myCatalog

Senin, 31 Agustus 2020

US - THIRTY THREE


* US *

-

-

-

-

-








EMERALD CITY

2044

2 pasang langkah kaki saling beriringan turun dari kereta, keduanya menginjakkan kakinya untuk pertama kali di kota yang katanya adalah kota yang penuh dengan kemajuan teknologi, bahkan lebih beradab dan berakal, disaat kota lain menjauhi freak kota ini justru melakukan sebaliknya, mereka merangkul dan menerima kedatangan freak dengan tangan terbuka.

Dengan alasan mereka cinta kedamaian maka tak ada perbedaan antara para manusia dan freak yang tinggal di kota ini, kedua netra Donghyuk menatap kesegala penjuru ia dan Somi harus terlihat senatural mungkin disaat seperti ini.

Disaat yang lainnya hanya perlu duduk menunggu kemudian menyebar selebaran dirinya dan Somi justru tak melakukan itu sama sekali, mereka hanya diminta untuk berpakaian sedikit lebih mewah dan diberikan begitu banyak uang saku di dompet dan kartu yang dapat mereka gesek dengan nama samaran.

"Apa yang harus kita lakukan Oppa?"

Jujur saja, bagi Somi ini kali pertama dirinya menyamar ditempat yang sama sekali tidak dia ketahui bagaimana bentuk dan letaknya, ini bahkan kali pertama dirinya menginjakkan kaki di kota yang terlihat megah dengan desain teknologi maju meninggalkan kota-kota lain.

Donghyuk selesai menatap sekeliling, ia kemudian tersenyum dan berdiri menghadap kearah Somi yang takut "Tenanglah, Oppa disini." Dengan lembut Donghyuk mengaitkan tangan Somi ke lengannya dan mereka mulai melangkah perlahan keluar dari stasiun.

Sesekali Donghyuk membenarkan letak kacamatanya, namun sebenarnya ia tengah menekan sebuah tombol kecil di sisi gagang kacamata untuk merekam dan memotret beberapa penampakan sudut kota yang secara otomatis terkirim pada Taeil dan Lay.

"Kau sudah melihatnya? Kota ini terkesan normal bagiku." Ujar Donghyuk, ia yakin suaranya kini didengar oleh semuanya yang tengah bersiap-siap dengan misi mereka masing-masing, termasuk Mark yang tengah memakai rompi anti peluru.

Ia menekan alat yang menempel pada lubang telinganya "Berhati-hatilah, normal bukan berarti aman.." Ujarnya dengan nada sedikit khawatir namun hanya disambut oleh kekehan kecil oleh Donghyuk.

"Donghyuk Oppa akan aman bersamaku Oppa, sebaiknya kita sarapan sekarang. Aku benar-benar lapar.." Somi mematikan sambungannya dan sambungan milik Donghyuk kemudian menarik pria tan itu untuk ikut dengannya.

Sedangkan Mark tengah mengumpat disebrang sana, mengapa bukan dirinya saja yang pergi ke Emerald City satu tim dengan Donghyuk, jadi ia tak perlu mengkhawatirkan dan memikirkan Donghyuk setiap 10 menit.

"Dia akan kembali, kau tidak perlu terlalu tegang.." Ucapan Jongup mau tak mau membuat Mark mengangguk, iapun akhirnya memakai jaket hitam dan membawa tas hitam yang berisi selembaran sembari memakai topi yang senada dengan warna pakaiannya dikepala.

"Baiklah, lebih baik kita segera berangkat jadi saat diriku kembali aku bisa memastikan Donghyuk memang kembali dalam keadaan baik-baik saja." Ucapnya sebelum pergi meninggalkan ruang ganti dan Jongup.

Somi hampir tak bisa menutup mulutnya saat melihat penghibur jalanan yang saat ini menggunakan kekuatannya untuk mencari nafkah di tengah taman kota, andai saja Donghyuk tidak menjejalkan sebuah roti kedalam mulutnya.

"Liurmu akan menetes sebentar lagi. Apa yang membuatmu menganga begitu lebar?"

Tangan gadis itu menunjuk pria yang kini menggunakan kekuatan telekinesisnya untuk menggerakkan beberapa barang dan menghibur para manusia yang sedang menonton "Ah.. Bukankah itu juga bisa kita lakukan jika saja diantara kita semua ada seseorang yang dapat menggunakan kekuatan tersebut di sirkus?"

"Ya.. Andai, tapi nyatanya tak ada." kedua pipi Somi menggembung karena menampung roti didalam mulutnya, ia benar-benar takjub dengan kehidupan para freak ditempat ini. Sejak tadi matanya selalu melihat mereka dapat menggunakan kekuatannya dimana saja.

Donghyuk hanya menghela nafasnya malas, ia sudah mengenal Somi sejak kecil tapi tak pernah sedikitpun gadis ini menatap kagum pada para freak yang berada di panti, apa anak ini memiliki kelainan?

Iapun memutuskan untuk menekan tombol kecil di gagang kacamatanya dan kembali memutuskan merekam serta mengirimkannya di saat bersamaan, sejak tadi sudah lebih 20 rekaman video dan foto yang sudah ia kirimkan pada Taeil dan Lay.

"Kabarkan pada Paman Jung bahwa disini sangat normal.."

".... Bagiku terasa janggal Somi-ya, entah apa.." Ujarnya ragu, namun gadis disisi kirinya sepertinya tak mendengar ucapannya karena terlalu sibuk memperhatikan.

"Kukirimkan kontak di kota itu, jika sesuatu terjadi hubungi dia dan katakan kau mendapatkan kontaknya dari August."

Suara yang keluar dari alat komunikasinya berbarengan dengan bunyi ponsel di genggamannya, Donghyuk segera menyimpan kontak tersebut didalam ponselnya kemudian kembali mendengarkan ocehan Somi tentang penghibur jalanan tersebut.

"Yunho Hyung dan Himchan sedang dalam perjalanan kesana.."

"Baiklah.."

Donghyuk mengiyakan ucapan Lay, ia kembali mematikan alat komunikasinya sebelum kembali mendengar kekhawatiran Mark akan keadaannya. Walaupun saat ini dirinya juga tak terlalu memperhatikan apa yang dikatakan oleh Somi karena netranya terlalu sibuk menatap sekeliling semuanya terlalu terasa sempurna, para freak memang terlihat bahagia namun Donghyuk merasa ada satu hal yang janggal, namun ia tidak tahu apa itu.

Bertanya pada Somipun percuma, gadis itu sedang asik memperhatikan si penghibur jalan "Kau sibuklah, aku akan membelikanmu minuman dan ice cream."

"Terima kasih oppa..."

Bahkan Somi tak menoleh padanya, Donghyukpun segera beranjak dari sana ia melewati jalan setapak mencari tempat membeli minuman yang dirasa unik, namun tak jauh darinya justru netranya menangkap seorang freak tengah mengerakkan tangannya untuk membuat ice cream, dia ternyata menemukan penjual ice cream terlebih dahulu.

"Ice cream yang terakhir.." gumamnya pelan dan masih mencari kesegala penjuru menatap satu per satu food truck disekitar taman. Tungkainya hampir melangkah untuk menyusuri bagian lain dari taman tersebut namun tubuhnya terdiam dirinya seperti tersadar, Donghyuk segera menoleh berbalik badan dan kembali menatap food truck yang berjejer satu per satu.

Para penjual disana, penghibur jalanan, bahkan pembersih jalanan semuanya menggunakan kekuatan miliknya bukankah itu artinya mereka semua adalah freak? Sedangkan para pembeli dan penonton terlihat begitu excited sama seperti penonton di sirkus dahulu.

Mereka manusia, dan freak penghibur.

"Sialan!" umpat Donghyuk, ia segera beranjak kembali menghampiri Somi kemudian menarik lengan gadis itu untuk pergi dari taman secepatnya "Oppa?... Ada apa?"

"Perhatikan baik-baik sekitarmu, apa ini tak terasa familiar dihadapanmu Somi-ya?"

Gadis itu mengedarkan pandangannya untuk menatap sekeliling, para pejalan kaki terlihat merekam para penjual dengan penghibur jalan yang menggunakan kekuatan mereka, ia akhirnya paham apa maksud ucapan Donghyuck barusan. "Kabari yang lainnya Oppa.." ujar Somi.

Donghyuk melangkah menjauh dari taman, ia menarik Somi dalam genggamannya sembari menekan alat komunikasi ditelinganya ".... mereka menerima freak sebagai pekerja dan penghibur di kota ini, baru itu yang kutahu sejauh ini, kurasa diriku dan Somi sebaiknya..." ucapan panjang lebarnya terhenti ketika ia justru melihat Somi berada di dekat gang kecil tengah berkelahi dengan seorang pria, lalu siapa yang di tarik olehnya?

"Donghyuk? Kau masih disana?"

Ia menghiraukan panggilan Lay diseberang sana dan perlahan menolehkan kepalanya kebalik tubuhnya, dengan mata kepalanya sendiri ia melihat Somi yang tadi ia tarik di belakangnya kini berubah menjadi sosok seorang gadis lain yang tidak ia kenal.

Gadis itu menarik senyum miringnya kemudian meninju wajah Donghyuk dengan keras sebelum pria tan itu jatuh dan terdengar suara Somi berteriak memanggil Donghyuk berkali-kali.

Mark dan Lay yang mendengar hal tersebut dari tempat yang berbeda terkejut bukan main ".... Donghyuk?" panggil Mark, namun tak ada sahutan hanya ada suara nyaring dari sambungan disana karena alat komunikasi yang dihancurkan.

"Donghyuk? Lee Donghyuk!? Somi?!!" Lay segera berdiri dan hampir meninju dinding, pengaturan transmisi komunikasi Donghyuk secara otomatis terhubung antara dirinya dan juga Mark karena anak itu begitu khawatir, sedangkan sambungan dengan yang lainnya sudah Taeil putuskan sejak Mark berangkat dengan yang lainnya.

Lay segera menghubungi Yunho, ini kali pertama setelah 15 tahun ia kembali panik dan takut akan kehilangan ".... Hyung.."

".. Donghyuk dan Somi tidak menjawab panggilan, sepertinya mereka mendapat masalah dikota itu.."
Yunho terkejut, dirinya bahkan tak tahu harus mengatakan apa saat ini. "Aku akan menemukannya.." Ucap Yunho, dan ia yakin panggilan Lay barusan padanya didengar oleh yang lainnya.

Dan lain halnya dengan seseorang disudut kota tempat mereka membangun sebuah lab dan bunker rahasia, tentu saja hal tersebut membuat Mark terkejut setengah mati, ia segera memberikan sisa lembaran kertas pada Jongup dan turun dengan cepat dari tower tertinggi di Sapphire City. "Mark!" Jongup yang ditinggalkan begitu saja hanya bisa memandang Mark dengan tanda tanya yang terlihat diwajahnya.

"Sial! Misiku selesai, aku harus mengejar Mark!" Jongup segera melempar asal sisa selembaran yang ada dan menyusul Mark untuk turun dengan cepat.

"Mark!! Sial, hei Mark!!"

Begitu Mark kembali menginjak aspal dirinya segera berlari menuju mobil, andai Jongup tidak menahannya mungkin dia sudah membawa kendaraan mereka itu untuk melesat menuju Emerald City tanpa pikir panjang.

"Mark! Dengarkan aku sialan! Apa kau gila? Tenanglah, Paman Jung dan Himchan Hyung sedang dalam perjalanan kesana!!"

"Mengapa mereka tidak berada disana sejak tadi? Mengapa harus menggunakan Donghyuk dan Somi? Apa dia dijadikan umpan dengan sengaja?!"

"Yaaaak!!" umpat Jongup "Semua mendapat tugas beratnya masing-masing, Donghyuk dan Somi mereka kuat jika berada dalam sebuah tim kita tahu itu dengan jelas sejak masih berada di panti, jadi berhentilah untuk merendahkan kekuatan Lee Donghyuk!"

".... aku hanya ingin melindunginya."

"Paman Jung dan Himchan Hyung pasti bisa membawanya kembali percaya padaku.." Jongup menangkup wajah Mark ia menatapnya menyakinkan bahwa Donghyuk pasti akan kembali, dan pria itu akhirnya menganggukkan kepalanya.

Sedangkan didalam sebuah mobil, Yunho tengah menatap keluar jendela dengan tangan yang mengepal, ia khawatir. Apalagi dengan Himchan di sisi kirinya, ia mengotak atik ponselnya berharap setidaknya mendapatkan sinyal dimana keberadaan Donghyuk dan Somi saat ini, namun nihil.
Pelacak yang diselipkan didalam baju mereka ternyata juga sudah tak dapat digunakan.

"Bagaimana bisa kota teraman justru menjadi kota yang paling berbahaya?" Tanya Yunho dengan suara rendahnya, ia benar-benar tengah menahan kesal saat ini.

"Lalu bagaimana Paman? Apa yang akan kau lakukan?"

Yunho menepuk-nepuk dahinya dengan kepalan tangannya perlahan "Jalankan rencana seperti sebelumnya, jika gagal kita temui Shim Changmin dan meminta bantuannya untuk menemukan Donghyuk serta Somi..." Ia menghela nafas berat "Seharusnya bukan mereka yang menjalani misi untuk menyamar di kota itu.. Seharusnya bukan mereka..." Ucapan itu bergumam beberapa kali dari bibirnya, seharusnya tak perlu mengirimkan Donghyuk dan Somi untuk melakukan pengintaian.

Dirinya dan Himchan saja seharusnya sudah cukup untuk datang kemudian melakukan negosiasi disana tanpa perlu melakukan pengintaian apapun, bodohnya..

Begitu mereka tiba dikediaman megah nan mewah milik pemimpin tertinggi di Emerald City Yunho dan Himchan disambut oleh Hangeng sendiri di pintu depan, pria itu terlihat ramah dan penuh dengan senyum ketika menyambut kedatangan mereka.

"Welcome to Emerald City aku yakin kau datang jauh-jauh untuk urusan yang lebih penting dan tidak bisa dibicarakan lewat panggilan telepon, Yunho-ssi.."

Mau tak mau Jung Yunho harus menunjukkan senyum ramahnya pada pria dihadapannya tersebut, keduanyapun masuk kedalam kediaman megah tersebut, Yunho masih sempat menoleh kebelakang dan melihat kolam air mancur yang cukup besar berada di tengah halaman parkir.

Iapun melangkah bersama Himchan memasuki ruang kerja milik Hangeng yang terlihat cukup luas karena mencakup perpustakaan pribadi. Namun belum sipemilik rumah mendudukkan bokongnya pada sofa empuk kesayangannya yang berada di tengah ruangan Yunho sudah bersuara.

"Diriku langsung saja tanpa berbasa basi, awalnya hanya satu hal yang membuatku datang kemari, namun begitu menginjakkan kaki disini ada 2 hal yang terlintas dikepalaku untuk dibicarakan denganmu."

Hangeng terkekeh, ia kembali bangkit berdiri sedangkan Himchan yang berniat untuk duduk terpaksa menelan bulat-bulat keinginannya, ia harus berdiri tepat dibelakang Yunho.

"Jadi.. Katakanlah.. Dirikupun tidak terlalu suka dengan basa-basi." Ujarnya.

Us

DIRE CITY

Setelah mengantar kepergian Kun serta 2 orang asistennya, Kris memandang mobil yang digunakan oleh mereka menjauh meninggalkan pelataran gedung tempatnya bekerja. Dirinya bukanlah orang pemerintahan yang penting walaupun jabatannya cukup tinggi, dari pada sebagai pejabat orang-orang lebih mengenal dirinya sebagai seorang bisnisman ternama di Dire City namun karena suntikan dana yang selalu ia kucurkan bagi kota maka dari itu suaranyapun diperhitungkan.

"Mereka begitu menggebu.. Apa mereka mengejar sesuatu? Rencana mereka terlihat amat sangat matang.." Ucapnya seorang diri, namun sepertinya Kris tidaklah sedang sendirian diruangan tersebut.

Tak lama seseorang keluar dari sebuah pintu yang terdapat di pojok ruangan, sedari tadi pertemuan antara Kris dengan ketiga orang tersebut dirinya bersembunyi dibalik pintu dan mendengarkan apa yang diucapkan oleh Kun serta Taeyong, mencuri dengar atau menguping istilah tepatnya.

"Namun, bukankah setiap rencana matang akan selalu terdapat kecacatan?" Lanjutnya, netra kelamnya masih sibuk menatap siluet mobil yang semakin menjauh dari tempatnya berpijak.

"Apa kau benar-benar tak diikut sertakan?"

Kris berbalik badan dan tersenyum pada pria berkulit pucat dan bersurai hitam yang kini melangkah mendekat ke meja milik Kris kemudian duduk dikursi yang diduduki oleh Kun sebelumnya.

"Apa kau dan Yunho Hyung masih tidak saling berbincang sama sekali, ini sudah 15 tahun sejak terakhir kali kau bertengkar dengannya.. Karena... Siapa nama freak yang tewas itu?"

Pria itu menghela nafas dan menatap Kris "Taemin, Lee Taemin.. Yunho tak pernah lagi berbicara denganku semenjak dia mengira diriku yang menyebabkan kecelakaan Taemin, dia juga tak pernah lagi menyapaku semenjak diriku tahu bahwa dirinya adalah freak. Apa kau pikir diriku tak pernah mencoba untuk memperbaiki segalanya?"

Kris diam mendengarkan kemudian ia duduk dikursi kebesarannya dan menghela nafas sembari menatap pria di hadapannya lagi, Kim Jaejoong.

"Jadi..."

"Mungkin Yunho terlalu menyukai pria itu hingga menyalahkan segalanya padaku."

Baiklah, Kris hampir terbahak. Ada nada kekesalan dalam kalimat yang diucapkan oleh pria dihadapannya ini. "Bukan, aku tak menanyakan perasaan Yunho Hyung dengan pria bernama Taemin itu.." Susah payah Kris menahan bibirnya agar tidak bergetar menahan tawa.

Ia tahu kalau Jaejoong terdengar kesal.

"Maksudku, jadi.." Kris masih menghela nafas dan mencoba untuk tidak tertawa "Jadi, apa rencanamu atas rencananya?"

"...... Aku tak tahu.. Aku kemari karena ingin melihat kota tempat Seohyun terakhir kali menetap."

"Ah.. Gadis itu.." Kris kembali bangkit dan menghampiri meja lainnya yang berada di sisi ruang sebelah kiri kemudian mengambil sebuah map biru disana kemudian memberikannya pada Jaejoong.

"Dia menetap dikota ini kurang dari 10 bulan, dia dan adiknya datang bersama hanya berdua saja, terlihat dari tangkapan gambar CCTV Stasiun kereta. Namun selama mereka menetap dikota ini tak pernah sekalipun Yunho mengunjunginya sampai 8 bulan kemudian dia terlihat lagi di kamera CCTV Stasiun." Jelas Kris sembari menjelaskan isi dari map biru miliknya.

"Kau mengumpulkan semuanya? Sedetail ini? Pantas Yunho menginginkanmu berada di sisinya..." Jaejoong tersenyum kecut sembari menatap tangkapan gambar dihadapannya, ia menghela nafas. 

"Lalu apa yang terjadi setelahnya?"

Sekali lagi Kris sangat ingin tertawa terbahak, apa Jaejoong kali ini terang-terangan merasa kesal dengan dirinya? "Ayolah Hyung, kau tidak mungkin iri hanya karena Yunho Hyung berniat menjadikanku anggota timnya bukan?"

Jaejoong hanya menatap Kris dengan tatapan tajamnya, dan hal itu berhasil membuat Kris kembali fokus pada pertanyaan dari Jaejoong "Oke, baiklah. Dia selama 8 bulan terdaftar untuk pemeriksaaan kehamilan rutin di rumah sakit, dengan dokter Choi Minho." Kali ini Kris memberikan beberapa lembar kertas pada Jaejoong yang merupakan laporan kunjungan Seohyun kerumah sakit selama 8 bulan setiap minggu.

Menerima kertas-kertas itu, Jaejoong tak tahu dirinya harus sedih atau gembira, ia ingin tersenyum bahagia karena Seohyun begitu menjaga anaknya dengan baik seorang diri namun rasanya ia pun ingin menangis karena membiarkan wanitanya menjalani hal itu sendirian.

"Dan ini.."

Kertas terakhir yang diberikan Kris dengan wajah sendu membuat Jaejoong meletakkan kertas lainnya dan menerima lembaran putih yang diberikan padanya, jemarinya bergetar ketika membaca bahwa itu adalah salinan copy berita kematian Seohyun seusai melakukan persalinan.

"Dia tewas setelah melahirkan, menurut kabar yang kudengar, Choi Minho dokter yang bertanggung jawab atas persalinan Seohyunpun mengundurkan diri setelahnya dan pergi bersama Yunho Hyung bersama dengan adik laki-laki Seohyun serta anaknya."

Sekali lagi Jaejoong seperti tertampar, ia benar-benar menahan sekuat tenaga tangisan yang hampir mengalir dari kedua bola matanya yang sudah terasa mendung bahkan pandangannya sudah mengabur tertutup oleh genangan air mata.

Dadanya sangat sesak.

Gadisnya menderita seorang diri.

Sahabatnya pun berkorban demi menjaga keturunannya seorang diri.

Sedangkan dirinya? Kim Jaejoong tak pernah tahu apapun yang terjadi selama ini. Entah apa alasan mereka melakukan hal itu untuknya?

"..... Terima kasih Kris.."

Entah bagaimana suasana didalam ruang kerja Kris terasa begitu biru karena hal yang Jaejoong minta dirinya cari kemarin malam, dan bagusnya bagi seorang petinggi ia mudah menemukan data seseorang yang menetap dikotanya walau itu sudah lebih dari 20 tahun yang lalu.

Sebagai seseorang yang pernah mengenal Jaejoong dan Yunho dirinya paham atas rasa sakit dan penyesalan yang dirasakan oleh Jaejoong dan pengorbanan yang dilakukan Yunho, ia bahkan mendengar bahwa pria itu selama 15 tahun ini menyandang predikat pembunuh karena kejadian di panti 'House of Heaven' dan kecelakaan keponakannya.

Kris menepuk bahu Jaejoong beberapa kali, mencoba menenangkan seseorang sama sekali bukan keahliannya namun setidaknya ia akan mencoba kali ini, demi Hyung yang dihormatinya "Menangislah Hyung.."

Satu kalimat, namun berhasil membuat Kim Jaejoong semakin menunduk dan menangis sembari meremas kertas berita kematian gadisnya, tangisan itu semakin lama semakin kencang membuat Kris menghela nafasnya untuk sepersekian detik ia beruntung tidak pernah terjebak dalam keadaan rumit seperti Jaejoong dan Yunho.

".... Jika kau memiliki waktu, sebaiknya temui Yunho Hyung. Bicarakan hal ini dengannya, kalian perlu menyelesaikan masalah yang belum selesai Hyung..."

Jaejoong berusaha mengatur nafasnya setelah ia usai menghentikan tangisan kencangnya. Ia membuka lagi kertas yang diremasnya tadi, dan membaca lagi tulisan didalamnya "Kris-ah.."

"Ya?"

"Apa kau akan bergabung dengan mereka?"

Dengan mata merahnya yang sembab Jaejoong mendongak dan menatap Kris yang berada didekatnya tengah bersandar pada tepi meja kerjanya sembari menepuk-nepuk bahunya.

"Hmm.. Kau ingin jawaban jujur dariku atau..."

"Jawaban jujur.."

"Sejujurnya diriku sangat ingin membantu mereka, kau tahu terkadang manusia akan sangat serakah dengan sesuatu. Lagipula kudengar mereka melawan kakak iparmu dan pengikutnya. Jadi..." Kris melirik pada Jaejoong yang terdiam "... Tapi jika kau tak mengijinkannya diriku tak.."

"Lakukan.." Jaejoong memotong ucapan Kris dengan suara rendahnya, ia terdengar seperti tengah menahan amarahnya.

"... Apa?"

"Lakukan.. Bergabunglah dengan mereka, hancurkanlah Kim Taeyeon hingga ke akarnya.."

Suasana biru yang tadi ia rasakan kini berubah menjadi penuh dengan dendam, Kim Jaejoong akan membalas setiap tetes darah yang diteteskan Seohyun untuk menyelamatkan anaknya dalam persalinan dan membuat Kim Taeyeon menyesal karena pernah mengenal dirinya.

Sedangkan Kris menarik senyum dari salah satu sudut bibirnya, ia segera merenggangkan otot tubuhnya "Aku akan segera melakukan rapat darurat dan mengajukan pengerahan pasukan bantuan menuju Sapphire City secepatnya." Ia kembali menoleh pada Jaejoong dan tersenyum "Akan kubalaskan apa yang mereka perbuat padamu dan Yunho Hyung.." Ujarnya penuh dengan semangat.

Sedangkan Jaejoong kembali menatap kertas dalam genggamannya, ketika Yunho akan melawan dari luar maka dirinya dan Hendery akan menghancurkan mereka dari dalam, jemarinya kembali meremas kertas dalam genggamannya.

Dalam hatinya ia bersumpah pada Seohyun dan Yunho bahwa Kim Taeyeon akan hancur sehancur-hancurnya.

Us

SAPPHIRE CITY

"Apa yang terjadi?"

Junmyeon yang baru saja kembali dari pertemuannya dengan Cho Khyuhyun bersama sang kakak segera memasuki ruangan dimana Lay dan Taeil berada. Kedua pria yang berada didalam ruangan segera berdiri, Taeil membungkukkan tubuhnya sedangkan Lay segera mendekati Junmyeon.

"Kami kehilangan kontak dengan Donghyuk dan Somi, pelacak bahkan sinyal transmisi komunikasinya hilang."

"Bagaimana dengan Mark?"

Siapapun tahu disaat seperti ini pasti Mark yang amat sangat perlu dikhawatirkan setelah keberadaan Donghyuk dan Somi. "Dia berada di ruang pengobatan bersama dengan adikku.. Dia perlu ditenangkan untuk sementara.." Jawab Taeil.

Baik Junmyeon ataupun Lay tak ada yang berkomentar karena memang itu sudah hal terbaik yang harus dilakukan untuk Mark setidaknya sampai mereka benar-benar sudah dapat memastikan keadaan Donghyuk dan Somi disana.

"Kami hanya bisa menunggu kabar selanjutnya dari Yunho Hyung dan Himchan.."

Junmyeon menghela nafas dan menganggukkan kepalanya, ia menepuk puncak kepala Lay "Kalian beristirahatlah dulu biar diriku yang menggantikan kalian untuk sementara."

"Baiklah, aku akan mengecek keadaan Doyoung baru beristirahat sebentar.." Taeil segera beranjak pergi keluar dari ruangan tersebut.

Sepeninggal Taeil, Junmyeon segera duduk dan menatap layar yang menampilkan grafik sinyal keberadaan mereka semuanya, Laypun turut duduk dikursi sebelumnya dan meraih jemari Junmyeon kemudian meremasnya perlahan.

"Tenanglah, semuanya akan baik-baik saja.."

Dan Junmyeon tersenyum serta menganggukkan kepalanya, ini baru awal dari segala rencana mereka namun entah mengapa baru memulai saja rasanya sudah cukup berat.

"Pergilah beristirahat, kau pasti lelah seharian berada diruangan ini tanpa melakukan apapun."

"Bukan hanya diriku yang lelah tapi dirimu juga bukan. Aku akan beristirahat jika Donghyuk sudah ditemukan." Lay menolak permintaan Junmyeon agar dirinya beristirahat, pria itupun tak dapat mengatakan apapun jika Lay sudah berkata seperti itu, bagaimanapun Donghyuk adalah seseorang yang dikenalnya sedari kecil.

"Kita tunggu kabar dari Donghyuk bersama-sama..."

Sedangkan Taeil melangkahkan kakinya menuju kamar Doyoung yang kini juga merupakan kamarnya, disana mereka meninggalkan Doyoung dalam keadaan tertidur pulas karena obat yang diberikan oleh perawat setelah pria itu menghabiskan sarapannya.

Namun begitu dirinya membuka pintu kamar, Taeil tak bisa menyembunyikan keterkejutannya saat melihat kamar yang kosong dan tak ada Doyoung disana. "Doyoung-ah?" Taeil melangkah masuk dan mencoba untuk mencari kedalam kamar mandi yang terdapat didalam kamar namiun nihil, tak ada siapapun didalam sana.

"... Dimana dia?"

Taeil segera beranjak keluar dari kamar setelah meletakkan plastik berisi cookies yang dirinya bawa untuk diberikan pada Doyoung jika anak itu sudah bangun. Kini dirinya tengah berlarian pelan di koridor mencari keberadaan Doyoung yang menghilang namun tak terlihat dimanapun.

Hanya satu ruangan yang terlintas dikepalanya, Taeil segera menuju keruang CCTV. Begitu tiba ia segera meminta petugas disana untuk mencari keberadaan Doyoung. Kedua netranya sibuk memperhatikan layar dihadapannya dan ternyata Doyoung baru saja keluar dari ruangannya 10 menit sebelum dirinya datang.

"Ikuti dia, cari keberadaannya.."

Operator CCTV menggerakkan kursor dan memilah satu persatu rekaman CCTV hingga mereka menemukan bahwa Doyoung terakhir kali terekam 5 menit yang lalu sedang berjalan linglung menaiki tangga menuju atap.

"Terima kasih.."

Taeil kembali berlari keluar dari ruang CCTV, dirinya menyusuri beberapa lorong untuk dapat menuju tangga yang terhubung dengan lantai atas menuju atap. Ia menaiki tangga dengan tergesah-gesah bahkan hanya menyapa singkat Jaemin dan Yangyang beserta Renjun yang baru saja kembali.

"Ada apa dengan Taeil Hyung?" Tanya Jaemin bingung, namun hanya dijawab gelengan kepala dan gendikan bahu oleh Yangyang sedangkan Renjun segera beranjak menuju tempat Lay berada, ia menanti kabar tentang Donghyuk.

Dengan langkah cepatnya Taeil berlari menaiki tangga hingga menuju lantai atas dan meneruskan untuk naik hingga atap dari laboratorium dan bunker rahasia milik mereka.

"...Doyoung?" Panggilnya pelan sembari mendekati perlahan dan mengatur nafasnya yang tersengal.
Ia melihat Doyoung berdiri membelakanginya melangkah kecil dengan tubuh tegak menuju bagian tepi atap, kedua mata kelamnya menatap sekeliling merekam apapun yang terlihat olehnya saat ini.

Andai Taeil tak muncul dihadapannya dan meneriaki namanya mungkin Doyoung tak akan pernah sadar bahwa langkahnya akan membawanya menuju kematian.

"DOYOUNG!!!"

Seakan tersadar Doyoung terperanjat dan berbalik badan menatap Taeil terkejut, keningnya berkerut, ia menatap sekelilingnya dengan bingung "Mengapa diriku berada disini?"

"Bukankah seharusnya diriku yang menanyakan hal itu?"

Taeil hampir ingin mengumpat kesal pada Doyoung yang tak merasa bersalah, namun ia batalkan karena melihat kebingungan yang tertulis jelas diwajah Doyoung saat ini, pria itu bahkan menatap sekeliling dengan pandangan penuh tanda tanya.

"Dimana ini Hyung?"

"..... Kau lupa kau naik keatas seorang diri.."

Doyoung terdiam ia menyentuh kepalanya yang entah mengapa terasa berdenyut secara tiba-tiba hanya karena memikirkan  dirinya ternyata naik seorang diri kesini, namun mengapa ia tidak menyadarinya. "Ssshh aakhhhh!!" Tubuhnya merosot berlutut diatas atap dengan kedua tangan yang meremas rambutnya.

"Doyoung!!"

Taeil segera menahan tubuh Doyoung, sungguh dirinya bingung dengan apa yang terjadi saat ini. Mengapa Doyoung kesakitan? Mengapa dia melupakan apa yang di lakukannya?

"H-Hyung, kepalaku terasa akan pecah.."

"Tenang-tenang Hyung disini.." Taeil memeluk Doyoung dengan erat sembari merogoh sakunya dan segera menghubungi Jongup "Bantu diriku untuk membawa bantuan medis ke atas atap, cepatlah Jongup!!"

Suara dengungan kuat terdengar di kedua telinga Doyoung, ia bahkan hanya dapat mendengar gema dan samar suara Doyoung yang memintanya untuk tetap sadar, bahkan berapa kali Taeil memukul wajahnya agar tetap mendongak menatap Taeil.

Doyoung menyentuh leher belakangnya dan meremasnya terasa seperti ada yang berdenyut kuat disana dan rasanya begitu sakit ".....H-hyung sakit sekali disini.."

"Tenang-tenang hyung akan membantumu tahan sakitnya, medis akan segera datang.." Taeil segera memeluk Doyoung dan perlahan menyingkirkan tangannya dari leher belakang yang disentuhnya sedari tadi, ia melihat ada luka disana namun bukan luka lama yang sudah mengering, ini seperti luka yang baru sembuh kurang dari seminggu.

Pintu atap terbuka terlihat medis datang bersama dengan Jongup dan Lay, pria yang tadi bekerja dengannya tersebut segera berlari mendekat dan menyentuh Doyoung mencoba menenangkan pria itu dari rasa sakit yang terlihat jelas menggerogoti dirinya.

Begitu tubuh Doyoung melemas dan rasa sakit tersebut berkurang medis segera menyuntikkan kembali obat penenang dan membawa Doyoung kembali kebawah, Lay segera mengekori demi menjaga kestabilan keadaan Doyoung meninggalkan Jongup dan Taeil yang terlihat bingung.

"... A-ada apa barusan Hyung?"

Manik milik Taeil masih memandang pintu atap yang bergoyang setelah ditinggalkan oleh medis tetap terbuka begitu saja, ia kemudian menatap sekitar dan Jongup dengan pandangan yang sama,  penuh tanda tanya.

"Dirikupun tak tahu Jongup-ah.. Aku tak tahu apa yang terjadi padanya..."

Us

NEO CITY

Winwin menatap jam yang terdapat dipergelangan tangannya, ia sudah memakai masker untuk menutupi sebagian wajahnya sembari berpura-pura menyandra Hendery disisi kirinya. Dirinya bahkan dengan sengaja menodongkan pisau miliknya pada Hendery setiap mereka melewati area yang terekam oleh CCTV.

"Mengapa kau sengaja terlihat menyandraku? Apa kau tidak tahu bahwa diriku sudah berkeringat dingin saat ini.."

"Setidaknya jika misiku gagal mereka tidak akan mencurigaimu membantuku."

Hendery paham setelah sedari tadi ia ditodong pisau oleh Winwin, tak lama mereka tiba di depan ruangan milik Yunho "Ini ruangannya..." Hendery membuka pintu ruangan tersebut dan segera masuk kedalam, didalam sudah aman karena dari seluruh ruangan yang ada di gedung ini hanya ruangan Yunho dan Aiden yang tak terpasang kamera CCTV.

Dengan cepat Winwin menggerakkan tangannya agar Hendery menutup pintu ruangan Yunho, sedangkan dia segera beranjak menghampiri sudut ruangan mencari brankas yang di maksud oleh Yunho mengambil beberapa data penting dalam map dan beberapa USB didalam sana.

Untuk sepersekian detik Winwin berdiam didepan brankas yang akhirnya ia temukan berada di dekat bawah meja nakas, ia tengah mengingat sandi kode untuk membuka brankas tersebut. Kedua matanya tertutup dan dirinya terlihat fokus akan ingatan yang dimilikinya hingga kedua matanya kembali terbuka.

".. Baiklah, 2, 8, 0, 0, 1, 9..."

Perlahan Winwin menekan setiap angka, setelahnya ia menarik gagang knop brankas tersebut dan terbuka. Dirinya dan Hendery bernafas lega, "...Cepatlah, jika mereka memperhatikan CCTV mereka pasti tahu kalau kau berada disini..."

Winwin hanya diam, ia tengah sibuk memasukkan beberapa map kebalik pakaiannya, dibalik kemeja yang ia gunakan dirinya mengunakan rompi anti peluru dan disisi kirinya terdapat reseleting agar Winwin dapat menyimpan berkas penting itu disana, kemudian ia juga mengambil semua USB yang terdapat disana, memasukkannya kedalam sebuah tas kecil yang melingkar dipinggangnya.

"Aku tak tahu kau selengkap ini.."

"Kuanggap itu pujian."

Setelah usai semuanya Winwin menutup kembali pintu brankas bersamaan dengan mereka mendengar cukup banyak suara langkah kaki yang tengah menuju keruangan Jung Yunho.

"Mereka datang.."

"Kalau begitu, teruslah berakting.." Winwin segera bangkit dan melingkarkan lengannya pada leher Hendery seolah-olah kembali menyandranya dan membuka pintu.

2 orang penjaga muncul di ujung koridor, mereka mengarahkan pistol mereka namun mereka tak akan berani menembak karena Winwin memiliki sandera bahkan menodongnya dengan pisau.

"Tahan! Sandera masih bersamanya!!"

"Mereka sudah mengepung seluruh koridor dan lantai menuju lantai bawah, akan pergi kemana kau?" bisik Hendery sembari berpura-pura memasang wajah ketakutan yang jujur saja bagi Winwin justru terlihat aneh.

"Dimana jalan menuju lantai atas, rooftop, bawa aku kesana."

Hendery yang sebelumnya berakting takut kini terdiam ia terkejut, apa yang akan dilakukan Winwin diatap?

"... Rooftop? Apa kau sudah gila? Memang kau akan melompat dari sana?" tanyanya dengan berbisik selagi lehernya tetap ditodong dengan pisau.

"Antarkan saja diriku, cepatlah sebelum lebih banyak lagi penjaga yang datang.."

Terpaksa Hendery menghela nafasnya, jujur dirinya sama sekali tak paham dengan rencana dan jalan pikiran pria yang berpura-pura menyandranya namun benar-benar melukai lehernya dengan luka gores dari belati miliknya.

"Kekiri, kita akan menaiki tangga darurat.."

Winwin segera menarik Hendery agar mereka terus melangkah memasuki pintu tangga darurat dan sudah tak terdapat CCTV disana.

"Apa yang akan kau lakukan? Kau akan melompat? Kau ingin bunuh diri?" Omel Hendery bahkan ia mengumpat saat menaiki tangga, namun Winwin hanya menoleh dan terkekeh.

"...maybe."

To Be Continued

Tidak ada komentar:

Posting Komentar