myCatalog

Senin, 31 Agustus 2020

US - TWENTY EIGHT


* US *

-

-

-

-

-








SAPPHIRE CITY

2044

Himchan dan Jongup menatap Taeil yang tiba-tiba masuk kedalam kamar mereka bertiga dengan terburu-buru dan segera menuju meja di sudut ruangan kemudian membuka komputer dan mencari berkas-berkas yang ada diatas meja. Dia benar-benar berniat untuk mencari tahu sekali lagi tentang Kim Taeyeon.

"Ada apa Hyung?"

"Apa terjadi sesuatu lagi? Apa itu berhubungan lagi dengan ibuku kah?"

"Tidak.." Taeil membawa laptop dan berkas miliknya keluar dari kamar, ia akan lebih berkonsentrasi jika dirinya mengerjakan ini seorang diri dan ditempat yang sepi. "Ah.." ia melangkah mundur dan kembali menatap Himchan serta Jongup.

"Adikmu, Kim Doyoung ada disini. Sebaiknya kau melihat keadaannya, mungkin kau bisa membantunya."

Begitu Taeil beranjak pergi, Himchan mengerutkan keningnya dan segera menoleh pada Jongup "...ada apa dengan adikku?" namun tak ada jawaban yang Jongup berikan, pria itu segera beranjak menarik Himchan untuk mengikutinya.

Ia berpapasan dengan Lucas "Dimana Kim Doyoung??" tanyanya dengan panik dan Lucas segera menunjuk sebuah ruangan yang berada di pertigaan koridor. Jongup kembali menarik Himchan agar pergi bersamanya, meninggalkan Aiden yang kini terlihat bertanya-tanya.

Apa barusan yang ia lihat itu adalah Jongup? Dan pria yang diseret-seret oleh pria itu tadi bukankah itu Kim Himchan? "Kenapa mereka ada disini? Aigoo ada apa ini sebenarnya? Kau tahu kepalaku sudah cukup pening karena ingatan adikku kembali secara tiba-tiba, lalu Jungwoo muncul kemudian Jongup dan Himchan.. Bagaimana mereka bisa berada disini?"

Lucas mengangkat tangannya agar Aiden berhenti bertanya apalagi ia melihat betapa stress Aiden saat ini terlihat dari raut wajahnya sekarang, dan mengapa pria ini memiliki banyak pertanyaan yang harus dijawab olehnya seorang? "Aku tak bisa menjawab semuanya, yang bisa kupastikan saat ini semua yang tersisa dari House of Heaven kini berada disini." jelas Lucas dengan singkat jelas dan padat.

"Kau paham Hyung?" Lucas terpaksa bertanya karena Aiden hanya diam saja usai dirinya mengatakan bahwa semua yang tersisa berada disini, ditempat ini "Hyung?"

"Maksudmu, semuanya? Semua yang tersisa?"

Lucas menganggukkan kepalanya "Antarkan aku pada mereka semua.."

Jongup menundukkan kepalanya menyapa Yunho yang berpapasan dengannya, pria itu terlihat seperti mengejar seseorang yang sudah pergi terlebih dahulu, ia dan Himchan mendekat kearah pintu yang tertutup dan membukanya perlahan.

Naluri Jongup membiarkan Himchan kini dapat melihat keadaan kacau adiknya yang berteriak memohon didalam sana dengan mata merah berlinangan air mata pada Jungwoo. Seumur hidupnya Kim Himchan tak pernah melihat adiknya seperti ini, ada apa dengan adiknya itu?

Perlahan kedua tungkainya melangkah masuk dengan tersendat sedangkan Jongup memutuskan untuk menunggu diluar ruangan "...D-Doyoungie?"

Doyoung dan Jungwoo menoleh, pria kelinci itu tiba-tiba saja beranjak dari sofa dan berlutut memeluk kaki sang kakak "H-Hyung! Kau pasti datang untuk menjemputku bukan? Iya bukan? Kalian akan membawaku bukan?" ia melepas pelukannya pada kaki Himchan dan memukul kepalanya.

"Bawa aku Hyung, aku tak ingin mendengar suara Eomma dikepalaku.."

Hatinya berdenyut sakit melihat keadaan Doyoung seperti ini, walapun dirinya baru saja kemarin di siksa oleh adiknya sendiripun ia tahu dengan jelas bahwa itu sama sekali bukan kemauan sang adik untuk menyiksanya.

Doyoung hanya ingin sebuah pengakuan yang tak pernah diberikan oleh sang ibu selama ini, dan dengan kejam ibu mereka justru memanfaatkan hal tersebut.

"Yaak! Aku datang bukan untuk membawamu!" omelnya, Himchan bahkan menyentakkan kakinya agar Doyoung melepaskan pelukan dikakinya, ia bahkan melangkah dengan cepat menjauh dari sana sambil menahan tangis saat adiknya merangkak ingin memeluknya.

"H-hyung, Hyung maafkan aku maafkan aku."

Lagi, Doyoung kembali memeluk kaki Himchan begitu kuat. Daripada dirinya dibenci ia lebih memilih tewas saja bersama dengan Hyung yang sudah disakiti olehnya "Maafkan aku Hyung.." ia bahkan menangis begitu pilu hingga Johnny yang berada dalam ruangan itupun mengalihkan pandangannya.

Ia benar-benar mengutuk Kim Taeyeon akan segala tingkahnya yang justru menghancurkan mental anaknya sendiri hingga seperti ini, seumur hidup baru kali ini ia melihat orang yang menggunakan anaknya sebagai senjata dan tameng atas segala tindak tanduk kejahatannya.

"Apa yang kau lakukan sialan!" Himchan kembali menyentak kakinya agar Doyoung menjauh darinya, ia berniat untuk kembali memaki adiknya tersebut karena berbicara melantur sedari tadi namun begitu ia melihat sang adik meringkuk melindungi dirinya sendiri bahkan hanya dari perkataannya ia tahu seberapa hancur adiknya saat ini.

Himchan segera berjongkok dan memeluk Doyoung begitu erat, ia membiarkan air matanya menetes saat lagi-lagi Doyoung meneriakkan permintaan maaf padanya, ia benar-benar membenci ibunya sangat membenci ibunya saat ini.

"Hyung disini Doyoungie, Hyung tak akan marah padamu."

Walau sulit dirinya masih berusaha untuk memeluk tubuh Doyoung yang masih meronta dan menangis, ia menoleh pada Jungwoo "Apa yang harus kita lakukan?"

Jungwoo diam, ia ragu sesungguhnya harus mengatakan ini namun memang hanya itu yang dapat mereka lakukan, jika mengikuti terapi yang biasa dilakukan Jaemin pada pasiennya maka akan membutuhkan waktu lama agar pria itu sembuh, lagipula ia tak yakin Doyoung akan sembuh jika dibiarkan seperti ini lebih lama.

"Menghapus ingatannya, dan memasukan memori baru dalam ingatannya."

"Apa kau gila Jungwoo-ya? Kau benar-benar menyarankan hal itu? Apa kau tahu apa yang akan terjadi?"

Rasa sesak dan nyeri makin menusuk dalam relung hatinya saat Himchan melihat Jungwoo kembali menganggukkan kepalanya, pria itu tak pernah bercanda memang dalam menyampaikan sesuatu dan Himchan tahu itu dengan jelas.

Tapi...

Haruskah?

Haruskah ia kehilangan adiknya? Membiarkan sang adik melupakannya?

Doyoung melemas, tubuhnya merosot dalam pelukan Himchan membuat Johnny dan Jungwoo khawatir akan apa yang terjadi. "Dia pingsan, pindahkan dia ke ruangan lain."

Dengan cepat Johnny membantu Himchan untuk memindahkan tubuh Doyoung menuju ruang perawatan "Jilin, periksa dia.." Perintah Johnny setelah meletakkan tubuh Doyoung disebuah kursi hitam besar disudut ruangan.

Jungwoo mencengkram lengan Himchan dan menariknya keluar bersama dengannya, membiarkan Johnny saja yang mengurus Doyoung. "Hyung aku tahu kau tak akan menyetujui hal ini sejak awal, tapi menghapus ingatannya adalah satu-satunya jalan terbaik untuk Doyoung Hyung saat ini. Seumur hidupku diriku pun tak pernah melihat pasien Jaemin sekalipun yang memiliki gejala seperti Doyoung Hyung.."

"Pikirkan Hyung, ini demi kebaikannya." Ujarnya melanjutkan, ia kemudian melihat Johnny keluar dari ruang perawatan.

"Kejadian dan kenyataan bertubi-tubi yang menimpanya benar-benar meninggalkan trauma mendalam, Doyoung depresi dengan mudahnya hanya karena ibumu, inipun pertama kali kulihat seseorang mengalami trauma seperti itu." Tambah Johnny mengiyakan penjelasan Jungwoo.

"Jilin sudah memberikannya obat penenang, kau pikirkan kembali tawaran Jungwoo sebelum dirinya sadar, aku takut ia akan kembali histeris seperti tadi."

Tak ada jawaban apapun yang keluar dari bibirnya, Himchan benar-benar terdiam seribu bahasa. Hanya Jongup yang meminta ijin agar mereka tetap berada di ruang perawatan bersama dengan Doyoung selama Himchan berpikir.

"Apa diriku salah selama ini Jongup-ah... Diriku.. Selalu menjadi perbandingan di mata Eomma dengan dirinya, apa diriku salah?"

Kalimat pertama yang dikeluarkan Himchan pada Jongup selama mereka duduk termenung cukup lama didalam ruang perawatan kedua netranya tak lepas menatap keadaan sang adik yang terbaring lemas dihadapannya, pria sipit disisi kanan Himchan meremas jemari si kelinci agar lebih tenang dan berhenti berspekulasi, ia menggelengkan kepalanya agar Himchan tak lagi menyalahkan dirinya sendiri.

"Kau tak salah apapun Hyung.. Jangan pernah menyalahkan keadaan yang sudah terjadi Hyung.. Mungkin memang ini jalan hidup yang harus adikmu lalui, bukankah sudah cukup dirinya hidup dalam tekanan selama ini?"

Himchan terdiam ia nampak memikirkan hal yang diucapkan oleh Jongup padanya, ucapan pria itu tidaklah salah bahkan lebih menuju benar, saat dirinya masih sibuk bermain dengan pikirannya sendiri Yunho datang memasuki ruang perawatan bersama dengan Jungwoo "Himchan.." Panggil Yunho, dan pria itu menoleh.

"Mari keluar, biar Jungwoo melakukan apa yang harus dilakukan olehnya.."

".... Maksudmu?"

"Appa sudah setuju untuk menghapus ingatannya, sepertinya tadi Appa pergi untuk bertemu dengan Eomma dan gagal membujuknya.."

"... Tapi... Apakah tak bisa kita.."

Jongup menyentuh lengan Himchan, meremasnya perlahan seolah-olah tengah menenangkannya, lagi. "Percayalah Hyung ini yang terbaik untuknya.."

"Ayahmu ingin agar setelah dia kembali Doyoung sudah melupakan segalanya." Tambah Yunho, ia paham ini keputusan berat namun jika tak dilakukan maka keadaan Doyoung akan semakin parah. "Kau harus memahami keadaannya Himchan-ah.." Yunho menatap Doyoung, saat ini bukan lagi memikirkan siapa yang dilupakan oleh siapa namun segalanya demi kesehatan Doyoung kedepannya. 

"Dia akan melupakanku bukan? Melupakan Appa? Melupakan semuanya.."

"Kurasa diriku tak perlu menjawabnya Hyung.."

"Lalu, ingatan baru apa yang akan kau masukkan kedalam kepalanya?"

"Diriku..."

Taeil tiba-tiba datang sembari membawa berkas dalam genggamannya dan segera memberikan berkas tersebut pada Yunho "Jika diriku benar maka Kim Taeyeon menggunakan Ten, Hyukjae dan Xiaojun hanya untuk kepentingan pribadinya guna menguasai jajaran komisaris kurasa kau harus berhati-hati, setidaknya itulah rencananya sebelum mencari para freak."

"Jajaran Komisaris?"

Yunho segera beranjak setelah mengucapkan terima kasih pada Taeil ia harus menemui Aiden dan yang lainnya. Sedangkan Taeil memasuki ruang perawatan Doyoung dan melihat pria itu terbaring disana.

"Apa maksudnya Hyung?"

Taeil menghela nafasnya dan menatap Jongup "Kau dan Doyoung akan bertukar memori setidaknya untuk sekarang, kau tetap adikku Jongup-ah, kau tetap adik yang kusayangi, tapi saat ini sepertinya Himchan-ssi lebih membutuhkanmu untuk tetap berada disisinya, dan untuk saat ini Doyoung-ssi membutuhkan memorimu."

Penjelasan Taeil amat mudah dipahami oleh Jongup saat ini, secara tak langsung mereka akan membagi memori bersama dengan Doyoung, lebih tepatnya memori Taeil bersama dengan Jongup akan masuk kedalam memori Doyoung.

"Hyung.."

Jongup meraih jemari Taeil dan meremasnya perlahan, ia tersenyum hangat pada seseorang yang sudah menjadi Hyungnya selama 15 tahun terakhir ini dan rela membagi orangtua dengan dirinya.

Anggaplah saat ini, Jongup membalas budi baik Taeil dengan mengijinkan memori indah masa kecil dan remajanya di gunakan oleh Doyoung "Sebelum hal buruk terjadi, kau dan Doyoung-ssi harus pergi dari tempat ini.. Berjanjilah padaku, maka aku akan membiarkan dia memakai memoriku."

Keduanya terkekeh pelan, apa saat ini Taeil sedang di ancam? Tentu saja dirinya tak akan beranjak kemanapun sebelum segalanya berakhir "Yak, aku ini Hyungmu.." Ia menepuk lengan Jongup dan pria itu mengerti bahwa dirinya harus membawa Himchan keluar dari ruang  perawatan meninggalkan Jungwoo, dirinya dan Doyoung untuk sesi penyembuhan.

"Ayo Hyung kita keluar.." Mau tak mau Himchan mengikuti Jongup, netranya masih tak lepas menatap wajah adiknya mungkin untuk yang terakhir kalinya. Ia bahkan tak berpaling saat Jungwoo sudah menutup pintu ruang perawatan, menyisakan Himchan yang hanya menatap pintu dingin berwarna putih dihadapannya.

Kakinya terasa lemas walau hanya untuk melangkah menjauh hingga ia hampir saja jatuh terduduk andai Jongup tidak menahan tubuhnya, ia memeluk Jongup dan mulai menangis terisak tanpa suara karena menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Jongup.

Namun di balik pintu Jungwoo menghela nafasnya ia dapat mendengar tangisan Himchan didepan sana, setelah menetralkan emosinya ia berbalik menatap Taeil "Kau sudah siap Hyung?"

"....." Taeil menatap Doyoung sekilas kemudian menganggukkan kepalanya "... Ya."

Jungwoo mendekati Taeil dan menyentuh kedua wajahnya ia menutup kedua matanya dan mulai menggali memori dalam kepala Taeil, begitu banyak kenangan antara Taeil dan Jongup disana. Dirinya merasa iri dengan Jongup karena pernah merasakan bagaimana rasanya hidup sebagai manusia normal.

Perlahan ia melepas jemarinya dari kedua wajah Taeil ia tersenyum tulus "Terima kasih kau mau membagikan kenangan indahmu pada Doyoung Hyung.. Dia akan bahagia setelah ini."

"Tak masalah.."

Ia menghampiri Doyoung perlahan kemudian meraih jemarinya kemudian mengenggamnya, Taeil kembali menatap Jungwoo agar pria itu segera menghapus ingatan Doyoung dan menggantinya dengan kenangan miliknya.

Menurut Jungwoopun mendekati Doyoung dan menyentuh kedua wajahnya, perlahan asap berwarna merah keluar dari bibirnya  dan masuk kedalam mulut serta hidung Doyoung, terlihat pria itu tidak tenang dalam tidurnya bahkan Jungwoo pun terlihat sama seperti Doyoung, pria itu amat sangat terlihat tidak menyukai apa yang baru saja ia lihat didalam ingatan Doyoung dan terpaksa ia menghapus segalanya agar hyungnya terlepas dari penderitaan dan menciptakan ilusi baru demi kebahagiaan Doyoung.

Doyoung mengerutkan keningnya ia melihat padang rerumputan luas dihadapannya, dirinya terasa asing berada disana namun ia tak dapat mengingat apapun selain hal ini.

"....ah.."

" ...Young-ah.."

"Doyoung-ah!?"

Perlahan dirinya menoleh dan melihat seseorang memanggil sambil melambai padanya, ada 2 orang dewasa dibelakangnya dan juga tengah memanggilnya sembari menenteng keranjang piknik serta alas tikar.

Ia merasa bingung..

Disatu sisi yang berhadapan dengannya ia melihat juga 2 punggung orang dewasa dan punggung seorang remaja tengah melangkah menjauh darinya, seperti ada yang hilang saat dirinya melihat hal tersebut, tetapi panggilan dari belakang terus memanggilnya dan seolah memaksanya untuk berpaling lagi.

Ia kembali menoleh dan menatap pria yang melambai padanya dengan senyum lebar, perlahan senyum dibibir tipisnya pun muncul dan dirinyapun tak ragu lagi menyahuti panggilan tersebut sambil berlari menghampiri keluarga yang hendak pergi berpiknik tersebut, "Aku datang.. Taeil Hyung.."

Seperti apa yang diucapkan olehnya pada Yunho ia akan tiba 2 jam kemudian, tungkainya melangkah memasuki bangunan yang terlihat seperti gudang 3 lantai dan langsung menuju ruang perawatan dimana mereka mengatakan bahwa anaknya berada disana, ia hanya ingin memastikan bahwa Kim Doyoung memang sudah melupakannya.

Walau menyakitkan tapi itu keputusan yang harus di ambil olehnya, jika orang berkata dirinya terlalu mudah mengambil keputusan seperti itu mereka salah. Youngwoonpun amat sangat berat mengambil keputusan ini, jika mudah ia tidak perlu kembali ke mansion Kim hanya untuk menemui Taeyeon memohon agar segalanya dihentikan dan memulai segalanya dari awal.

Setidaknya ia akan mencoba memiliki rumah tangga senormal mungkin demi kesembuhan si bungsu, namun nihil. Karena gagal ia lebih memilih agar Doyoung tak perlu lagi mengingat keluarga yang ternyata membuatnya tertekan begitu dalam.

Ia bahkan tak akan pernah melupakan bagaimana Doyoung kecil dahulu masuk kedalam dekapannya ketika anak itu baru saja dilahirkan, wajah kelincinya yang serupa dengan sang kakak tidak akan pernah dilupakan olehnya, pertemuan pertama dengan si bungsu.

Namun begitu tiba di lorong ruang perawatan langkah yang sebelumnya tengah berjalan pasti terhenti, ia bisa melihat anak sulungnya berdiri didepan pintu yang dapat dirinya pastikan adalah tempat dibungsu berada. Ia kembali melangkah walau ragu mendekati ruang perawatan tersebut dan melihat apa yang tengah Himchan perhatikan didalam sana.

Doyoung tersenyum amat sangat lebar bersama dengan Taeil yang tengah membantunya minum, ia bahkan mengobrol dengan Jongup untuk membicarakan tentang masa kecil ilusi yang baru saja ditanamkan oleh Jungwoo dalam kepalanya.

Youngwoon menepuk bahu Himchan, meremasnya pelan ia tahu bahwa anaknya ini pasti amat sangat terpukul ketika kehilangan adik yang ia sayangi begitu dalam, dirinyapun merasakan hal yang sama.

"Seumur hidup, diriku tidak pernah melihat Doyoungie tersenyum begitu lebar Appa. Apa sekarang dengan kita melepasnya adikku akan benar-benar bahagia?"

"Appa tak bisa menjamin tentang kebahagiaannya Himchanie..." Youngwoon menatap kedalam ruang rawat kembali, kedua netranya bertatapan dengan manik kelam milik Doyoung yang menundukkan kepalanya menyapa dirinya dengan sopan seolah-olah dirinya memang adalah orang asing.

"....tapi melupakan seluruh keluarga Kim adalah pilihan terbaik untuknya."

Us

Kini rapat kembali dimulai diruangan yang sebelumnya kacau, Yunho yang tengah berdiri didepan dengan berkas yang diberikan oleh Taeil padanya tengah menjelaskan segala motif dan tujuan Taeyeon dengan 3 freak yang saat ini berada ditangannya. Ia percaya akan analisis Taeil bahwa bisa saja tujuannya membawa ketiga freak itu adalah untuk menekan para petinggi agar mengikuti rencananya, bagaimanapun orangtua angkatnya adalah seorang Kim yang memegang peranan penting dalam struktur pemerintahan.

Bahkan orangtua Youngwoon bersedia menjodohkan anaknya dengan Taeyeon walaupun sudah tahu asal muasal wanita itu jelas karena latar belakang keluarga asuhnya saat itu, petinggi Kim. Memperbesar kerajaan keluarga mereka bukankah lebih baik, walau pada akhirnya Youngwoon tetap enggan memasuki militer.

"Jika memang rencananya seperti itu bukankah kita sudah kalah sejak awal?" ujar Aiden, ia mengusap wajahnya kasar jika memang itu tujuannya kini bagi mereka freak yang tersisa akan sangat berbahaya jika kembali menuju Neo City sebaiknya mereka tetap menetap di Sapphire City sembari memikirkan rencana apa yang harus mereka lakukan selanjutnya.

"Jika dia ingin bermain dengan menggunakan kedudukan para petinggi maka kita akan melakukan hal yang sama. Negara ini terdapat banyak wilayah jika dia berniat menguasai barat termasuk Neo City maka kita hanya perlu menarik Timur yang mana itu termasuk Sapphire City, untuk berpihak pada kita." ujar Junmyeon, ia selama ini berkeliling bersama dengan Lay sesungguhnya sembari mengamati wilayah lain yang menggerakkan kampanye membela para freak seperti apa yang tengah mereka lakukan saat ini.

"Kupikir itu bukanlah hal yang mudah.. Menarik mereka? Apa yang bisa kita janjikan pada mereka?"

"Selama tujuan mereka ingin memperjuangan kesamarataan freak dinegara ini dengan keberadaan manusia pada umumnya, maka kita tak perlu menjanjikan apapun pada mereka." Tambah Youngwoon, dirinya selama ini secara diam-diam memang menyetujui adiknya yang mencoba mencari kota mana saja yang terdapat cukup banyak freak yang hidup damai dengan sistem pemerintah wilayah yang memberikan perlindungan pada mereka.

"Berdasarkan data yang kukumpulkan dari Junmyeon-ssi, selain Sapphire City dan Detroit City masih ada sekitar 5-8 wilayah lagi yang mendukung dan melindungi freak namun sisanya abu-abu." Jaehyun berdiri dan membagikan kertas ditangannya satu per satu pada peserta rapat.

"Diamond, Dire, Magrid, Red Ruby ini hanya wilayah kecil, bagaimana membuat mereka bersedia membantu kita jika mereka saja hanya wilayah kecil dibanding dengan yang lainnya? Setengah dari sisanya bahkan bukan wilayah bagian besar seperti Sapphire dan Detroit apa kau yakin?" Jayden merasa wilayah yang mendukung mereka tidaklah cukup kuat, diantara semuanya hanya kota tempatnya bernaung dan Detroit lah yang cukup besar dan memiliki sistem pemerintah wilayah seperti Neo City mereka akan kekurangan bala bantuan jika seperti ini.

Taeyong masih memahami berkas yang diberikan oleh Jaehyun dan mendengarkan ucapan Jayden baik-baik, bagaimanapun tak ada yang memahami lapangan sebaik dirinya dan Jayden jadi jika pria itu merasa rencana ini tak terlalu menghasilkan maka dirinya perlu memastikan hal yang sama.

Seluruh wilayah yang disebutkan Jayden memang hanya wilayah kecil yang hanya sepertiga luas Neo City yang besarnya tak bisa dikira. Namun ia merasa bukan wilayah yang menjadi tujuan Jaehyun memasukkan nama wilayah ini dalam daftar kota yang akan dijadikan sekutu oleh mereka.

".... Apa ini semua bukan tentang besar wilayah?" Ujarnya, dan menghasilkan senyum puas di wajah Jaehyun dan Yunho, akhirnya ada yang paham, dan memang mereka yakin bahwa Taeyonglah yang akan paham pertama kali.

"Ah.." Jayden dan Aidepun seolah paham secara bersamaan hanya karena sebuah kalimat dari Taeyong.

"Freak.... Iya bukan? Kalian memasukkan nama kota itu karena memang tujuan kalian adalah menarik freak untuk menjadi sekutu dengan dukungan pemerintah wilayah?" Johnny menjabarkan, dan sejujurnya ia setuju dengan ide ini.

"Ya benar.. Kau benar, tujuan utama kita mendekati kota-kota itu adalah untuk menarik para freak."

Aiden mengangkat tangannya ia berniat untuk bertanya "Aku tahu kita bukan dalam keadaan darurat perang saat ini, namun hal itu tak mungkin tak terjadi bukan? Tapi bukankah selain dukungan dan kekuatan freak kita juga membutuhkan sokongan dana, logistik dan senjata setidaknya agar mereka yang mendukung kita tidak merasa bahwa mereka hanya menyerahkan nyawa mereka begitu saja."

Ucapan Aiden ada benarnya, dan itulah yang menjadi masalah bagi mereka saat ini. Fasilitas dalam gedung inipun belum terbangun seutuhnya masih ada bagian yang belum usai dibangun, bagaimana cara mereka menyiapkan dana untuk setidaknya menyediakan senjata serta logistik yang dibutuhkan.

Setiap wilayah yang mendukung mereka pasti akan mengirimkan setidaknya beberapa squardon pasukan mereka sebagai bala bantuan bagi para freak. "Apa saat ini kalian diam hanya karena masalah dana?" Tanya Lucas dengan wajah bingung, ia menatap satu persatu peserta rapat yang terlihat bingung dan justru terdiam saat ini.

"Apa kau memikiki solusinya?" Tanya Johnny penasaran.

Lucas perlahan mengembangkan senyum diwajahnya ia sudah dari tadi menunggu untuk diajak berbicara dalam rapat ini terutama mengenai dana. "Tentu.."

Angin bertiup dengan kencang mengacak surai milik Lucas dan Jayden yang kini berterbangan semakin lama semakin berantakan, kedua mata mereka menyipit kala melihat sebuah helikopter tengah mendarat tak jauh di tanah lapang luas yang berada masih dalam fasilitas bangunan di Sapphire City, Lucas mengembangkan senyum lebarnya ketika melihat pintu helikopter terbuka dan menyuguhkan sosok tampan dan tinggi dengan surai biru milik sepupunya yang ia percaya mengelola segala harta kekayaannya selama ini.

"Jika kau sekaya ini seharusnya dirimu memang tak perlu bekerja.."

Lucas menganggukkan kepalanya menyetujui "Ya.. Awalnya dirikupun berpikir seperti itu namun nyatanya jika diriku tak bekerja disana kau tak akan mendapat bantuan hari ini.."

Mendengar candaan Lucas, Jaydenpun terkekeh dan menepuk punggung Lucas "Mungkin maksudmu kau tak akan melihat dan tak akan pernah bertemu dengan Jungwoo Hyung bukan?" Mau tak mau Lucas pun terbahak karena mendengar ucapan Jayden.

"Kau terlihat senang Lucas.."

"Selamat datang Kun Ge.." Sapa Lucas senang, pria itu membalasnya dengan senyum lebar sembari merentangkan tangannya kemudian menghampiri Lucas dan keduanya saling berpelukan dengan erat. Sedangkan Jayden membungkukkan badannya sebagai sapaan pada orang yang baru dikenalnya.

"Kau menghubungiku tiba-tiba setelah hampir 2 tahun tidak mengabariku, kali ini apa yang kau butuhkan? Apartment baru untuk menetap dikota ini?"

Lucas menggeleng bahkan tak menghilangkan senyum lebar dari wajahnya, "Lebih dari itu, kuharap kau bersedia menyediakan dana yang cukup banyak tersebut untukku.."

Pria bersurai biru itu menatap Lucas, ia curiga dengan permintaan sepupunya tersebut namun karena melihat senyum lebar di bibir pria tan itu dirinya yakin bahwa permintaan tersebut bukanlah hal yang aneh.

"Apa yang kau butuhkan?"

Kun melangkahkan kakinya disepanjang koridor sembari menghubungi seseorang, netranya menatap berkas ditangannya hal apa saja yang dibutuhkan oleh Lucas dan kumpulan freak ditempat ini.

"Aku mengirimkan sesuatu ke emailmu, sediakan apa yang tertera disana dalam 3 hari aku ingin semua sudah siap dan berada ditempatku berdiri saat ini." Ucapnya dengan tegas dan lantang khas seorang pemimpin.

Ia memutuskan panggilan secara sepihak kemudian melanjutkan langkahnya memasuki ruangan yang berisikan mesin pencetak brosur selembaran yang terdapat di gedung tersebut, jemarinya bergerak dilayar ponselnya dan membuka sebuah foto flayer kemudian menggesernya keatas hingga lembaran gambar tersebut hilang dilayarnya dan berpindah pada sebuah komputer disana.

"Kau bisa memperbaikinya sedikit dan cetak sebanyak mungkin, kita membutuhkan itu untuk membangun massa dalam jumlah banyak."

Jongup yang memang tengah berada disana mengangguk dengan patuh, ia segera duduk didepan komputer "Ini adalah keahlianku.."

Kembali Kun melangkah keluar dari ruangan dan berniat untuk kembali menuju dimana Lucas berada namun langkahnya terhenti saat ponsel dalam genggamannya bergetar, ia mendapat notifikasi pesan masuk dan membacanya sejenak, keningnya berkerut membaca berita tersebut.

"Apa mereka sedang bermain-main?"

Kun mengeluarkan laman berita yang ia baca dan menghubungi seseorang lagi "Aku sudah membaca berita yang kau kirimkan.. Cari darimana berita itu berasal, mungkin mereka tak tahu jika saat ini tengah berurusan dengan keluarga Wong.."

Us

"Kau sudah melihatnya?" Jongdae segera memasuki ruangan mereka bekerja sembari membawa Tab dalam genggamannya, ia kemudian meletakkan tab tersebut dimeja yang kini hanya diisi oleh Minseok dan Sehun. Hanya ada mereka bertiga saat ini, karena sejak misi yang mereka jalankan untuk menyelamatkan Himchan hari itu, baik Johnny, Jayden dan Lucas tak datang ke kantor.

Belum lagi dengan Taeil dari bagian laboratorium, Jaemin dari bagian kesehatan serta Taeyong dari squardon 1 sama sekali tak tampak keberadaannya mereka seolah-olah memutuskan untuk tak kembali saja, apalagi Jongdae dan Minseok tahu ada insiden yang terjadi saat mereka usai menyelesaikan misi.

"Berita apa?"

"Tentang sirkus.."

Jongdae meletakkan tab miliknya diatas meja dan menunjukkan berita yang saat ini menjadi headline news dimana-mana.

' Freak menyerang! Puluhan warga dan pasukan Neo City meregang nyawa di Heaven Circus yang terbakar.'

"Sebentar... Mengapa judulnya seperti ini? Bukankah yang terjadi sebaliknya?" Protes Sehun, ia amat sangat paham kalau sebenarnya yang terjadi justru adalah pemerintah yang menyerang para freak hari itu.

"Yang menjadi masalah bukan hanya itu, tapi..." Jongdae menggeser slide dilayat tab nya ke arah kiri dan menampilkan lama berita lain.

' Freak yang diyakini bertanggung jawab atas kebakaran dan penyerangan sirkus '

Dan terdapat wajah-wajah yang mereka kenal disana, termasuk ketua tim mereka Johnny Seo, serta Jayden dan Lucas. Sejak kapan Lucas adalah seorang freak? Apa kekuatannya adalah dapat tinggal di sebuah flat mewah ditengah kota.

"Diriku akan mencoba untuk menghubungi Johnny" ujar Minseok dan beranjak keluar dari ruangannya. Ia berpapasan dengan seorang pria yang tengah melangkah cukup panik menuju ruang Komisaris Kim yang berada dilantai 3.

"..... Kau baik-baik saja?" Minseok segera. Menanyakan kabar Johnny begitu panggilannya terangkat, ia melangkah menuju tempat yang lebih sepi dan berbicara dengan suara yang lebih rendah.

"Kalian masuk kedalam headline news apa kau sudah melihatnya? Ini mungkin kali terakhir aku menghubungimu, sebaiknya jangan kembali dulu ke Neo City dan buang kartu serta ponselmu, jaga dirimu baik-baik. Jika membutuhkan bantuanku dan yang lainnya kami siap membantu.."

"Kalian baik-baik disana, tetap awasi yang terjadi. Aku akan mengabarimu dengan nomor lain.."

Panggilan terputus, Minseok menghela nafas ia menatap layar ponselnya sejenak sebelum menghapus kontak Johnny dari ponselnya, ia akan meminta Jongdae dan Sehun melakukan hal yang sama. 

Netranya menatap sekeliling, entah mengapa sulit mempercayai setiap orang yang berada di gedung tempatnya berpijak saat ini.

Pria bersurai legam yang tadi melangkah terburu-buru menuju ruang Komisaris Kim segera masuk begitu saja kedalam ruangan besar tersebut tanpa mengetuk terlebih dahulu. Bahkan ia tak perduli saat ini Jaejoong tengah berbincang dengan Komisaris Song tentang perkembangan pencarian Subjek X-88.

"Apa diriku tak mengajarimu soal sopan santun Hendery?" Tegur Jaejoong begitu melihat pria yang diasuhnya sejak kecil yang membuka pintu dengan tak sabaran, namun melihat ekspresinya mau tak mau Jaejoong meminta Komisaris Song untuk berhenti menjelaskan dan membiarkan Hendery menyampaikan maksud kedatangannya terlebih dahulu.

"Baiklah, ada apa?"

Hendery meletakkan tab besar miliknya diatas meja kerja Jaejoong, pria itu tidak pulang sejak subjeknya hilang dan selalu tidur di kantor hanya demi mendengar perkembangan. Jadi ia yakin bahwa Kim Jaejoong belum tahu tentang berita ini.

Kening Jaejoong berkerut melihat deretan berita yang tiba-tiba saja menyebutkan kata freak didalamnya, setelah sekian lama setelah kejadian 15 tahun lalu kini muncul lagi berita seperti ini. "Selidiki tentang sirkus ini.." Ia melirik pada Komisaris Song dan pria paruh baya itu mengangguk sebelum beranjak keluar, sedangkan Jaejoong menggeser slide berita dan terkejut melihat wajah siapa yang tertera disana sebagai salah satu freak yang menyerang Sirkus dan menewaskan beberapa warga sipil serta prajurit.

"..... Yunho?"

Ia segera mendongak dan menatap Hendery "Apa maksudmu identitasnya sudah ketahuan?"

"Aku tak tahu, tapi jika melihat berita seperti ini diriku yakin dirinya akan dijadikan kambing hitam lagi atas penyerangan yang terjadi. Jika kau ingin menyelidiki tentang sirkus itu, aku ikut denganmu."

"Tidak!" Jaejoong menolak keras "Tugasmu adalah sebagai dokter, yang harus kau lakukan hanya tetap disini menunggu hingga Xiaojun kembali. Cukup Yunho yang sudah diketahui publik bahwa dirinya adalah seorang freak aku tak berniat melihat wajah anak asuhku berada di dalam berita."

Hendery tak bisa menjawab ataupun membantah, walaupun Kim Jaejoong terlihat dingin selama ini namun ia akui pria itu mengasuhnya dengan cukup baik "Setidaknya ijinkan diriku membantu.."

"Jika kau ingin membantu tetaplah diam.." Jaejoong mematikan tab tersebut ia menghela nafasnya "...Kau memiliki nomornya bukan? Kabari tentang hal ini padanya dan mintalah Jung Yunho jangan kembali sampai keadaan aman, aku akan mencari tahu siapa yang menyebarkan berita ini sembari tetap menyelidiki tentang sirkus tersebut.." Ia bangkit dari kursinya sembari menarik jas seragam yang tergantung dikursi kerjanya ia akan keluar dan menyusul Komisaris Song dalam penyelidikan.

"Paman.."

Langkah Jaejoong terhenti, ini kali pertama Hendery memanggilnya tanpa ada emosi didalamnya.

"Mengapa kau tidak menyampaikannya sendiri? Dia harus tahu bukan selama ini dirimu berusaha melindunginya?"

Perlahan Jaejoong menoleh ia tersenyum dan menepuk bahu Hendery "Terkadang apa yang kau lakukan tak perlu diketahui oleh orang lain Hendery-ya.. Sebaiknya kau pulang dan menghubunginya.."

"Kau tidak boleh masuk Nyonya!"

Pembicaraan Hendery dan Jaejoong terinsterupsi akan kedatangan seseorang, walaupun bawahannya didepan sana sudah menghalangi namun tetap saja wanita itu melangkah masuk kedalam ruang kerja milik Jaejoong.

Pria itu menaikkan sebelah alisnya begitu melihat siapa si penerobos tak sopan itu "Noona?"

Kim Taeyeon tersenyum mendengar sapaan dari Jaejoong adik iparnya, "Maaf diriku mencuri dengar sedari tadi tapi, apa kau masih berniat membantunya jika kau tahu kebenarannya?"

"Apa kau harus datang kemari menghasut seseorang dengan mulutmu itu Nyonya Kim?" Sahut Hendery, ia tak perduli bahwa ucapannya terdengar tak sopan namun semenjak ia tahu bahwa wanita itu adalah dalang dari segalanya Hendery tak berniat untuk bersikap baik apalagi terlalu sopan padanya.

Taeyeon tertawa, "Jadi kalian lebih memilih membantu para freak? Walau Xiaojun berada ditanganku sekalipun."

Jujur saja Jaejoong terkejut dengan pengakuan tersebut, sedangkan Hendery ia tampak kaget karena wanita itu mengakuinya, dugaan yang diarahkan pada Kim Taeyeon benar adanya.

"Dimana Xiaojun sialan?!"

Jaejoong mencengkram lengan Hendery agar tidak melangkah maju menghampiri Taeyeon, semenjak pernikahan kakaknya ia tahu ada yang salah dengan wanita itu "Jadi apa yang kau inginkan? Bersekutu denganmu?" Ia menarik Hendery agar berpindah ke balik tubuhnya dan memberikan kode dengan jemarinya agar pria itu tenang.

"Mungkin kau memang sudah tahu tentang hubungan diantara sahabatmu dan kekasihmu dimasa lalu, tapi apa kau tahu apa yang dirahasiakan oleh sahabatmu Kim Jaejoong-ssi?"

Rahangnya mengeras begitu Taeyeon membahas tentang Seohyun dan Yunho, kali ini apalagi yang wanita ini ingin ucapkan padanya? Apa sama seperti 25 tahun lalu? Hingga dirinya kehilangan Seohyun dan juga kehilangan sahabatnya?

"Apa kau mengenal Lee Taeyong, Jaejoong-ssi?"

Untuk sepersekian detik ia teringat akan rupa pemuda Lee yang ditemuinya setelah dia menangkap keponakannya. "Ada apa dengannya?"

Taeyeon tersenyum "Bagaimana jika kukatakan, Taeyong adalah anakmu.."

Baik Hendery dan Jaejoong terkejut dan segera menatap Taeyeon tak percaya, "Ya... Anakmu yang disembunyikan oleh sahabatmu selama ini..

Jung Yunho.."

To Be Continued

Kun, Kakak sepupu Lucas yang selama ini mengurus seluruh harta warisan milik Lucas. Satu-satunya keluarga yang memperdulikan Lucas dengan tulus dan dipercaya sepenuhnya oleh Lucas.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar