar ingin membantunya walaupun tujuan utama mereka memang untuk menangkap Kim Taeyeon.

"Tak ada yang perlu kau takutkan, kami saat ini ada bersamamu.."

"Kapan kita akan ke Detroit?"

"Kapanpun kau siap diriku siap mengantarkanmu kesana."

Us

Sebuah langkah kaki panjang melangkah memasuki lorong yang terasa dingin dengan dinding putih yang diselimuti oleh lemari-lemari kaca yang menyimpan begitu banyak bingkai dan guci serta pot kecil tempat abu jenazah diletakkan dan disimpan didalamnya.

Tungkai panjangnya terhenti begitu tiba di loker lemari kaca yang tertera dalam alamat yang tercatat dalam kertas, sebuket bunga yang sudah dibawa olehnya dengan tangan terangkat didepan dada kini terjatuh dari genggamannya, betapa lemas dirinya saat melihat bingkai foto dari gadis yang pernah hadir dalam kehidupannya berada disana tengah tersenyum dengan manisnya.

Bahkan ada bingkai foto yang terdapat wajahnya dengan gadis tersebut, 20 tahun lalukah? Atau lebih sepertinya, 25? Ia benar-benar tak dapat mengingat kapan terakhir dirinya bersama dengan gadis itu hingga akhirnya belahan jiwanya pergi meninggalkannya.

Namun ia tak menyangka bahwa dirinya ditinggalkan dengan cara seperti ini, mengapa harus dengan kematian? Dan mengapa Yunho tak mengatakan apapun padanya tentang gadis itu.

"Seohyun-ah?" panggilnya dengan suara bergetar, ia bahkan jatuh berlutut diatas lantai yang dingin. Rasanya tak pantas dirinya hanya datang dengan membawa sebuket bunga, ia seharusnya datang dengan membawa lebih dari ini.

"Maafkan aku.. Aku benar-benar minta maaf padamu.."

Saat dirinya tengah sibuk menangisi dirinya, keadaan dan takdirnya. Pria itu mendengar suara langkah kaki mendekat, kepalanya yang tengah menunduk perlahan mendongak dan menoleh. Ia benar-benar terkejut melihat siapa yang kini dengan tiba-tiba berada didekatnya dan tengah menatapnya berlutut didepan sebuah altar dalam lemari.

"Ah.. Kim Jaejoong-ssi.. Aku tak menyangka dapat melihatmu disini.." sapa pria yang berwajah serupa dengan pria yang tengah berlutut tersebut, bahkan dengan senyum hangat diwajahnya.

Mau tak mau pria itu segera bangkit sembari menghapus sisa air matanya, bagaimanapun ia harus tetap menjaga harkat dan martabatnya, begitulah seorang Kim. Harga diri adalah nomor satu, walaupun ia tengah dalam keadaan terpuruk saat ini mereka amatlah sangat pantang menangis dihadapan orang lain.

"Kau sedang apa disini Lee Taeyong-ssi?"

Pria yang lebih muda tersebut menatap kertas dalam genggamannya dengan nomor diatas lemari kaca tersebut dan menatap bingkai foto didalamnya, terdapat wajah kecil Johnny Seo bersama seorang gadis cantik disana dan juga terdapat wajah Kim Jaejoong bersama dengan gadis itu juga dibingkai lainnya.

Ia kembali menatap Jaejoong dengan senyum ramahnya "Apalagi memang? Diriku mengunjungi ibuku disini.." jawabnya dengan tenang namun menimbulkan keterkejutan di wajah Jaejoong.

Bukan, dirinya bukan lupa bahwa Kim Taeyeon sudah mengatakan bahwa Taeyong adalah anaknya namun, seingatnya wanita itu berkata...

"Anakmu dititipkan dipanti oleh Jung Yunho agar kau tak akan pernah menemukannya, dia bahkan tak menceritakan apapun tentangmu pada anakmu itu, bukankah itu keterlaluan Jaejoong-ah? Dia begitu sangat ingin melihatmu menderita seorang diri."

"I-Ibumu?"

Taeyong menganggukkan kepalanya "Ya.. Ibuku.. Mengapa kau terlihat begitu terkejut Tuan Kim?" ucapnya lagi, namun ia tak terlalu memperdulikan keterkejutan Kim Jaejoong dihadapannya, Lee Taeyong lebih mengutamakan untuk meletakkan buah dan segala hal yang dibawanya setelah menarik sebuah meja kedepan lemari.

Ia mulai berdoa setelah menyusun barang-barang yang dibawanya untuk melayat dan menghiraukan Jaejoong yang masih terpaku terkejut dibalik tubuhnya. Usai dirinya berdoa Taeyong mengambil dan membakarkan 3 buah dupa ia kemudian berbalik menatap Jaejoong yang sedari tadi hanya diam tak bersuara.

"Kau ingin berdoa untuk ibuku?" tanyanya sembari menyodorkan 3 dupa yang sudah menyala tersebut pada Jaejoong. Awalnya pria itu ragu namun ucapan Taeyong selanjutnya membuat Jaejoong mau tak mau menerima ketiga dupa yang sudah terbakar tersebut.

"Bukankah ini kali pertama dirimu datang berkunjung? 20? 25? Aku tak menghitungnya, namun kuyakin hanya dirimu yang paling paham berapa lama kau tak melihat ibuku bukan?"

Dalam doanya Jaejoong kembali meminta maaf, namun juga ia tak bisa berpura-pura tak memikirkan sang anak dibelakangnya yang terlihat membencinya saat ini. Bukankah Taeyeon bilang bahwa anaknya tak pernah tahu siapa orangtuanya? Bukankah seperti itu? Lalu mengapa saat ini justru Lee Taeyong mengetahui siapa ibunya dan terlihat mengintimidasi dirinya?

"Taeyong Hyung.."

Panggilan Jaemin mengalihkan perhatian keduanya dari altar milik Seohyun. "Masih ada yang harus kita lakukan.."

Taeyong menganggukkan kepalanya dan tersenyum pada Jaemin "Tunggulah diriku diluar Jaemin-ah aku akan keluar dalam 5 menit."

"Baiklah.."

Usai Jaemin meninggalkan keduanya, Jaejoong meletakkan ke-3 dupa yang digunakannya kedalam guci berisi abu, kedua netranya masih menatap pot berisikan abu jenazah Seohyun yang masih terdapat didalam lemari kaca.

"Karena diriku masih terlalu sibuk, akan kutinggalkan kau dengan ibuku. Gunakanlah waktumu untuk berbincang dengannya sebelum kupindahkan abunya menuju rumah abu lain.." Taeyong meletakkan sebuket bunga yang sebelumnya ia ambil dari lantai karena terjatuh dari gengaman Jaejoong.

"Kuanggap ini adalah caramu mengucapkan perpisahan pada Ibuku Kim Jaejoong-ssi." ia membungkuk sekali pada altar Seohyun kemudian membungkukkan tubuhnya pada Jaejoong yang hanya dapat diam saja, berbeda dengan terakhir kali mereka berjumpa.

"Sampai jumpa... Appa.."

Jaejoong hampir jatuh lemas andai saja tak ada dinding dingin dibalik tubuhnya, ia bahkan hanya bisa menatap nanar punggung Taeyong yang sudah beranjak pergi dari hadapannya. Apa barusan dirinya dipanggil 'Appa' oleh Taeyong?

Apa yang sebenarnya terjadi?? Mengapa apa yang diucapkan Taeyeon sama sekali tidak sesuai dengan kenyataan dihadapannya? Dirinya segera menghubungi Taeyeon setelah merogoh ponselnya dari balik saku.

"Kau wanita ular.. Apa tidak cukup kau membuatku bertengkar dengan Yunho dan kehilangan Seohyun?"

Taeyeon yang baru saja tersenyum mendapat panggilan dari Jaejoong terpaksa mengerutkan keningnya karena tak paham mengapa dirinya jadi mendapat makian dari pria yang sudah dirinya bantu untuk melihat kebenaran seburuk apa sahabatnya yang menyembunyikan segalanya.

"Taeyong.. Tahu dengan jelas siapa kedua orangtuanya, bahkan ia mungkin tahu segalanya daripada dirimu. Jadi berhentilah seolah-olah dirimu mengetahui segalanya dan berniat mengadu domba diriku lagi dengan Yunho." umpatnya lagi dan memutuskan panggilan telepon sebelum ia mendengar ada sedikitpun pembelaan dari bibir wanita ular itu.

"Akan kucari tahu kebenarannya... Dan akan kubuat Taeyong memiliki ayah.." ujarnya pada altar Seohyun, sudah cukup rasanya anak mereka hidup seorang diri dan menderita sendirian saat tenyata ia mengetahui segalanya seorang diri.

Sepanjang perjalanan Jaemin hanya sesekali melirik Taeyong yang terdiam disisinya, Jaemin memutar stir mobilnya dan tiba di pelataran bekas panti mereka pernah berdiri "Kita sudah sampai Hyung.."

Taeyong menatap kearah depan dimana reruntuhan terlihat dihadapannya "Kau baik-baik saja Hyung?"

".....ya..

Tak pernah sebaik ini..."

To Be Continued

Tidak ada komentar:

Posting Komentar