* In Heaven *
*
*
*
"Maafkan aku karena membebanimu dengan perasaanku..."
***
"Hanya satu yang kuharapkan, hari itu tak pernah terjadi. Maka diriku tak akan pernah sekalipun menyesal."
-
-
-
-
-
Jemari pria bersurai coklat itu tengah sibuk memilah beberapa bunga yang ingin ia bawa ke apartemen Mark, berniat untuk menanamnya setidaknya memberikan sedikit warna untuk rumah yang terasa dingin tersebut, namun ia hanya mendengar sahutan singkat dari sipenerima panggilan di seberang sana.
"Baiklah, aku tak akan menghubungimu lagi.. Jika kau sibuk, pulanglah lebih cepat, aku akan menyiapkan makan malam Hyung.." ujarnya lagi.
Namun sekali lagi yang ia dapatkan hanya deheman singkat lalu sambungan terputus, tanpa ucapan apapun.
Sepersekian detik ia menatap layar ponselnya yang sudah tak tersambung pada orang yang dipanggilnya, dirinya pun menghela nafas perlahan saat melihat pantulan gambar selca antara dirinya dan pria yang kini terlihat tak memperdulikannya.
"Donghyuck-ssi?"
"Eoh? Ya?" seperti tersadar, pria tan bernama Donghyuck itu segera menoleh dan kembali tersenyum pada seorang pelanggan yang selalu datang hampir 2 hari sekali ke toko bunga miliknya.
"Bisa kau berikan bunga seperti yang biasa?" tanya gadis manis dengan lesung pipi yang cukup dalam di pipinya, bunga yang biasa dipesan olehnya adalah bunga Lily.
Ya..
Bunga yang selalu orang bawa untuk berkunjung kerumah duka ataupun kepemakaman. "Kau selalu berkunjung setiap 2 hari sekali, apa kau sangat merindukannya?" tanyanya sembari membungkus beberapa tangkai bunga lily menjadi sebuah buket bunga yang cantik.
"Walau dia sudah tiada bukan berarti diriku melupakannya bukan? Aku masih sangat mencintainya"
Gadis cantik itu memberikan kartu kreditnya pada Donghyuck untuk melakukan pembayaran. Jujur saja mendengar penuturan seperti itu, ia sungguh iri dengan siapapun yang dicintai oleh gadis itu. Bahkan saat rupa dan raganya telah tiada menjadi abu di dalam sebuah guci gadis tersebut tetap mencintainya tanpa terkecuali.
"Terima Kasih Herin-ssi."
"Itu..." Herin menunjuk beberapa tangkai bunga lavender* yang sudah ia tanam didalam sebuah pot kecil bahkan sudah ada pita berwarna putih yang melingkari pot kecil tersebut.
"Ah, aku akan membawa ini untuk diberikan pada kekasihku."
"Bagaimana dengan Baby Breath*? Kau terlihat sangat menyayanginya.."
"Baby Breath?" Donghyuck menoleh pada kumpulan bunga dengan kelopak kecil yang berkumpul dan bercabang, bibirnya menarik sebuah senyum simpul. Ia sangat tahu arti dari bunga mungil
tersebut, sambil terkekeh malu ia akhirnya kembali menoleh pada pelanggannya tersebut sembari berdehem pelan.
"Sepertinya aku akan memberikan itu juga padanya, terima kasih atas saranmu Herin-ssi.."
Gadis itu kembali tersenyum sebelum beranjak pergi, sedangkan Donghyuck segera bergerak untuk memindahkan bunga tersebut pada pot kecil yang akan ia bawa nanti secara bersamaan.
Begitu sore hari tiba Donghyuck dengan segera menutup toko miliknya ia harus bergegas menuju apartemen Mark, dirinya tak bisa memasak ia hanya harus cepat sampai untuk memanaskan makanan yang baru saja ia order via online dan diantarakan ke tokonya.
"Permisi.. Permisi.." Ucapnya sembari menuruni bus dengan sebuah tas selempang kecil, dan 2 totebag yang berisi pot serta makanan, ia melangkah memasuki gedung apartemen seperti sebelum-sebelumnya.
Besok adalah hari ulang tahunnya, ia ingin merayakannya bersama dengan kekasihnya sama seperti tahun lalu, saat ia merayakan ulang tahun Mark bersama.
Prianya sudah cukup sibuk belakangan ini, sangat jarang bertegur sapa atau pun berbincang lewat panggilan ponsel sekalipun. Maka dari itu, ia berharap Mark akan menghabiskan makan malamnya bersama dengan Donghyuck dan melupakan pekerjaannya sebentar saja.
Sejak 5 bulan lalu dirinya sudah mengetahui password apartemen Mark, ia dapat masuk sesuka hatinya walau terkadang pria itu hanya akan menatapnya sedikit kesal karena merasa privasi pria tersebut terganggu ketika Donghyuck datang walau hanya untuk mengantarkan makanan.
Suara kode pintu yang terbuka terdengar, Donghyuck segera memasuki apartemen yang masih kosong tersebut. Iapun bergegas untuk meletakkan 2 totebag besar yang dibawanya tersebut di lantai dekat meja dapur.
Dengan telaten Donghyuck mengeluarkan salah satu makanan yang dibelinya tadi dan menuangnya kedalam mangkuk kemudian memanaskannya didalam oven. Seusainya ia segera membawa totebag satunya kebalkon namun belum dirinya sampai pintu apartemen terdengar terbuka.
Ia segera meletakkan totebag tersebut di dekat pintu kaca menuju balkon, "Kau sudah pulang Hyung?"
Pria yang baru saja memasuki rumahnya tersebut tak terkejut akan keberadaan Donghyuck, namun ia menghela nafasnya. Dirinya tengah kesal dengan pekejaannya, dan saat ia tiba dikediamannya bukan dapat beristirahat ia justru melihat Donghyuck berada dirumahnya seperti biasa masuk dengan seenaknya tanpa pemberitahuan.
"Kau bahkan sudah disini sebelum diriku sampai, entah kemana lagi diriku harus menenangkan diri."
Ucapan Mark barusan benar-benar menohok bagi Donghyuck, entah mengapa dirinya terkejut dengan ucapan yang terdengar seperti sindiran baginya yang selalu datang setiap hari.
"Tadi aku sudah menghubungimu, akan kubawakan makan malam untukmu Hyung."
Mark menarik dasi yang digunakan olehnya, ia kemudian melirik oven yang menyala di dapur "Tinggalkan saja di meja, diriku masih memiliki banyak pekerjaan Donghyuck-ah."
Ia paham dengan jelas maksud ucapan Mark padanya, usiran halus.
"Apa kau memintaku untuk pulang?"
"Tentu.. Terima kasih atas makan malam darimu." Mark meletakkan tasnya di sofa kemudian melangkah menuju kulkas dan mengambil air disana, mencoba tak perduli bagaimana ekspresi Donghyuck karena perlakuannya.
"Baiklah."
Pria tan itu segera beranjak pulang setelah mencoba tetap memasang senyuman terbaiknya, ia mengeluarkan makanan yang telah panas dari dalam oven kemudian meletakkannya di atas meja makan kemudian meraih coatnya dan pergi dari sana sembari membawa satu porsi makanan lainnya yang merupakan miliknya.
Sepertinya malam ini tak ada makan malam..
Sepertinya Mark pun tak lagi mengingat apa yang terjadi esok selain pekerjaannya yang kian menumpuk.
⇨ In Heaven ⇦
Begitu bangun dipagi hari Donghyuck segera mengecek ponselnya, namun tak ada satupun pesan yang masuk dari Mark. Hanya ada pesan dari teman-temannya, bahkan sahabat terdekat Mark saja mengucapkan selamat ulang tahun padanya.
Namun bukan Lee Donghyuck namanya jika dirinya mudah bersedih hanya karena hal ini. Ia tetap bangkit bangun dari kasurnya seperti hari-hari biasanya, ia berniat akan menyiapkan segala sesuatunya sendiri termasuk sebuah acara kecil untuk hari ini bagi Mark dan dirinya.
Sama seperti kemarin, Donghyuck tiba di apartemen Mark. Pria tersebut sudah berangkat untuk bekerja, langkahnya terhenti ketika melihat makanan yang ia panaskan kemarin masih tergeletak diatas meja makan tak tersentuh sama sekali, sedangkan di meja makan yang sama terdapat sisa bungkus ramen instan.
Ia melanjutkan langkahnya ragu, namun ia tetap melangkah. Makanan yang ia siapkan kemarin terpaksa ia buang ketempat sampah bersama dengan sampah bungkus ramen. Ia ingat berapa lama ia menunggu pesanan itu datang hingga terlambat menutup toko bunga miliknya. Namun nyatanya makanan tersebut bahkan tak tersentuh sama sekali oleh Mark.
Dalam diam dan ditemani suara air yang mengalir dari kran, Donghyuck mencuci kedua mangkuk kotor yang digunakan oleh Mark. Ah salah, satu mangkuk yang digunakan oleh Mark, satu lagi yang tak disentuh oleh Mark.
Ingin rasanya ia marah, namun ia tahu Mark tengah mengejar karirnya yang tengah menanjak, ia tak bisa menyalahkan Mark yang mulai sibuk akhir-akhir ini, namun iapun merindukan Marknya yang dahulu.
"Tunggulah diriku hingga dapat menghasilkan uang yang banyak Donghyuck-ah, kita akan berkeliling Eropa bersama. Kau ingin melihat ladang bunga matahari bukan?"
"Tuscany, Italia. Mereka memiliki pandang bunga matahari yang sangat luas.. Aku pasti akan membawamu kesana."
Dirinya bertahan tanpa mengeluh akan sikap Mark yang kian berubah hanya karena ia mengingat bagaimana cara pria itu selalu membuatnya teringat akan janji-janji manis yang mereka ucapkan dahulu.
Donghyuck tertekan, hubungan ini terasa semakin berat kian hari ia melewatinya. Dirinya membutuhkan pria itu ada disisinya secara nyata bukan hanya sebagai status semata, 6 bulan ini ia merasa Mark semakin menjauh dan kian menjauh, pria itu terlalu sibuk dan semakin sibuk hingga menganggap Donghyuck tak pernah ada.
Namun sekali lagi, karena itu adalah Mark. Ia memakluminya.
Si bodoh yang terlalu mencintai Mark, dialah cerminan Bunga matahari yang sesungguhnya, selalu berdiri tegak ketika sinar matahari bersinar dengan teriknya dipagi hingga siang hari walau itu amat sangat menyengat sekalipun ia tak pernah lelah menatap mataharinya, dan begitu lesu saat matahari menghilang dari penglihatannya.
Namun bunga matahari akan kembali berdiri tegap mendongak keatas langit kembali menyambut terik mentari diesok harinya. Sama seperti dirinya, seperti apapun Mark memperlakukannya selalu akan ada celah bagi Donghyuck untuk tetap menatap Mark seolah-olah hanya pria itu yang ada dimatanya.
Perlahan ia mematikan kran wastafel berusaha menahan sesak didada kirinya, Donghyuck menarik nafas perlahan kemudian menghembuskannya sembari mendongakkan kepalanya menatap langit-langit dapur apartemen Mark, mencoba menenangkan dirinya sendiri, seolah-olah semuanya baik-baik saja, tak ada hal buruk yang akan terjadi.
Lee Donghyuck baik-baik saja.
Drrrtttt
Drrttt
Bartender yang bekerja dibalik meja menatap jengkel pada pria dengan rahang tegas di hadapannya karena ponsel milik pria itu yang bergetar tanpa henti diatas meja bar nya. Ini bahkan masih tengah hari tapi pria ini sudah datang hanya untuk meminum beberapa teguk bir, tak ada satupun orang bodoh yang datang ke bar dijam seperti ini hanya untuk minum, ini masih terlalu pagi.
"Hyung, bisakah kau angkat saja panggilan darinya? Apa kau tak kasihan padanya? Ia sudah menghubungimu untuk yang ke..." pria bersurai pink itu menghitung dengan jemari-jemarinya
"...Sembilan, Sepuluh.. Dia sudah 10x menghubungimu."
Gelas bir yang sudah kosong ia letakkan kembali diatas meja, ia berharap dirinya sudah mabuk saja saat ini. Namun nyatanya tidak, ia masih mengingat dengan jelas bahwa dirinya baru saja di permalukan didalam rapat hanya karena dirinya gagal mendapatkan sebuah proyek besar.
Dan sekarang? Kekasihnya menghubunginya terus menerus tanpa memahami bahwa dirinya tengah ingin sendiri menenangkan diri tanpa di ganggu oleh siapapun. Mengapa Donghyuck selalu menganggunya dengan panggilan-panggilan tidak penting.
"Jika kau terganggu, kau saja yang mengangkatnya."
"Cih..." pria tersebut berdecih kesal "Memang aku kekasihnya? Kau kekasihnya, dan itu ponselmu. Kau hanya perlu mengangkatnya dan mengatakan kau sedang tak ingin diganggu maka dia tak akan menghubungimu lagi."
"Mengapa kalian sangat membutuhkan perhatian lebih? Dirikupun membutuhkannya, apa diriku harus selalu meladeni panggilannya? Padahal diriku tengah bekerja?!"
Pria bersurai pink itu menaikkan sebelah alisnya "Tentu saja, jika kalian tak memberikan perhatian lebih apa yang membuat kami harus bertahan? Kau sepertinya harus belajar bagaimana bersikap menjadi kekasih yang baik pada Jeno."
Mark berdecih, ia meminta kekasih Jeno sahabatnya yang masih berdiri dihadapannya untuk mengisi gelas miliknya yang sudah kosong "Terserah apa katamu, aku jenuh dengannya."
Gerakan tangan pria bersurai pink itu terhenti saat kembali mengisi bir pada gelas kosong milik Mark "Jenuh? Mengapa kau mudah mengatakan hal seperti itu dimana seharusnya Donghyucklah yang merasa jenuh terlebih dahulu padamu."
"Berhenti menceramahiku, isi saja gelasku Na Jaemin."
Pria bernama Jaemin tersebut menutup botol bir dan menyimpannya, ia enggan menuangkan bir miliknya pada Mark "Aku tak akan membiarkanmu meminum bir-ku, sebaiknya kau pulang dan menemui Donghyuck."
Kembali Mark berdecih, "Mengapa kau mulai terlihat menyebalkan seperti Donghyuck yang selalu menceramahiku tentang banyak hal."
Mark hampir berdiri dari kursinya andai Jaemin tak menahannya "Apa kau tahu hari apa ini, Mark Lee?"
"Rabu.."
Jaemin menghela nafasnya "Hari ini tanggal 6 juni kau tahu?"
"Lalu?"
"Yak, Mark Lee! Kau..."
Drrrrttttt
Pembicaraan keduanya terinterupsi saat ponsel Mark yang masih berada diatas meja kembali bergetar dan tertera kembali nama Lee Donghyuck dilayar ponselnya, 11 kali Donghyuk menghubungi Mark tanpa lelah.
Jaemin menghela nafas jika itu dirinya ia tak akan pernah menghubungi Jeno sampai 10x, rasanya ingin Jaemin yang mengangkat panggilan tersebut dan mengatakan pada Donghyuck untuk meninggalkan si brengsek Mark yang bahkan tak mengingat hari ulang tahunnya.
Namun Mark sudah menyambar ponselnya terlebih dahulu "Mengapa kau terus menghubungiku? Ada apa Lee Donghyuck?" Itulah kalimat terpanjang yang Mark ucapkan pada Donghyuck selama 6 bulan hubungan mereka mulai renggang.
"A-aku.."
"Jika tak ada yang ingin kau katakan akan kumatikan.."
"Jam berapa kau kembali?"
Donghyuck segera berbicara tanpa terbata, dirinya kini berada di tepi jalan menghubungi Mark dan masih berani mengharapkan bahwa akan ada makan malam diantara keduanya malam ini.
Hanya malam ini saja.
"Aku ingin mengajakmu untuk makan malam bersama... Apa-..."
"Tak bisa. Aku akan lembur malam ini."
Penolakan Mark membuat Donghyuck diam seketika, sepertinya Mark memang melupakannya.
Jaemin menatap Mark jengah dan tentu saja itu disadari oleh Mark sendiri, ia mengalihkan tatapannya ia lelah selalu dijadikan tokoh jahat dihubungannya sendiri yang semakin terasa membosankan. Ia ingin bebas dari segala tekanan yang ada, kekasihnya dan kekasih sahabatnya ini benar-benar membuatnya terjepit hanya karena masalah sepele yang membuat dirinya semakin pening.
"Dimana kau?" Akhirnya pria itu yang memulai pertanyaan saat ia hanya mendengar suara kendaraan ditelinganya tanpa mendengar adanya sahutan apapun dari seberang sana.
"Diriku? Ah, aku sedang di dekat Myeondong.."
Mark mengerutkan keningnya "Apa yang kau lakukan disana?"
"Bunga mataharimu sudah layu.. Aku berniat untuk membelikan yang baru, tokoku hari ini tutup lagipula stok bunga matahari ditempatku sedang habis..."
Lagi Mark menghela nafas, mengapa Donghyuck sangat suka merepotkan diri sendiri "Mengapa kau sangat suka merepotkan diri sendiri. Jika memang bunga matahari itu sudah layu kau bisa membuangnya, lagipula aku tak butuh bunga matahari di apartemenku.."
Dan sekali lagi, Mark membuat langkah Donghyuck terhenti dengan kata-katanya. Pria itu terkejut bukan main, bukankah Mark sendiri yang mengatakan bahwa Donghyuck adalah bunga mataharinya?
"Mengapa diam saja? Tunggulah aku disana, ada yang ingin kubicarakan. Tak akan lama, karena diriku masih sibuk."
Panggilan terputus, Donghyuck masih berusaha mengatur emosi yang bergejolak didalam dadanya bahkan hingga membuat kepalanya sedikit pening. Kedua tungkainya dengan patuh melangkah menuju taman yang tak terlalu besar ditepi jalan kemudian duduk disalah satu bangku disana.
Kedua tangannya masih mendekap erat pot bunga matahari yang sudah layu dengan ukiran tulisan my sunshine pada pot tersebut. Ia mencoba kembali mendongak menahan cairan yang hampir kembali meleleh pada kedua matanya.
Ia membiarkan cahaya mentari menerpanya dan membakar kulitnya, sedikit menenangkannya, mungkin. Atau ia berhasil melakukan pengalihan yang sempurna agar tak satupun ada airmata yang menetes dari kedua matanya.
"Ya, Mark Lee. Apa kau sudah benar-benar dibutakan akan pekerjaan? Apa kau memiliki wanita lain eoh? Apa yang baru saja kau katakan sialan!" Umpat Jaemin, ia mendengar dengan jelas ucapan Mark barusan pada Donghyuck.
"Jika diriku bisa kau nilai memiliki wanita lain mengapa kau tak menuduh priamu dengan alasan yang sama? Mungkin saja Jeno memiliki wanita lain."
Jaemin mendengus "Aku mengenal priaku dengan baik, tapi sayang Donghyuck sudah tak lagi mengenalmu dengan baik. Kau benar-benar sudah terlalu banyak menyakitinya."
"Terserah apapun ucapanmu..." Mark mengeluarkan dompetnya kemudian membayar minumannya dan segera beranjak pergi dari sana, ia harus segera menuju Myeondong sebelum kembali menuju kantornya.
Perjalanan menuju Myeondong menghabiskan jarak tempuh sekitar setengah jam, Mark memarkirkan mobilnya dibahu jalan yang tak jauh dari taman kecil yang terdapat di tepi jalan. Ia membenahi jas yang digunakannya sebelum melangkah menuju taman, Mark sudah melihat keberadaan Donghyuck tadi sebelum ia memarkirkan mobilnya.
"Kau lama menunggu Donghyuck-ah?"
Mendengar suara Mark menyapa pendengarannya, Donghyuck segera bangkit berdiri masih dengan pot bunga kecil yang masih berada dalam dekapannya "Mark Hyung, kau sudah sampai? Tidak lama, aku baru saja sampai."
Bohong, ya tentu saja. Ia sudah duduk setengah jam disana sejak Mark memutuskan panggilan teleponnya tadi. Donghyuck hanya tak ingin Mark yang menunggunya jadi ia yang menunggu kedatangan Mark, mataharinya.
"Apa yang ingin kau katakan? Kau ingin makan siang denganku sekalian Hyung?"
"Tidak, sudah kukatakan diriku sibuk. Aku kemari ingin bertemu denganmu secara langsung karena ingin meminta kita berpisah secara langsung.."
Pendengaran Donghyuk terasa tuli sepersekian detik usai mendengar Mark mengatakan hal yang tak pernah ia bayangkan seumur hidupnya. Netranya masih melihat Mark menggerakkan bibirnya mungkin tengah mengatakan alasannya untuk berpisah, namun Donghyuck seakan tak dapat mendengar alasan apapun itu masuk kedalam indera pendengarannya.
"K-kau bilang apa tadi Hyung?"
"Berpisah Donghyuck-ah, aku lelah melihatmu yang selalu mengurusiku, aku harus selalu memakan makanan yang kau pesankan suka tidak suka, aku harus dengan sengaja berangkat lebih pagi hanya agar tak perlu membawa bekal yang kau bawakan. Kau tahu betapa memalukannya saat mereka menatapku dengan bekal diatas mejaku?"
"Bukankah kau bisa mengatakannya saja padaku Hyung.. Diriku hanya ingin menjagamu sebaik-baiknya."
"Aku bisa menyewa seorang asisten Donghyuck-ah, jadi berhenti. Berhenti memberikan perhatian berlebihan padaku dan berpisah adalah jalan terbaik."
Perlahan kepala Donghyuck menggeleng pelan dan menunduk, dada kirinya kembali terasa sangat sesak seolah-olah Tuhan tengah menarik paksa pasokan udaranya. Donghyuck melangkah mundur beberapa langkah kebelakang, apa Mark harus mengatakan hal ini tepat hari ini? Tak bisakah ia mengatakannya lebih awal?
Setetes air mata jatuh dari mata Donghyuck, Mark melihatnya dengan jelas namun ia tak berniat berbuat apapun. Dirinya memang ingin berpisah, jika ia menenangkan Donghyuck maka itu akan semakin menyakiti pria tersebut bukan?
Perlahan Donghyuck menghapus airmatanya, ia tak ingin Mark melihatnya menangis walau rasanya sudah sangat sesak, ia bahkan ingin menangis terisak dan berteriak dengan kencang saat ini namun ia tak mau, tidak dihadapan Mark.
"Begitukah Hyung?"
Mark sempat terdiam sesaat ketika melihat Donghyuck kembali mendongak menatapnya dengan mata merah menahan tangis dan hidung yang juga terlihat merah dikulit tannya. Ada sebersit rasa bersalah yang mulai menyelimuti relung hatinya, namun jika ia ingin lepas bukankah ini saatnya?
"Aku tak ingin berpisah Hyung.."
"Lee Donghyuck.."
"Berikan aku satu kesempatan lagi, aku akan berubah. Jika kau masih merasakan hal yang sama maka mari kita berpisah.. Asal tidak hari ini.."
"Hentikan Donghyuck-ah, tak akan ada hal yang bisa merubah keputusanku."
Ponsel dalam sakunya bergetar tanda sebuah panggilan masuk, ia ingin segera mengangkatnya namun dirinya tengah terlibat pembicaraan penting dengan Donghyuck.
"Kumohon, satu kali saja. Kita bicarakan ini sekali lagi, terimalah panggilan itu aku akan membeli bunga sebentar lalu kembali kemari."
Donghyuck segera beranjak pergi ia ingin menghindar dari permintaan Mark, ia pun ingin menenangkan dirinya sendiri. Melihat Donghyuck pergi begitu saja membuat Mark berdecak kesal hampir saja dirinya ingin beranjak pergi meninggalkan Donghyuck namun langkahnya terasa berat karena kembali mengingat pria tadi menangis, ia memutuskan untuk menerima panggilan yang sedari tadi meminta untuk segera di notis oleh dirinya.
"Ya Na Jaemin ada apa?!"
"Apa kau ingat janjimu didepan diriku dan Jeno 1 tahun lalu Hyung? Kau tak akan pernah membiarkan Donghyuck meneteskan airmata hanya karena dirimu. Kau ingat?"
Mark terdiam, rasa bersalah kembali menyelimuti relung hatinya, bukankah ia membuat Donghyuck menangis tadi?
CCKIIIIITTTTTTTTT!!
BRUUUUKK!!!
"OMO!!"
"Pria itu tertabrak!"
Mark menoleh kesumber suara, sebuah mobil sedan putih berhenti ditengah jalan saat lampu jalan berwarna hijau sedangkan lampu penyebrang masih berwarna merah, beberapa orang berlarian dan berkerumun ketengah jalan. Tanpa di perintah kedua netranya mencari keberadaan Donghyuck yang seharusnya saat ini masih berdiri di tepi jalan menunggu lampu menjadi merah namun nihil ia tak menemukan Donghyuck disana.
"Dia terlempar jauh sekali.."
"Apa dia berlari? Dia tak melihat mobil kah?"
Kakinya melangkah mencoba untuk mendekat sembari meremas ponsel yang masih tersambung dengan Jaemin dalam genggamannya, langkahnya kian cepat bahkan ia berlari menghampiri kerumunan, namun semakin lama langkahnya kian pelan saat ia hampir mencapai kerumunan.
"Apa dia sudah tewas?"
"Panggil ambulance!! Darahnya sangat banyak!"
Dadanya terasa sesak saat ia melihat pot kecil dengan bunga matahari yang sudah layu kini tergeletak hancur di jalan dengan tanah yang berserakan, ia ingat bahwa tadi Donghyuck membawa benda itu dalam dekapannya menjaganya dengan erat.
Mark menerobos kumpulan orang yang berkerumun tersebut dengan mulut yang terbuka terkejut bagaimana mungkin pria yang tadi masih berbicara dihadapannya kini tergeletak bersimbah darah di atas aspal.
Ia segera menarik perlahan tubuh Donghyuck agar masuk kedalam dekapannya, kedua matanya tertutup, darah tak kunjung berhenti mengalir dari pelipisnya "Donghyuck-ah?! Lee Donghyuck!!" Mark mencoba memanggil-manggil nama prianya tersebut berharap dia membuka matanya, namun nihil.
"Donghyuck-ah!!! Aku tidak bersungguh-sungguh mengucapkan hal itu, kumohon bangunlah!!" ia mencoba mengguncang Donghyuck yang kali ini terlihat layu dalam dekapannya, ia semakin menarik Donghyuck dalam dekapan eratnya membiarkan darah milik prianya kini menempel pada jas hitam dan kemeja putihnya.
Ya prianya..
Mark menyesal melepaskan prianya jika akhirnya harus kehilangan dengan cara seperti ini, bukan perpisahan seperti ini yang ia harapkan bukan kehilangan Donghyucknya, bukan!!
"Kalian menjadi saksi.." Mark menunjuk Jeno dan Jaemin yang tengah terkekeh, ia kemudian menghapus air mata Donghyuck yang tengah menangis setelah terkena prank yang dilakukan Mark padanya "Ini kali terakhir aku membuatmu menangis. Aku berjanji tak akan pernah membiarkanmu meneteskan setetespun air mata karena diriku. Jika itu terjadi.."
"Maka bunga mataharimu akan layu.." sambung Donghyuck dengan tersenyum, Mark segera memeluknya dengan erat.
"Peganglah kata-kataku, aku tak akan membiarkanmu layu Donghyuck-ah..."
Mark tidak berhenti meneteskan airmata, ia sudah tahu hasilnya, ia kehilangan Donghyucknya. Ia hanya bisa duduk di kursi yang berada didepan ruang jenazah wajahnya berantakan hidungnya merah matanya sembab.
Tak ada yang lebih ia sesali daripada hari ini, ia melihat dengan jelas isi ponsel Donghyuck yang terdapat pesan tak terbaca mengucapkan selamat ulang tahun pada pria itu hari ini. Sedangkan dirinya tak mengingat hari ini sama sekali selain pekerjaan dan pekerjaan.
Rasa bersalah dan penyesalan semakin menyelimutinya saat ia melihat daftar note yang ingin dilakukan Donghyuck kemarin malam dan hari ini bersama dengannya. Pria itu hanya ingin dapat makan malam dengannya, tapi ia tak bisa memberikan hal itu selain ucapan perpisahan.
"Hyung... Mereka sudah selesai membersihkan jasadnya, keluarganya akan mengambil jasad Donghyuck dan mengkremasikannya."
Mark menoleh kemudian mengangguk saat mendengar ucapan sahabatnya Lee Jeno yang tengah mencoba untuk menenangkannya, namun sebuah tarikan kuat dari sisi lainnya membuat Mark bangkit berdiri dari duduknya. Satu hantaman kuat Mark dapatkan di wajahnya hingga pria tersebut tersungkur diatas lantai dingin rumah sakit.
Sedangkan Jeno segera memeluk dan menahan pelaku pemukulan yang tidak lain adalah kekasihnya sendiri "Jaemin-ah tahan emosimu."
"Kau pantas mendapatkannya sialan!! Kau pantas kehilangannya!! Namun sahabatku tak pantas mendapatkan airmatamu!!" umpat Jaemin dengan kasar, penampilannya tak kalah kacau dengan Mark.
Jeno memutuskan untuk menarik Jaemin menjauh sembari menenangkan prianya yang kini kembali menangis karena kehilangan Donghyuck, Mark sudah cukup terluka dan menyesal. Jaemin ataupun dirinya tak perlu mengingatkannya akan hal tersebut.
Karena seharusnya sejak awal Mark ingat, bahwa sekali ia membuat bunga mataharinya layu maka ia akan kehilangan sosok itu selamanya.
⇨ In Heaven ⇦
"Kumohon... Satu kali saja."
"Aku tak ingin berpisah Hyung.."
"Berikan aku satu kesempatan.."
Mark terbangun dengan kasar dari tidurnya, ia terengah-engah dan menatap sekelilingnya yang masih terlihat seperti kamarnya. Ia kembali memimpikan hari dimana dirinya kehilangan Donghyucknya. Kecelakaan yang sama sekali tak pernah diharapkan oleh siapapun untuk terjadi hari itu.. Dan siapa yang patut disalahkan sekali lagi atas kejadian hari itu? Tentu saja dirinya.
Andai ia tak pernah meminta sebuah perpisahan pada Donghyuck, andai ia memang memperhatikan Donghyuck seperti Jeno memperhatikan Jaemin mungkin Donghyucknya masih ada bersamanya saat ini.
Kilasan-kilasan wajah Donghyuck yang memohon padanya, airmata pria itu yang menetes karena dirinya. Benar-benar tak pernah dapat dilupakannya sama sekali, ia menyesal..
"Donghyuck-ah.." gumamnya, hampir setiap pagi ia mengumamkan nama Donghyuck entah sadar atau tidak. Netranya menoleh pada balkon yang berada di apartemen dengan model studio miliknya, ada 2 buah pot baru disana Baby Breath dan Lavender.
Ia menyunggingkan senyum menatap kedua tanamanan tersebut, tanaman yang masih berada dalam totebag yang dibawa oleh Donghyuck dimalam hari ulang tahunnya dan baru ia pindahkan 3 hari setelah kepergian Donghyuck, sudah berapa lama terlewati harinya tanpa Donghyuck?
Selama itu juga Mark selalu memimpikan kejadian hari itu terus menerus, di awal bulan pertama Mark selalu mengucapkan 'maaf' berkali-kali usai terbangun dengan mimpi buruk. Namun kini ia selalu mengucapkan 'saranghae' setiap dirinya terbangun dengan mimpi buruk.
Ia tahu Donghyuck tengah membangunkannya untuk bangun dan berangkat kerja dengan cara yang lain. Sama seperti dahulu ketika Donghyuck datang lebih pagi demi membangunkan Mark dan menyiapkan sarapan untuk pria itu.
Mark melangkah menuju dapur melirik kalender bulanan yang menempel pada pintu kulkas, tanggal 1 agustus 2020. Ia tersenyum miris, besok ternyata adalah hari ulang tahunnya, namun kali ini tak ada Donghyuck yang akan merayakannya ulangtahunnya seperti tahun-tahun sebelumnya.
"Hyung, ada apa denganmu? Ini sudah lewat 2 bulan, apa kau masih memikirkannya?"
Suara Jeno membuyarkan lamunannya ketika Mark sedang termenung diruang kerjanya, memikirkan kesalahannya adalah rutinitas barunya semenjak kepergian Donghyuck "Jeno-ya..."
"Sudahlah, aku yakin Donghyuck akan sedih jika kau terus seperti ini."
"Jika bisa akupun tak ingin memikirkan tentang kejadian itu lagi, namun kecelakaan itu terjadi karena diriku, karena kesalahanku... kau tahu bagaimana tatapan keluarganya padaku? Mereka membenciku karena tahu akulah penyebab kematian Donghyuck, bahkan dihari ulangtahunnya."
"Kau sendiri yang bilang bukan kau jenuh dengannya, kau jenuh mempunyai pria sepertinya dan Tuhan mengabulkannya bukan?"
Baiklah, Jeno mungkin berlebihan. Namun iapun lelah menjadi pihak netral selama ini, dia harus menahan emosi demi Jaemin. Sudah berapa lama Jaemin enggan bertegur sapa dengan Mark? Iapun harus menahan kekesalannya pada Mark karena pria itu pun menyesal.
BRAK!!!
Mark memukul meja kerjanya dengan keras, namun tak sedikitpun membuat Jeno berjengit terkejut "Tapi, seharusnya tidak dengan cara seperti ini Jeno-ya, aku memang jenuh dengannya diriku sangat jahat hingga hal tersebut terlintas dikepalaku, tetapi hidup tanpanya sangat menyakitkan kau tahu itu..."
"Lalu, kau ingin menyalahkan Tuhan begitu? Karena merebutnya darimu?"
"Tentu saja tidak... ini semua mutlak kesalahanku, aku hanya ingin diberi kesempatan sekali lagi saja" ia seperti dejavu dengan ucapannya sendiri, ia ingat ketika Donghyuck pun memohon kesempatan padanya, namun dirinya dengan tak tahu malunya masih mencoba menolak Donghyucknya yang putus asa.
"Untuk apa? Memperbaiki segalanya? Hyung, yang sudah terjadi biarlah terjadi kau tidak mungkin bisa memutar ulang segalanya" Jeno memutuskan mengakhiri pembicaraannya saja dengan berjalan kearah pintu dan beranjak keluar dari ruangan Mark "1 Jam lagi akan ada rapat sebaiknya kau siapkan dirimu untuk rapat." ucap Jeno sebelum benar-benar keluar meninggalkan ruangan milik Mark yang bersebelahan dengan ruangan miliknya.
Perlahan Mark kembali menghela nafas, tentu saja ia meminta kesempatan agar dirinya dapat memperbaiki segalanya, jika ia dapat meminta hal tersebut terjadi tentu saja ia tidak ingin hari itu terjadi dan Mark tidak akan pernah sekalipun mengucapakan kata-kata sekasar itu pada Donghyuck.
Bahkan ia akan memperbaiki segala sikap buruknya pada prianya asal waktu dapat kembali, sakitnya kehilangan baru membuatnya sadar betapa berartinya Lee Donghyuck dalam hidupnya.
Mark membuka laci meja kerjanya dan menemukan bingkai foto dirinya dan Donghyuck yang selama beberapa bulan ini ia simpan didalam laci karena ia mulai merasa lelah dengan prianya itu, merasa lelah dengan hubungan mereka, merasa bosan melihat bunga mataharinya terus menerus.
Tetapi kini ia kembali meletakkan bingkai foto tersebut diatas meja kerjanya, Jenuh? Kenapa ia bisa merasa jenuh dengan mudahnya? Benar apa yang dikatakan Jaemin padanya, seharusnya Donghyucklah yang merasa jenuh padanya bukan justru sebaliknya, apa yang bisa Donghyuck banggakan dari pria gila kerja seperti dirinya?
Sedangkan ia baru menyadari begitu banyak yang bisa ia banggakan dari kekasihnya apalagi ketika teman-teman sekantornya memuji Donghyuck saat pria itu mengantarkan bekal yang tertinggal untuknya, kenapa ia baru sadar sekarang itu semua pujian bukan ejekan seperti yang selama ini ia kira.
"Mark Lee, kau memang benar-benar pria terbodoh didunia!" gumam Mark pada dirinya sendiri sembari menatap foto yang kini sudah berdiri kembali diatas meja kerjanya.
⇨ In Heaven ⇦
Suara alarm pagi ini membangunkan Mark, pria itu terbangun dengan kerut dikeningnya. Mengapa alarm yang membangunkannya bukan mimpi yang selama ini menghantuinya dengan rasa bersalah?
Ia menghela nafas sebentar sembari mengusap wajahnya kasar. Tangannya terulur untuk mematikan alarm yang berbunyi kencang menganggu indera pendengarannya sedari tadi. Mau tak mau Mark segera beranjak dari tempat tidurnya ia melangkah keluar dari kamar.
Tungkainya menuntun Mark menuju kamar mandi, ia segera menggosok giginya dan membasuh wajahnya walau dirinya masih sangat mengantuk. Namun... Ada yang menganggu indera penciumannya, Mark mengendus mencium aroma khas lemon didalam kamar mandinya.
Bukankah ini wangi khas sabun cair yang selalu Donghyuck belikan untuk dirinya? Indera penciumannya kembali mengendus, baiklah seharusnya wangi tersebut terasa wajar namun dirinya sudah tak menggunakan sabun cair ini hampir 2 minggu lamanya, lagipula stock sabun cair yang biasa Donghyuck belikan sudah habis 2 minggu yang lalu sehingga ia menggunakan yang lain, jadi bagaimana mungkin aroma sabun cair tersebut masih tercium dengan jelas hari ini?
Berbekal rasa penasaran Mark menghampiri sudut kamar mandi dimana ia selalu menghabiskan setengah jam hanya untuk bershower ria, dan melihat sebuah botol sabun cair yang selalu Donghyuck belikan ada di disana bertengger manis diatas rak.
Tangannya meraih botol sabun tersebut dan mengendus isinya, wangi yang sama dan waw masih terisi setengah, kening Mark berkerut ia bahkan menggaruk belakang kepalanya yang terasa bingung.
Tak mungkin dirinya yang pikun dan lupa bahwa sabun miliknya masih ada bukan?
"Kenapa masih ada setengah? Ini aneh.." gumamnya pelan dan akhirnya memutuskan untuk keluar dari kamar mandi dan menuju dapur, ia membuka kulkas mengambil air putih lalu meminumnya dengan ganas melampiaskan rasa dahaga di tenggorokannya yang terasa membakar.
Tok tok tok
Mark menoleh kearah pintu, ia masih meminum air dari botolnya. Netranya melirik pada jam dinding yang tergantung di dapur, bukankah ini masih terlalu dini untuk bertamu? Lagipula siapa yang kurang kerjaan bertamu pagi-pagi?
Biasanya akan ada Donghyuck yang pagi-pagi sudah datang membawa sarapan untuknya lalu menyiapkan pakaian kerjanya... Namun sayang sekarang hal itu hanyalah mimpi.
Tok tok tok
Lamunannya teralihkan, Mark segera menyimpan kembali botolnya kedalam kulkas ia membiarkan tamunya terlalu lama menunggu karena memikirkan Donghyuck "Ya tunggu sebentar..."
Usai berurusan dengan tamu pagi harinya Mark akan kembali bergelung dengan kasur empuknya, ia benar-benar masih mengantuk usai mengerjakan banyak pekerjaan dalam semalam.
Sembari menunduk dan mengucek matanya Mark membuka pintu apartemennya malas-malasan
"Ya?"
"Ck, kenapa kau lama membuka pintunya Hyung?"
Mark terkejut, ia kenal suara ini. Perlahan kepalanya mendongak ia menatap sosok pria yang dirindukannya, pria dengan surai coklat ikal dan tersenyum lebar sambil membawa 2 buah kantung besar di tangan kanan dan kirinya.
"Mark Hyung?"
"D-Donghyuck?"
"Iya ini aku, apa kau berjalan sambil tidur lagi seperti kemarin lusa?" tamu pria tersebut segera masuk begitu saja kedalam apartemen, ia tak terlalu ambil pusing dengan raut wajah Mark yang terlihat terkejut melihat kedatangannya.
Lagipula hampir setiap pagi ia akan melihat rentetan wajah aneh Mark saat membukakan pintu untuknya, siapa suruh tak memberikannya kode password pintu apartemennya? "Aku sudah membeli rumput laut dan barang lainnya, aku akan membuatkanmu sop rumput laut hari ini.."
Mark mencoba untuk berkedip dan kembali sadar dari fase melamunnya, ia segera menutup pintu dan mengekori pria yang nampak serupa dengan pria yang amat sangat dirindukan olehnya, Donghyucknya.
Apa dirinya tengah bermimpi?
Pria tan itu mengeluarkan sekotak kue ulang tahun dan membukanya dihadapan Mark, dia memamerkan kue black forest yang dibelinya tepat didepan toko bunganya. "Taraaaa, kau suka? Selamat Ulang tahun Mark Hyung.."
Mark benar-benar terdiam seribu bahasa, ia tak bisa berkata apapun, jika dirinya tengah bermimpi ia harap dirinya tak akan bangun lagi saja. "Hyung?" Donghyuck melambaikan tangan didepan wajah Mark.
".....Y-Ya?"
"Kupikir kau benar-benar masih tidur." Donghyuck melanjutkan acara mengeluarkan apa saja yang dibawanya dalam kantung plastik besar yang dibawanya tadi bersama dengannya. "Aku membawakan nasi kari, akan kuhangatkan."
"Dan.. Jangan katakan padaku kau lupa lagi kalau hari ini adalah hari ulang tahunmu?"
Sekali lagi Mark mencoba berkedip dan mencerna apa yang tengah terjadi sebenarnya, ia melangkah mundur dan menatap kalender bulanan yang tertempel di pintu kulkas. Bulan yang ia lihat dengan kemarin masih sama bulan delapan, namun... tahunnya.. 2019.
Ia kembali kesatu tahun yang lalu! Tuhan memberikannya kesempatan satu kali lagi untuk menebus segala kesalahannya! Dengan cepat Mark kembali menatap Donghyuck yang tengah sibuk memindahkan beberapa botol minuman dan sabun cair kedalam lemari sembari mengoceh tentang betapa padatnya mini market pagi ini.
Pantas saja ia masih dapat mencium aroma lemon tersebut didalam kamar mandinya tadi pagi, namun ocehan Donghyuck tersebut terhenti karena merasa diperhatikan oleh Mark.
"Kenapa kau menatapku seperti itu Hyung? Apa kau marah karena hari ini diriku telat setengah jam? Sudah kukatakan bukan tadi mini market sangat ramai hingga... "
Tapi Mark tiba-tiba saja memeluknya dengan erat dari samping, sangat erat seolah-olah pria itu amat sangat merindukan Donghyuck dan tak ingin kehilangannya lagi "Aku tak perduli berapa ramainya mini market tadi, diriku hanya benar-benar merindukanmu Donghyuck-ah.. Aku sangat merindukanmu.. Kau benar-benar berada dihadapanku Donghyuck-ah.."
Mendengar Mark yang sedikit berlebihan Donghyuck mengerutkan keningnya, ia awalnya bingung dengan tingkah tak biasa Mark namun senyum cerahpun tersungging dibibir ranumnya ia pun merindukan Marknya yang kekanakan seperti ini "Aku selalu disini Hyung setiap pagi, kuingatkan jika kau lupa.."
"Tentu saja diriku tidak lupa, mulai hari ini datanglah selalu tepat waktu dipagi hari Donghyuck-ah, aku ingin melihat bunga matahariku membangunkanku setiap pagi."
"Apa??" Donghyuck menoleh, ia menatap Mark penasaran apa kekasihnya ini benar baik-baik saja?
"Kau tahu diriku tak tahu password apartemenmu Hyung.."
"Tanggal ulang tahunmu adalah passwordnya.."
Donghyuck melepas pelukan Mark padanya "Bukankah baru kemarin lusa kau memintaku jangan sering-sering datang dan menganggumu dipagi hari.."
"Kutarik kata-kataku, aku ingin melihatmu lebih sering dari yang sebelum-sebelumnya. Aku sangat mencintaimu Lee Donghyuck.." Mark kembali merengkuh tubuh pria tan itu kedalam pelukannya, melihat prianya kembali, mendengar ucapan balasan kata cinta yang mengalun dari bibir Donghyuck adalah hadiah terindah di ulang tahunnya.
⇨ In Heaven ⇦
Hembusan angin terasa lebih kencang hari ini, Donghyuck tengah berdiri di balkon apartemen Mark sembari menatap sekeliling. Ia tengah menunggu kekasihnya itu membersihkan diri usai berolahraga pagi, usai ia menyiapkan segela keperluan Mark maka dirinya baru akan segera beranjak menuju toko bunga.
Jemarinya terulur menyentuh bunga matahari yang tertanam di halaman sempit balkon milik Mark, sejak kapan Mark mengkoleksi begitu banyak bunga matahari? Namun hanya satu yang diperhatikan oleh Donghyuck, bunga pertama yang ia tanam di halaman balkon sempit ini.
"Kau sudah mendapatkan teman eoh Haebaragi..." Bunga matahari yang ditanamnya bergoyang pelan tertiup angin, terlihat berdiri kokoh menatap sang mentari. Sepertinya sang bungapun juga tengah merasakan kebahagiaan seperti dirinya.
Mark keluar dari kamar mandi dan mencari keberadaan kekasihnya yang kini berada di balkon bersama dengan beberapa pot tanaman yang semakin lama semakin banyak, tanpa sadar bibirnya menyunggingkan senyum melihat pinggung sempit itu tengah berjongkok menyirami satu per satu pot disana sembari berceloteh riang.
Mereka baru saja melewati awal tahun, ia ingat dimasa lalu yang lampau dirinya sibuk dengan segala kegiatannya ia mengejar segala target dalam hidupnya hingga menganggurkan Donghyuck bahkan melupakan teman-temannya demi mengejar karir.
Namun nyatanya, ketika dirinya fokus pada kebahagiaannya dan Donghyuck serta meluangkan waktu dengan kedua sahabatnya karirnya pun ikut menanjak secara perlahan, sebenarnya apa yang dikejarnya dahulu? Membuatnya stress dan tertekan seorang diri kemudian melampiaskannya pada Donghyuck yang tak tahu dan tak salah apapun.
Begitu bodohnya kau Mark Lee.
Perlahan dengan handuk yang masih tersampir di bahunya Mark menghampiri Donghyuck kemudian ikut berjongkok dibelakangnya dan memeluk pria tan tersebut dari belakang, seolah-olah ia bisa kehilangan Donghyuck kapan saja jika ini semua hanyalah mimpi.
"Kau sudah selesai?" Donghyuck tak terganggu, ia justru menyukai Mark yang seperti ini selalu menjaganya dengan segenap jiwa. Dirinya sungguh merasa sangat beruntung "Aku akan menyiapkan pakaianmu jika kau jadi pergi untuk bertemu dengan klien-mu itu." lanjut Donghyuck yang selesai menyiram tanaman, ia menoleh sedikit dan mendapati wajah Mark yang tengah bersandar di bahu kanannya.
"Bagaimana jika kualihkan pertemuan dengan klien-ku di toko bungamu saja?"
"Hei apa bisa seperti itu??"
Donghyuck masih ingin protes namun Mark mengecup bibir tebalnya "Tentu saja bisa..." pria berahang tegas itu segera bangkit berdiri dan menghampiri ponselnya yang berada di meja makan bersebelahan dengan ponsel Donghyuck.
"Kau benar-benar.." mau tak mau Donghyuck bangkit berdiri dan mencarikan pakaian yang sekiranya cocok untuk pertemuan dengan klien disebuah toko bunga, semi-formal sepertinya cocok.
Ia menarik sebuah sweater merah maroon dan celana chino berwarna khaki untuk digunakan oleh Mark. Prianya akan terlihat sangat tampan hari ini.
"Donghyuck-ah.. Jaemin menghubungimu.."
"O...ya.." ia segera meletakkan pakaian tersebut di atas tempat tidur kemudian menghampiri ponselnya dan mengangkat dengan segera panggilan dari Jaemin. "Ya Jaemin-ah?"
"Aku dan Jeno sedang bosan, bagaimana jika kita ber-4 pergi piknik?"
"Piknik?" Donghyuck menoleh pada Mark, pria itu tengah menatap Donghyuk sembari tersenyum.
"Diriku bertemu dengan klien hanya 2 jam, sore nanti kita bisa piknik bersama." ujar Mark, agar kekasihnya itu tidak merasa bahwa dirinya terjepit untuk mengerti posisi Mark yang akan ada pertemuan dan tak enak menolak ajakan Jaemin.
"Kau dengar bukan? Mark bilang dia bisa sore hari."
"Baiklah, aku akan ke toko bungamu saja dan membawa beberapa bahan untuk membuat cemilan. Disana ada dapur bukan?"
"Iya ada... Kutunggu Jaemin-ah." usai mematikan telepon Donghyuck menghela nafas "Hari ini terasa sangat sibuk.. Ganti bajumu Mark."
Menurut Mark mengangguk namun ia masih sempat mengirimkan pesan pada Jaemin, berterima kasih karena pria itu mau membantunya mengajak Donghyuck keluar. Jika Mark yang mengajak pasti Donghyuck akan menolak karena hari ini Mark memiliki janji dengan klien.
Sore pun tiba, Jaemin sudah melangkah bersama Donghyuck dengan keranjang piknik terlebih dahulu mencari tempat yang tepat untuk acara piknik mereka, hamparan hijau nan luas serta hembusan angin menerbangkan rambut ke-4nya, hanya Jeno dan Mark yang berjalan santai dibelakang.
"Kau benar-benar membuatku dan Jaemin iri. Semakin hari kau semakin menyayanginya, Donghyuck akan bahagia jika kau terus begini Hyung..."
Ya memang itu rencananya, membuat Donghyucknya bahagia. "Kau tahu diriku dan Jaemin mulai khawatir sejak perlahan kau berubah semakin sibuk setelah sebulan Donghyuck berulang tahun namun syukurlah kini kau sudah kembali seperti semula."
"Aku hanya tak ingin kehilangannya Jeno-ya.. Aku tak ingin menyesal..."
Jeno mengerutkan keningnya tanda tak paham, siapapun tahu bagaimana Donghyuck begitu memuja Mark seperti mataharinya. Jeno bahkan berani bertaruh walaupun Donghyuck tersakiti sekalipun ia tak akan pernah memutuskan Mark walaupun kalimat itu terlintas didalam kepalanya sekalipun.
Ia menatap punggung Mark yang kini berlari pelan menghampiri Donghyuck dan Jaemin setelah keduanya menemukan tempat yang tepat. Mark segera membantu kekasihnya membuka kain berbentuk segiempat dengan motif kotak-kotak merah sebagai alas untuk mereka duduk nanti.
Apapun yang terjadi, Jeno bersyukur bahwa Mark tidak seperti yang hampir ia dan Jaemin bayangkan.
Jam sudah tepat menunjukkan pukul 4 lewat mereka sudah menghabiskan seluruh bekal piknik yang 80% dibuat oleh Jaemin karena Donghyuck kurang mahir dalam memasak. Dirinya dan Mark kini tengah sibuk membereskan sisa makanan dan akan bersiap pulang kemudian makan malam bersama sebelum mengantar Donghyucknya pulang. Mereka membiarkan Jeno dan Jaemin mengambil beberapa gambar selca berdua di tengah ladang bunga berwarna merah muda.
"Terima kasih Hyung kau bersedia pergi piknik dengan kami."
"Apa yang kau bicarakan?" Mark mengacak surai ikal Donghyuck "Aku akan ikut kemanapun kau pergi.. Saat ini diriku hanya bisa membawamu melihat bunga-bunga itu, nanti aku pasti akan membawamu ke Italy."
"Kau masih mengingat janjimu?"
"Tentu saja, bunga matahariku ingin melihat ladang luas bunga matahari bukan? Diriku pasti akan membawamu kesana."
Donghyuck tak dapat menyembunyikan senyum diwajahnya, debaran didadanya kian kuat, kian hari semakin kuat. Seperti dirinya jatuh cinta pada Mark setiap hari, ia bahkan dapat merasakan perutnya bergejolak setiap ia dan Mark hanya saling melemparkan tatapan mata nan dalam.
Ia terlalu bahagia.. Mark adalah sumber kebahagiaannya. Mark adalah mataharinya.
⇨ In Heaven ⇦
Hari masih pagi, bahkan belum menyentuh angka 10 tapi pintu apartemen sederhana Donghyuck sudah diketuk sekian kali. Dirinya segera mematikan kompor didapur dan menghampiri pintu rumahnya.
Khusus hari ini dirinya tak perlu datang ketempat Mark karena prianyalah yang akan datang kesana menghabiskan hari di apartemen sederhananya, bahkan Donghyuckpun menutup tokonya hari ini.
Begitu pintu terbuka ia melihat sebuah buket besar berisi bunga matahari yang amat sangat cerah, ia pikir wajah Mark yang akan muncul dihadapannya namun nyatanya seseorang dengan sebuket besar bunga matahari yang menutupi orang tersebut.
"Omo, Haebaragi*."
"Kau menyukainya?"
Si pengantar menurunkan buket bunga tersebut sebatas dada dan menunjukkan wajahnya yang tersenyum lebar. "Selamat pagi.."
"P-pagi..." Donghyuck mengambil buket bunga tersenyum dengan senyum kikuk, sudah ia katakan bukan? Perutnya tergelitik akan setiap perlakuan manis Mark pada dirinya. "Kau benar-benar akan membuatku tewas dengan cepat.."
Senyum diwajah Mark memudar "Mengapa berkata seperti itu?"
"Ada yang bilang bahwa setiap manusia sudah mendapatkan jatah detak jantungnya masing-masing. Dan kau, membuatku berdebar kuat diatas normal setiap hari, jika detak jantungku habis.. Itu karena diriku mencintaimu terlalu dalam Hyung.."
"Jika seperti itu.." Mark meraih jemari Donghyuck dan meletakkan jemari tersebut ke dadanya, menggenggam jemari itu dengan erat agar juga mendengar detak jantungnya yang bertalu-talu hanya dengan menatap prianya. "Kita akan tewas bersama bukan?"
"Jika tidak?"
"Kita akan tetap bersama.." Mark membawa Jemari Donghyuck ke wajahnya, mengecup jemari pria itu berkali-kali sebelum Donghyuck akhirnya memeluk Mark amat erat.
Keduanya saling berpelukan didepan pintu flat Donghyuck, begitu erat hingga rasanya enggan untuk berpisah sedetikpun, semakin mereka saling memeluk, semakin kuat debaran dalam dada keduanya.
"Tinggalah bersamaku Donghyuck-ah.. Kekasih bodohmu ini sangat ingin menatapmu setiap saat.."
Kepala Donghyuck mengangguk dengan cepat, semakin dalam wajahnya bersembunyi diceruk leher Mark semakin cepat ia mengangguk. Sudah berapa lama ia menanti Mark mengajaknya untuk tinggal bersama? Saat mataharinya meminta, tak mungkin sang bunga menolak.
Jeno dan Mark meletakkan beberapa koper didalam apartemen Mark, hari itu juga Donghyuck pindah dan tentu saja ia tak segan-segan meminta bantuan sahabatnya. Dahulu ia bertanya-tanya mengapa Jeno sejak awal sudah membawa Jaemin tinggal bersama dengannya, apa karena pria itu bisa memasak?
Namun alasannya membuat Mark sedikit tertegun "Aku merindukannya.. Jika dia berada disisiku aku tak perlu pusing memikirkannya ditengah malam. Lagipula aku ingin menjaganya dan membuat orang-orang diluar sana tahu bahwa Jaemin sudah memiliki seseorang."
Dan disinilah ia bersama dengan Donghyuck menikmati malam mereka tinggal bersama dan berbagi kasur yang sama, terasa canggung di awal namun keduanya menikmati rasa canggung tersebut.
Dari tak biasa menjadi biasa, keduanya sempat mengalami yang namanya 'terkejut' melihat ada seseorang dikasur mereka dipagi hari. Anggaplah syndrom pengantin baru melekat pada keduanya diminggu pertama.
Namun minggu selanjutnya kedua pria itu sudah terbiasa, Mark akan terbangun karena aroma roti panggang yang disiapkan Donghyuck, pria tersebut dengan spontan bangkit dari kasurnya dan melangkah menuju dapur memeluk pinggang Donghyuck dari belakang menghirup aroma khas milik Donghyuck lalu meletakkan dagunya pada bahu Donghyuck dengan mata setengah terpejam.
"Selamat pagi Donghyuck-ah.."
"Pagi Hyung.."
Dengan telaten Donghyuck memindahkan kedua pasang roti panggang pada 2 piring sembari tetap membiarkan Mark memeluknya dari belakang, ia memutuskan untuk belajar memasak setidaknya membuat sarapan.
Tak ingin melihat Mark mencoba memasak seperti 2 hari lalu, kekasihnya itu bahkan juga memasak telur bersama kulitnya "Berhenti memelukku, cepatlah gosok gigimu dan mandi. Hari ini kau ada rapat bukan?"
Mark mengangguk namun ia masih tetap dalam posisinya, ia menyesal tak mengajak Donghyuck tinggal bersamanya lebih awal, apa ini yang Jeno rasakan setiap hari saat Jaemin tengah membuat sarapan untuknya? Ia seharusnya juga merasakan ini sejak bertahun-tahun lebih awal.
"Cepat hyung atau kupukul kepalamu."
"Baiklah-baiklah.."
Ia segera melepas pelukannya sambil terkekeh melindungi kepalanya dan berlari kembali menuju lemari, satu hal yang ia sesali Donghyuck berada diapartemennya, pria itu akan memukulnya jika Mark susah dibangunkan atau sulit disuruh mandi dipagi hari.
Menyeramkan dan menggemaskan disaat bersamaan, namun ia rela menjadi sasaran pengaduk sayur tersebut asal Donghyuck yang menggunakannya.
Mark letakkan pakaian yang akan digunakannya diatas tempat tidur, namun netranya teralihkan saat melihat ponsel Donghyuck berada disana. Sebagian jiwanya meronta-ronta mendorong Mark untuk melanggar apa itu yang namanya privasi, ia menyambar ponsel tersebut dan menghidupkannya beruntung Donghyucknya tak menggunakan password dan teman-temannya.
Ia bukan main terkejut saat melihat wajah siapa yang menjadi wallpaper ponsel kekasihnya tersebut. Selca keduanya setelah 3 hari mereka baru saja menjadi sepasang kekasih. Mark sama sekali tak menyangka prianya ternyata masih menyimpan selca mereka. Sedangkan selama ini, Mark menggunakan wajahnya sendiri sebagai wallpaper.
Hanya baru 2 bulan ini ia menggunakan selca mereka berdua saat pergi piknik bersama dengan Jeno dan Jaemin sebagai wallpaper. Mark mengurungkan niatnya untuk mengotak-atik ponsel Donghyuck, melihat wallpapernya saja ia tahu bahwa prianya tersebut sama sekali tak pernah berubah sedikitpun, lalu mengapa dengan bodohnya ia pernah berubah?
Kini ia paham betul bagaimana Donghyuck begitu mencintainya, mengapa pria itu selalu susah payah menyiapkan makanan untuk dirinya karena hanya Donghyucklah yang paling tahu dan paling paham betapa sibuk dirinya hingga tak memperhatikan pola makan.
Sungguh beruntung dirinya diberikan kesempatan untuk mengubah segalanya menjadi lebih baik.
"Kau masih belum mandi Hyung?" suara Donghyuck mengalihkan perhatian Mark, pria itu segera meletakkan ponsel Donghyuck dan bangkit memeluk pria yang hampir mengomel seperti mendiang ibunya.
"Ada apa Hyung?"
"Tak ada.. Hanya ingin memelukmu sebelum diriku mandi dan berangkat untuk bekerja.."
Jemari Donghyuck mengusap punggung Mark, ia tersenyum dibalik tubuh Mark "Baiklah.. Peluklah diriku sepuasmu setelah itu bersiap-siaplah, atau kau akan terlambat nanti.." dia mengalihkan matanya menatap kalender meja, sudah memasuki bulan 4 tahun 2020. 2 bulan lagi adalah ulang tahunnya, tapi ia sudah begitu bersyukur dengan hadiah yang diberikan Tuhan padanya.
⇨ In Heaven ⇦
Donghyuck menatap piring kosong dihadapannya, sesekali ia menatap jam tangan yang melingkar ditangan kanannya. Suara musik dan dentingan alat makan menjadi temannya yang hampir satu jam menunggu kedatangan Mark.
Pria itu berkata akan menemuinya usai kembali dari bekerja untuk makan malam bersama, ia sudah sengaja menutup toko bunganya lebih cepat dan segera pulang ke apartemen Mark demi mencari pakaian yang layak untuk makan malam dengan kekasihnya itu.
Mark hanya memberitahu bahwa mereka akan makan malam di sebuah restoran layaknya 2 pasang sejoli yang tengah candle light dinner, begitulah katanya. Maka Donghyuck memutuskan menggunakan celana chino hitam yang membalut kaki jenjangnya dengan kemeja berwarna pink soft.
Rambut coklatnya tak ia tata sedemikian rupa tetap ia biarkan terlihat ikal namun teratur, Mark berkata ia suka dengan rambut ikal miliknya yang mulai memanjang jadi ia tak akan merusak apa yang disukai Mark.
"Dimana dia?" gumamnya pelan, seorang pramusaji datang dan kembali menawarkan buku menu namun sekali lagi Donghyuck menolak karena ia masih menunggu Mark datang, dirinya hanya meminta pramusaji tersebut kembali mengisi air putihnya saja dengan senyum kikuk merasa tak enak karena 2x ditawari dirinya masih belum memesan.
Kedua netra cokelatnya melirik ponsel miliknya yang berlayar hitam, tak ada satupun pesan masuk dari Mark yang mengatakan dirinya terlambat atau apapun. Ia mencoba untuk menahan diri untuk tak menghubungi Mark, mungkin saja ada rapat mendadak atau batre ponsel kekasihnya habis.
Donghyuck akan menunggu sejam lagi saja jika Mark tak datang maka ia akan memesan dan makan seorang diri. Namun walau dirinya selalu untuk mencoba berpikir positif pada kenyataannya tetap saja sesekali ia masih mencoba untuk menoleh kebelakang mungkin Mark akan muncul dari pintu masuk restoran jika ia menoleh walau hasilnya pun nihil.
Sedangkan saat ini Mark tengah memarkirkan mobilnya dengan cepat kemudian segera turun sembari membenahi penampilannya, tungkainya berlari memasuki restoran dan menanyakan dimana letak meja yang tadi dipesan olehnya.
Pramusaji tersebut mengatakan bahwa mejanya sudah diduduki oleh seseorang sejak sejam yang lalu, Mark meruntuki kesialannya tadi karena diharuskan menyelesaikan proposal rapat yang akan diadakan besok. Karena ia tak memiliki waktu untuk bekerja setelah usai pulang dari kantor maka ia memutuskan untuk mengerjakannya dengan bantuan Jeno.
Iapun segera bergegas kemari dan berharap tidak terlambat walau pada akhirnya dirinya tetap terlambat karena kemacetan dijalan, begitu sampai didekat mejanya Mark melihat Donghyucknya menggerakkan kakinya dikolong meja dengan kepala yang menatap kesegala arah menandakan dirinya tengah menunggu dengan khawatir.
Sekali lagi Mark mengecek ponselnya yang tak ada satupun pesan masuk dari Donghyuck padahal pramusaji mengatakan bahwa prianya sudah satu jam duduk disana menunggu kedatangannya. Betapa sabar Donghyucknya, ia tak akan berpikir 2 kali akan rencananya malam ini. Ia yakin Donghyuck lah pasangan yang tepat untuk dirinya.
"Donghyuck-ah.."
Mendengar namanya dipanggil ia menoleh kesamping namun ia terkejut melihat Mark tengah berlutut disisi kanannya dengan sebuah kotak blundru kecil berwarna biru yang sudah terbuka dan terselip sebuah cincin didalamnya. "H-Hyung.."
"Maaf aku terlambat, diriku harus menyelesaikan pekerjaanku sebelum dapat dengan leluasa menghabiskan malam ini denganmu. Jadi.. Maukah kau menikah denganku Donghyuck-ah?"
Donghyuck sekali lagi coba mencerna ucapan Mark, seingatnya ia tengah menunggu pria itu datang, lalu saat yang dinanti olehnya sudah datang, tiba-tiba saja Mark berlutut dan berceloteh panjang lebar lalu mengajaknya menikah? Apa ini bukan mimpi?
"Apa aku sedang bermimpi Hyung?"
Mark menggeleng dengan senyum lebar diwajahnya "Jika kau bermimpi maka diriku juga bermimpi memilikimu selama ini..." ia menghiraukan tatapan orang-orang padanya dan Donghyuck, Mark mengeluarkan cincin tersebut dari dalam kotak dan sekali lagi menyodorkannya pada Donghyuck "Jadi? Apa kau mau menikah denganku Lee Donghyuck?"
Donghyuck menatap Mark, ia menggeleng tapi setelahnya ia mengangguk. Terlalu senang sampai dirinya keliru memberikan jawaban pada Mark dan beberapa pengunjung yang terkejut atas gelengan kepalanya.
Padahal ia sedang menjawab inner voice-nya sendiri, tentu saja ia tak akan menolak. Sejak kapan bunga matahari menentang mentari? Tidak akan pernah terjadi dalam sejarah manapun.
⇨ In Heaven ⇦
Pertemuan 2 keluarga sudah dilakukan, sejak awal keduanya menjalin kasih kedua belah pihak keluarga memang sudah tahu dan mereka memberi ijin, ayah Mark bahkan segera ingin mencari kota terbaik di Eropa bagi Mark dan Donghyuck untuk melaksanakan pernikahan, namun Mark menolaknya ia akan mencarinya sendiri walau didalam kepalanya ia sudah menentukan sebuah tempat.
Markpun ingin membawa Donghyuk ketempat yang sudah ia janjikan sebelumnya, ladang bunga matahari. Dan dirinya sudah bertekat akan melangsungkan pernikahan dan bulan madu secara bersamaan.
Setiap hari Mark disajikan wajah sumringah Donghyuck, wajah bahagianya menjadi mood maker bagi dirinya yang justru mengerjakan pekerjaan dengan baik dan mendapat promosi jabatan.
Walau dirinya semakin sibuk baginya Donghyuck tetaplah yang utama, bahkan ketika ia tengah sibuk mengerjakan berbagai proposal ia akan mengangkat panggilan kekasihnya tersebut.
"Ya Donghyuck-ah?"
"Mark Hyung? Apa kau sibuk?"
Mark menyahuti dengan deheman pelan, ia kembali mengetikkan bebebapa perubahan pada komputernya. "Hmm ya sedikit.." bohong, padahal pekerjaannya amat menumpuk, namun sekali lagi Donghyucklah yang utama.
"Ada apa Donghyuck-ah? Kau sudah merindukanku?"
Sedangkan Donghyuck di seberang sana tengah sibuk memilah beberapa bunga yang ingin ia bawa ke apartemen Mark kini menahan senyuman bodohnya, ia berniat untuk menanam beberapa tumbuhan lain setidaknya memberikan sedikit warna lain untuk balkon rumah yang dipenuhi bunga matahari tersebut.
"Hari ini pulanglah lebih cepat, aku akan menyiapkan makan malam Hyung.." ujarnya lagi tak lupa dengan senyuman diwajahnya.
Mark menghentikan kegiatan mengetiknya, ia lalu menatap jam ditangannya "Baiklah aku akan pulang lebih cepat.. Aku tak ingin kekasihku merindukanku seperti ini."
Ingin rasanya Donghyuck mematikan sambungan panggilan mereka "Yak, aku ingin makan malam bersamamu. Berhenti menggodaku, kumatikan ya.." sebelum Mark kembali menggombalinya Donghyuck segera memutuskan sambungannya membuat Mark diseberang sana terkekeh.
"Donghyuck-ssi?"
"Eoh? Ya?" Donghyuck segera menoleh dan kembali tersenyum pada seorang pelanggan yang selalu datang hampir 2 hari sekali ke toko bunga miliknya, pasti pelanggannya ini sempat melihat bagaimana tadi dirinya berinteraksi dengan Mark.
"Bisa kau berikan bunga seperti yang biasa?" tanya gadis manis dengan lesung pipi yang cukup dalam di pipinya, bunga yang biasa dipesan olehnya adalah bunga Lily.
Bunga yang selalu orang bawa untuk berkunjung kerumah duka ataupun kepemakaman. "Kau selalu berkunjung setiap 2 hari sekali untuk membeli bunga ini, apa kau sangat merindukannya?" tanyanya sembari membungkus beberapa tangkai bunga lily menjadi sebuah buket bunga yang cantik dengan kertas berwarna hitam dan putih.
"Walau dia sudah tiada bukan berarti diriku melupakannya bukan? Aku masih sangat mencintainya"
Gadis cantik itu memberikan kartu kreditnya pada Donghyuck untuk melakukan pembayaran. Jujur saja mendengar penuturan seperti itu, ia sungguh iri dengan siapapun yang dicintai oleh gadis itu. Bahkan saat rupa dan raganya telah tiada menjadi abu di dalam sebuah guci gadis tersebut tetap mencintainya tanpa terkecuali.
"Terima Kasih Herin-ssi."
"Itu..." Herin menunjuk beberapa tangkai bunga lavender yang sudah ia tanam didalam sebuah pot kecil bahkan sudah ada pita berwarna putih yang melingkari pot kecil tersebut, terlihat sangat menggemaskan.
"Ah, aku akan membawa ini untuk diberikan pada kekasihku."
"Bagaimana dengan Baby Breath? Kau terlihat sangat mencintainya.."
"Baby Breath?" Donghyuck menoleh pada kumpulan bunga dengan kelopak kecil yang berkumpul dan bercabang, bibirnya menarik sebuah senyum simpul. Ia sangat tahu arti dari bunga mungil tersebut, sambil terkekeh malu ia akhirnya kembali menoleh pada pelanggannya tersebut sembari berdehem pelan.
"Sepertinya aku akan memberikan itu juga padanya, terima kasih atas saranmu Herin-ssi.."
Gadis itu terkekeh pelan dan segera beranjak pergi, ada yang harus ditemuinya dirumah abu. Ada yang merindukan dan dirindukan olehnya. Namun sebelum gadis itu pergi ia menoleh kembali pada Donghyuck, pria itu tengah menatap bunga baby breath dengan senyum yang terukir indah.
"Diriku bahagia untukmu Donghyuck-ssi." gumamnya pelan sebelum benar-benar beranjak pergi.
Menjelang gelap Mark tiba diapartemen, yang pertama kali ia lihat adalah kekasihnya yang masih memakai coat dan baru saja meletakkan sebuah totebag berwarna cokelat didekat pintu kaca balkon.
"Kau baru sampai Donghyuck-ah?"
"Iya.. Maafkan aku hanya memesan menu biasa saja untuk makan malam kita malam ini.." Donghyuck memutuskan mengesampingkan keinginannya untuk menata pot bunga di halaman kecil yang terdapat dibalkon, ia segera membuka coatnya dan kembali melanjutkan pekerjaan sebelumnya.
Melihat Donghyuck sibuk ingin mengeluarkan makanan lain dari totebag kecil di atas meja dapur untuk dipanaskan Mark segera menghampiri "Istirahatlah, biar aku yang melanjutkannya." pria itu menahan lengan Donghyuck untuk melakukan apapun.
"Kau akan berulang tahun besok, makan malam hari ini biar diriku yang menyiapkannya."
"Benarkah?"
Mark mengangguk usai menarik perlahan tubuh Donghyuck agar mendekat padanya, bibirnya mengecup beberapa kali bibir tebal Donghyuck yang kian menjadi candu baginya.
"Sebaiknya kau mandi, kau lelah seharian ditoko bukan?"
Menurut, Donghyuck pun segera beranjak menuju kamar mandi. Sedangkan Mark melanjutkan pekerjaan kekasihnya yang tertunda, namun baru saja ia membuka penutup box makanan keningnya berkerut.
Menu makanan ini terlihat familiar di penglihatannya, ia menggaruk keningnya yang tak gatal kemudian berbalik saat oven berbunyi tanda makanan didalam sana sudah selesai dipanaskan, begitu Mark mengeluarkan piring dari dalam oven beserta isinya dan meletakkannya di atas meja, dirinya seperti dejavu namun ia lupa melihat ini dimana.
"Sudahlah, untuk apa memikirkan yang tak kuingat."
Keesokan paginya Mark terbangun lebih dahulu sembari membisikkan ucapan ulang tahun di telinga Donghyuck yang masih tertidur pulas dalam dekapannya. Begitu melihat kekasihnya terbangun Mark menarik senyuman lebar sembari membenahi rambut ikal Donghyuck yang sedikit berantakan usai aktivitas melelahkan mereka semalaman.
"Saengil chukha hamnida Lee Donghyuck.." bisik Mark tak ada henti hingga pria dalam dekapannya segera bangun dan mengecup pipi tirus Mark.
"Kau orang pertama yang mengucapkannya.."
"Tentu saja.. Sudah kuucapkan sejak pukul 12 kemarin malam.."
"Bersiaplah.. Kau akan berangkat bukan? Diriku pun akan berangkat ke toko."
Mark menahan lengan Donghyuck yang hampir bergerak menuruni ranjang keduanya "Tetaplah dirumah atau pergilah ke tempat Jaemin, hari ini ulang tahunmu bukan? Beristirahatlah Donghyuck-ah, aku akan membawamu makan malam setelah pulang nanti."
"Tapi..."
"Kali ini saja.."
Mau tak mau Donghyuck menganggukkan kepalanya "Baiklah.. Aku akan pergi ketempat Jaemin saja nanti. Bekerjalah dengan benar Tuan Lee, agar bulan depan saat kita menikah pekerjaan itu sudah tak lagi membebanimu.."
"Pasti..." Mark menjawil hidung Donghyuck kemudian kembali memeluk tubuh kekasihnya tersebut,
"Terima kasih Donghyuck-ah.. Terima kasih sudah mencintai diriku yang buruk ini.."
"Apa yang sedang kau bicarakan? Jangan mengada-ada.. Tak ada yang buruk Mark, kau lah yang terbaik bagiku."
Ucapan Donghyuck memang tak ada salahnya, hanya matahari yang terbaik dan selalu benar di mata Bunga mataharinya bukan? Seperti keduanya.
Bagi Donghyuck, kehadiran Mark seperti sinar mentari yang menyinari seluruh kehidupannya, sejak kali pertama pertemuan keduanya.
"Berhenti disana atau akan kuhajar kalian semua.."
Donghyuck remaja yang tengah dibully melirik pada remaja berwajah tirus yang menghentikan beberapa remaja lainnya untuk menganggunya, hanya karena warna kulitnya yang sedikit lebih gelap maka dia menjadi korban bully.
Beberapa pembully tersebut memutuskan pergi usai melihat siapa yang menghentikan mereka, seorang kakak kelas dan temannya yang terkenal sangat pandai dalam taekwondo. Jika ingin selamat tentu mereka harus pergi dan meninggalkan korban bully mereka.
"Kau tak apa-apa?" pria manis dengan mata bulat tersebut segera menghampiri Donghyuck dan membantunya untuk berdiri kemudian membersihkan tubuhnya dari debu.
"Mengapa kau mau saja ditindas seperti itu? Melawanlah.."
"Jangan mengomelinya Hyung kau menakutinya." pria yang terkenal sebagai atlit taekwondo tersebut tersenyum kikuk melihat bagaimana pria yang mereka selamatkan kini menunduk.
"W-warna kulitku..."
"Kau indah.. Tidak ada yang terlahir sempurna, dirimu, diriku, bahkan si kuat Jeno dan si sempurna Jaemin pun, semuanya memiliki kekurangan."
Donghyuk kembali mengangkat kepalanya, ia menatap pria penolongnya yang tengah menatap kearahnya.. Wajahnya terlihat sangat putih dan bersinar karena pria itu membelakangi matahari"Jika mereka menganggumu lagi, cari aku. Aku akan melindungimu." pria itu segera berlalu terlebih dahulu menyisakan Donghyuck dan kedua sahabatnya.
"Mark... Namanya Mark Lee, jika kau penasaran.." ucap pria bermata bulat disisi kirinya dengan senyum lebar, "Senang bertemu denganmu Donghyuck-ssi, jangan sungkan mencari kami.." pria itu mengulurkan jemarinya pada pria disisi kanan Donghyuck "Ayo Jeno-ya.."
Usai ketiganya pergi, Donghyuck terdiam. Ia menyentuh dadanya yang menghangat, ini kali pertama Donghyuck mengangkat kepalanya saat menatap orang lain dan orang itu menatapnya kembali.
Mataharinya.
⇨ In Heaven ⇦
Pintu ruang kerja Mark terbuka tanpa ketukan "Hyung, kau benar-benar masih diruanganmu? Kupikir mereka berbohong mengatakan dirimu masih disini."
"Oh, Jeno-ya.." Mark hanya menyapa sekilas kemudian kembali berkutat pada pekerjaannya.
"Sudah pukul berapa ini? Ayo makan siang bersamaku.."
"Nanti saja.. Aku ingin menyelesaikan pekerjaanku lebih cepat, malam ini aku akan makan malam dengan Donghyuck.."
"Ya ampun.. Sangat langka melihatmu seperti ini." Jeno terkekeh "Kalau begitu akan kubelikan kau makan siang.." pria bermata bulan sabit itu segera beranjak kembali keluar dari ruangan Mark yang kembali sibuk.
Tak berapa lama Jeno kembali dengan makanan yang sudah terbungkus didalam plastik yang dibawanya, beruntung dirinya memang sudah memesan lebih awal makanan untuk dirinya dan Mark via online.
"Ini makanlah dulu..."
"Terima kasih Jeno-ya.." Mark akhirnya berhenti sebentar ia menyingkirkan beberapa dokumen dari atas mejanya guna memakan makan siangnya bersama dengan Jeno. Pria bulan sabit itu mendudukkan dirinya berhadapan dengan Mark dan membuka makan siangnya.
"Efek akan segera menikah benar-benar luar biasa..."
"Jangan meledekku, kaupun akan mengalaminya dengan Jaemin suatu saat nanti." ucapnya sembari mulai memakan makan siangnya. Sesekali ia melirik foto dalam bingkai yang berada di atas meja kerjanya yang sudah berganti dengan foto baru yang mengabadikan moment mereka ber-4 saat pergi piknik bersama.
"Perhatikan kesehatanmu, tak masalah jika kau ingin pekerjaanmu lebih cepat selesai namun jika kau melewatkan jam makan siangmu terus menerus maka kau akan jatuh sakit."
"Sejak kapan kau sebawel ini Jeno-ya hahaha apa Jaemin yang mengajarimu?"
"Ck... Kau ini. Aku menasehatimu sebagai teman Hyung..."
Mark masih terkekeh "Ya ya ya, terima kasih sekali lagi. Beruntung diriku memiliki sahabat sepertimu Jeno-ya, terima kasih.."
Jeno mendongak menatap Mark dengan mulut penuh dengan makanan "Jangan berbicara sembarangan, habiskan sudah makan siangmu.." iapun melanjutkan makan siangnya, ia malas mendengarkan ucapan Mark yang mengada-ada. Sangat langka pria dihadapannya mengucapkan terima kasih padanya.
Mark menghentikan kegiatan makannya lalu menatap kalender dimeja kerjanya, tanpa sadar senyum kembali mengembang dibibirnya jika ingat bahwa dirinya akan menikah satu bulan lagi, mengapa ia harus menunggu sekian lama untuk mengajak Donghyuck menikah?
Namun tiba-tiba saja senyum diwajah Mark memudar ketika menyadari angka yang dilingkari pada bulan yang tertera di kalendernya. Entah bagaimana secara spontan Mark teringat akan kecelakaan yang menimpa Donghyuck, seketika dirinya bertanya-tanya kejadiaan itu nyata atau dirinya memang tak kehilangan Donghyuck.
Namun ada yang menggelitik Mark sejak ia menginjakkan kakinya kembali dirumah kemarin malam. Ia mencoba untuk kembali mengingat makanan yang mereka makan kemarin malam. Dan ia teringat, itu adalah makanan yang ia pernah ia hiraukan dahulu.
Ia memejamkan matanya dan dadanya berdenyut saat ia ingat sebuah totebag yang tadi pagi ia lihat masih berada di dekat pintu kaca menuju balkon, posisi yang sama seperti saat ia melihat totebag tersebut 3 hari setelah kepergian Donghyuck.
Tunggu sebentar..
Mengapa kejadiannya sangat familiar??
Mark mengarahkan pandangannya pada Jeno yang masih fokus dengan makan siangnya "Hari ini tanggal berapa Jeno-ya?"
Dengan mata menyipit Jeno mengerutkan keningnya, bukannya sahabatnya itu sedang melihat kalender kenapa malah bertanya pada dirinya sekarang tanggal berapa?
"Tanggal 6 Hyung, ada apa?"
Mark kembali terdiam, ia bahkan sudah tak lagi berminat menghabiskan makan siangnnya. Ia segera mencoba memutar memorinya kembali akan apa yang terjadi hari itu, mengingat perbuatan bodohnya saat ia kehilangan Donghyuck.
"Apa kau ingat hari apa ini, Mark Lee?"
"Hari ini tanggal 6 Juni, kau tahu.."
"Aku tak ingin berpisah Hyung..."
"Berikan aku satu kesempatan lagi, aku akan berubah. Jika kau masih merasakan hal yang sama maka mari kita berpisah, asal tidak hari ini..."
Dadanya semakin berdenyut kuat, ia ingat... Ia kehilangan Donghyuknya tepat dihari ulang tahun pria itu. Tiba-tiba saja kilasan ingatan akan kejadian tersebut terputar didalam kepalanya secara spontan. Donghyuck yang menunggunya, Donghyuck yang menangis karenanya dan Donghyuck yang memohon padanya. Dan berakhir dengan Donghyuck yang bersimbah darah dalam dekapannya lalu pergi meninggalkannya dalam lubang penyesalan.
Mark meletakkan kalender duduk tersebut kembali pada mejanya kemudian menepuk kepalanya perlahan, seharusnya ia tak perlu mengingat hal tak perlu. Satu bulan lagi hari bahagia mereka akan datang bukan? Tidak mungkin Tuhan dengan teganya mengambil miliknya yang berharga dan ia jaga selama ini.
Lagipula hari ini mereka tak bertengkar, mereka sangat baik-baik saja hari ini, Donghyucknya bahkan tak akan pergi kemanapun hari...
Tunggu..
Tangannya mengepal saat dirinya mengingat sesuatu, ketika dirinya melihat totebag di depan pintu kaca menuju balkon tadi pagi, netranya melihat ada sebuah bunga matahari yang terlihat layu.
"Dimana kau?"
"Diriku? Ah, aku sedang didekat Myeondong.. "
"Apa yang kau lakukan disana?"
"Bunga mataharimu sudah layu, aku berniat membelikan yang baru, tokoku tutup hari ini lagipula stok bunga matahari ditempatku sedang habis.."
"Mengapa kau sangat suka merepotkan diri sendiri. Jika memang bunga matahari itu sudah layu kau bisa membuangnya, lagipula aku tak butuh bunga matahari di apartemenku.."
Bodoh!!!
Mark tersentak dari bangkunya sendiri ia segera bangkit berdiri dan membuat Jeno yang masih makan dengan tenang menatap bingung sahabatnya yang tiba-tiba berdiri seolah-olah teringat akan sesuatu yang mengejutkan. Bahkan kini Mark sudah memakai jas hitam yang membalut kemeja putihnya, hadiah yang diberikan Donghyuk 2 bulan lalu.
"Ada apa Hyung? Kau baik-baik saja?"
"Aku harus pergi Jeno-ya kalau tidak aku akan terlambat..."
"Terlambat? Kau akan kemana? Hyung, kenapa kau panik seperti ini? Ada apa sebenarnya?"
"Aku tidak bisa menjelaskannya sekarang, aku pergi dulu!"
Tanpa memperdulikan segala pertanyaan Jeno yang kebingungan, Mark segera meraih kunci mobilnya dan berlari meninggalkan ruang kerjanya menuju parkiran mobil dan segera bergegas ke Myeondong.
Iya Myeondong! Tanpa mereka bertengkar atau pun tidak Donghyucknya pasti akan tetap pergi ke Myeondong hari ini. Karena alasan yang sama seperti saat itu, bunga matahari diapartementnya yang sudah layu.
Ah Sial!
Jika tahu akan seperti ini seharusnya dari pagi dirinya yang pergi membeli bunga tersebut sendiri bukan justru membiarkannya dan sibuk menatap Donghyuck yang tengah menyiapkan pakaiannya.
Kau bodoh Mark Lee!
Mark menghempaskan ponselnya ke bangku disebelahnya yang kosong dan kembali fokus pada jalan dihadapnnya, ia sesekali menggerutu kesal kenapa ponsel Donghyuck sama sekali tidak dapat dihubungi? Wajahnya panik, ia benar-benar takut akan kehilangan Donghyuck.
Disaat keadaan sedang genting seperti ini Donghyuk justru tidak mengangkat panggilannya, Mark menghela nafas perlahan, dadanya semakin sesak akhirnya ia tahu rasanya jika panggilan yang ia rasa penting tidak diangkat dan diabaikan sungguh tidak mengenakan. Sedangkan dulu ia terlalu sering mengabaikan panggilan Donghyuck di ponselnya, apa ini karma namanya?
Sekali lagi ia meraih ponselnya dan mencoba menghungi Donghyuck sekali lagi, namun hasilnya tetap nihil. Ia beralih mencoba menghubungi Jaemin bukankah Donghyucknya akan pergi ke bar milik Jaemin? Mungkin Donghyuknya berada disana.
"Ya Hyung?"
"Jaemin-ah, apa Donghyuck ada disana? Dia berkata akan kesana hari ini."
Pria bersurai pink itu menatap sekeliling bar nya, bahkan ia menatap pintu bar yang terbuka namun tak ada tanda-tanda Donghyuck disana "Tak ada, mungkin dia akan datang setelah jam makan siang Hyung. Ada apa?"
Mark mengigit bibir bawahnya jika Jaemin berada dihadapannya pria itu pasti tahu bahwa Mark terkena serangan panik "... Tak ada, dia tak menjawab panggilanku. Kupikir dia sudah sampai disana, baiklah terima kasih Jaemin-ah."
Mark memarkir mobilnya ditepi jalan Myeondong setelah ia memutuskan panggilannya dengan Jaemin, dirinya segera turun dari mobil dan menatap sekeliling ia bingung harus mulai mencari dari mana?
Ingatannya tentang tempat kecelakaan tersebut sedikit blur, Mark memijat-mijat pelipisnya pelan sambil menghela nafas. Tahu tidak tahu blur tidak blur yang jadi tujuan utamanya saat ini adalah menemukan Donghyuck.
Perlahan Mark melangkah menyusuri tepi jalan Myeondong yang terlihat sangat ramai siang ini, hampir sama ramainya seperti hari itu dalam ingatan blurnya ketika dirinya bertemu dengan Donghyuck.
"Kau dimana Donghyuck-ah..." gumam Mark putus asa.
Ia berhenti melangkah melihat begitu banyak orang benar-benar membuat kepalanya pening. Memikirkan prianya dan dimana dirinya berada, Mark mencoba untuk menutup kedua matanya mencoba untuk tenang dan kembali mengingat kejadian hari itu.
Perlahan kedua matanya terbuka kembali "Dia menungguku ditaman kecil dekat Myeondong.." Mark segera berlari menghampiri tempat yang ia maksud, langkahnya ia percepat seolah tak ingin membuang waktu walaupun sedetik sekalipun.
Ingatannya semakin jelas, kecelakaan tersebut terjadi tak jauh dari tempatnya bertemu dengan Donghyuck, kecelakaan itu tak akan terjadi seharusnya jika dirinya tiba tepat waktu dan menghalangi prianya menyebrang diwaktu yang salah.
Mark tiba di tempatnya dan Donghyuck bertemu, dirinya segera melangkah dengan cepat menuju tempat penyebrangan diujung jalan, namun langkahnya melambat saat ia tak sengaja melihat Donghyucknya ternyata tengah berjalan diseberang berlawanan tempat dengan dirinya berada, keduanya sama-sama tengah melangkah menuju tempat penyebrangan, pria itu sudah membawa sebuah pot bunga berisi bunga matahari nan segar yang tengah mendongak menatap sang mentari.
Ada sedikit kelegaan dalam dirinya saat melihat Donghyucknya yang terlihat begitu bahagia diseberang sana, kedua mata yang saat itu ia buat menangis kini terlihat berbinar. Tak lupa sebuah headphone berwarna putih menempel di kedua telinganya dengan bibir yang bergumam pelan, sepertinya Donghyucknya tengah bahagia.
Mark mengikuti langkah prianya dari jarak yang cukup jauh, keduanya seolah tengah melangkah beriringan hanya terpisahkan oleh jalan raya nan lebar namun hal itu tak menyurutkan niat pria dengan rahang tegas itu untuk terus menatap Donghyuck diseberang sana.
Keduanya terhenti di masing-masing sisi zebra cross, Mark bisa melihat Donghyuck tengah menunduk membenahi tanah di dalam pot bunga mataharinya, ingin rasanya Mark segera berlari dan memeluk Donghyuck.
Namun senyum di wajahnya perlahan menghilang saat Donghyuck tiba-tiba saja mengikuti seorang pria asing yang menyebrang secara tiba-tiba menerobos lampu merah, pria itu terlihat terkejut dan segera melangkah untuk menyebrang. Tanpa di komando siapapun Mark segera berlari dari tempatnya untuk mendekati Donghyuck.
"LEE DONGHYUCK!!"
⇨ In Heaven ⇦
Donghyuck menuruni tangga ia baru saja memasang foto dirinya dan foto Mark di dinding menatanya sedemikian rupa, lagipula tak ada yang akan dikerjakannya hari ini. Setelah pekerjaan ini usai ia akan pergi ke tempat Jaemin.
Ia menatap hasil karya nya pada dinding apartemen Mark dan tersenyum melihat hasil yang memuaskan, iapun segera merapikan kembali tangga lipat yang digunakannya kemudian menyimpan benda tersebut kedalam gudang.
Dirinya segera melangkah menuju tempat tidur dan berniat untuk menghubungi Jaemin, namun netranya menangkap totebag yang kemarin di bawa olehnya namun belum sempat ia keluarkan isinya.
"Diriku benar-benar lupa.." ia melupakan rencana awalnya kemudian meraih totebag tersebut sembari membuka pintu kaca menuju balkon, dengan telaten Donghyuck mengeluarkan kedua pot bunga yang dibawanya, Lavender dan Baby Breath.
Kedua bunga ini akan berdampingan dengan bunga matahari yang lainnya. Jemarinya tengah sibuk menyentuh satu per satu kelopak bunga matahari dihadapannya, namun gerakannya terhenti saat melihat pot bunga matahari yang dibawanya pertama kali ke apartemen ini terlihat layu.
Keningnya berkerut melihat keadaan bunga tersebut "Ada apa denganmu haebaragi, apa kau sakit?" Donghyuck mendongak menatap mentari yang terlihat tak seterik biasanya, dan bunga matahari di dekatnya pun juga terlihat akan layu dan mati begitu saja.
Mau tak mau Donghyuck mengambil pot tersebut dan meletakkannya di dalam totebag ia harus membeli bunga matahari yang baru. Lagipula dirinya bisa sekalian jalan untuk mampir ketempat Jaemin setelah membeli bunga matahari yang baru.
Terpaksa membeli karena stok di tokonyapun tengah kosong saat ini. "Aku akan menitipkanmu di toko bunga temanku mungkin dia bisa merawatmu, untuk sementara haebaragi." ucapnya sembari mengambil tas kecil miliknya lalu memakainya dan segera beranjak pergi sambil membawa totebagnya ia tak lagi ingat bahwa ponselnya tertinggal di atas meja nakas di sisi kanan kasur.
Donghyuck melangkah perlahan menyusuri jalan setapak menikmati indahnya musim semi, ketika bunga-bunga bermekaran dari pepohonan besar yang ditanam disetiap sisi jalan. Dirinya memutuskan untuk berjalan kaki saja ditepi jalan Myeondong setelah usai menitipkan sang haebaragi dan menggantinya dengan yang baru untuk sementara.
Sesekali Donghyuck menatap keatas sambil melangkah dengan bunga matahari yang tertanam didalam pot bunga kecil di dekapannya, sinar mentari mengintip dari balik dedaunan yang menutupi jalan setapak, ia sangat suka musim semi, dedaunan mulai kembali bertumbuh usai melewati musim dingin terlebih musim semi itu tiba disaat kelahirannya.
Andai saja kini dirinya sedang berjalan santai dengan Mark kebahagiaannya akan terasa lebih sempurna, pria tan itu memakai headphone berwarna putih yang tersambung dengan mp3 kecil miliknya, menutupi telinganya dan kembali melangkah menikmati musim semi ditemani lantunan lagu, tanpa menyadari bahwa sebenarnya ia memang melangkah bersama dengan kekasihnya di jalan setapak yang saling bersebrangan.
Andai ia tahu bagaimana Mark tengah menatapnya dari kejauhan saat ini, mungkin Donghyuck akan merasa menjadi pria yang paling bahagia di dunia ini. Seluruh atensi sang matahari terarah hanya padanya seorang.
Donghyuck menghentikan langkahnya ditepi jalan ia tengah menunggu lampu hijau bagi pejalan kaki menyala sembari menunduk memainkan kelopak-kelopak bunga matahari dalam dekapannya. Walau sebenarnya jalan yang akan diseberanginya saat ini terlihat cukup sepi tetapi ia harus menaati peraturan bukan?
Lee Donghyuck sangat taat dengan peraturan.
Sesekali pria itu menggoyang-goyangkan kepalanya perlahan kekanan dan kiri sembari menutup kedua matanya menikmati alunan musik yang mengalir indah ditelinganya, ia tidak habis fikir bagaimana cara seorang musisi itu menciptakan musik seindah ini?
Donghyuck tersentak terkejut hingga membuka kedua matanya ketika bahu kirinya ditabrak dari belakang oleh seorang pria, ia melihat pria tersebut tiba-tiba melangkah menyebrang jalan dengan terburu-buru membuatnya tersadar mungkin dirinya terdiam terlalu lama.
Tanpa melihat lagi lampu penyebrang jalan bagi pejalan kaki yang belum hijau Donghyuck segera mengikuti pria tersebut untuk menyebrang dengan langkah yang tak terlalu cepat namun juga tak terlalu lamban.
Namun sebuah suara yang familiar masuk kedalam indera pendengarannya walaupun dirinya menggunakan headphone sekalipun. Ia mendongak menatap Mark yang berlari dengan wajah panik kearahnya sembari meneriaki namanya.
"LEE DONGHYUCK!!"
"MENYINGKIR DARI SANA!!"
Dan disaat itulah ia sadar, dirinya melangkah kedalam bahaya. Spontan kepalanya menoleh dan ia melihat sebuah sedan berwarna putih memang tengah melaju kearahnya dengan cepat.
Kedua kakinya terasa lemas, matanya membulat terkejut ia bahkan tak bisa menggerakan kedua tungkainya untuk melangkah mundur atau berlari maju. Donghyuck terlalu takut, seluruh sarafnya seolah lumpuh untuk mengerti bahwa dirinya tengah mengirim sinyal bahaya.
"Hanya tinggal satu bulan lagi.. Kumohon..." jerit batinnya, tapi tubuhnya semakin terasa kaku. Hingga ia merasa tubuhnya dipeluk dengan erat sebelum ia merasa tubuhnnya tertabrak kuat dan terlempar menghantam aspal dengan kuat bersamaan dengan pot kecil miliknya yang pecah ditengah jalan.
CKIIIIITTTT!!
BRUUUKKKK!
"OMO!!"
"Mereka tertabrak!"
"Bagaimana bisa mereka tertabrak! Cepat panggil ambulance!!"
Samar Donghyuck mendengar jeritan panik para pengguna jalan bahkan sang pengemudi yang terkejutpun ikut keluar segera memanggil bantuan, susah payah ia melirik pada jemarinya yang ternyata saling berpengangan erat dengan Mark.
Pria yang dengan bodohnya justru memeluknya dan terhantam bersamanya, pria yang saat ini menatapnya dengan darah yang mengalir dari pelipisnya dan nafas yang tersengal. Pandangannya memburam, ia berusaha agar dapat mengenggam lebih erat jemari Mark.
"H-Hyung.."
Mark mencoba tersenyum namun yang terlihat hanya dirinya yang tengah menahan sakit disekujur tubuhnya "Terima Kasih... Donghyuck-ah.."
Mau tak mau Donghyukpun membalas senyuman Mark menahan segala rasa sakit tiada tara yang mendera tubuhnya. Apa ini akhir hidupnya? Atau akhir hidup mereka? Pandangannya semakin kabur saat ia merasa Mark perlahan menutup kedua matanya dan genggaman pada jemarinya mengendur.
Tubuhnya kian lemas, ia merasa tubuhnya ditarik agar segera diselamatkan namun sebelum kesadarannya hilang ia mendengar sebuah kalimat "Pria ini sudah tidak bernafas, cepat lakukan CPR!!"
Setetes air mata mengalir dari sudut matanya sebelum Donghyuck pun kehilangan seluruh indera perasa dan pendengarannya.
"Denyut nadinya.. Hhh kita terlambat, kita kehilangan keduanya.."
⇨ In Heaven ⇦
Kaca lemari yang menyimpan abu dalam 2 guci berbeda itu di tutup, jemari Jeno baru saja meletakkan sebuah bingkai foto didalamnya dimana terdapat potret Mark dan Donghyuck yang tengah tertawa dengan riang.
Pria itu menunduk dan memberikan hormat pada kedua orang yang justru meninggalkan mereka terlalu cepat dengan cara yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya. Perlahan Jeno memeluk Jaemin yang masih bersedih atas kehilangan yang dirasakannya. Walau sudah lewat 1 bulan, rasanya mereka masih belum bisa menerima kepergian keduanya.
"Bukankah hari ini seharusnya pernikahan mereka?"
"Mark Hyung dan Donghyuck sudah bahagia Jaemin-ah. Jangan bersedih lagi..." lagi, Jeno tak bisa turut bersedih saat ini karena ia harus menenangkan kekasihnya. Namun ia sudah merelakan kepergian keduanya, ia paham sekarang mengapa Mark mengucapkan kata langka padanya hari itu.
Hyung yang dihormatinya itu, ternyata pergi meninggalkannya.
Jaemin meletakkan selembar undangan yang sudah tercetak kedalam lemari kaca tersebut, ia tersenyum simpul kemudian beranjak pergi dari sana bersama dengan Jeno. Meninggalkan altar dingin keduanya bersama dengan undangan pernikahan keduanya yang tak pernah terlaksana.
*
*
*
*
*
Hamparan bunga matahari terlihat amat luas tertiup angin, seluruh bunga matahari terarah ke timur secara serempak dimana sang mentari berada, kesanalah bunga matahari menghadap.
Namun ladang luas ini terlalu indah jika bukan disebut sebagai surga, seorang pria mendekati pria lainnya yang tengah menatap hamparan padang rumput nan luas tersebut, netranya tak lepas menatap punggung pria dihadapannya dengan tatapan memuja.
Kini ia paham dengan sangat, waktu yang diberikan kembali padanya bukan untuk mengubah takdir kematian sang kekasih.. Namun untuk mengubah kehidupan keduanya, memberikannya kesempatan baginya untuk membahagiakan sang kekasih.
Dan memutuskan untuk bersama dengan sang bunga matahari selamanya, ditempat lain.
"Terima kasih Donghyuck-ah.. Kau mengajarkanku bagaimana mencintai, bagaimana membahagiakan orang lain, bagaimana berkorban dan merelakan disaat yang sama..."
Pria di tengah hamparan ladang matahari tersebut menoleh, ia tersenyum cerah melihat pria dengan rahang tegas tersebut berada dibelakangnya dan tengah tersenyum menatapnya.
Ia melihat jemari pria tersebut terulur padanya, tanpa ragu pria tan itupun segera meraihnya. Keduanya kembali melempar tatapan memuja dan senyuman bahagia.
"Apa kau bahagia sekarang Donghyuck-ah?"
"Selama bersamamu.. Diriku selalu bahagia Mark Hyung.."
Mentari pun tersenyum dengan terang pada satu-satunya bunga matahari yang dipilihnya.
⇨ The End ⇦
*Baby Breath, bunga yang berarti cinta sejati yang tidak akan pernah berakhir.
*Lavender, bunga yang berarti kesetiaan.
*Haebaragi = Bunga Matahari
FF INI DI DEDIKASIKAN UNTUK ULTAH URI HAECHAN AKA LEE DONGHYUCK...
SONGFIC FROM
JYJ - IN HEAVEN
******
Tidak ada komentar:
Posting Komentar