* US *
-
-
-
-
-
NEO CITY
2044
Hendery membuka pintu atap dan melangkah keluar bersama dengan si penyusup, angin kencang langsung menerpa tubuhnya dan menerbangkan helaian rambutnya yang kini sudah terlihat amat berantakan tak jauh berbeda dengan Winwin.
Ia menatap sekeliling puncak atap yang kosong tak ada siapapun disana, bagaimana cara Winwin akan lolos dari sana? Apa dia benar-benar akan melompat? Setahunya Winwin bukanlah freak bisa ia rasakan dari auranya bahwa pria ini hanyalah manusia biasa.
Sedangkan Winwin segera menutup pintu atap dan menahan knopnya dengan sebuah kayu yang cukup panjang diberdirikan miring diantara lantai dan pintu, setidaknya ini akan mengulur waktu walau hanya sementara, ia menyusuri setiap sisi dan sudut atap kemudian menatap kebawah seolah-olah tengah mengukur sesuatu.
"Apa yang akan kau lakukan? Aku tak bisa membantumu memegang tali kemudian menunggumu turun hingga sampai dibawah, karena sebelum kedua kakimu menginjak bumi mereka akan segera muncul dari balik punggungku, lagipula ada 2 atap ditempat ini mengapa kau memilih yang tertinggi?"
Winwin tidak menghiraukan ucapan Hendery sama sekali yang lebih mirip menggerutu daripada bertanya, ia masih sibuk menatap sekeliling "Jika kurang tinggi maka tidak akan seru.."
Seru katanya? Hendery hampir terkena serangan panik karena berada di puncak tertinggi, gedung kedua dari gedung keamanan amat tinggi belum lagi dengan puncaknya yang mengerucut keatas, semakin tinggi maka akan semakin mengerucut bahkan diatas mereka masih ada sisa tower untuk membuat gedung ini terlihat semakin mengerucut, lebar tempatnya berpijak saat ini paling hanya sebesar 3-4 meter. Dan melompat kebawah memang adalah pilihan bunuh diri terbaik.
"Kau bukan freak tapi mengapa kau menyeramkan seperti kaum kami? Bahkan kurasa dirimu jauh lebih menyeramkan daripada kaum kami."
"Benarkah?" Sekali lagi ia tidak terlalu menghiraukan Winwin berhenti meneliti sekeliling, ia menekan alat komunikasi ditelinganya "Aku sudah ditempat dan akan melompat.." Ucapnya, ia kemudian melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "... 2 menit."
"Kau benar-benar sudah gila eoh?"
Winwin mematikan kembali alat komunikasinya saat mendengar balasan dari sana, ia melirik Hendery dan tersenyum miring, netranya masih menatap sekeliling sangat jarang dirinya berada di puncak tertinggi sebuah gedung apalagi setelah ia meninggalkan semuanya dan bergabung dengan sirkus.
Ia kemudian kembali menoleh pada Hendery yang masih terlihat menanti jawaban darinya "Welcome to freak show.." Kalimat itu mengiringi langkah Winwin mendekati Hendery bersamaan dengan pintu atap yang mulai terdorong karena dipaksa untuk terbuka dari dalam.
"Maafkan aku.."
"Untuk?"
Tiba-tiba saja Winwin memukul wajah Hendery dengan kuat hingga terluka dan memukul tubuhnya serta menendang tubuh pria itu hingga tersungkur bertempatan dengan pintu atap yang terbuka dan beberapa penjaga keamanan muncul dari pintu.
"Sialan..." Umpat Hendery namun ia cukup takjub dengan cara Winwin membersihkan namanya dari daftar orang yang mungkin dicurigai maka iapun harus ikut berakting bukan? "Kejar dia apa yang kalian lakukan!!" Hendery mengomeli setiap penjaga yang membantunya untuk bangun.
Sedangkan Winwin sudah berlari menaiki tepi pagar, salah sedikit saja maka dirinya akan terpeleset jatuh kebawah. Kini para penjaga hanya dapat menodongkan pistol mereka pada Winwin dan meminta pria itu untuk turun dari pagar tersebut. Terpeleset sedikit saja maka akan fatal akibatnya, lagipula mereka tidak mau menjadi tertuduh karena membuat seorang pria tak bersenjata tewas terjatuh dari atas atap karena mereka memojokkannya.
"Menyerahlah, dan turun dari sana."
"Turun?" Winwin masih melangkah santai di atas pagar tembok tersebut, ia bahkan sesekali berjalan mondar mandir tanpa melihat langkahnya sendiri dan itu berhasil membuat beberapa penjaga yang menodongkan pistol pada dirinya menahan nafas beberapa kali setiap melihat dirinya melangkah.
"Boleh kukatakan sesuatu?"
"Katakan setelah turun, atau akan kami lubangi kepala dan bagian tubuhmu.."
Winwin terkekeh pelan, melubangi katanya?? Ia kemudian melirik Hendery yang dipapah berdiri dan dibawa menuju mendekat padanya, begitu melihat Hendery menganggukkan pelan kepalanya Winwin menghela nafas.
"Baiklah kukatakan saja pada kalian tanpa perlu basa basi lagi.. Kau..." ia menunjuk Hendery "Sampaikan pada Kim Taeyeon, hari penghakiman sudah datang untuknya..." Ia menarik sebuah senyum miring khas miliknya sembari melirik kebawah dan senyumnya makin lebar "Welcome to freak show loser.."
Usai mengucapkan itu Winwin melemparkan satu-satunya belati yang dimiliki olehnya hingga menancap pada pada paha salah satu penjaga sedangkan dirinya segera berbalik badan dan melompat merosot serta berputar kebawah berseluncur diatas dinding yang terbuat dari kaca, bahkan ia bisa menyeimbangkan tubuhnya saat berlari di kaca tebal licin yang tingkat kemiringannya hampir menyamai 90°.
"...waw.." Hendery tanpa sadar mendengar decak kekaguman dari penjaga disebelahnya yang bahkan tak dapat menyembunyikan keterkejutannya melihat apa yang baru saja terjadi dan dilakukan oleh Winwin, apa orang itu benar-benar bunuh diri??
Penjaga lain segera berlari mendekati tepi pagar untuk memastikan keadaan Winwin, namun tiba-tiba saja angin kencang membuat mereka mundur dari sana secara bersamaan.
Baling-baling helikopter yang berputar cepat membuat mereka bahkan tak dapat membuka kedua mata mereka dengan benar, namun mereka melihat dengan jelas bahwa Winwin tergantung di tangga tali yang tersambung dengan helikopter.
"...Goodbye loser.." Ucapnya sembari memberikan salam ala militer dengan dua jarinya yang menempel sebelumnya di kening. Para penjaga tersebut segera menarik senjata mereka untuk menembak Winwin yang tergantung namun tembakan beruntun dari sisi helikopter membuat para penjaga tersebut melangkah mundur dan menjauh dari tepian atap.
Tak ada satupun peluru dari tembakan AK-47 itu yang mengenai atau melukai para penjaga itu, seluruh tembakannya mengarah pada lantai atap, hanya sekedar agar mereka tak mendekat apalagi menembak.
"Naikkan dia, Sehun-ah.."
Sehun segera mengulurkan tangannya menuju sisi pintu helikopter yang lainnya dan membantu Winwin untuk segera menaiki tangga tali tersebut hingga dia berhasil masuk kedalam helikopter.
"Gunakanlah sabuk kalian, kita akan segera menuju Sapphire City." Suara Minseok terdengar dari kursi pilot didepan sana, ia segera membelokkan arah helikopter dan menjauh dari atas atap gedung keamanan.
Sedangkan Jongdae, ia menyimpan senapan miliknya kemudian menutup pintu helikopter dan mendudukkan tubuhnya dirinya terlihat lelah namun ia terlihat raut kebanggaan diwajahnya "Ah.. Sudah lama diriku tak memegang benda ini."
Keempatnya diam sejenak, kemudian saling bertatap satu sama lain termasuk Minseok yang menoleh sebentar lalu mereka terkekeh pelan hingga perlahan kekehan itu berubah menjadi tawa dari keempatnya, tawa bahagia karena misi yang mereka jalani berhasil.
Saat semua beranjak keluar dari ruang rapat, Kun menahan Winwin untuk tidak segera keluar bersama dengan Johnny. "Ada tambahan untuk dirinya dan aku membutuhkan ijinmu untuk melakukan ini.."
Johnny mengerutkan keningnya tanda bingung, ia tak paham apa yang akan dilakukan Kun hingga membutuhkan ijinnya. Namun ia menganggukkan kepalanya sebagai tanda agar ia setuju dan siap untuk mendengar apa yang akan dikatakan oleh Kun.
"Jadi..." Kun menekan remote kecil dalam genggamannya dan tampilan layar berubah menjadi sambungan face to face dengan anak buat Johnny yang tersisa di gedung keamanan Neo City.
".... Kalian?"
"Apa kau berniat menjalankan misi tanpa mengajak kami? Ah benar-benar kejam.." Ledek Jongdae namun ia terkekeh setelahnya.
"Mereka sudah mendengar isi rapat sedari tadi.."
"Lalu.. Apa hubungan mereka dengan misi kita semua?"
Kun menunjuk blue print yang berada dalam genggaman Winwin, ia menunjuk Sehun dan Minseok "Selain blue print ada mereka yang lebih mengetahui dan hapal denah dari gedung keamanan itu sendiri. Lagipula, demi berjaga-jaga jika Winwin ketahuan mereka bisa menolong Winwin disaat terdesak."
"Menolongku? Bagaimana caranya?"
"Kudengar, kau sangat ahli dengan ketinggian dan teman-temannya termasuk parkour.." Sehun yang menjawab "Dan lagi, jika kau tidak dapat keluar lewat pintu dimana kau masuk maka... Kau harus keluar melalui atap kami akan mengeluarkanmu dari sana.." Lanjutnya.
"Apa yang akan kalian gunakan?" Tanya Johnny bingung dan tak habis pikir. Namun Jongdae kembali menyahuti.
"Kau lupa dengan helikopter sitaan yang berada di gedung satu? Benda sialan itu masih ada disana dan belum dipindahkan, kita bisa menggunakan itu." Ujar Jongdae dengan semangat.
"Aku yang akan mengendarainya, kau hanya perlu menentukan waktu dan kami akan menjemputmu diatas atap gedung 2." Jelas Minseok dengan semangat, "Lagipula diriku sudah tidak tahan berlama-lama berada di Neo City, mereka menatap kami seolah-olah curiga bahwa kami akan menghubungi kalian setiap waktu."
Johnny menatap Kun "Kau berniat membawa mereka kemari?"
"Mereka anak buahmu bukan? Bukankah bagus jika seluruh tim bergabung? Kita butuh tambahan bantuan saat ini.."
Hening sejenak, walaupun Kun yang menyediakan dana dan memberikan rancangan ide atas segala misi mereka tetap saja Johnny pemimpin tim setelah Yunho, Aiden dan Youngwoon. Kun tentu saja akan menghargai keputusan Johnny akan idenya ini.
"Baiklah.. Kutunggu kedatangan kalian, jalankan misi dengan baik jangan sampai ada darah yang menetes.."
Ketiganya terlihat tersenyum lebar dilayar "Siap laksanakan!!" Dan menyahut dengan serempak.
Jongdae dan Sehun memasukkan koper berisi komputer khusus serta laptop dan senjata yang dapat mereka bawa kedalam helikopter sedangkan Minseok sudah berada didalam helikopter, dia siap menerbangkan benda ini.
"Naiklah, 2 menit lagi dia akan melompat."
Peralatan terakhir dimasukkan, Jongdae dan Sehun segera masuk namun mereka sama sekali tidak menutup kedua pintu di sisi kanan dan kiri. Jongdae tengah menarik kokang senapan miliknya sedangkan Sehun menyiapkan tangga tali untuk dilemparkannya keluar.
"Itu dia.."
Minseok segera menerbangkan helikopternya lebih tinggi melewati Winwin yang tengah berguling dan merosot di kaca "Aku sama sekali tak menyangka dia memiliki kemampuan itu sebagai seorang manusia.." puji Jongdae sembari mengarahkan senapannya keluar dari sisi kanan helikopter berjaga-jaga andai saja ada yang menyerang Winwin, sedangkan Sehun mengeluarkan tali dari dalam helikopter melalui pintu sebelah kiri.
"Apa dia bisa menggapainya? Jarak dari heli dengan gedung saja sudah cukup jauh Sehun-ah, bagimana caranya melompat lebih jauh dari itu untuk mencapai pintu kiri.." Minseok berencana untuk lebih mendekat dengan gedung.
"Jangan coba-coba mendekat jika baling-balingmu terlalu dekat kau bisa mengenainya ataupun gedung, kita bisa tewas bersama dengannya."
Mau tak mau Minseok menurut ia tetap pada posisinya dan percaya atau tidak dirinya berserta Jongdae mengangga saat melihat Winwin berlari di bidang datar kemudian melompat tanpa ragu kearah bagian bawah helikopter.
Untuk sepersekian detik keduanya terdiam, Sehunpun tak mengatakan apapun. "KATAKAN SESUATU DIRIKU PANIK KAU TAHU." omel Minseok.
Namun suara alat komunikasi yang tersambung ditelinganya membuatnya bernafas lega "....Aku sudah naik.. Ayo pergi dari sini."
Winwin menghela nafasnya, ia lelah tertawa bahagia karena berhasil menjalani misi berat dalam hidupnya untuk kali pertama, netranya kemudian menatap kedepan ia memakai penutup telinga dan menggunakan mic yang terpasang di penutup telinga berbentuk seperti headset besar tersebut.
"Kau memintaku melewati bagian belakang gedung, apa kau sengaja agar diriku melihat apa yang terjadi disana?"
"..... Kau benar-benar melihatnya?" Justru Sehun yang menyahuti.
"....diriku tak sengaja melihat mereka melakukan pemindahan alat medis dari laboratorium menuju ruangan yang tak terpakai, ketika diriku dan Jongdae berniat untuk melewati tempat itu kami tidak diperbolehkan untuk melewatinya."
"Maka dari itu kalian memintaku untuk menyamar sebagai Dokter?"
"Ya.. Hanya dokter yang diperbolehkan melintas, diriku benar-benar penasaran akan apa yang terjadi dibalik dinding itu.." Jongdae melirik pada Winwin "Apa kau melihatnya? Kau melihat apa yang terjadi disana?"
Winwin menganggukkan kepalanya, ia sudah merekam segalanya lewat kacamata yang tadi digunakan olehnya "Aku melihat Ten.. Jika dia tidak menggelengkan kepalanya mungkin diriku sudah merusak rencana yang ada dengan menyelamatkannya atau diriku akan mati disana."
Ke-4nya terdiam, beruntung mereka sudah mematikan alat komunikasi yang mereka gunakan, tentu saja mereka tak ingin Johnny mendengar tentang hal ini. Pria itupun sedang melakukan tugasnya kali ini bukan?
"Aku akan memberitahukannya secara langsung pada Johnny nanti.. Setidaknya kita tahu Ten masih hidup saat ini." Ucap Winwin mencoba untuk mencairkan suasana, Minseokpun kembali fokus untuk melanjutkan perjalanan menuju Sapphire City, mereka harus tiba sebelum malam.
⇨ Us ⇦
"Aku ingin mencari orangku yang sepertinya tertangkap dikotamu dan yang kedua aku ingin mengajakmu untuk bekerja sama denganku."
Yunho langsung mengutarakan maksud kedatangannya, ia bahkan menggeser prioritas meminta bantuan pada Hangeng menjadi nomor dua dan menggantinya dengan keberadaan Donghyuk serta Somi.
"Orangmu?"
"... Ya, sebelum diriku datang untuk melakukan pertemuan denganmu kedua orangku sampai lebih dahulu untuk melihat-lihat bagaimana kotamu, namun sepertinya kotamu tidak seindah yang dibicarakan banyak orang..."
Hangeng mengerutkan keningnya, "Sebentar..." ia melangkah menuju meja kerjanya dan menghubungi seseorang "Kau berhasil menangkap orang yang kau katakan mencurigakan?" ucapnya disambungan telepon dan tentu saja itu mengundang perhatian Yunho serta Himchan.
"Dia benar-benar menangkap Donghyuk dan Somi?"
"Ah.. Sepertinya ada salah paham disini, bisa kau bawa mereka kemari?" Hangeng menggaruk keningnya sembari melirik Yunho dan Himchan "Oh, kemarilah dengan Changmin.." usainya Hangeng memutuskan panggilan dan kembali mendekati Yunho yang terlihat terkejut dengan nama yang disebutkan oleh Hangeng.
"Dilihat dari wajahmu sepertinya kau terkejut dengan nama Changmin, Yunho-ssi?"
Yunho dan Himchan tidak menjawab mereka hanya diam hingga tak lama pintu terbuka dan terlihat seorang gadis dan seorang pria tinggi membawa 2 orang dengan penutup kepala.
"Buka penutup kepala mereka, mungkin tamu kita akan mengenalinya apakah keduanya memang orang mereka atau bukan.."
Si gadis yang tadi memukul wajah Donghyuk membuka penutup kepala kedua orang yang tangannya terikat didepan perut mereka "Donghyuk! Somi?!" Himchan segera menghampiri keduanya dan melepas penutup mata keduanya "Kalian baik-baik saja?"
"...Hyung.."
"...Oppa.." Himchan segera memeluk Somi dan Donghyuk ia bersyukur bahwa kedua adiknya ini selamat dan baik-baik saja walau ada luka memar diwajah Donghyuk.
Hangeng semakin menggaruk keningnya sambil menghela nafas "Kalian salah tangkap lagi.." gumamnya dengan nada maklum seperti.... dirinya paham kalau si gadis memang terkadang terlalu terburu-buru dalam mengambil keputusan.
"Maafkan aku Appa, mereka sangat mencurigakan saat berada di tengah taman."
"Sudah kukatakan bukan kau terlalu gegabah.." sahut lelaki lainnya yang tadi sempat berkelahi dengan Somi, gadis itu tangguh sama sepertinya.
"Cih!"
Hangeng kembali menghela nafas "Maafkan anakku yang mungkin memukul wajah orangmu itu, mungkin adik iparku kurang menjaganya dengan baik.."
"Hyung.. Kenapa kau menyalahkanku?"
"Baiklah-baiklah aku yang salah.."
Yunho menatap ketiga manusia yang berinteraksi dihadapannya dengan salah satu alis yang terangkat "Apa maksudnya semua ini?"
"Beberapa waktu ini kami dan warga mendapatkan terror, beberapa warga kami para freak terluka jika mereka melakukan perjalanan bisnis keluar atau saat akan kembali ke kota. Kami tak tahu apa yang terjadi." Hangeng melangkah menuju meja kerjanya kembali dan meminta Yunho untuk mengikutinya.
"Hingga kemarin kami melihat ada beberapa orang yang tak dikenal memasuki stasiun, mereka mengamati kota seolah-olah tengah mencari dan menentukan target." Hangeng membuka map berwarna merah kemudian memperlihatkan tangkapan gambar dari kamera CCTV.
"Karena itu hari ini seluruh anggota kepolisian tengah menyamar sebagai pekerja lepas di taman guna menarik gerombolan itu kembali, namun justru... Kedua orangmu yang berada disana, sepertinya dia salah sangka pada kotaku dan anakku juga salah sangka pada mereka."
Yunho menatap baik-baik tangkapan gambar tersebut, para rombongan tersebut terlihat familiar baginya, sedangkan Hangeng ia tengah memplototin anak gadisnya yang merajuk karena disalahkan "Yak, Wendy kau terlalu gegabah. Minta maaflah pada mereka semua apalagi pada pria yang kau pukul dengan kuat itu. Mengikuti siapa emosimu itu..."
Mau tak mau si gadis itu menoleh pada Himchan, Donghyuk dan Somi "...maafkan aku.." terdengar kurang ikhlas, bagaimanapun ego nya jauh lebih besar dan ini kali pertama dalam hidupnya seorang Wendy melakukan kesalahan.
"Aku mengenal mereka.." ucap Yunho tiba-tiba sembari menunjuk tangkapan gambar itu "Mereka adalah anak buah kepercayaan komisaris Kang, pria tua itu pasti sudah menentukan akan memihak pada siapa."
"Apa ini ada hubungannya dengan kerja sama yang kau katakan padaku tadi?"
"Ya.."
"Bergabunglah dengan kami.." Himchan segera bersuara, ia juga sepertinya lelah berbasa basi. "Saat ini kami sedang memperjuangkan kesamarataan bagi para freak namun kami harus berhadapan dengan mereka yang berniat membasmi kami."
Hangeng menunjuk Himchan "Kau freak?" tanyanya penasaran.
"Bukan, tapi adik-adikku ini adalah freak dan rasanya sudah cukup bagi mereka untuk selama ini hidup dalam bayang-bayang bahkan berpura-pura menjadi manusia."
"Maaf sebelumnya, namun kupikir kalian paham bahwa kotaku sudah menjalankan yang kalian sebut kesetaraan. Dan kami tidak akan pernah sekalipun mengangkat senjata untuk hal yang disebut perang.."
"Mereka tak menyebutkan tentang perang Appa.."
"Ya mereka memang tidak menyebutkannya, namun.. Pasti akan berakhir pada kata itu."
Sesaat mereka semua terdiam, hingga pria yang datang bersama dengan Wendy tadi dan seseorang yang disebut adik ipar oleh Hangeng tersebut melangkah mendekat. "Kau tahu dengan jelas mereka datang kemari selain mencarimu pasti datang mencariku, August sudah menyampaikan padaku bahwa akan ada yang datang mencariku meminta bantuan." ia menatap Hangeng "Jika kau tak ingin membantu karena beresiko akan keselamatan rakyatmu maka biarkan diriku yang turun.."
"Shim Changmin, apa kau sudah gila?"
"... Kau Shim Changmin?"
Changmin menoleh pada Yunho dan tersenyum ramah kemudian membungkukkan badan untuk memperkenalkan diri "Shim Changmin, kau pasti seseorang yang dikatakan oleh August.."
"Sebenarnya bukan diriku tapi anak buahku yang menemuinya.."
"Yak apa kalian sekarang menganggapku tak ada?" Hangeng sampai harus berdehem agar mereka tak melupakan keberadaannya.
"Changmin-ah aku paham kau sangat ingin bergabung dengan hal-hal seperti ini namun demi kakakmu yang sudah berada di surga sana apa kau tak bisa membuatku tenang?" ia kemudian beralih pada Yunho "Aku tak bisa memberikanmu pasukan baik manusia ataupun freak mereka sudah hidup dengan aman dan damai dikota ini, namun aku berjanji akan menyokong dana untuk kalian jika kalian memang tetap berniat untuk melanjutkan ide kalian itu."
Hangeng jelas-jelas menolak, Yunhopun tak tahu lagi harus berkata apa pada pria ini untuk membantunya, bahkan Changmin yang ingin membuka suaranya terdiam ketika pemilik kota ini mengangkat tangannya sebagai tanda agar sebaiknya Changmin diam dan tak membantah.
"Sampai kapan kau akan bersembuyi Appa?"
Ucapan Wendy membuat seluruh ruangan menatap kearahnya. "Kau seperti ini sejak dulu, menghindari perang atau apapun bahkan kau tak bisa melakukan apapun saat para tentara busuk itu merebut adikku dari tangan Eomma bahkan kau pun tak bisa menyelamatkan Eomma dari mereka."
"Wendy!!"
"Apa? Diriku salah berbicara?"
"Saat itu diriku tak bisa mengambil keputusan sepihak kau tahu!"
"Mereka menyerang freak saat itu, kau sangat ingin melindungi mereka tapi kau tak sanggup ah mungkin tak berani lebih tepatnya. Andai kakakku tidak tewas malam itu mungkin kau tidak akan melakukan kudeta dan mengganti seluruh sistem pemerintahan, iya bukan Hyung?!"
Hangeng menatap adik iparnya dan anak gadisnya bergantian, ia tahu dirinya bersalah akan kejadian lampau namun mengapa mereka harus membahasnya lagi sekarang?
"Apa kalian saat ini memojokkanku karena kelambatanku?"
"Ya! Jika kau berani aku tak akan kehilangan ibuku, dan mungkin saat ini aku bisa melihat adikku yang seumuran dengan mereka!!"
Wendy segera beranjak dari sana, Somi dan Donghyuk bisa melihat bahwa cairan sudah menggenang di kedua pelupuk matanya, dilihat dari egonya yang tinggi mereka yakin bahwa Wendy tak akan mau meneteskan airmatanya dihadapan mereka semua.
Keadaan hening seketika, ucapan anaknya itu bagai tamparan kuat baginya. Andai malam itu tak ada serangan pemerintah terhadap para freak mungkin istrinya dan anak lelakinya tak akan tewas dan menghilang, mungkin juga dirinya pun tak berada di jabatan ini dan kota ini pun mungkin akan berakhir sama dengan kota lainnya.
"Sejujurnya kami tidak menyalahkanmu, hanya saja, andai kau lebih berani Hyung.. Namun jika tak ada kehilangan maka tak akan ada perubahan seperti sekarang ini bukan?"
Changmin menepuk bahu Hangeng "Namun yang menjadi masalah disini, apa kau harus merasakan kehilangan lagi baru keberanianmu keluar eoh? Mungkin anakmu diluar sana masih hidup Hyung, mungkin diapun butuh untuk ditemukan dengan jalan ini."
"Pikirkanlah, aku akan menenangkan Wendy..."
Sepeninggal Changmin, Yunho melirik Himchan agar pria itu melumerkan suasana canggung yang tercipta akan pertengkaran keluarga dihadapan mereka orang luar, namun justru Himchan memalingkan wajahnya dan mengajak Donghyuk serta Somi mengikuti Changmin keluar dari ruangan meninggalkan Hangeng dan Yunho yang kini mengumpat dalam hatinya.
'Mengapa mereka meninggalkanku?'
"Ekhmm.."
Hangeng akhirnya berdehem pelan iapun merasakan situasi yang kurang enak karena situasi yang baru saja terjadi, "Maaf... Kami sangat jarang beradu pendapat sehingga ya.. Kali ini, kau tahu..." pria itu bahkan sulit mengumpulkan kalimat untuk berbicara dengan benar, mungkin ucapan sang putri memang membekas dalam benaknya.
"Tak apa.. Jika kau ingin menolak, tak apa.. Kami akan kembali.."
Yunho membungkukkan tubuhnya, mungkin hanya misinya yang gagal dari semua misi yang ada. Dirinyapun berniat untuk segera beranjak namun Hangeng menahan lengannya.
"Beri diriku waktu, 1 hari. Akan kupikirkan tentang penawaranmu itu, mungkin yang diucapkan Wendy dan Changmin benar adanya.."
Ada kelegaan dalam hatinya kegagalannya berkurang 50% setidaknya ada kemungkinan berhasil jika ia membiarkan Hangeng berpikir terlebih dahulu "Baiklah... Aku akan datang besok lusa.."
Hangeng menganggukkan kepalanya kemudian Yunho segera beranjak keluar, ia melihat Himchan tak jauh dari sana tengah duduk di kursi panjang bersama dengan Donghyuk dan Somi, ia segera menghampiri mereka "Kita akan pulang.."
"Hasilnya bagaimana paman?"
"Apa kami mengacaukan rencana ini?"
Yunho tersenyum "Dia akan memikirkannya, lusa diriku akan kemari lagi. Dan kalian tidak mengacaukan apapun Somi-ya, Donghyuk-ah, kalian sudah melakukan yang terbaik.. Sebaiknya kita pulang sekarang, Mark pasti sangat mengkhawatirkan dirimu."
Keempatnya beranjak dari sana kembali menuju Sapphire City, Wendy hanya menatap kendaraan yang membawa mereka pergi dari kaca jendela ia menghela nafasnya lalu menoleh pada Changmin disisi kirinya.
"Mereka pergi.. Apa mungkin Appa menolaknya?"
"Ayahmu sedang mempertimbangkan, tenanglah.. Dia akan memutuskan yang terbaik untuk semuanya.. Lagipula, dia tak bisa mengesampingkan ramalan itu bukan?"
".... Ah ramalan yang pernah Eomma ceritakan padaku dan adikku.." Wendy menatap bingkai foto yang menunjukkan potret bahagia keluarganya ketika masih utuh dahulu, sang ibu yang duduk sambil memangku adik laki-lakinya yang tengah mengigit jari, sedangkan dirinya dan ayahnya berdiri di sisi kanan dan belakang sang ibu.
"Aku merindukan adikku.."
⇨ Us ⇦
Kim Taeyeon melangkahkan kakinya menuju bagian belakang gedung kemamanan, ia mendengar tentang keributan hari ini, penyusup dan helikopter sitaan yang menghilang dan 3 orang anggota tim khusus yang juga turut menghilang ditambah dengan salah satu penjaga yang terluka dan satunya lagi justru tewas.
"Aku tak mmengerti bagaimana bisa gedung yang kalian sebut tempat dimana keamanan negara berpusat justru bisa dimasuki oleh seorang penyusup sialan!"
"Maafkan kami Nyonya Kim.."
Beberapa petinggi komisaris yang menjabat disana melangkah beriringan mengikuti langkah gusar Kim Taeyeon, hanya Komisaris Song dan Kim yang tak mengikuti mereka, pertama Komisaris Song sejak awal dia memang terlihat mencintai negaranya dan akan mendukung apapun keputusan pemerintah namun dirinya amat royal pada Komisaris Kim seorang.
Jika Kim Jaejoong tak mengatakan akan mengikuti Taeyeon maka dirinyapun tak akan mengikuti rubah betina itu, walau hanya sendiri pria tua itu akan tetap bersama Kim Jaejoong bahkan mungkin hingga akhir hayatnya.
"Cari tahu siapa yang menyusup!!" Ia meneriaki para petinggi itu kemudian beranjak masuk kedalam ruangan yang kini sudah di rombak menjadi laboratorium rahasia baru serta tempat dimana beberapa freak yang ditangkapnya ia simpan dengan baik.
Tungkainya membawanya menuju sebuah bangsal, ia melihat Ten berada disana dengan alat yang menempel pada keningnya dengan kabel yang terhubung pada sebuah monitor "Bagaimana hasilnya?"
"Belum ada perkembangan, dia selalu berusaha memblokir ingatannya tentang memori orang-orang yang dikenalnya, jika hal ini terus terjadi maka dia bisa merusak jaringan otaknya sendiri.."
Taeyeon meremas udara dalam jemarinya, ia mendekati Ten dan menarik kerah pakaian pria itu untuk menatapnya "Berhenti memperlambatku jika kau tak ingin tewas di tempat ini dan... "
"Kau takut bukan?..." Ten menyela, dan itu berhasil membuat Taeyeon berhenti berbicara. Ten menarik salah satu sudut bibirnya "Appa sudah memberikanmu sebuah kesempatan... Tapi kau menolaknya.. Cih.."
"Diam!! Berhenti membaca isi pikiran dan ingatanku!!" Taeyeon menampar Ten kemudian melepas cengkramannya, "Aku tak perduli akan keadaannya paksa dirinya, lakukan apapun!" Ia pun beranjak dari sana dengan kesal, bahkan wanita 2 anak itu melempar nampan berisi peralatan medis dengan kasar ke lantai.
Sedangkan Ten, ia menghela nafas lega setelah Taeyeon pergi, ia kembali menoleh pada dokter yang akan menanganinya yang saat ini tengah membereskan peralatan medis yang terjatuh.
"Mengapa kau mau bekerja disini?"
Gadis itu menoleh, ini kali pertama Ten mengajaknya berbicara. Iapun segera bangkit berdiri setelah selesai merapikan kekacauan yang ditinggalkan oleh Taeyeon.
"Karena... Dia memiliki uang dan kekuasaan. Jika diriku tak mau membantunya mungkin diriku dan keluargaku.."
Ten memalingkan wajahnya "Cukup.." Ia tanpa sengaja membaca pikiran dan ingatan gadis itu, benar-benar cara keji untuk meminta bantuan padahal merekapun sesama manusia.
"... Jadi apapun rencana kalian yang tersimpan didalam kepalamu kumohon itu berhasil.. Aku akan mencoba mengulur waktu agar mereka menunda untuk mengekstraksi ingatanmu."
" Kuhargai itu.." Ten tersenyum, tulus. Ia benar-benar tersenyum saat ini "Sejujurnya diriku tak tahu apa yang akan mereka lakukan, semenjak diriku tertangkap mungkin mereka merubah rencana awal dan entah apa itu.."
"Sedikitpun kau tak ada bayangan apapun"
"Tidak... Tapi kuharap mereka memutuskan untuk pergi saja dari tempat ini.." Lanjutnya, ia mengalihkan pandangannya pada langit-langit tempatnya berada, ia merindukan langit yang terbentang luas bukan langit yang seperti ini, ia bahkan merindukan langit-langit tenda sirkus ditenda utama.
Disaat seperti ini dirinya begitu merindukan dunianya yang dahulu, sirkus mereka, langit hitam bertaburan bintang-bintang yang terlihat berkelip dari puncak bukit. Entah dirinya masih bisa melihat tempat itu lagi atau tidak.
"Nyonya Kim!"
Langkah Taeyeon yang berniat untuk kembali keruangan pribadi miliknya terhenti, ia melihat seseorang dari bagian penyelidikan berlari menghampirinya dan memberikan 2 bilah belati yang terbungkus dalam sebuah plastik bening sebagai barang bukti.
"Apa itu?"
"Belati yang digunakan oleh penyusup tersebut, setelah kuteliti kembali ternyata terdapat ukiran nama di belati tersebut.."
"Siapa? Siapa yang berani bermain-main denganku?"
Pria itu memberikan hasil potret foto yang sudah dicetak pada Taeyeon, menunjukkan ukiran halus yang terdapat pada sisi kiri bilah mata pisau belati tersebut. Perlahan kedua matanya membesar ketika membaca nama yang tertera disana.
"Na-ka-mo-to?"
"Iya, dikedua belati itu terdapat ukiran yang sama.."
Dirinya kembali meremas udara dalam jemarinya jujur saja emosinya seperti diaduk-aduk hari ini, bagaimana Yuta bisa dengan sengaja menyerang dan meninggalkan jejak? Apa adik kecilnya itu sekarang sedang dengan sengaja mengejeknya?
"Temukan dia! Bawa padaku hidup atau mati!!"
"B-baik Nyonya Kim.."
Sedangkan Yuta, Johnny dan Aiden baru keluar dari alamat terakhir dari mereka yang menjadi saksi pada kasus Yuta belasan tahun lalu, para saksi sebagian besar telah menghilang atau ada yang sudah tewas entah kecelakaan atau meninggal karena suatu penyakit, namun saksi terakhir yang bisa mereka mintai keterangan mengaku bahwa dirinya dibayar untuk memberikan kesaksian palsu, jika dia menolak bayaran maka keluarganya yang akan menjadi taruhannya.
Saksi itupun berkata walau saksi lainnya ada yang sudah meninggal karena penyakit namun hal tersebut terasa janggal baginya, ditambah dengan kecelakaan yang terjadi pada 2 saksi lainnya. Dan menghilangnya saksi asli dalam kasus itu pun menambah kejanggalan yang dirasakannya.
Maka dari itu pria yang baru menginjak umur 45 tahun saat itu dia segera melarikan diri keluar kota beserta dengan keluarganya dan baru kembali setelah umurnya menginjak 70 tahun, bahkan dirinya sampai memberikan berita palsu bahwa dirinya sudah tewas karena penyakit jadi ia bisa leluasa kembali ke Detroit City tanpa beban apapun.
Johnny menatap berkas ditangannya "Yang kita kira hidup justru sudah tiada, dan yang sudah tiada justru masih hidup. Apa sampai sesulit itu hanya untuk bertahan hidup hingga harus berpura-pura tewas."
"Jika hanya tersisa satu saksi dan itupun dia sudah mendaftarkan kematiannya sama saja kita menuju jalan buntu untuk kasusmu.." Aiden menghela nafasnya, ia merogoh sakunya dan mengeluarkan kunci mobil dari dalam sana, ia melangkah menuju mobil mereka sudah seharusnya kembali ke Sapphire City.
"Tak apa, aku hanya ingin tahu apa mereka benar melihatku membunuh kedua orangtuaku atau tidak.." Ucapan Yuta membuat Johnny menoleh dan Aiden menahan langkahnya kemudian menatap Yuta.
"Selama didalam penjara diriku berpikir bahwa mungkin yang dia katakan benar, kalau diriku ini adalah seorang pembunuh." Yuta menunduk, mengingat kematian orang tuanya hanya membuatnya ingat bisikan-bisikan yang diucapkan Taeyeon padanya, bahwa ia adalah seorang pembunuh berdarah dingin yang dengan tega membantai kedua orangtuanya.
"Selama ini diriku tak berani mengangkat kepalaku karena akupun merasa sebagai seorang pembunuh."
Dadanya kembali terasa sesak, Yuta menghapus dengan cepat lelehan liquid yang mengalir dari kedua matanya, setelah sekian tahun akhirnya ia merasa lega karena Yuta tahu bahwa bukan dirinyalah yang membunuh kedua orangtuanya malam itu.
Perlahan kemudian ia kembali mendongak dan menatap Johnny serta Aiden, dirinya menyunggingkan senyum pada kedua freak tersebut "Terima kasih pada kalian."
Hening...
Hingga Johnny segera menghampiri dan memeluk Yuta "Sudah jangan membuat keadaan menjadi terlalu sedih, akan kupeluk kau biar kau tidak menangis.." Omel Johnny.
Sedangkan Aiden terkekeh pelan, ia kemudian menghubungi Jayden "Dimana kau?"
"Apa kau sudah kembali?"
Jayden menatap jalanan dari mobil yang membawanya kembali menuju Sapphire City, "Ya, sedang dalam perjalanan dan.. Kita memiliki tamu.." Ia melirik pada Park Chanyeol disebelah kanannya yang mengikutinya untuk datang menuju Sapphire City.
Kening Aiden berkerut bingung namun ia tak mempermasalahkannya, "Baiklah, sampai bertemu nanti Hyung juga akan segera pulang." Aiden memutuskan sambungan panggilannya, ia segera masuk membuka pintu kemudi dirinya akan bergantian mengendarai.
"Ayo kita pulang, akan kuminta bagian dapur untuk menyiapkan sup gingseng untukmu." Johnny melangkah bersama dengan Yuta setelah acara berpelukan keduanya selesai.
Mereka memasuki mobil dan Aidenpun segera menjalankan kendaraan roda 4 itu kembali menuju Sapphire City, ditengah perjalanan ponsek Yuta berbunyi. Ia segera menerimanya dengan semangat "Winwin? Kau sudah kembali?"
Ia mendengar jawaban balasan dari sana, bibirnya menyunggingkan senyum "Ya diriku sudah kembali, tapi kedua anakmu kutinggalkan disana demi perlindungan diri.."
"Tak apa, kau kembali dengan baik saja sudah cukup.. Lagipula ketika kau meninggalkan belatiku disana akan ada yang panik saat melihatnya.."
Hening cukup lama hingga Winwin diseberang sana mendecih "Cih.. Diriku sudah merasa bersalah karena meninggalkan kedua belatimu..."
Winwin menatap layar monitor didepannya, Sehun sudah meletakkan kemera pengintai yang diletakkannya diberbagai sudut "Namun sepertinya.. Memang hal tersebut terjadi saat ini.."
Baik Yuta dan Winwin kini sama-sama menarik salah satu sudut bibirnya, mereka kini merasa menang satu angka dengan membuat seorang Kim Taeyeon panik, belati milik Yuta yang di tinggalkan oleh Winwin adalah senjata utama mereka membuat wanita itu ingat akan salah satu dosa lamanya.
⇨ To Be Continued ⇦
Shim Changmin, adik ipar Hangeng dan Paman muda dari Wendy dia adalah seorang freak seperti keponakannya, dirinya memiliki otak yang cerdas serta kekuatan tubuh yang tak jauh berbeda dengan Jayden dan Somi.
Wendy, Dia bisa disebut tuan putri yang tak ingin disebut putri, sejak kecil pekerjaannya hanya bermain di kantor polisi karena rasa penasarannya yang tinggi. Ditambah lagi dengan kekuatan shape-shifting miliknya membuat Wendy bisa menyamar menjadi siapa saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar