myCatalog

Kamis, 27 Agustus 2020

US - TWELVE



* US *

-

-

-

-

-






NEO CITY

2044

Usai berurusan dengan para tamu dan Jongdae serta Minseok yang sudah dibawa kembali menuju markas untuk di obati, Jayden dan Johnny segera beranjak menuju arah belakang rumah milik keluarga Han seperti apa yang di katakan Lucas tadi bahwa mereka bisa saja menyekap Jaemin ditempat lain.

Begitu tiba di pintu gudang mereka melihat 2 mayat yang Jayden yakin bahwa salah satunya adalah hasil karya Lucas namun yang satunya? Entah mengapa dirinya sangat yakin perbuatan dari si pria berlengan metal tersebut.

Keduanya beranjak masuk dan menuruni tangga yang membawa mereka masuk kedalam sebuah lorong yang diujungnya membawa mereka menuju beberapa cabang jalan.

Jayden menggerakkan tangannya untuk menahan Johnny agar tidak melangkah, ia bisa mendengar suara perkelahian ditelinganya, namun ia juga bisa mendengar suara lain dari arah yang berbeda.
Suara lock dari shotgun serta pistol yang terdengar di telinga kirinya benar-benar mengusik pendengarannya. "Ada apa Jayden?"

"Kurasa kita harus berpencar.." Jayden menunjuk lorong didepannya kemudian menunjuk Johnny, sedangkan ia menunjuk dirinya sendiri dan lorong lainnya yang berbelok kearah lain.

"Kau gila? Bagaimana jika terjadi sesuatu padamu?"

"Aku yakin kau bisa merasakan keberadaanku selama kakiku masih memijak tanah bukan?"

Johnny tak dapat lagi beradu argument, ia seharusnya memang bisa melakukannya namun selama ini ia tidak pernah dan selalu enggan mengasah kemampuannya tersebut. Ia hanya dapat melihat Jayden segera beranjak pergi menuju arah yang dimaksudnya tadi, sedangkan Johnny terus melangkah maju hingga ia mendengar suara perkelahian tak jauh darinya.

Ia melihat Lucas tengah berkelahi bersama seorang pria yang bertubuh lebih kecil dari mereka berdua bahkan jauh lebih mungil dari lawan mereka yang sudah tumbang sebagian.

Tanpa sedikitpun kesulitan yang berarti Johnny menarik kerah dari salah satu pria berstelan jas tersebut dan melemparkannya dengan mudah hingga menghantam dinding "Dimana Tuanmu menyembunyikan sanderanya? Jawab pertanyaanku atau kupecahkan kepalamu saat ini juga." Suara Johnny penuh dengan penekanan belum lagi dengan lengan besarnya yang menahan tengkuk pria tersebut hingga kesulitan bernafas karena wajahnya terhimpit diantara lengan besar Johnny dan dinding tebal yang terbuat dari beton.

Suara leher yang dipatahkan dari arah Renjun berada berhasil membuat satu-satunya pria yang selamat tersebut berjengit kaget dan gemetar ketakutan melihat rekannya terjatuh dan tergeletak tak bernyawa begitu saja diatas lantai.

"Kau ingin menjadi yang selanjutnya?" Tambah Lucas, sensasi bertarung seperti ini sudah lama tak dirasakannya, kapan terakhir kali ia membunuh lawan-lawannya? 3 atau 6 bulan yang lalu sepertinya.

"I-ikuti lorong ini ada pintu di ujung lorong di-disana tempatnya..."

Johnny menarik pria itu kemudian melemparkannya pada Lucas, "Jaga dia jika dia berbohong patahkan saja lehernya." Ucap Johnny sebelum melangkah terlebih dahulu menyusuri lorong panjang berdinding beton bersama dengan Renjun dan juga Lucas yang menyeret pria tadi untuk ikut dengannya.

Sedangkan di lorong lain Jayden berlari dengan cepat menuju asal suara lain yang didengarnya, ia yakin bahwa mungkin saja disana Jaemin berada. Dirinya hampir berbelok namun letusan dari senjata api membuatnya memundurkan kembali langkahnya, beruntung ia memiliki refleks yang sangat cepat hingga bukan dirinya yang tertembak melainkan sisi dinding dihadapannya yang tertembak.

"Ku pikir kau sudah membunuh anak ini dikamarnya, namun nyatanya anak sialan ini justru berada disini dan ingin menyelamatkan Dokter bodoh yang sudah susah payah ku tangkap."

Itu adalah suara Tuan Han, Jayden mengintip dari balik dinding ia melihat Tuan Han berdiri dibalik tubuh Jaemin dan seorang pria lain bersurai hitam dengan kulit pucat, keduanyanya mengangkat tangan mereka sebatas sisi kepala mereka kanan dan kiri karena senjata yang menempel dimasing-masing kepala keduanya.

Jayden bisa melihat pria disisi kiri Jaemin bergetar, apa dia anak Tuan Han yang sudah di fitnah oleh pria tua bangka sialan itu? Sial, apa yang harus dilakukannya?

"Karena kau tak membunuhnya, maka aku yang akan membunuhmu, kau sudah tahu terlalu banyak Jayden Lee.. Kemudian membunuh anak ini lalu melenyapkan dokter bodoh yang sudah menyatakan bahwa anak sialan ini sembuh dari penyakit jiwanya."

"Bukankah disini kau yang sudah gila Tuan Han? Bukankah seharusnya kau yang menetap dirumah sakit jiwa bukan sebaliknya." Sahut Jayden dengan nada meremehkan, baru kali ini ia melihat seseorang bermental rendah seperti Tuan Han namun ingin terlihat sangat pintar.

Satu tembakan melayang lagi kearah dinding tempat asal suara itu bersembunyi membuat Jayden kembali menghindar namun dirinya sama sekali tidak meruntuki apa yang sudah diucapkannya barusan, lagipula yang diucapkan olehnya memang benar adanya.

Perlahan Jayden kembali mencoba mengintip dari balik dinding namun netranya bertabrakan dengan netra Jaemin yang tengah menatapnya, lihatlah pelipis kiri Jaemin yang terluka membuat dirinya sangat ingin menerjang Tuan Han dan memukulinya dengan membabi buta.

Kedua netranya melihat Na Jaemin menggerakkan bibirnya perlahan tanpa suara tapi Jayden dapat membaca gerak bibir tersebut dengan jelas "Tembak kakiku.." Itu sebuah kode bagi Jayden.

Ia paham itu adalah semacam pengalihan, namun menembak Jaemin? Apa pria itu sudah mulai gila? Mengapa Na Jaemin sangat suka sekali menjadi umpan untuk segala hal. Perlahan Jayden mengeluarkan senjata api miliknya dari balik saku belakang, ia menatap senjata api itu sesaat sebelum menarik nafasnya dan membuangnya perlahan.

Tangannya menarik bagian atas pistol yang berada didalam genggamannya kemudian dalam sekali tarikan nafas ia berbalik dari persembunyian dan menembakkan peluru tepat ke paha kiri Jaemin hingga pria tersebut terjatuh bersamaan dengan Hyunjin yang terkejut akan datangnya tembakan dan segera menahan tubuh Jaemin agar tak langsung menghantam lantai.

Jayden segera keluar dari balik dinding dan menembakkan sisa peluru miliknya pada perut dan kedua bahu Tuan Han hingga 2 senjata yang berada dalam genggamannya terjatuh bersamaan dengan tubuhnya.

Andai saja Johnny tidak datang dari arah berlawanan mungkin Jayden sudah melubangi kepala Tuan Han, Johnny segera meraih lengan Jayden dan menahannya, ia menarik senjata dari genggaman pria bersurai terang itu "Hentikan, kau bisa membunuhnya."

"Dia memang pantas untuk mendapatkannya."

Jayden menyentakkan tangannya dari genggaman Johnny kemudian segera menghampiri Jaemin yang tengah meringis dengan luka di paha kirinya "Kau tak apa-apa Jaemin?"

"Mengapa kau menembak Dokter Na, apa kau sudah gila?" Hyunjin mendorong Jayden menjauh dari Jaemin namun pria itu tak bergeming dari tempatnya. Ia masih tetap berjongkok didekat Jaemin untuk memastikan keadaannya saat ini.

"Tak apa Hyunjin-ah, jika tidak begini maka ayahmu mungkin yang akan membunuh kita berdua."

Lucas dan Renjun tiba, mereka melihat seorang pria tua bersimbah darah dari tubuhnya. Walaupun yang ditembak oleh Jayden bukanlah bagian vital tapi bagaimanapun jika dibiarkan saja pria tua ini akan kehabisan darah dan tewas.

Bersamaan dengan itu Johnny mendapat kabar bahwa bala bantuan yang dimintanya untuk datang kini sudah berada di luar, tak lama ia memberikan pengarahan pada mereka untuk menyusuri bangunan dan ruang bawah tanah.

Tuan Han dibawa kerumah sakit untuk diobati namun dengan penjagaan ketat, sedangkan Jaemin memilih untuk menjalankan pengobatan di markas saja daripada dirumah sakit. Renjun menghilang sebelum Jayden dan Lucas mengucapkan ataupun berbicara banyak hal dengan pria misterius tersebut.

Sedangkan Hyunjin ia memutuskan untuk mengikuti Jaemin menuju markas pusat keamanan negara dirinya akan menemani dokter tersebut untuk diobati sembari menunggu keputusan untuk dirinya, ia akan ditempatkan di save house sampai keadaan benar-benar membaik.

Seluruh rumah dan ruang bawah tanah sudah ditelusuri, didalam ruangan yang terkunci terdapat beberapa mayat yang memiliki ciri sesuai dengan laporan dari beberapa orang hilang yang belum ditemukan. Belum lagi ditemukan tulang belulang disana, dan seluruh senjata yang digunakan sebagai alat penyiksaan hanya memiliki satu sidik jari yaitu sidik jari Tuan Han.

Hari sudah terlalu larut, namun kali ini markas keamanan negara justru sangat ramai karena kasus yang baru saja dipecahkan dalam semalam bahkan Aiden pun turut berada disana namun tanpa mengenakan pakaian formalnya, ia hanya menggunakan hoodie dan celana training berwarna abu senada. Ia menerima berkas laporan dari Johnny yang berhasil lagi dengan misi yang diberikan pada tim mereka.

"Kau berhasil lagi Johnny.."

Pria tinggi itu hanya tersenyum dan mengangguk pelan, ia bukan tidak senang dengan pujian yang diberikan oleh Aiden. Namun baginya misi kali ini sangatlah aneh dan tiba-tiba saja beresiko tinggi, mengapa tim mereka seolah-olah tengah dijebak?

"Ada apa? Kau terlihat kurang senang dengan prestasimu sendiri?"

Johnny tersenyum, ia menggeleng pelan kemudian mendekati Aiden dan membisikkan sesuatu didekat telinga atasannya tersebut "Jika kau memiliki tempat aman aku ingin membicarakan sesuatu denganmu, berkaitan dengan kasus ini."

Mendengar bisikan Johnny secara spontan kening Aiden mengerut tanda berpikir, apa yang ingin dibicarakan dengannya? Apa ada hal yang dirasa mengganjal dari misi yang mereka lakukan kali ini?

Dan disinilah mereka berada, di cafe yang sering didatangi oleh Aiden dikala suntuk dengan tumpukan pekerjaannya yang kian menguras fungsi kerja otak pintarnya, mereka memesan 2 cappuccino latte sebagai teman berbincang.

"Baiklah, bagiku tempat ini aman.." Aiden bersuara saat keduanya sudah menon-aktifkan ponsel masing-masing.

"Aku merasa tim-ku dijebak dalam misi tersebut."

Aiden hampir tersedak, bagaimana mungkin? Sedangkan dirinya sendiri yang menerima dokumen pengajuan dan yakin bahwa kasus tersebut amat sangat meresahkan dan layak untuk di proses.

"Bagaimana bisa?"

"Tuan Han sejak awal memang menargetkan Dokter Na, pria itu memiliki dendam pribadi terhadap Dokter Na yang menyatakan kesembuhan atas anak tirinya Hwang Hyunjin."

"Dokter Na?"

"Na Jaemin... Dokter dari bagian kesehatan yang ternyata ikut menyamar secara diam-diam masuk dalam misi."

Aiden menghela nafasnya, jadi Jaemin dan adiknya Jeno berada dalam satu tim yang sama saat ini, hal tersebut sangat rumit bagi Jaemin, dirinya paham bagaimana sulitnya masa-masa yang dilalui oleh Jaemin ketika berhadapan dengan Jeno yang tak mengenalinya "Lalu apa yang terjadi?"

"Tuan Han sejak awal melakukan rangkaian pembunuhan seolah-olah tengah melampiaskan kemarahannya pada Jaemin, terlihat dari para korban yang memiliki warna rambut yang sama dengan Jaemin dan juga sebagai umpan agar dokter tersebut masuk kedalam jebakannya." Johnny menyeruput sedikit Cappuccino Latte miliknya, wajahnya mengerut merasakan pahit khas kopi yang mengalir di tenggorokannya.

"Dia pun dengan sengaja membuat Jayden panik dengan menculik Jaemin saat adikmu meninggalkannya seorang diri kurang dari 5 menit. Kau tahu, misi hampir hancur hanya karena Jayden tak dapat mengontrol emosinya dan membuka kedok penyamarannya dengan menghampiri tuan Han."

Aiden hanya diam mendengarkan, ia tak membantah saat Johnny mengungkapkan rasa protesnya karena ulah adiknya. Ia paham betul, karena dahulupun dirinya menjadi saksi bagaimana Jeno mengabaikan dirinya hanya demi menolong Jaemin bahkan menyerang para orang dewasa dengan membabi buta tanpa rasa takut sama sekali.

Jadi jika ia mendengar saat ini Jayden hampir menghancurkan misi karena mereka menyentuh Jaemin, dirinya tak heran lagi.

"Pria itu bahkan tak terlihat terkejut dan justru menjebak Jayden dengan keterangan palsu bahwa anaknyalah yang menyekap Jaemin."

Sangat beruntung saat itu Hwang Hyunjin memang sedang tidak berada didalam kamarnya karena ia melihat Jaemin berada didalam pesta, jika pria itu tetap berada dikamarnya mungkin Jayden sudah menghabisi pria tersebut tanpa mau mendengarkan penjelasan apapun ataupun sebaris kalimat pembelaan.

"Beruntung saat itu Hwang Hyunjin tak berada di kamarnya saat Jeno menggeledah kamar miliknya dengan emosi didalam kepalanya, lagipula ditengah misi yang sedang berjalan tiba-tiba saja listrik padam dan pintu utama terkunci. Jika Jayden tak menendang paksa pintu tersebut tentu saja seluruh tamu undangan akan tewas karena tembakan brutal saat itu termasuk seluruh tim-ku yang berada didalam sana."

Johnny meremas cangkir kopi dalam genggamannya yang mengalirkan rasa hangat di telapak tangannya "Tuan Han dengan sengaja meminta Jayden dan Lucas memanggil bala bantuan, karena saat tim datang mereka akan dengan mudah menggunakan alibi bahwa yang menembaki para tamu adalah tim-ku."

"Lalu bagaimana dengan Jaemin?"

"Dia tertembak di bagian kaki, Jayden terpaksa menembaknya agar dirinya bisa membidik Tuan Han lebih mudah."

"Semua yang kau katakan padaku mengapa tak kau masukkan kedalam laporan Johnny?" Aiden menatap Johnny bingung, namun pria tinggi itu justru hanya menghela nafas.

"Agar siapapun yang tengah berusaha menjebak tim-ku tak menyadari bahwa kami mengetahui bahwa ada jebakan yang menunggu kami disana."

Aiden mengusap wajahnya, ia mulai panik dan mulai berspekulasi dengan isi kepalanya. Siapa yang berniat menjebak sebuah Tim yang berkompeten? Ditambah ada sang adik disana, bagaimana ia bisa tenang tanpa memikirkan bahwa nyawa adiknya pun menjadi resiko?

"Apa hanya itu saja?" Aiden memijit pangkal hidungnya kepalanya terasa pening, dirinya pikir kalau masalah yang berhubungan dengan kasus ini selesai maka misi selesai, namun ternyata ada kenyataan baru dibalik misi yang mereka jalankan.

Johnny mengangguk, sejauh ini hanya itu saja yang bisa ia katakan pada Aiden. Tentang pria asing yang membantunya dan menghilang tiba-tiba ketika kekacauan berakhir tak perlu ia ceritakan, lagipula dirinya, Jayden dan Lucas sepakat untuk menyimpan rahasia tentang keberadaan pria berlengan metal tersebut.

"Baiklah, aku akan diam-diam mencari tahu tentang masalah ini." Aiden mencurigai satu orang, namun rasanya tak mungkin seorang Jung Yunho bisa memasang jebakan untuk Tim yang amat sangat dirinya banggakan, bagaimanapun selain meletakkan subjek miliknya dilaboratorium tim milik Johnny pun juga ada dibawah naungannya.

"Bagaimana dengan Park Jisung? Kalian mendapatkan perkembangan tentang anak itu?"

"Sementara kuhentikan pencarian tentangnya, karena kasus Tuan Han yang menyita publik. Jayden dan Lucas bisa kembali menyelidiki keberadaan Park Jisung diam-diam setelah ini."

"Hanya, pastikan saja dia dimana. Pastikan keamanannya, setidaknya hanya ini yang bisa kulakukan untuk Dokter Park."

Johnny menatap Aiden, ia ingat Dokter Park. Seseorang yang membuat Jayden terdiam di meja milik Lucas, belum lagi Aiden yang tak kembali lagi ke apartemen Lucas setelah menemukan dan memastikan apa yang tengah di carinya saat itu.

Ia pasti akan menemukan Park Jisung dan memastikan keamanannya dengan mata kepalanya sendiri.

Us

Jayden meletakkan secangkir susu hangat di meja nakas yang berada tepat disisi kiri ranjang Jaemin, pria itu sudah diobati dan diantar pulang oleh Jayden dan dibantu memasuki apartemen hingga merebahkan tubuh Jaemin di atas tempat tidur kemudian membuatkan segelas susu untuk pria manis itu.

"Minumlah, lalu tidur dan beristirahat.."

"Terima kasih Jayden-ssi, maaf merepotkanmu hingga harus mengantarkanku kembali kerumah."

"Tak masalah, diriku sama sekali tidak keberatan." Jayden menarik selimut sampai menutupi sebagian tubuh Jaemin, namun ketika ia ingin beranjak pria bersurai auburn tersebut menahan lengannya.

"Kau terluka?" Jaemin menunjuk wajah Jayden dan sudut bibirnya yang memar dan terdapat sedikit luka lecet. Sedari tadi dirinya sibuk menahan sakit dan perih di paha kirinya hingga tak memperhatikan keadaan Jayden dan mungkin juga Lucas yang terluka.

"Ini hanya luka kecil.."

"Sebentar.."

Jaemin kembali menyibak selimutnya dan turun dengan tiba-tiba dari atas ranjang, dengan sedikit tertatih dan menolak bantuan Jayden untuk melangkah ia menghampiri meja nakas untuk mengambil salep yang biasa digunakan oleh Taeyong jika mendapati luka memar ditubuhnya.

"Kuobati dulu lukamu sebelum kau pergi..." Jaemin kembali menghampiri ranjangnya kemudian duduk ditepi kasur, ia menarik Jayden agar duduk disisi kirinya, dengan telaten Jaemin mengusap salep secara perlahan di wajah Jayden dan terakhir ia menempelkan plester luka berukuran kecil pada tulang pipi Jayden yang terdapat luka gores kecil.

"Ini akan sembuh dengan cepat.."

"Terima kasih Jaemin-ssi.."

Melihat Jayden bangkit kepala Jaemin ikut mendongak mengikuti gerak gerik pria tersebut "Maafkan aku, karena diriku misimu berantakan."

Jayden terkekeh pelan ia mengulurkan tangannya untuk mengacak perlahan surai auburn milik Jaemin, sepersekian detik Jayden sempat terhenti dan menarik jemarinya dari surai auburn milik Jaemin, terasa familiar baginya.

"Jika kau yang pintar ini tidak menghilang dan tidak keras kepala mungkin diriku dan seluruh tim akan terkena masalah yang lebih besar, lagipula kau secara tak langsung menyelamatkan Hyunjin."

"Ah Hyunjin, bagaimana dengannya? Dimana dia?"

"Sekarang dia ada dirumah perlindungan saksi, kau tenang saja Hyunjin aman disana."

Mau tak mau Jaemin menganggukkan kepalanya percaya pada ucapan Jayden, walau sebenarnya ia kurang yakin akan keamanan Hyunjin disana. Besok mungkin ia akan bisa membujuk kepala Tim untuk memindahkan Hyunjin kerumahnya saja untuk keamanan.

"Aku akan kembali ke markas.. Beristirahatlah.. Besok tak perlu datang kau masih belum pulih.."

Lagi, Jaemin hanya mengangguk saja. Belum tentu ia benar-benar mengiyakan ucapan Jayden. Karena dirinya sudah memiliki rencana untuk datang besok guna membawa Hyunjin ke apartemennya.

Jaydenpun beranjak pergi usai memastikan Jaemin beranjak kembali merebahkan tubuhnya, masih banyak pekerjaan yang menantinya dimarkas dan sepertinya ia tak akan bisa tidur malam ini. Ingin rasanya ia bertanya pada Jaemin tentang pria berlengan metal tersebut namun ia urungkan, mungkin nanti ia akan bertanya jika Jaemin sudah jauh lebih baik.

Sepeninggal Jayden, Jaemin segera kembali mendudukkan tubuhnya ditepi ranjang. Ia menoleh kearah pintu kamar memastikan bahwa Jayden memang sudah pergi, saat ia mendengar suara pintu depan yang tertutup dan terkunci secara otomatis dirinya menoleh kearah kamar mandi yang terdapat didalam kamarnya "Keluarlah.."

Tak berapa lama keluar sesosok pria dari balik pintu kamar mandi, melangkah perlahan mendekati Jaemin dari belakang "Mengapa kau tak mengatakan padaku bahwa Jeno masih hidup Na Jaemin?!"

"Untuk apa?"

Jaemin berusaha bangkit berdiri kemudian berbalik dan menatap Renjun yang berdiri berhadapan dengannya, hanya sebuah ranjang yang memisahkan jarak keduanya. "Dia pun tidak mengingat satupun dari kita Huang Renjun .. anggap saja Lee Jeno memang sudah tiada."

"Ingat atau tidak dia tetap Lee Jeno."

"Renjun-ah... Dia Jayden bukan Lee Jeno, Jeno yang kita kenal sudah tewas 15 tahun lalu.."

"Berlindung!"

Jeno menarik Renjun dan Jaemin mengikuti dibelakang keduanya, mereka susah payah menghindari setiap rentetan peluru yang ditembakan tanpa ampun kearah panti, ketiganya bersembunyi dibalik pintu ruang kelas.

"S-sial..."

Surai putihnya sudah basah karena keringat, beberapa luka terdapat ditangan kanan dan kirinya. Ia menghela nafas pelan usai memastikan kedua sahabatnya bersembunyi dengan baik.

"Aku akan mencari Donghae Hyung, jika dalam 10 menit diriku belum kembali pergi ke kapel terlebih dahulu dan bersembunyi disana, aku akan segera menyusul kesana." Ucap Jeno saat ia selesai membabat tangannya yang terluka.

Luka yang bagi oranglain akan terlihat fatal namun bagi Jeno luka tersebut hanya terasa seperti goresan kecil ditubuhnya. Dia terlahir dengan tubuh yang kuat akan serangan apapun walau tidak sekuat besi dan akan tumbang jika terluka sangat parah.

"J-Jeno, bagaimana jika kau tak kembali?"

"Aku pasti kembali Jaemin-ah.." Ia mengalihkan pandangannya pada sahabat lainnya yang meringkuk memeluk kakinya sendiri "Renjun-ah tetaplah bersembunyi bersama Jaemin jangan beranjak kemanapun, kau paham?"

Keduanya mengangguk paham, dan seketika itu juga Jeno beranjak pergi dari hadapan Jaemin dan Renjun. Keduanya bergelung dalam diam Jaemin sengaja membuat Renjun bersembunyi dibagian dalam dekat dengan kolong meja agar tak mudah terlihat.

Hingga tiba-tiba pintu terbuka lebar karena sebuah tendangan kuat, tubuh Jaemin bergetar hebat saat salah satu pria berpakaian serba hitam dengan seragam lengkap menariknya ia masih mencoba berontak sembari memberikan kode pada Renjun untuk tetap diam dipersembunyiannya.

Sepuluh menit, lima belas menit, Jeno tak kunjung kembali tubuhnya sudah bergetar dengan hebat saat mendengar suara tembakan dari arah luar gedung. Dengan memberanikan diri Renjun keluar dari ruang kelas dan berlari menuju kapel berharap menemukan Jeno atau siapapun agar mereka bisa menolongnya menyelamatkan Jaemin yang dibawa pergi.

Namun nihil, ia tak menemukan siapapun hingga tiba di dalam kapel, kakinya menuntun dirinya mendekati kaca jendela kapel yang terhubung langsung dengan bagian depan panti, kedua matanya membulat saat melihat siapa yang berada dibawah sana.

"J-Jaemin!"

Tubuh ringkih Jaemin didorong agar berlutut diatas tanah bersama dengan anak-anak panti lainnya yang sudah menangis dan gemetar ketakutan, bagaimana mungkin mereka di minta berlutut mengantri agar seseorang melubangi kepala mereka dengan timah panas.

Jaemin berjengit setiap indera pendengarannya mendengar suara letusan senjata api bersamaan dengan satu suara tangisan yang terhenti, ia memejamkan kedua matanya mencoba menghindar dari kenyataan bahwa disisi kirinya teman-temannya terbunuh perlahan satu per satu.

Dor!!

Dor!!

Ujung pistol sudah berada dibelakang kepalanya ia hampir menangis andai saja dirinya tidak mendengar suara Jeno dibalik tubuhnya tengah menyerang satu per satu orang dewasa dengan seragam serba hitam tersebut.

Jeno menarik jemari Jaemin agar segera bangkit berdiri dan berlari dari sana ia berhasil mendorong Jaemin pergi menjauh sebelum sebuah tembakan membuat langkah Jeno terhenti.

"Jeno?!"

"Pergi Jaemin-ah bersembunyi!" dengan sisa tenaganya Jeno mendorong Jaemin menjauh ia melihat pria itu melangkah mundur sambil menangis dan pergi dari sana sebelum tubuhnya terasa tumbang perlahan menghantan tanah karena peluru yang bersarang ditubuhnya kini.

"Kau masih menyalahkan dirimu sendiri? Sudah kukatakan itu bukanlah salahmu atau siapapun Jaemin-ah."

"Jika dia tidak menyelamatkanku mungkin dia tidak akan tertembak, dia tidak akan dibawa bersama Donghae Hyung ke fasilitas negara dan mereka menghapus ingatannya hingga melupakan kita semua..."

Renjun menunduk dan tertawa pelan mungkin hal itu hanya akan membuat Jaemin menjadi kesal "Dia tetap akan menyelamatkanmu apapun yang terjadi Jaemin-ah, Lee Jeno selalu melakukan itu bukan? Bahkan walaupun ia tak mengingat dirimu sekalipun, keselamatanmu adalah yang utama baginya."

Ucapan Renjun bukan tanpa alasan, bahkan pria yang bernama Jayden saat ini itupun hampir melubangi kepalanya tadi hanya karena terlihat panik mencari keberadaan Jaemin yang menghilang.

Ingin mengakuinya namun tetap terasa sulit untuk tak menyalahkan diri sendiri atas kejadian lampau, jika bukan karena demi menyelamatkan Jaemin mungkin Jeno sudah membawa Renjun pergi sebelum gedung panti roboh, pria itu tak perlu kehilangan sahabat serta tangan kanannya malam itu.

"Bisakah kita tak perlu membahas orang yang sudah tiada.."

Menolak kenyataan adalah kelebihan Jaemin, ia sudah menanamkan dalam benaknya bahwa Lee Jeno sudah tewas sejak ia melihat Jayden Lee untuk pertama kali ketika Taeyong mulai bekerja di satuan khusus rahasia milik pemerintah.

"Terserah padamu.." Renjun mengalah, ia malas dan lelah berdebat. Beruntung saat Jaemin tiba dengan Jayden tadi ia sudah selesai membersihkan diri dikamar mandi, bayangkan berapa banyak darah yang menempel ditubuhnya.

Ia meletakkan pakaian kotornya diatas sebuah kursi, akan ia bawa pulang pakaian itu besok saat kembali ke sirkus, namun baru tubuhnya ingin naik keatas ranjang milik Jaemin pria itu menahannya, tubuhnya padahal amat sangat meminta untuk segera diistirahatkan.

"Ada apa lagi?"

"Ada satu hal lagi yang ingin kuselesaikan malam ini, ikutlah denganku.."

Merasa ini tak ada hubungannya dengan Jeno ataupun Jayden, Renjunpun mengangguk. Ia menerima hoodie hitam yang diberikan oleh Jaemin dan memakainya.

Keduanya pergi menuju rumah sakit tempat dimana Tuan Han berada dan tengah dirawat. Entah bagaimana keduanya mendapatkan akses mudah memasuki ruang ICU hanya dengan menyamar menjadi 2 orang pegawai rumah sakit, seorang dokter dan perawat.

Begitu tiba di dalam ruang ICU, sama sekali tak ada yang mencurigai keduanya termasuk beberapa penjaga didepan ruangan sana "Terlalu mudah dari yang kubayangkan.." Bisik Renjun dari balik masker yang digunakannya.

Kedua netranya sibuk memperhatikan Jaemin yang mendekati Tuan Han sembari menurunkan masker yang menutupi setengah wajahnya "Tuan Han? Kau tak ingin bangun?"

Pria tua itu perlahan terbangun, dan melihat Jaemin dengan pakaian dokternya berada didekatnya, ia terkejut dan hampir berteriak namun tatapan Jaemin pada kedua matanya berhasil membungkam mulut pria tua tersebut.

Hanya sebuah tatapan tajam namun mampu mengontrol si tua bangka, perlahan tubuh Jaemin menunduk ia sama sekali tak melepaskan tatapan matanya dari Tuan Han. Bibirnya membisikkan seluruh nama korban yang pernah di interogasi olehnya penuh dengan penekanan, menekankan kata-kata pembalasan dendam yang akan mereka rencanakan untuk tuan Han, bahkan mengatakan bagaimana para jenazah itu akan bangkit untuk mengerogoti tubuh tuanya, membuat pria tua bangka itu merasa bahwa ia akan dihantui seumur hidupnya.

"Dan kau tahu Tuan Han?" Jaemin tersenyum miring "Kau harus melihat berapa banyak mereka disini menanti kematianmu.." Pria itu berpura-pura melihat sekeliling seolah-olah roh dari korban yang dibunuh Tuan Han berada disekelilingnya, namun berbeda dengan reaksi Tuan Han yang hampir menjerit tanpa suara karena halusinasi yang diciptakan Jaemin terlihat dengan jelas dalam penglihatannya.

Para korbannya, berdiri menatapnya dengan senyum menyeringai menanti kematiannya.

"Arrrgghhhhhh!!!!"

Keduanya kini melangkah keluar dari rumah sakit kembali menuju apartemen tanpa ada seorangpun yang menyadari penyamaran yang mereka lakukan "Apa kau tak berlebihan menggunakan kekuatanmu padanya?"

"Sayang itu hanya hipnotisku saja, kuharap pria sialan itu memang benar-benar dihantui seumur hidupnya." Gumam Jaemin sebelum menjalankan mobilnya menjauh dari parkiran rumah sakit.

"Dia sangat pantas mendapatkannya..."

Renjun hanya terkekeh sembari melihat keluar jendela, ia penasaran akan reaksi Jayden esok hari dengan keadaan Tuan Han yang sangat dipastikan dinyatakan memiliki penyakit mental setelah Jaemin bermain-main dengan kejiwaannya.

"Kau akan membuat seseorang kesulitan Jaemin-ah.."

"Dia tak akan tahu bahwa itu diriku.."

Renjun hanya terkekeh pelan, kemudian melepaskan masker yang menutup setengah wajahnya lalu menatap gedung rumah sakit tempat Tuan Han dirawat sejenak, sebelum Jaemin membawa mobilnya melesat menjauh.

Dirinya yakin betul bahwa Jayden dan timnnya akan kerepotan karena ulah Jaemin setelah ini.


To Be Continued

Tidak ada komentar:

Posting Komentar