myCatalog

Jumat, 21 Agustus 2020

US - TEN



* US *

-

-

-

-

-




NEO CITY

2044


"Korban mengatakan bahwa mereka dihampiri setelah jam pulang sekolah atau setelah kursus, mereka ditawari menjadi pekerja sambilan dengan pendapatan yang memuaskan dalam satu hari."
Seluruh mata dalam ruang rapat kini menatap pria bersurai auburn yang tengah mempresentasikan setiap slide data korban yang berhasil diwawancarai olehnya tanpa hambatan sama sekali, sebuah spidol hitam berada di tangan kanannya. Sesekali ia menggunakan untuk menulis waktu kejadian dan menyocokkannya satu sama lain dengan korban lainnya hingga menciptakan garis-garis panjang yang mengerucut menjadi satu pada pelaku.

"Menurutku pelaku selalu melakukan pola yang sama setiap dia menjalankan aksinya untuk menjebak korban."

Jaemin melingkari tulisan sekolah dan tempat kursus yang sebelumnya ia tulis pada kaca bening yang berada diruangan tersebut dan digunakan sebagai tempat mereka melakukan presentasi.

"Sekolah.. Menjadi tempat pertamanya."

"Tempat kursus selanjutnya.."

"Diriku yakin target selanjutnya adalah game center, tempat dimana anak-anak remaja selalu berkumpul." jelasnya lagi. Dirinya hampir kehilangan konsentrasi karena Jayden sedari tadi menatapnya dengan tatapan tajamnya, seolah-olah akan menerkamnya namun Jaemin tahu pria itu hanya terlalu mendengarkan.

Jaemin beralih pada slide selanjutnya, jemarinya terhenti bergerak saat melihat profil korban selanjutnya. Wajah seorang gadis kecil berumur kurang dari 10 tahun, wajah yang terlampir dalam profil tersebut terlihat begitu riang dan manis.
Namun, gadis kecil ini yang ia temui kemarin malam terlihat begitu murung, ketakutan dan penuh dengan luka disekujur tubuhnya apalagi dibagian intimnya. Perlahan ia menghela nafasnya, mengapa manusia begitu kejam? Mengapa mereka bisa menyiksa sesama manusia yang lainnya? Bahkan seorang gadis kecil saja bisa ia buat semuram itu dan penuh dengan luka lebam.

"Dia.." dirinya tercekat dengan ucapannya sendiri. Rasanya ia tak sanggup melanjutkan presentasinya, melihat profil anak itu benar-benar mengguncang emosinya. Dirinya dan keluarganya pun pernah merasakan hidup tersiksa semenjak penyerangan tersebut namun ia tak pernah menyangka akan menemukan manusia yang jauh lebih iblis dengan menyiksa anak kecil seperti ini.

Jemarinya mencengkram erat spidol dalam gengamannya berharap emosinya jauh lebih terkendali setelah ini, namun sepertinya hasilnya nihil. Beruntung ada seseorang yang menyentuh jemarinya dan mengambil spidol dari genggamannya membuat Jaemin menoleh. Ia cukup terkejut saat lihat Jayden sudah berdiri disampingnya mengambil spidol dari genggamannya dan melanjutkan presentasi yang tertunda karena emosinya.

"Umurnya 8 tahun, ia satu-satunya korban anak-anak yang secara terang-terangan diculik tanpa melakukan pendekatan apapun. Gadis ini ditemukan sekarat disebuah pabrik tua yang terdapat di distrik 6."

Pantas saja Jaemin sampai tidak dapat berkata-kata, ia yang mewawancarai ia pasti melihat dengan mata kepalanya sendiri keadaan anak tersebut saat ini sangat berbeda dengan profil foto yang terlampir.

Jaydenpun merasa geram, manusia macam apa yang bisa bertindak sejauh ini? Bahkan saat ia kecilpun penyiksaan yang diterimanya dengan Aiden tak sampai membuat mereka sekarat. Ia meletakkan spidol di meja rapat kemudian mempersilahkan Jongdae seniornya untuk bergantian melakukan presentasi tentang pelaku.

Ia menarik Jaemin agar beranjak keluar bersama dengannya, Jayden sudah mendapat persetujuan dari Johnny yang menganggukkan kepala saat Jayden menatap kepala tim mereka.

"Duduklah, dan minum.."

Segelas air putih kini berada dalam genggaman Jaemin ia menghela nafas kemudian tersenyum pada Jayden yang sudah membantunya untuk melanjutkan presentasinya yang tersendat.

"Terima kasih Jayden-ssi.."

"Tak perlu sungkan padaku.." Jayden mendudukkan dirinya disisi kiri Jaemin ia menatap pria tersebut lekat-lekat. Terlihat jelas bahwa Jaemin masih belum dapat mengontrol emosinya, ia pasti teringat akan keadaan korban terakhir yang baru saja ditemukan dua malam lalu, dan ia wawancarai kemarin sore.

"Kau baik-baik saja?"

"Aku baik-baik saja..." Jaemin tersenyum kecut setelahnya "Tapi anak itu tidak baik-baik saja Jayden-ssi.. Dia terlalu menderita, dia bahkan masih terlalu kecil untuk menyadari bahwa dirinya sudah dilecehkan dan disiksa seperti itu, bagaimana masa depannya nanti?"

Jayden tak dapat berkata apapun, ucapan dan pertanyaan Jaemin memang benar adanya dan ia tak memiliki jawaban untuk pertanyaan yang diajukan oleh pria disisi kirinya. Hanya monster yang bisa melakukan tindakan keji seperti itu. Menyiksa orang lain bahkan anak kecil sekalipun yang bahkan belum mengerti betapa kerasnya dunia dihadapannya.

Terkutuklah orang yang seperti itu.

"Kemarin sore saat ku tanya dia hanya diam, dan perlahan mulai menangis dia mengatakan bahwa sekujur tubuhnya terasa sakit saat ingin digerakkan. Gadis itu bahkan takut saat melihatku datang Jayden-ssi, apa yang sudah dilaluinya tak akan pernah diketahui oleh siapapun selain dirinya sendiri."
Lagi, Jayden tak dapat berkata apapun ketika Jaemin menceritakan apa yang terjadi saat pria itu datang ke kamar rawat gadis kecil itu. "Kami akan menangkapnya Jaemin-ssi.. Jongdae Hyung sudah melakukan penyelidikan tentang pelaku, dia seorang konglomerat yang tinggal di Distrik 6. Jika polisi enggan bergerak maka kami yang akan bergerak."

Tak heran mengapa penjahat seperti itu sangat sulit ditangkap tentu saja karena kekuasaan dan uang, ditambah dengan koneksi. Mereka mengenal beberapa pejabat kepolisian yang akan melepaskan mereka dari jerat hukum. Beruntung berkas laporan ini sampai pada mereka, tak akan ada satupun yang lepas dari tangan mereka tak perduli apapun jabatannya dan siapapun orangnya.

"Kami akan melakukan penyamaran dan penangkapan malam ini juga, menurut penyelidikan pria itu melakukan pesta di rumahnya malam nanti. Entah apa yang dirayakan oleh manusia sialan itu."
Jaemin menoleh saat mendengar ucapan Jayden tentang penyamaran dan penangkapan yang akan dilakukan malam ini juga, tim milik Jayden benar-benar sangat bergerak dengan cepat tanpa mempertimbangkan hal ini ataupun hal itu. Yang mereka lakukan jika sudah ada bukti ditangan maka akan segera menangkap orang tersebut.

"Bolehkah diriku ikut bersamamu?"

"Kau gila? Ini berbahaya.."

"Berbahaya?" Jaemin menyipitkan kedua matanya seolah tengah berpikir dimana letak bahaya dari sekedar datang mengikuti penyamaran, toh setelahnya Jayden dan teman-temannya akan menangkap pria sialan itu.

"Kau tidak lihat? Semua korban memiliki warna rambut yang sama denganmu, entah itu wanita ataupun pria. Kau datang kesana hanya akan menjadikan dirimu berada dalam bahaya. Belum lagi kau terlalu manis untuk dilewatkan oleh pria sialan itu, jadi buang jauh-jauh keinginanmu."
Secara tak langsung Jayden mengatakan bahwa Jaemin merupakan umpan yang tepat untuk menarik pria itu keluar dari kandang, awalnya Jaemin hanya diam saja mengangguk dan mengiyakan larangan Jayden atas permintaannya namun setelah pria bersurai terang itu pergi karena mendapat panggilan agar masuk lagi keruang rapat Jaeminpun segera mengeluarkan ponselnya dari dalam saku.
Ia menghubungi seseorang.

"Ya Jaemin-ah?"

"Malam nanti sepertinya aku akan pulang terlambat dan makan diluar, kau tidak perlu menungguku pulang Hyung."

"Kau ada janji dengan seseorang?"

Jaemin tersenyum sembari menatap pantulan dirinya dari kaca ruangan rapat yang berada tak jauh berhadapan dengan dirinya "Tidak... Aku hanya ingin berkeliling sebentar."

"Baiklah, usai berlatih dengan Jaehyun akupun akan segera pulang dan beristirahat di apartemen ku. Berhati-hatilah Jaemin."

"Ya Hyung.."

Panggilan terputus, Jaemin menyimpan kembali ponselnya kedalam saku kemudian beranjak pergi usai menghabiskan segelas air dari gelas kertas dalam gengamannya kemudian meremas gelas tersebut hingga tak berbentuk lagi.

Us

Chenle berpindah-pindah tempat dengan cepat saat Somi akan menyerangnya, ia sudah belajar banyak tentang cara mempertahankan diri dari serangan sembari memikirkan teknik apa yang harus dilakukan saat menyerang balik lawannya.

Namun jika itu Somi, rasanya akan sangat sulit. Walau perkembangannya cukup pesat dalam hitungan minggu dan ia mungkin mampu dengan mudah mengelabui mata beberapa manusia lainnya, namun mengelabui Ten dan Somi akan terasa ratusan kali lebih rumit.

Beberapa kali Chenle menghilang dan muncul kembali menggunakan teleportnya untuk melompat dan menjauh beberapa langkah dari Somi, kemudian kembali lagi dengan tiba-tiba dihadapan gadis cantik tersebut sembari memberikan serangan balasan.

Keduanya terlibat dalam perkelahian yang cukup sengit walau hanya sekedar latihan, pukulan demi pukulan yang dilayangkan Somi dihindari oleh Chenle dan segera ia balas memukul hingga akhirnya Chenle menyadari bahwa Somi selalu menggunakan cara yang sama untuk menyerangnya.
Akhirnya pria itu mengubah serangannya dalam sekejap, dengan kepalan tangannya ia memukul perut Somi dan menendang gadis itu hingga terpental beberapa langkah ke belakang.

Sebelum Somi bangkit kembali berdiri Chenle segera mengunci pergerakan gadis tersebut dengan menutup aksesnya bergerak menggunakan kaki serta tangannya.

"Kau mengaku kalah noona?" Tanya Chenle di sela nafasnya yang tersengal sembari menatap tajam Somi yang masih berusaha untuk lepas dari tahanan kedua tangan dan kaki Chenle.

"Baiklah-baiklah.. Aku menyerah."

Somi mengakui bahwa perkembangan Chenle sangatlah pesat, ia bahkan bisa mulai membaca serangannya dan menyerang dirinya tanpa memikirkan bahwa ia adalah seorang perempuan. Itulah yang dibutuhkan dalam perlindungan diri yang terutama, pikirkan dirimu sendiri, serang apapun selama itu untuk perlindungan.

"Ahh akhirnyaaaa..." Chenle segera melepas kunciannya pada Somi dan segera berguling untuk membaringkan tubuh lelahnya diatas lantai beralaskan tanah padat. Chenle benar-benar menguras tenaganya habis-habisan hari ini, namun pengorbanannya terbayarkan.

"Kau hebat.. Diriku bangga padamu." Puji Somi sembari mendudukkan dirinya dari posisi terjatuh tadi akibat serangan Chenle.

"Aku hanya berharap diriku lebih cepat dari yang terlihat."

Somi menoleh, ia melihat Chenle masih merebahkan tubuhnya yang basah dengan keringat diatas lantai "Kau hanya perlu bergerak dengan instingmu, lakukan itu secepat mungkin hingga tak ada yang menyadari kehadiranmu."

"Chenleeeee.."

Keduanya menoleh kearah luar tenda, Jisung datang dengan semangat sembari membawa 2 handuk dan 4 botol air putih untuk Chenle dan Somi, dirinya sendiri baru usai berlatih dengan Yuta dan Renjun sejak pagi. Kedua lengannya sangat pegal karena berlatih memanah dan melempar belati berkali-kali.

"Lakukan seperti saat kau menyelamatkannya. Namun lakukan dengan cepat, maka kau tak akan terlihat.." Gumam Somi tanpa mengalihkan pandangannya dari Jisung yang menghampiri mereka.
Selain Somi dirinyapun juga pernah mendengar Ten mengatakan hal yang sama padanya, lakukan seperti saat dirinya menyelamatkan Jisung, tanpa berpikir panjang, dan cepat.

"Noona ini untukmu..."

Suara Jisung yang memberikan handuk serta botol minum untuk Somi membuat Chenle kembali dari lamunannya, dirinya bahkan tak sadar ia sudah beranjak untuk duduk bersila diatas tanah dan menatap gadis kuat itu menerima pemberian dua botol air dari Jisung kemudian beranjak pamit karena jam latihan memang sudah usai.

"Apa yang kau lamunkan?" Tanya Jisung sembari mendudukkan dirinya diatas tanah berhadapan dengan Chenle, jemarinya terulur untuk membenahi poni pria dihadapannya yang terlihat berantakan dan berkeringat.

"Latihanmu terlihat lebih berat daripada milikku? Bagaimana luka lebam di tubuhmu?"
Chenle menggeleng pelan ia meraih botol yang baru Jisung letakkan tepat dihadapannya dan menghabiskannya dalam dua kali teguk, ia kembali menatap Jisung yang kini memberikan handuk padanya "Diriku baik-baik saja, lebam itu masih ada namun itu membuatku lebih kuat. Pukulan Somi Noona memang bukan main-main bukan?"

Usai Chenle mengeringkan wajah dan lehernya Jisung tiba-tiba saja menyentuh sudut bibir pria sipit itu, ada luka lebam baru disana. Chenle selalu terluka setiap selesai berlatih namun ia tidak pernah mengeluh sedikitpun.

Itulah alasan Jisung juga tetap berlatih trapeze dengan Winwin dan Yangyang walaupun kini dirinya disibukkan dengan latihan memanah dan melempar belati, ia rela melakukan segalanya karena Jisung merasa latihannya belum seberat Chenle.

"Kau terluka lagi Chenle-ya.. Maafkan aku." Ujarnya.

Chenle meringis pelan saat Jisung menyentuh luka disudut bibirnya, ia menepis halus tangan Jisung yang kembali ingin menyentuh luka lain diwajahnya "Kau tak perlu meminta maaf padaku Jisung-ah. Kau yang seperti ini membuatku merinding kau tahu?"

"Ya ya ya aku tahu kau sangat jarang mendengar permintaan maaf dariku, tapi kali ini diriku benar-benar mengucapkannya dengan tulus. Jika bukan karena menyelamatkanku malam itu mungkin diriku tak akan menyusahkan dirimu hingga seperti ini."

"Kau tak menyusahkan kau tahu? Apa kau tahu selain mereka manusia disini diriku tak mengenal siapapun lagi hingga aku mengenalmu, kau sahabatku, kau layak untukku selamatkan Park Jisung."
Perlahan Jisung semakin mendekatkan tubuhnya pada Chenle membuat keduanya saling melempar tatapan dalam jarak dekat, Jisung kembali menyentuh wajah Chenle, kedua netranya menatap luka lebam lama dan baru yang ada di wajah yang biasanya seputih bulu angsa tersebut.

Ia menarik Chenle kedalam pelukannya, dirinya tidak bodoh. Dia tahu betapa manjanya seorang Zhong Chenle, dirinya tak pernah menyentuh arena pertarungan sedikitpun pria itu berlatih sekeras ini setelah bertemu dan menyelamatkannya, Jisung tahu itu.

Tidak ada sepatah katapun yang keluar dari bibir keduanya selain pelukan yang semakin mengerat satu sama lain, seolah-olah tengah saling menguatkan. Mereka yakin jalan yang tengah mereka ambil saat ini benar adanya, dan mereka tidak akan mundur lagi kebelakang atau menyesali apa yang sudah keduanya lakukan.

Jisung akan melindungi Chenle suatu hari nanti, sedangkan Chenle yang berada dalam dekapannya pun masih ingin terus melindungi Jisung dengan kekuatan miliknya.

Ngiiing

"Akh!"

Keduanya meringis dan melepas pelukan mereka sembari menutup telinga, ada suara dengung yang menganggu indera pendengaran mereka sepintas tadi.

"Kau baik-baik saja? Apa itu barusan?" Tanya Jisung memastikan Chenle juga sudah tak merasakan degungan nyaring seperti yang ia rasakan tadi.

"Ten Hyung.." Chenle segera bangkit dan menarik Jisung untuk ikut dengannya menuju tenda milik Ten dimana biasanya pria itu selalu berada didalam tenda selama siang hari jika tidak sedang berlatih dengan Chenle, dan benar saja Donghyuk serta Mark dan Winwin sudah berada disana terlebih dahulu.

"Ada apa? Kau baik-baik saja Hyung?"

Winwin baru saja memberikan segelas air pada Ten, suara dengung tersebut berasal dari Ten. Ketika ia tengah membaca pikiran seseorang atau merasakan sesuatu yang tak kuat diterima olehnya seorang diri maka kepalanya akan terasa berdenyut sakit dan membuat orang-orang disekitarnya juga merasakan sakit yang sama.

"Hyukjae Hyung memberikan penglihatan padaku."

Setelah sekian lama, ini kali pertama mereka mendapat sebuah penglihatan dari Hyukjae. "Apa yang kau lihat Hyung?"

"Kematian.."

Donghyuk menyesali pertanyaannya saat mendengar jawaban Ten, kematian siapa yang dilihat oleh Hyukjae? Ia hanya berharap hal tersebut tidak ada hubungannya dengan sirkus ini ataupun mereka yang berada dikota.

"Hhh..." Ten menghela nafasnya perlahan, ia tersenyum simpul melihat ketakutan di wajah Donghyuk bahkan bukan hanya terbaca dari wajahnya saja, Ten pun mendengar pikiran Donghyuk yang bertanya-tanya dan khawatir dengan penglihatan Ten.

"Tenang Donghyuk-ah, kau tak perlu takut." Ia memberi kode pada Mark agar membawa Donghyuk keluar dari tenda untuk menenangkannya.

Mereka sudah sangat lama tak bertegur sapa dengan kematian, jadi mendengar nama itu disebutkan tentu saja hal tersebut membuat Donghyuk terkejut, namun bukan hanya donghyuck, semuanyapun terkejut.

Setelah pria bersurai merah api itu pergi Ten segera menatap Chenle, "Kurasa kau sudah siap Chenle-ya.."

"Diriku?"

"Apa maksudmu dengan Chenle sudah siap?"

"Bersiaplah, mungkin esok kita akan melihat kematian Chenle-ya.." Lanjut Ten tanpa bisa dimengerti maksudnya oleh Chenle dan Jisung. Namun mungkin sepertinya Winwin mengerti, karena ia tak terlihat bingung ataupun bertanya sama sekali.

Us

Malam tiba, Jayden turun dari mobil milik Lucas. Mereka sudah berada di salah satu rumah elit yang terletak di Distrik 6, keduanya tidak menggunakan earpiece karena akan terlihat mencurigakan namun mereka menggunakan GPS dan alat komunikasi berbentuk sangat kecil dan pipih yang dapat di tempel di balik kerah baju yang mereka gunakan.

"Semua sudah dalam posisi?" Jayden bertanya seolah-olah tengah berbincang dengan Lucas,
Johnny membenarkan letak headphone yang digunakannya, ia berada dalam mobil van hitam yang letaknya berada diantara distrik 5 dan 6 bersama 2 orang anggota tim. "Sudah.. Kau dan Lucas sudah masuk? Jongdae Hyung dan Minseok Hyung sudah berada didalam sebagai pramusaji, tetap jaga kontak kalian namun jangan terlalu mencolok. Jangan matikan alat komunikasi kecuali dalam keadaan darurat." Perintah Johnny.

"Ya.."

Terdengar 4 jawaban dari suara yang berbeda di headphonenya, ia menghela nafas pelan. Sesungguhnya ia khawatir bahwa misi yang tengah dijalaninya akan gagal malam ini, bagaimana jika konglomerat itu bersikap innocent seolah-olah dirinya tak bersalah dan tak melakukan apapun ketika mereka menangkapnya.

Namun ia hanya bisa mempercayakan hal tersebut pada ke-4 anggota tim nya didalam sana, setidaknya mereka menemukan mobil dan ruangan yang digunakan untuk menculik dan menyiksa para korban, itu sudah cukup untuk menjadi bukti.

"Orang kaya macam apa yang menghabiskan uangnya untuk berpesta hampir setiap malam?" Gumam Lucas sembari menyambar segelas jus yang ditawarkan oleh seorang pramusaji.

Suasana rumah megah itu tidak buruk, ornamen-ornamen indah menghiasi setiap sudut rumah dan dinding di padu dengan cat berwarna putih gading dari luar hingga dalam mereka menggunakan cat berwarna sama dengan sedikit garis-garis cat emas disetiap siku sisi.

"Orang kaya seperti mereka tentu saja" Jayden membenahi pakaian formal yang digunakannya, sangat tak nyaman menggunakan pakaian formal seperti ini. Ia menatap sekeliling dan bertabrakan pandangan dengan Minseok serta Jongdae yang terdapat di 2 sisi berbeda.

"Han MyeongJoo..." Lucas menepuk bahu Jayden agar melihat kearah yang ditunjuk olehnya dengan dagu, pria paruh baya yang saat ini sudah menginjak umur 50 tahun pemilik rumah dan kerajaan bisnis hebat hampir di sebagian Neo City.

Jayden menatap kearah dimana tersangka berdiri dan tengah bercengkrama dengan beberapa tamu, alunan musik klasik mulai terdengar ditelinganya ketika ia tengah sibuk mengawasi target.
Dirinya sedikit merasa janggal ketika melihat interaksi tersangka dengan beberapa tamu dan anak-anak mereka, dia tak terlihat seperti seseorang yang mencurigakan dan seorang pelaku kejahatan kejam.

"Kau sudah menyelidiki Tuan Han lebih dalam sebelum ini?" tanya Jayden dan gelengan Lucas menjawab kejanggalan dalam benak Jayden.

"Saat itu kau berada di luar bersama Jaemin, semua data tentang tuan Han itu didapat berdasarkan nomor plat mobil yang digunakan untuk menjemput para korban. Korban yang selamatpun hanya menyebutkan bahwa pria itu tinggi tegap berbadan besar dan menggunakan topeng diwajahnya... Ada apa?"

Dugaannya benar, sepertinya mereka yang dipermainkan atau Tuan Han yang dijebak agar tertangkap malam ini dihadapan khalayak ramai. "Tidak, hanya saja.." kalimat yang hampir terlontar dari bibirnya tertahan saat pandangan matanya kini menatap siluet seorang pria yang dikenalnya tengah membawa nampan besi menawarkan minuman pada para tamu.

"Lucas, kutinggal sebentar." pamitnya dan segera menghampiri sosok yang dikenalnya tanpa menunggu persetujuan Lucas. Ia melangkah cepat melewati beberapa orang bahkan menghiraukan beberapa gadis yang mencoba menyapa dirinya.

"Na Jaemin!" panggilnya dengan berbisik dan segera mencengkram salah satu lengan sosok yang dikenalinya tersebut dari belakang. Begitu sosok itu berbalik Jayden benar-benar membulatkan kedua matanya.

Bagaimana bisa pria ini sungguh-sungguh berada ditempat ini tengah menyamar menjadi seorang pramusaji. "Apa yang kau lakukan disini?" Jayden mengambil nampan milik Jaemin dan meletakkannya diatas meja kemudian menarik pria itu untuk ikut dengannya, tanpa menyadari bahwa ada sepasang mata yang tengah menatap keduanya.

"Ah, Jayden-ssi lepaskan tanganku. Cengkramanmu menyakitiku!" umpat Jaemin kesal saat tubuhnya di tarik menuju balkon lantai 2 rumah megah tersebut, namun usainya tubuhnya justru terhuyung kedepan karena tarikan Jayden yang membuatnya kini berada diantara pagar balkon dan kedua lengan Jayden yang memenjarakannya.

"Apa peringatanku tadi siang tidak kau pahami Na Jaemin-ssi?"

Perlahan Jaemin yang ketahuan tengah menyamar menunduk, ia menyembunyikan wajahnya dari tatapan mengintimidasi milik Jayden yang tak pernah berubah sedikitpun seperti dahulu.

"Kupikir kau tak akan mengenaliku Jayden-ssi.. "

Bagaimana ia tidak mengenali Jaemin, wajah manisnya itu bahkan sudah terekam sejak mereka bertabrakan di tepi jalan hari itu. Mengenali Jaemin adalah hal mudah saat ini walaupun pria itu merubah penampilannya sekalipun dengan menggunakan kacamata.

"Apa kau sengaja membuat dirimu terlihat lebih menarik dari sebelumnya eoh? Apa kau kemari sengaja menjadi umpan? Apa kau sudah gila?"

Jaemin mendorong Jayden agar menjauh darinya kemudian melepas kacamata persegi yang digunakannya "Bukankah kau merasakannya juga? Target yang kalian tuju sepertinya sudah dimanipulasi, jika kau salah menangkap orang dalam kasus ini habis sudah karier tim-mu."

Tidak dapat ditutupi, Jayden terkejut dengan kepekaan milik Jaemin yang setara dengan miliknya. Begitu melihat tersangka sekali saja ia tahu bahwa ada yang janggal, tidak biasanya ia ragu dengan target tersangka yang akan ditangkap olehnya.

"Karena itu menjauhlah, tersangka yang sebenarnya pasti berada disini. Dan kau, pulanglah."
Jaemin tak menjawab, ia tak ingin pulang tanpa hasil. Namun Jayden menghela nafasnya "Tunggulah disini, aku akan berbicara sebentar dengan Lucas dan Johnny Hyung. Akan kuantar kau pulang dan menjauh dari masalah."

Pria itu kembali menghela nafasnya dan berbalik badan menatap halaman luas dari pekarangan mewah rumah ini, bahkan ini tidak ada apa-apanya dibanding dengan mansion Kim tempatnya dahulu menetap.

"Ck, benar-benar menyebalkan. Bagaimana dirinya bisa mengenaliku?" gumamnya pelan.

Tak lama terdengar suara pintu kaca yang menghubungkan lantai 2 rumah dan balkon terbuka, Jaemin merotasi matanya kesal pasti Jayden akan menyeretnya untuk pulang saat ini.

"Aku tak ingin pulang Jay-..."

Baru Jaemin berbalik badan namun pukulan kuat dikepalanya membuat kepalanya pening dan berdenyut hebat, hanya sebuah siluet hitam yang sama sekali tak mirip dengan Jayden yang masuk dalam pandangan kaburnya sebelum Jaemin terjatuh tak sadarkan diri dilantai balkon.

"Bagaimana bisa Jaemin berada disini?"

"Kau pikir aku tidak menanyakan hal yang sama denganmu? Siapa yang membawanya masuk kemari menjadi pramusaji?"

"Mungkinkah dia menyiapkan penyamarannya sendiri?"

Jayden memimpin jalan menuju balkon bersama dengan Lucas ia ingin meminta tolong sahabatnya itu untuk membawa Jaemin pulang saja dan membiarkan dirinya meneruskan misi dengan 3 anggota yang tersisa.

Namun begitu tiba di balkon mereka hanya disambut dengan kegelapan seperti sebelumnya tanpa ada seorangpun yang berada disana, "Jaemin?" Jayden mencoba untuk memanggil pria manis yang tadi beradu argumen dengannya, namun nihil. Tak ada jawaban.

"Apa dia sudah kembali kedalam?"

Sejujurnya Jayden ragu jika Jaemin masuk kembali kedalam karena ia sama sekali tidak melihat siluet tubuh Jaemin saat beranjak kembali lagi kemari.

Ia mendekat kearah pagar balkon dan melihat sekeliling, kemudian Jayden berbalik untuk mengikuti saran Lucas untuk mencarinya didalam. Namun kakinya menabrak sesuatu dilantai balkon yang terlihat gelap. Jaydenpun menunduk dan mengeluarkan ponselnya untuk menggunakan cahaya senter dari ponsel tersebut.

Kakinya lemas begitu melihat bercak darah dan kacamata yang sebelumnya digunakan Jaemin kini tergeletak di lantai "Ini milik Jaemin!"

"Jaemin-ah!!!"

Jayden kembali bangkit dengan kacamata milik pria itu dalam genggamannya, sial. Ia hanya meninggalkan Jaemin kurang dari 5 menit tapi tersangka yang sesungguhnya bisa melakukan aksinya dengan cepat.

"Cih, dia benar-benar berhasil menjadi umpan! Sialan!"

"Apa yang harus kita lakukan?"

"Menemukan Jaemin, apapun akan kulakukan walaupun harus menghancurkan tempat ini sekalipun."


To Be Continued

Tidak ada komentar:

Posting Komentar