* US *
-
-
-
-
-
NEO CITY
2044
Suara belati yang dilempar dan menancap pada sebuah papan kayu yang cukup lebar menjadi pengantar pagi bagi Jungwoo yang tengah melihat bagimana Park Jisung berlatih saat ini.
Ia masih ingat anak tersebut datang dengan rasa takut yang terlihat jelas dari sorot kedua matanya malam itu di apartemen mereka, tapi kini bahkan dirinya tak lagi melihat sorot ketakutan tersebut ada di kedua netra anak tersebut. Baik Jisung ataupun Chenle mengalami kemajuan pesat, sangat pesat setelah berada disini hanya dalam beberapa waktu saja.
Taakh!
Sekali lagi belati menancap dengan kuat di papan tersebut dan meninggalkan getar sesaat di papan, Jungwoo sedikit merasa iri karena dirinya dahulu kurang latihan hingga membuatnya tak semahir Renjun yang jelas-jelas memiliki kekurangan yang sangat nampak jika dibanding dengan dirinya.
"Apa kau tak lelah berpikir terlalu keras Jungwoo-ya?"
Suara Ten dari balik tubuhnya membuat Jungwoo menoleh, ia melihat pria bermata kucing itu sudah berada disisi kirinya sedang duduk menemaninya bersama dengan kucing hitam dalam gendongannya memperhatikan Chenle dan Jisung berlatih, entah sejak kapan Jungwoo tak menyadarinya.
"Aku hanya menyesali waktu yang sudah terlewatkan.."
Ten tersenyum "Waktu yang sudah lewat tentu tak dapat kau kembalikan, namun dirimu masih dapat mengukir masa depanmu sendiri Jungwoo-ya."
"Kau berkata bahwa dirimu terlahir kembali menjadi jiwa yang baru, maka lupakan kejadian lampau dan tulislah yang baru."
"Apakah semudah itu Hyung?"
Ten tersenyum "Tidak... Tentu saja tidak. Masa lalumu tentu akan melekat erat dalam memorimu, dan hal tersebut adalah keputusanmu seorang diri apakah kau akan tetap mengingatnya atau mencoba untuk menyimpannya sembari mengukir yang baru."
Ucapan Ten ada benarnya, walau ia disayang oleh Youngwoon pria itu selalu ingin Jungwoo dan Jaemin berlatih seberat Renjun dan yang lainnya. Namun Ibu angkat mereka Taeyeon merasa bahwa keduanya terlalu lemah sehingga tak tega membuat mereka harus ikut berlatih berat.
Namun hasilnya?
Iapun bahkan tak mampu melindungi dirinya sendiri. Hingga harus berpura-pura sudah tiada untuk bersembunyi, dirinya ingin mengubah apa yang sudah pernah tertulis dalam hidupnya sebelum ini.
Sebuah belati disodorkan oleh Ten dihadapannya, netranya menatap belati yang terlihat sangat bersih dan sangat tajam disetiap sisinya, kemudian Jungwoo kembali beralih menatap Ten yang masih mencoba untuk meyakinkannya.
"Apa menurutmu diriku bisa?"
Senyuman hangat kembali Ten lemparkan pada Jungwoo "Tak akan ada yang tahu jawabannya sampai kau mencobanya sendiri Jungwoo-ya.." kembali ia menyodorkan belati tersebut, dan kali ini jemari lentik Jungwoo meraih belati itu walau ada sedikit keraguan di awalnya.
Taakhh!
Yuta dan Jisung terdiam saat sebuah belati melesat diantara keduanya dan menancap pada papan yang tengah mereka gunakan untuk berlatih, keduanya menoleh bersamaan dan menatap Jungwoo disana yang tengah berdiri tak jauh dibelakang mereka.
"Bolehkah diriku ikut berlatih?"
Jisung menoleh pada Chenle yang memang tengah memperhatikan mereka usai dirinya dan Somi menyadari bahwa Jungwoo melemparkan belatinya dengan spontan, Yuta tersenyum dan menghampiri Jungwoo kemudian menepuk bahu kiri pria manis tersebut.
"Welcome to freak show Lee Jungwoo-ssi.." ucap Yuta dengan riang bahkan senyumnya amat sangat lebar, ia akan mengambil koleksi belati miliknya lebih banyak untuk digunakan berlatih. Kali pertama ia begitu bersemangat dalam berlatih, mungkin suatu saat dirinya harus membuka kursus menjadi seorang assasin?
⇨ Us ⇦
Barisan pria dewasa berseragam serba hitam berbaris memanjang di setiap koridor belum lagi dengan ditambah para pejabat tinggi di pemerintahan kini pun ikut berbaris menyambut kedatangan seorang Komisaris yang selama ini tak terlihat wujudnya karena ditugaskan diluar Neo City.
Mau tak mau Aiden memakai jas hitamnya agar terlihat jauh lebih rapi dari biasanya, ia menuruni tangga dari lantai tempatnya bekerja menuju lorong aula tempat dimana penyambutan berlangsung.
Walau dirinya adalah atasan tertinggi di markas ini pada kenyataannya ia tetap harus menghormati para petinggi lain yang jauh lebih tua darinya, lagipula siapa yang tak tahu bahwa ada beberapa petinggi yang pendapatnya tak dapat dibantah di ranah politik seperti ini.
Komisaris Besar Jung salah satu contohnya, tanpa pria itu Aiden dan Jayden tak akan mendapatkan posisi yang nyaman saat ini. Walau kali ini posisi mereka terlihat terjepit dan terancam dari berbagai arah.
Netranya dapat menangkap siluet Taeyong yang berada didalam barisan ditambah dengan Jaemin yang juga berdiri berjejer bersama dengan tim kesehatan dan tentu saja ia bisa melihat sang adik bersama dengan timnya pun berdiri berjejer tak jauh dari posisi Jaemin berada.
Sebuah mobil sedan hitam berhenti tepat didepan pelataran gedung tinggi nan megah pusat keamanan milik negara, seorang pria yang tak jauh berbeda umurnya dengan Komisaris Jung terlihat turun dari sana dengan seragam khas pejabatnya berhiaskan beberapa mendali yang tertempel di dadanya serta kode pangkat tinggi yang tertempel pada kedua bahunya.
Pria itu melangkah dengan gagah sembari membenarkan letak topi beret dikepalanya, kulit pucat dan sorot mata nan tajam nya menjadi pusat perhatian bagi beberapa pegawai, ini adalah tahun ke 8 ia akhirnya dapat kembali setelah pergi setelah sekian lama.
Langkah panjangnya menggema bersama dengan beberapa orang terpercaya yang juga berjalan di balik tubuhnya, melewati orang-orang yang berbaris dan membungkuk sopan serta hormat saat ia lewat dihadapan mereka semua.
Pria itu dengan kepala tegak menatap lurus kedepan melewati Johnny yang kini mencuri lihat pria yang melewatinya, jemarinya meremas celana yang dgunakan olehnya saat ini berusaha sebisa mungkin untuk tak bertatap langsung dengan pria tersebut.
Sedangkan Aiden ia menyipitkan matanya ketika melihat pria itu semakin mendekat kearahnya sang pemimpin dan jajaran Komisaris lainnya, hanya Komisaris besar Jung yang tak nampak, pria itu sepertinya tengah melakukan kunjungan bulanan pada camp militer dan tak terlalu perduli dengan kedatangan petinggi lainnya saat ini.
"Komisaris Kim... Akhirnya kau kembali..."
Pria pucat yang masih terlihat gagah di umur yang sudah menginjak kepala 4 itu mencoba menarik senyuman ramahnya ketika mendengar Komisaris Song orang terpercayanya ditempat ini menyapanya dengan hangat. Namun ia segera mengalihkan tatapannya pada Aiden anak muda yang akan menjadi atasan barunya setelah sekian lama dirinya tak kembali.
"Jadi kau pemimpin yang baru? Kuharap bisa bekerja sama denganmu.." sapanya dengan sopan, tak lupa kepalanya menunduk sedikit sebagai sapaan sopan namun seperlunya.
Aiden pun terpaksa berpura-pura tersenyum ramah, seseorang yang baru datang dan terlihat tengah ingin dinilai baik olehnya. Sepertinya pria dihadapannya ini salah orang, "Senang bertemu denganmu Komisaris Kim, aku sudah mendengar banyak tentangmu termasuk segala prestasi milikmu." ia bahkan mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan daripada menundukkan kepalanya sebagai sapaan balasan.
Sejak awal Aiden sudah menekankan bahwa dirinya bukan pemimpin yang akan mudah di tekan walaupun dirinya tidak berumur lebih tua daripada para komisaris tersebut.
Awalnya Komisaris Kim terkejut, ia menarik senyum simpul merasa dirinya tengah diremehkan saat ini, tanpa ragu ia membalas jabatan tangan Aiden. "Kudengar namamu Aiden Lee... Mungkin kau akan sering mendengar namaku mulai saat ini, Kim JaeJoong itu namaku, harap kau mengingatnya dengan baik anak muda.."
Saat pria itu menyebutkan namanya, baik Taeyong dan Jaemin bersamaan menoleh kearah depan. Termasuk Johnny yang kini melirik dalam diam punggung pria yang mengaku bernama Kim JaeJoong tersebut.
Aiden tetap mempertahankan senyum di bibirnya "Baik Kim Jaejoong-ssi aku akan mengingat baik-baik namamu.." ia menggeser tubuhnya agar pria yang lebih tua tersebut meneruskan saja perjalanan menuju ruangannya bukan terus berbicara dengannya.
Usai pria itu pergi Aiden melunturkan senyum diwajahnya tentu saja dia akan ingat nama itu, ini bukan kali pertama mereka bertemu bukan?
"Hyung.."
Donghae berlari menghampiri Siwon dengan buku ditangannya ia baru selesai kelas aritmatika yang di ajarkan oleh Taemin, dirinya hendak bertanya tentang beberapa rumus pada Siwon namun sepertinya waktunya tidak pas.
Ia melihat Siwon tengah berbincang dengan 2 orang yang baru saja datang, seorang pria tan dan seorang pria pucat berwajah dingin dengan tatapan tajam.
"Donghae-ya, apa yang ingin kau tanyakan?"
"Soal matematika dari Taemin Hyung, diriku kurang paham. Apa hyung sibuk?"
Siwon tersenyum sembari menepuk kepala Donghae kecil, ia menatap kedua sahabatnya "Tidak terlalu, perkenalkan mereka adalah sahabat Hyung yang akan membantu kalian belajar disini. Jung Yunho.." Siwon menunjuk si pria tan yang sedikit memiliki gingsul di giginya seperti Renjun, pria tersebut tersenyum ramah apalagi usai mendengar nama Taemin ia sebutkan tadi.
"Dan Kim Jaejoong.."
Donghae mengalihkan netranya pada Jaejoong pria berkulit pucat yang terlihat kurang bersahabat jika tidak tersenyum tersebut.
"Annyeonghaseyo.. Donghae imnida.." sapa Donghae kecil sembari membungkukkan tubuhnya 90 derajat dengan sopan, itu yang diajarkan oleh Youngwoon pada mereka semua, sopan santun.
"Kalian berkeliling dahulu diriku akan mengajarkan anak ini sebentar.." Siwon mengajak Donghae pergi bersamanya, namun si kecil itu masih sempat menoleh kebelakang dan melihat pria bernama Jaejoong tersebut yang masih menatap kearahnya dan baru beralih ketika Yunho memanggilnya.
"Bukankah ini lucu, kita bertemu lagi.." gumam Aiden pelan sembari menolehkan kepalanya kebelakang dan melihat punggung Kim Jaejoong yang sudah melangkah jauh darinya.
Namun... Mengapa dia muncul kembali setelah sekian lama? Apa dirinya tak cukup harus berurusan dengan seorang Jung Yunho seorang?
⇨ Us ⇦
Baru setengah hari Komisaris Besar Kim datang namun sudah banyak hal yang terjadi markas besar, tiba-tiba saja tim elite bertambah itu artinya Tim Johnny memiliki saingan bisa dikatakan begitu. Belum usai dengan tim elite yang ditambah secara tiba-tiba oleh Komisaris Kim dia justru mengajukan pencabutan kinerja Subjek E-04 dan menggantinya dengan Subjek baru, disaat seperti ini Aiden tak tahu ia harus merasa senang atau curiga.
Dirinya tentu saja senang kalau Hyukjaenya akan lepas sebagai Subjek namun ia pun tak tahu akan kemana dibawa Hyukjaenya nanti, belum lagi dirinya belum tahu subjek baru yang akan menggantiknya Hyukjae akan digunakan untuk apa.
"Berikan padaku laporan lengkapnya, kau pikir bisa melakukan hal seenaknya saja sesukamu?" ucap Aiden dengan tenang, berbeda dengan denyut sakit didalam kepalanya yang tengah menahan emosi.
"Kudengar tak ada persetujuan diawal darimu tentang Subjek E-04 digunakan sebagai sumber keamanan, lalu mengapa diriku harus menyerahkan laporan padamu?"
Aiden tak bisa berhenti menatap lawan bicaranya saat ini, "Karena itu, aku tak ingin kejadian sama terulang kembali. Lagipula, mengapa kau sangat terburu-buru Komisaris Kim? Apa ada yang sedang kau kejar?"
Pria yang lebih dewasa itu menarik senyum simpul dari bibirnya, atasannya saat ini memang tak bisa dipandang sebelah mata. "Apa kau bisa mememandang sebelah mata tentang kesalahan subjek E-04 karena itu adalah pekerjaan Komisaris Utama Jung? Apa kau pilih kasih karena dia yang mengajukan promosimu pada jabatanmu yang sekarang?"
"Benarkah?" Aiden bangkit berdiri dari kursinya ia membalas senyuman simpul dari Kim Jaejoong dengan senyuman ramah sembari menumpu tubuhnya sendiri dengan kedua tangannya pada meja kerjanya
"Kau sangat tahu tentang apa yang terjadi pada hidupku, bahkan kau tahu Komisaris Jung merawatku dengan baik selama ini hingga diriku layak menduduki jabatan ini bukan? Seharusnya kau juga tahu batas kemampuan yang kumiliki." lanjutnya namun senyum dibibirnya pun perlahan luntur, ia sudah lelah bersikap pura-pura baik.
"Berikan laporannya padaku atau Subjekmu tak akan pernah menyentuh ruang laboratorium selamanya."
Aiden kembali duduk di kursinya dan menatap Jaejoong tanpa rasa takut sama sekali, pria dihadapannya lebih angkuh daripada Jung Yunho. Dan Aiden tidak suka itu, ia membiarkan Jaejoong pergi dari hadapannya dengan wajah masam. Kepalanya hampir pecah karena bertambahnya tim elite yang setara dengan tim adiknya.
Tim tersebut tiba-tiba terbentuk tanpa adanya tahap penyeleksian, dalam waktu sehari pria itu sudah membuat beberapa orang membencinya. Aiden yakin Komisaris Kang pasti tengah mengumpat dibalik senyum ramahnya saat ini, karena Tim asuhannya tetap berada dibawah dan tak mengalami peningkatan yang berarti. Melainkan Tim Komisaris Song yang saat ini naik menjadi tim elite setara dengan Tim milik Johnny yang dibentuk oleh Jung Yunho.
Aiden yakin bahwa pria itu memiliki alasan tersendiri mengapa sampai membentuk pasukan elite lainnya, bahkan berniat untuk melakukan pencabutan kinerja pada subjek yang tengah berjalan saat ini. Dan memasukan subjek lainnya secara tiba-tiba dirinya dapat merasakan mungkin hal ini akan membahayakan dirinya, adiknya dan mungkin mereka yang selamat dimasa lalu.
"Bagaimana Komisaris Kim?" Pertanyaan basa basi yang keluar dari bibir Komisaris Song benar-benar membuat panas terlinga Jaejoong. Ia hanya pernah sekali berurusan dengan pria keras kepala seperti ini sebelumnya dan sekarang terulang lagi?
"Bisakah kau berhenti bertanya? Sebelum kutarik lidahmu keluar lalu memotongnya hingga kau tak bisa berbicara lagi."
Ia melangkah meneruskan langkahnya kembali menuju ruangannya dengan kesal, dirinya tak suka dihalangi dalam hal apapun. Dan kini seorang anak ingusan ingin menghalanginya? Baiklah, akan ia perlihatkan siapa dirinya dihadapan atasan mudanya itu. Sedangkan Komisaris Song hanya bisa diam tak berkutik sembari menghela nafas, ia seperti sudah hafal dengan tabiat Kim Jaejoong saat kesal.
Johnny menatap ruangannya yang kini terlihat padat, ruang kerjanya dan tim miliknya seharusnya renggang dan berjarak kini bertambah dengan tim lain, tim elite lain yang tiba-tiba saja dibentuk secara tiba-tiba.
Bahkan ketika dirinya mengadu pada Aiden pria itu tak tahu menahu tentang pembentukan tim tersebut. Namun bukan wewenang Aiden untuk membatalkan pembentukan tim, beruntung saja pria itu masih dapat ikut campur tangan dalam urusan Hyukjaenya.
"Kau baik-baik saja Hyung? Kau lebih banyak diam hari ini."
"Diriku tak tertarik untuk berbicara saat melihat orang-orang asing itu membuat ruang kerja kita semakin sempit." Ujar Johnny tanpa menoleh pada Jayden.
"Diriku sejujurnya penasaran dengan orang baru itu. Selama ini aku tak pernah melihatnya padahal seingatku kuhabiskan masa kecilku berkeliaran dalam asrama.."
Ucapan Jayden membuat Johnny menoleh "Kau yakin? Tak pernah melihatnya sebelum ini?"
Jayden menggeleng, "Yang selalu kulihat hanya para tenaga medis, tim pengajar dan pelatih, sesekali kulihat Paman Jung datang berkunjung."
Perlahan Johnny menghela nafasnya dan kembali memperhatikan beberapa orang yang tengah mengatur ulang posisi beberapa meja, oh ruang kerja idamannya akan menghilang dalam hitungan menit.
"Mungkin memang sebaiknya, kau tak pernah mengenalnya.." Gumamnya pelan, ia berharap Jayden tak mendengar ucapannya tersebut namun sayangnya Jayden mendengarnya dan kini ia menatap Johnny dalam diam dengan penuh pertanyaan didalam kepalanya.
⇨ Us ⇦
Jam kerja berakhir, Taeil sudah merapikan seluruh pekerjaannya dan meja kerjanya. Ia melepas flashdisk pipih dari laptop kerjanya dan menyembunyikannya dengan apik di saku celananya, tanpa terlihat siapapun.
Ia sudah membuka beberapa dokumen yang terkunci hanya tinggal sedikit lagi maka pekerjaannya akan selesai, dirinya bisa benar-benar keluar dari neraka ini. Ia menatap kearah ruang kaca didalam sana terdapat Hyukjae yang tengah melamun menatap kearah langit-langit.
Pria itu hanya akan diperbolehkan keluar hanya untuk urusan buang air saja selebihnya ia akan menghabiskan waktunya didalam ruangan kaca seperti bayi dalam inkubator. Taeilpun mengalihkan pandangannya dan segera beranjak keluar saat seorang dokter didalam ruangan tengah menatapnya yang masih berdiri saja disana.
Iapun melangkahkan kakinya menjauh dari laboratorium dan akan hendak pulang, ia seharusnya tak memperhatikan apa yang tengah dilakukan Hyukjae tadi. Sekarang dirinya justru merasa sedikit paranoid kalau saja ada yang mengikutinya dari belakang.
Namun langkah cepatnya tertahan saat ia berbelok dan menabrak Lucas yang memang tengah berdiri disana menanti kedatangan Taeil.
"Omooo!"
Taeil menyentuh dadanya, rasa paranoidnya semakin menjadi apalagi setelah hampir bertabrakan dengan Lucas, ia pikir bahwa ada seseorang yang memang tengah menunggunya.
"Kau mengejutkanku Lucas-ssi.."
"Diriku tak melakukan apapun selain berdiri disini." Lucas menunjuk dirinya sendiri serta bumi yang dipijaknya saat ini. Namun saat ia sadar bagaimana raut wajah Taeil saat ini ia segera mengerti dan paham mengapa pria tersebut terlihat panik.
Lucas segera menoleh kearah lorong terlihat 2 orang dengan pakaian seperti seorang bodyguard berada disana terlihat seperti tengah berjaga-jaga. Sejak kapan laboratorium dijaga? Bahkan usai kejadian Jungwoo kemarin tak ada penjagaan apapun didepan pintu ruangan tersebut.
"Ah.. Taeil Hyung! Ayo kita makan-makan aku akan mentraktirmu dan mengantarkanmu pulang." Lucas dengan sengaja berbicara cukup lantang agar kedua orang yang mencurigakan tersebut mendengarnya, ia kemudian merangkul Taeil dan mengajaknya untuk pergi secepatnya dari sana.
Begitu tiba diluar Taeil benar-benar bisa bernafas dengan lega. Jantungnya berdetak tak karuan saat ini, apa dirinya ketahuan? Tidak mungkin bukan? "Terima kasih Lucas-ssi.. Aku akan pulang."
"Pulang? Bukankah kukatakan kita akan makan bersama.. Lagipula, jika kau memang ingin aman kau harus mengikuti apa yang tadi kuucapkan.."
"Tapi.."
"Sejujurnya ada yang ingin ditanyakan. Tentang Jungwoo, kuharap kau tak keberatan.."
Taeil cukup terkejut saat Lucas menyebutkan nama Jungwoo, ia berpikir sejenak. Meyakinkan dirinya bahwa pria tan dihadapannya memang dapat dipercaya walaupun sulit, namun mengingat pria ini berdiri didepan semua orang untuk membela Jungwoo tentu saja Lucas sepertinya dapat dipercaya.
"Baiklah... Lagipula ada yang ingin kurundingkan denganmu."
Keduanya beranjak bersama menuju sebuah cafe yang terdapat ditengah kota, Lucas sengaja mencari tempat yang cukup nyaman dan jauh dari kesan formal untuk berbincang. Usai memesan minuman keduanya segera duduk dengan 2 gelas minuman yang berbeda.
"Apa yang ingin kau tanyakan?"
Lucas menghela nafasnya ia lalu meminum kopinya seteguk baru kemudian kembali menatap Taeil. "Apa yang sebenarnya dicari oleh Jungwoo? Diriku tahu apa rahasianya, tapi aku tak tahu apa yang dicarinya hingga dia meminta bantuanmu."
"Kau tahu siapa pria didalam laboratorium itu?"
"Tentu saja diriku tahu... Dia kakak dari Jungwoo.. Aku hanya... Bagaimana mengatakannya, diriku penasaran mengapa dia sampai melakukan hal-hal ini hingga kejadian tersebut terjadi."
"Apa kau pernah mendengar tentang House of Heaven sebelumnya?"
Lucas mencoba mengingat-ingat pembicaraannya bersama dengan Jungwoo dan Aiden malam itu, ia tak mendengar ada yang mengucapkan atau membicarakan tentang House of Heaven sebelumnya. Ia menggelengkan kepalanya sebagai jawaban, dirinya tak paham bagaimana caranya tempat itu bisa menjadi hubungan atas apa yang dilakukan oleh Jungwoo.
"Jungwoo tengah mencari siapa saja yang terlibat pada malam penyerangan di rumah singgah tersebut. Karena pada hari itu terlalu banyak hal yang terjadi secara bersamaan, berapa banyak teman-temannya yang tewas disana, yang selamat bahkan dapat mereka hitung dengan jari."
"Dengan kematian Jungwoo maka jumlah mereka yang tersisa akan semakin berkurang.."
Sejenak Lucas mencoba untuk mengingat beberapa orang yang dilihatnya berada di sirkus, ada si pembaca pikiran, si penyembuh dan tentu saja Renjun si pembunuh dan tersisa Jungwoonya.. Apa hanya mereka? Atau masih ada yang belum dirinya temui. Karena yang ia tahu hanya tersisa 2 orang saja yang masih bekerja dan berada di markas saat ini, Jaemin dan Taeyong.
"Lalu kau sendiri? Mengapa membantu mereka?"
Taeil tersenyum simpul namun ia kembali menunduk untuk sejenak berpikir, ini pertanyaan yang pernah ditanyakan oleh Taeyong dan Jungwoo padanya saat dirinya bersedia membantu.
Namun saat itu, ia sama sekali tak berniat untuk menceritakan alasan utamanya 'Diriku hanya mengisi waktu luangku.' Itu jawaban yang Taeil berikan sambil terkekeh saat itu dihadapan Taeyong dan Jungwoo.
Namun kali ini dirinya mungkin akan menjawab dengan jujur, mengapa dirinya ada disini dan mau membantu mereka. "Karena diriku dan keluargaku tak sengaja melihat kejadian tersebut malam itu."
Lucas terdiam, ia cukup terkejut mendengar jawaban Taeil padanya, namun ia tetap mendengarkan lanjutan dari ucapan Taeil akan cerita masa lalunya. "Kami bersembunyi dibalik semak-semak dan melihat dengan jelas mereka menembaki kepala setiap anak-anak disana tanpa ampun."
Dor!
Taeil menatap sang ayah dan ibunya saat suara tembakan terdengar, mereka mendengar suara tersebut tak jauh dari hutan yang tengah mereka singgahi untuk berkemah seperti kegiatan rutin mereka setiap 2 minggu sekali, family time.
Namun rasanya malam itu berbeda, mereka sekeluarga harus melihat pembantaian yang seharusnya tak dilakukan oleh aparat pemerintah pada sekumpulan orang tua yang bekerja dan anak-anak yang ditampung dirumah singgah.
"Orang gila mana yang tega melakukan itu?" nyonya Moon menutup mulutnya sembari menahan sesak didadanya, sedangkan Taeil mendekap tubuh sang ayah dengan gemetar, ia benar-benar shock dan terkejut akan apa yang tengah dilihatnya.
Ketika mereka memutuskan untuk meninggalkan perkemahan tanpa membereskan apapun sebuah langkah membuat kegiatan mereka berhenti, seorang pria kecil dengan luka di sekujur tubuhnya terjatuh tak lama ketika dirinya dilihat oleh keluarga kecil tersebut.
Nyonya Moon segera meminta suaminya untuk membantu dirinya mengangkat tubuh anak tersebut dan membawanya menuju mobil, mereka pikir mungkin hanya anak tersebut yang selamat dari pembantaian tersebut.
2 hari berlalu, Taeil menjaga anak lelaki tersebut yang masih tertidur dengan nyenyak seolah-olah tengah membayar rasa lelah atas perjuangannya berlarian ditengah hutan dengan luka tembak di tangan dan bahunya yang sama sekali tidak mudah.
Beruntung nyonya Moon merupakan seorang dokter hewan, ia setidaknya bisa mengeluarkan peluru yang bersarang ditubuh anak tersebut tanpa perlu membawanya kerumah sakit dan akan menimbulkan kecurigaan karena luka tembak yang dimilikinya.
Lagipula mereka yakin kalau keberadaan anak ini pasti akan dicari oleh para orang gila itu.
Perlahan kedua mata anak itu terbuka, ia melihat sebuah kamar beratap putih dan 3 orang yang berdiri mengelilingi ranjangnya tengah menatapnya khawatir "Akhirnya kau sadar, bagaimana keadaanmu? Apa masih ada bagian tubuhmu yang sakit?" Nyonya Moon segera menghampiri dan mengecek keadaan anak lelaki asing yang ditemukan oleh mereka.
Namun bukan jawaban yang didapat oleh mereka namun anak itu segera mendudukkan dirinya, menatap sekeliling meringkuk sembari meremas selimut, hanya ketakutan yang terlihat dari kedua sorot matanya.
"D-Dimana aku? Dimana keluargaku? Dimana mereka semua?!"
Nyonya Moon dan Taeil pun tak dapat mengatakan apapun mereka tak tahu bagaimana caranya menjelaskan bahwa hanya dirinya yang mereka temukan berlari ke tengah hutan seorang diri dengan penuh luka.
"Kau ingat apa yang terjadi malam itu, di rumah singgahmu?" kali ini Tuan Moon yang bertanya, mereka sama sekali tak bisa menjelaskan apapun tapi mereka bisa mengorek sedikit memori anak tersebut.
Hanya satu pertanyaan namun berhasil membuat anak tersebut histeris dan mulai menangis memohon agar dirinya tak dibunuh seperti nasib teman sekamarnya. Jika bukan karena Jeno yang membuat keonaran dengan menyelamatkan Jaemin mungkin dirinyapun kini sudah menjadi seonggok mayat.
"Ssstt tenanglah tenang, kau aman bersama kami. Tidak akan ada yang membunuhmu, kami akan menjagamu.." nyonya Moon memeluk anak kecil itu, ia mengelus sayang puncak kepala anak tersebut. Setelah anak itu sudah lebih tenang, Taeil mendudukkan dirinya ditepi tempat tidur.
"Siapa namamu? Aku Moon Taeil.."
Anak itu menatap Taeil dan kedua orang dewasa tersebut ragu, namun mereka benar-benar terlihat dapat dirinya percaya, setidaknya orang dewasa yang dapat dirinya percaya saat ini.
"J-JongUp... Itu namaku."
"Nama yang bagus.. Mulai saat ini kau tinggal disini dengan kami.."
"Kurasa kita harus pergi keluar kota untuk sementara sampai pemerintah berhenti mencari-cari sisa mereka yang masih hidup. Tenda kita pun kita tinggalkan disana, aku yakin mereka akan mendatangi kita cepat atau lambat." Tuan Moon menjelaskan dengan cepat sembari menatap keluar dari jendela kamar anaknya yang beberapa hari ini digunakan sebagai tempat beristirahat Jongup yang terluka.
"Taeil-ah, bereskan barang-barangmu seperlunya. Setelah itu bantu JongUp membereskan barangnya kita akan segera pergi sore ini."
Taeil menatap Jongup yang menunduk seperti merasa tak enak, namun Taeil justru itu menepuk puncak kepala Jongup agar anak tersebut tidak perlu merasa tak enak pada dirinya ataupun keluarganya "Tak apa, keselamatanmu yang utama saat ini. Suatu saat kita akan kembali lagi kemari."
Takut-takut Jongup mendongak untuk menatap Taeil, kemudian bergantian menatap kedua suami istri Moon yang bersedia menampung dan menjaganya "T-Terima kasih..T-Taeil-ssi.."
"Hyung.. Panggil diriku Hyung mulai saat ini, mengerti?"
Lucas menyandarkan tubuhnya yang terlihat lemas akan cerita Taeil, bagaimana bisa mereka membunuh anak-anak tak bersalah malam itu? Apa yang sebenarnya menjadi alasan mendasar hal tersebut terjadi?
"Lalu kini, dimana anak yang kau selamatkan itu?"
"Maksudmu adikku?" Taeil tersenyum, ia bahkan terlihat bangga saat menyebut anak yang mereka selamatkan sebagai adiknya.
"Namanya Moon Jongup? Dia tinggal bersama kedua orangtuaku diluar Neo City... Aku kemari karena diriku berniat menemukan siapa yang menghancurkan masa kecil adikku itu."
Dor!
Dor!
Dor! Dor! Dor!
Himchan berkali-kali melepas tembakan pada sasaran berbentuk tubuh manusia didepan sana, dari jarak 10 meter saja ia dengan mudah melubangi bagian kepala dari papan sasaran tersebut.
Ia hampir menembak lagi andai saja slot pelurunya tak habis, dengan kesal ia mengembalikan pistol tersebut pada penjaga dipusat latihan tembak yang berada di sudut kota Neo City. Hanya dengan ini dirinya dapat melampiaskan kesedihan dan kemarahannya atas kematian Jungwoo yang terasa begitu tiba-tiba.
Bukan sekali ia kehilangan, 15 tahun yang lalupun ia juga merasakan kehilangan yang tak terkira rasanya. Ia menemukan jasad sahabatnya dibawah reruntuhan rumah singgah dalam keadaan yang hampir tak dikenali kecuali gelang perak milik mereka yang terlihat serupa.
Ia mendudukkan tubuhnya dikursi sembari melepaskan penutup telinga, kacamata dan sarung tangan dari tubuhnya. Kemudian mengeluarkan dompet dari dalam tas hitam miliknya, membukanya dan melihat selembar foto usang yang masih terselip disana.
Fotonya bertiga dengan kedua sahabatnya, dengan tiga gelang perak yang serupa. Miliknya, milik sahabatnya yang tewas dan seorang lagi yang menghilang, entahlah remaja dengan gigi kelinci itu sudah tewas atau bagaimana kabarnya saat ini.
Ibu jarinya mengelus wajah anak kecil bermata sipit yang tersenyum riang dengan gigi kelincinya dan berada diantara dirinya serta Bang Yongguk sahabatnya, sudut bibirnya tertarik membentuk sebuah senyum simpul.
"Dimana kau sekarang Jongup-ah.. Aku, merindukanmu..." gumamnya pelan.
Langkah kaki panjang seorang pria menuruni kereta, ia menatap sekeliling sembari memakai earphone ditelinganya setelah membenahi letak tas yang disampirkannya dibahu kiri ia kembali melangkah sambil sesekali menunduk untuk mengetik sesuatu di layar ponselnya.
"Diriku sudah sampai di Neo City, aku akan berkeliling sebentar baru mendatangi rumahmu, Hyung."
Ia menyunggingkan senyum saat melihat pesannya terkirim pada Hyungnya, Moon Taeil. Kepalanya kembali mendongak ia bahkan tersenyum menatap kota yang 15 tahun lamanya tak pernah ia pijak lagi, gigi kelinci terlihat dari balik bibir tipisnya yang tersenyum kian lebar.
"Ah.. Akhirnya aku kembali."
⇨ To Be Continued ⇦
Kim Jaejoong, anak kedua dari keluarga Kim. Hanya dia yang terang-terangan terjun ke dunia politik dan militer mengikuti jejak Yunho. Seluruh keluarganya tahu ia rela melakukan apa saja asal berada di dekat Jung Yunho, sahabatnya.
Moon Jongup, adik angkat Taeil yang selamat dari kejadian 15 tahun lalu dan tak mengikuti Kim ia hidup normal dengan Taeil dan keluarganya. Namun, dirinya terkadang tak bisa menyembunyikan ketakutannya saat melihat pria berseragam maka dari itu ia tinggal diluar Neo City hanya Taeil yang kembali ke kota tersebut seorang diri.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar