myCatalog

Kamis, 27 Agustus 2020

US - FIFTEEN



* US *

-

-

-

-

-







NEO CITY

2044

Lucas sampai di markas begitu tiba ia melihat Kim Junmyeon sudah berada disana dengan sebuah coffin car berwarna hitam yang dapat dirinya pastikan bahwa isinya adalah jasad palsu. "Kau ingin kembali memasukan jasad itu kedalam?"

"Tidak.." Junmyeon memberikan sebuah surat yang menjelaskan bahwa pihak keluarga sudah mengambil jasad tersebut dari ruang jenazah.

"Ini bukan surat asli kau tahu itu.."

"Itu surat asli, dengan uang apa yang tak dapat dilakukan. Lagipula ada yang membantuku membuat surat itu didalam. Aku harus segera membawa jasad ini pada kakakku sebelum dia meminta anaknya yang mengambil jasad ini." Junmyeon kembali masuk kedalam mobil dan pergi meninggalkan pelataran begitu saja setelah menyerahkan surat tersebut pada Lucas dan menyerahkan sisa pekerjaan lainnya pada pria tan tersebut.

Sungguh pemain bersih.

Tanpa berlama-lama Lucaspun segera beranjak masuk kembali kedalam ia menuju ruang tim investigasi dan melihat Johnny bersama Jayden yang berada didepan layar komputer memperhatikan hasil rekaman CCTV "Kalian sedang apa?"

"Bukankah sudah kukatakan jasad Jungwoo menghilang.."

Ia merotasi kedua matanya, ternyata sangat lucu melihat kedua pria yang sangat serius itu dikerjai. Lucaspun mengeluarkan surat pengambilan jenazah yang tadi diberikan oleh Junmyeon "Tadi aku bertemu dengan anggota keluarga Jungwoo yang memberikanku ini, ia telat mengisi dan mengembalikan formulir tersebut karena terlalu bersedih, jasad Jungwoo sudah diambil oleh keluarganya."

Keduanya nampak terduduk dengan lemas, mereka bukan main terkejut mendengar bahwa ada jasad yang hilang secara tiba-tiba. "Untuk sepersekian detik kupikir Zombie itu ada.." Ucap Jayden lemas ia segera bangkit berdiri "Aku akan mengambil kopi.. Akan kuambilkan untuk kalian."

Jujur Lucas ingin tertawa pasti keduanya sudah memikirkan hal mistis namun tak mungkin dirinya bisa tertawa disini, setidaknya dirinya harus semurung tadi. Sebentar, bagaimana caranya murung seperti tadi??

"Kau baik-baik saja? Apa kau terganggu Jayden memintamu kembali?"

"Sama sekali tidak.." Lucas tersenyum simpul pada Johnny yang menatapnya, ia melangkah menuju meja kerjanya dan baru teringat dirinya bahkan masih belum berganti pakaian jaketnya masih terdapat darah Jungwoo yang sudah mengering.

"Kau belum berganti pakaian? Ambilah pakaian baru di loker bersihkan dirimu.. Jungwoo tak akan senang jika melihatmu seperti ini."

"Baiklah.." Lucas hampir beranjak namun Johnny kembali menahannya langkahnya "Lucas.."

"Ya Hyung?"

"Disaat kami semua pergi keruang pertemuan, mengapa kau justru dapat mencari Jungwoo ke laboratorium?"

"Mereka mengatakan bahwa penyusupnya berada di laboratorium.."

"Kau bukan seseorang yang akan tertarik menghampiri tempat kejadian yang tak ada sangkut pautnya dengan dirimu.. Apa sejak awal kau tahu bahwa penyusup itu adalah Jungwoo?"

Bibir Lucas kelu, bagaimana caranya membantah. Johnny terlalu detail menjelaskan kesalahannya. Dan dirinyapun terlalu bodoh untuk segera menghampiri tanpa berpikir 2x. Hanya Jungwoo yang bisa menarik perhatiannya selain pekerjaan dan teman-teman satu tim nya.

"Jika ya... Tak apa, aku hanya bertanya.." Johnny menunduk "Diriku ikut menyesal atas kehilanganmu.." Johnny kembali berbalik dan berniat kembali ke meja kerjanya.

"Ya.. Jungwoo memang menyusup masuk kedalam sana, aku sudah memintanya untuk menjauhkan rasa penasaran akan subjek tersebut. Namun sepertinya Jungwoo lebih ingin memuaskan hasrat ingin tahunya daripada siapapun hingga kejadian hari ini terjadi.."

"Tapi percayalah padaku, Jungwoo bukan penyusup yang bisa disamakan dengan penjahat."

Johnny berbalik dan menatap Lucas, ia tidak percaya bahwa Lucas akan berkata jujur padanya, hal tersebut sudah cukup baginya "Aku percaya Lucas.. Aku percaya padamu dan Jungwoo.." Ucap Johnny, ia sekali lagi melemparkan senyum hangat khas seorang pemimpin pada bawahannya tersebut. Ada sedikit kelegaan dalam diri Lucas bahwa setidaknya ada yang percaya pada Jungwoo.

Ia menunduk sedikit sebagai tanda hormat pada Johnny kemudian beranjak kembali keluar menuju loker, dan berpapasan dengan Jayden "Kau sudah akan kembali pulang?"

"Tidak, aku akan berganti pakaian.. Letakkan saja kopiku didalam sepertinya diriku akan menginap di kantor saja daripada pulang kerumah."

Jayden mengangguk paham, ia segera beranjak masuk dengan susah payah membawa 3 gelas kopi hangat kemudian meletakkannya di atas meja, namun belum selesai ia meletakkan kopi-kopi tersebut Johnny sudah menginterupsinya.

"Jayden.."

"Eoh?"

"Apa kau keberatan melakukan penyelidikan tambahan? Tidak terkait dengan Park Jisung.."

"Siapa yang ingin kau selidiki?" Tanyanya usai benar-benar usai menyusun kopi tersebut diatas meja kerjanya.

"Kasus Jungwoo, siapa yang bisa mengutus Komisaris Kang menurunkan anak buahnya untuk menangkap Jungwoo padahal seperti katamu, tak ada CCTV baik didalam ataupun diluar ruang Laboratorium."

Hal yang tadi ingin ia bicarakan pada Johnny mengenai kejanggalan yang dirasakannya akhirnya di cerna matang-matang oleh Johnny. "Tak masalah, selama itu untuk mencari kebenaran aku akan menangani kasus tersebut..."

"Lakukan secara diam-diam.." Potong Johnny "Hanya dirimu, Lucas dan diriku yang tahu mengenai penyelidikan ini. Kita lakukan seperti menyelidiki Park Jisung.."

Jayden menganggukkan kepalanya paham, ia memang sudah sangat gatal untuk menyelidiki kejanggalan yang terlihat jelas-jelas terjadi didepan kedua matanya.

Lagipula memang terlalu banyak hal janggal yang terjadi akhir-akhir ini, semuanya dimulai dengan kasus Park Jisung yang mulai ditangkap tanpa kejelasan alasan.

Us

Pagar besar yang menjadi pintu kebanggaan milik mansion Kim terbuka lebar, siapapun yang berada didalam rumah sangat tahu bahwa coffin car yang datang tersebut pasti membawa jasad yang sudah mereka tunggu-tunggu.

Taeyeon yang sejak tadi berdiri didekat jendela dengan mata sembab dan wajah yang memerah segera berlari keluar ketika melihat mobil tersebut berhenti didepan pintu utama didalam pelataran. Ia sempat terkejut sejenak saat melihat siapa yang turun dari samping kursi kemudi.

"Untuk apa kau disini?!"

Junmyeon menarik senyum miringnya "Begitukah caramu menyambut kepulangan adik iparmu, Noona?" Pria itu menutup pintu mobil dan berdiri berhadapan dengan Taeyeon yang berdiri dihadapannya.

"Lagipula diriku menjemput jasad Jungwoo untuk dikebumikan, apa yang kalian lakukan hingga saat diriku kembali dia justru sudah tiada? Apa kalian becus menjaganya?"

Satu tamparan mendarat di wajah Junmyeon dengan keras, Taeyeon tak terima dengan tuduhan tak mendasar dari adik iparnya tersebut. Walaupun saat dirinya mengusir Junmyeon pria itu berniat untuk membawa Jumgwoo bersamanya dan mungkin akan hidup lebih aman daripada tewas seperti saat ini.

Namun siapa yang akan mengijinkan Jungwoo pergi dengan Junmyeon yang jelas-jelas memiliki penyimpangan seksual semenjak mengenal tutor bahasa asing yang bekerja untuk mereka 10 tahun lalu.

"Apa kau pikir dengan Jungwoo ikut denganmu dan pasangan Gay-mu kehidupannya akan jauh lebih baik eoh!!"

Rasa nyeri menjalar di wajahnya, ia tersenyum miring pada Taeyeon "Lalu apa buktinya? Apa sekarang kehidupannya jadi lebih baik bersama denganmu!!"

Youngwoon menuruni tangga dengan cepat, ia menegahi pertengkaran diantara adik bungsunya dengan isterinya "Sudah-sudah apa kalian akan berakhir saling baku hantam disini eoh?!"

Wanita yang masih terlihat cantik itupun segera beranjak pergi kembali memasuki rumah megahnya ia tak berharap melihat Junmyeon kembali demi menjemput jasad Jungwoo anak angkat tersayangnya.

"Maafkan Taeyeon.. Sepertinya dia masih belum bisa menerima.. Ya kau tahu, hubunganmu dan Lay.."

"Aku tak perduli dia menerimaku dan Lay atau tidak, keluargaku bukan dia tapi kau. Selama kau menerima diriku aku tak perduli dengan penilaiannya.."

Mau tak mau Youngwoon tersenyum, adiknya masih sama keras kepala seperti sebelumnya tak pernah berubah. Namun entah mengapa Lay bisa bertahan dengan adiknya sekian lama, menjadi tutor Junmyeon bahkan akhirnya menjadi kekasih adiknya hingga mereka akhirnya meresmikan hubungan keduanya di Eropa 3 tahun lalu.

"Aku selalu mendukungmu, kau tahu itu." Youngwoon mengalihkan netranya pada coffin car ia menghela nafasnya dan hampir kembali menangis didalam sana ada peti berisi anak angkatnya.

"Apa aku bisa melihatnya?"

Terpaksa Junmyeon menahan Youngwoon untuk melihat peti jenazah, pertama karena peti tersebut sudah di kunci, kedua tentu saja ia tak ingin untuk saat ini sang kakak tahu bahwa Jungwoo masih hidup.

Ia tentu masih ingat pesan Lay yang menghubunginya saat perjalannanya ke Mansion untuk lebih sedikit berbicara dan cepat kembali, keluarga Kim yang dikenalnya tak sepenuhnya terlihat seperti dahulu.

Hanya itu ucapan Lay padanya, tentu saja ia mengerti bahwa pria itu memintanya untuk tetap menjaga jarak dan menjauh dari masalah sampai mereka tahu siapa pemilik pokok permasalahan yang sebenarnya.

"Ikhlaskan saja Hyung, dirikupun tak bisa melihat Jungwoo berakhir seperti ini tapi yang harus kita lakukan saat ini adalah mengikhlaskannya.."

Dengan kembali menahan kepedihannya ia mengangguk mengiyakan, dirinyapun tak akan sanggup melihat jasad tersebut sepertinya. "Siapkan pemakaman.."

"Bukankah lebih baik kita mengkremasinya saja?"

Youngwoon menoleh pada Junmyeon, menatap adiknya tersebut, sedikit tak suka dengan ide sang adik yang tiba-tiba terlontar dari bibirnya "Kau tetap bisa menyimpan abunya didalam rumah duka Hyung, lagipula sahabatmu pun dikremasi, aku yakin Jungwoopun menginginkan hal demikian.." Bujuknya.

Untuk sekali lagi apa yang diucapkan Junmyeon saat ini jelas-jelas adalah apa yang sudah Lay, Ten dan Jungwoo ajarkan padanya. Jasad pengganti tersebut harus di kremasi, jika tidak maka bisa saja suatu saat ada seseorang yang kurang kerjaan ingin memeriksa DNA dari jasad tersebut.

Dan belum waktunya ada yang tahu bahwa Lee Jungwoo masih hidup, jangan sampai usaha Hyukjae, Ten dan Chenle yang menyelamatkannya sia-sia.

"Kurasa kau benar.. Aku bisa meletakkan abunya bersama dengan abu Taemin dan Minho.." Ujar Youngwoon. Ia menghela nafas sebentar sebelum mendongak menatap langit yang hitam dan kelihatan memerah, sepertinya sebentar lagi akan hujan.

"Besok kita akan mengkremasikannya. Menginaplah, jika kau tak keberatan.."

Junmyeon tersenyum kemudian menggeleng "Aku akan pulang, Lay menungguku dirumah. Tak mungkin kutinggalkan dirinya sendirian.. Lagipula tak nyaman rasanya satu atap dengan isterimu yang bermulut sepedas cabai itu." Ujar Junmyeon sambil terkekeh kecil dan disambut tawa kecil juga oleh Youngwoon.

Mereka sudah lama tak bertemu, hanya sering bertegur sapa menggunakan panggilan suara tak lebih. Karena Taeyeon dengan teganya mengusir Junmyeon 3 tahun lalu dan Junmyeonpun enggan tinggal di mansion Kim lagi semenjak dirinya bersitegang dengan isterinya.

"Aku akan datang besok Hyung.." Junmyeon menyentuh pundak Youngwoon dan meremasnya perlahan, seolah menguatkan sang Hyung.

Iapun segera beranjak pergi menggunakan taksi yang dipesan olehnya menuju apartemen yang baru disewanya selama sebulan ia pindah kembali ke Neo City. Namun ia hanya kembali untuk mengambil pakaian dan pergi kembali menuju sirkus dimana Lay benar-benar tengah menunggunya.

Suasana dirumah duka penuh dengan keharuan, Junmyeon bisa melihat bagaimana Taeyong dan Jaemin hanya menunduk menahan tangisan yang akan meluncur dari kedua bola mata mereka. Sedangkan Taeyeon sudah menangis dalam pelukan anak sulungnya Himchan yang berulang kali mencoba untuk menenangkannya.

Kedua netra Junmyeon saling beradu tatap sebentar dengan Jaehyun kemudian saling menunduk satu sama lain sebagai sapaan formal. Junmyeon kembali menatap kedepan dimana peti mati tersebut akan dimasukkan kedalam sebuah lubang pemanggang yang akan membakar habis seluruh peti beserta isinya.

Ia menghela nafas, ada sebersit rasa iba melihat kesedihan yang terlihat dihadapannya saat ini karena menangis sebuah jasad palsu didalam sana padahal yang bersangkutan mungkin kini tengah mengintip dikejauhan.

Namun, sekali lagi. Jungwoo membawa data penting, dan diapun ingin disingkirkan, satu-satunya cara adalah membiarkan si pemilik permainan berpikir bahwa rencananya berhasil.

Pria berkulit tan menyerahkan segelas kopi pada pria disisinya yang tengah berdiri di balik pohon dengan menggunakan topi serta kacamata hitam "Kupikir kau tak akan datang melihat dirimu sendiri dikremasi.."

"Setidaknya ini terakhir kalinya diriku dapat melihat mereka." jawabnya sembari menoleh pada pria tan disisi kirinya, ia meminum kopi tersebut sedikit "Salah satu diantara mereka.. menginginkan kematianku bukan?"

"Jungwoo.." pria tan itu meremas bahu Jungwoo seolah menguatkannya. Bagaimanapun mengetahui salah satu orang yang selalu dianggap keluarga olehnya adalah orang yang juga mengharapkan kematiannya pasti amat sangat menyakitkan.

"Aku tak apa Lucas.. Diriku hanya perlu tahu siapa orang tersebut.."

Seperkian detik Lucas berpikir, diawal dirinya pikir tak perlu mengatakan pada Jungwoo tentang apa yang tengah dikerjakannya saat ini namun ia ingin pria manis itu tidak berpikir berat seorang diri. "Diriku beserta Johnny Hyung dan Jayden diam-diam tengah menyelidiki kasusmu, kami curiga ada yang memang sengaja ingin menangkap dan menyingkirkanmu bahkan didalam markas..."

"Apa maksudmu bisa saja pengkhianat itu berada disatu tempat bekerja yang sama denganku?"

Mau tak mau Lucas menganggukkan kepalanya, Jungwoo kembali menatap pada kumpulan keluarganya disana. Jika memang kenyataannya hanya mereka yang berada disatu tempat bekerja dengannya maka mungkin saja 1 diantara ketiga orang disana.

Atau mungkin saja Taeil yang mengkhianatinya.

Ck, tak ada kandidat pengkhianat yang cocok untuk dimasukkan kedalam listnya, apalagi seorang Moon Taeil.

"Hatchi!!"

Taeil menggosok hidungnya yang terasa gatal, siapa yang membicarakannya? Dirinya tak dapat tidur semalaman usai melihat Jungwoo tertangkap dan tewas tertembak, sedikit banyak ia merasa curiga akan kejadian janggal yang di alami Jungwoo kemarin.

Bagaimana bisa Jungwoo tertangkap? Padahal itu bukan jam istirahat dimana semua orang biasanya keluar untuk makan siang. Kemarin sangat tepat dengan rapat untuk subjek baru yang akan datang beberapa hari kedepan dan seluruh staff diharuskan mengikuti rapat tersebut.

Padahal Taeil tidak ada hubungannya dengan rapat tersebut, ia hanya seorang staff biasa didalam laboratorium, dirinya bahkan tak pernah bersentuhan langsung dengan subjek yang berada didalam ruang kaca tersebut kecuali saat Jungwoo masuk kedalam sana.

Pandangannya mengarah pada segala penjuru ruang laboratorium, berharap setidaknya menemukan satu saja kamera CCTV yang berada diruangan ini namun hasilnya nihil, tak ada satupun kamera CCTV yang terdapat diruangan ini. Lalu bagaimana cara Jungwoo diketahui menyusup jika bukan karena tertangkap basah oleh seseorang yang memasuki laboratorium?

Ini benar-benar aneh..

Haruskan dirinya menemui Lucas dan mengatakan kejanggalan ini?

Mengapa Lucas? Siapa yang tak tahu bahwa hanya pria itu yang berani berteriak didepan Komisaris Kang demi membela nama baik Jungwoo, seluruh penjuru markas tahu pria itu mungkin satu-satunya orang yang percaya dengan Jungwoo.

Kling..

Notifikasi pesan masuk dari ponselnya membuat Taeil berhenti memikirkan segala macam kejanggalan yang terjadi, ia menatap pesan yang masuk dan berasal dari Jaemin.

Pria itu yang akan menggantikan Jungwoo untuk menerima sisa data yang belum berhasil ia kumpulkan. Mengapa mengirimkan orang yang sama untuk tugas yang berat?

Taeil pun tahu seberapa batas kekuatan Jungwoo dan Jaemin, kedua pria itu tidak dilatih untuk berada di medan berat seperti ini. Jika salah langkah seperti Jungwoo maka Jaemin pun akan bernasib sama seperti saudaranya itu.

Ibu jarinya hanya mengetikkan balasan seperlunya 'Baiklah, akan kukabari..'

Setidaknya, Jaemin tidak akan menyelinap masuk kedalam laboratorium seperti yang dilakukan Jungwoo, ia harus lebih berhati-hati dan tetap berada di laboratorium selama jam kerja hanya untuk memastikan kejadian yang sama tidak akan terulang pada orang yang berbeda.

Sekali lagi atensi Taeil teralihkan saat pintu laboratorium terbuka, ia melihat atasan mereka yang bertanggung jawab atas segala aktifitas didalam gedung ini melangkah memasuki ruangan tersebut, tanpa pemberitahuan kedatangan terlebih dahulu.

Beberapa pekerja laboratorium terlihat terkejut akan kedatangan atasan mereka tersebut, yang tengah mengobrol segera berhenti berbincang dan kembali ke meja masing-masing yang tidak mengerjakan apapun kini segera berpura-pura melakukan hal lain.

Biasanya bila salah satu atasan akan datang mereka akan diberitahu namum kali ini atasan mereka datang tanpa ada kabar terlebih dahulu. Mungkin kunjungan mendadak yang memang tak direncanakan.

Pria itu melangkah lurus dan pasti menghampiri ruang kaca ditengah laboratorium, ia berdiri dibalik kaca dan menatap subjek yang berada didalam sana. Lee Hyukjae yang berada disana tengah menutup kedua matanya, cukup banyak alat yang menempel di lengan kanannya dan terhubung dengan kabel yang tersambung pada alat lainnya diruangan tersebut.

Keadaannya stabil, dia hanya tengah beristirahat.

Jemari pria tersebut terangkat, ia menyentuh kaca bening tersebut dengan telapak tangannya bersamaan dengan subjek didalam sana yang membuka kedua matanya. Dia menoleh dan melihat orang yang selama ini dicarinya berada disana.

"... Donghae.." gumamnya.

Hanya gerakan bibir yang dilihat pria tersebut namun ia tahu namanya yang disebutkan oleh Hyukjae, nama aslinya. Ia menyunggingkan senyum hangat pada Hyukjae, keinginannya untuk tak menemui pria itu hingga segalanya berakhir terpaksa dirinya ingkari.

Kematian Jungwoo pasti sangat membuat Hyukjae terpukul, walau hanya datang untuk sekedar saling melempar tatapan dari balik dinding kaca bening itupun mungkin sudah cukup untuk menghibur pria tersebut.

Keduanya tak bersuara sama sekali, hanya saling menatap dalam diam selama hampir 30 menit seolah-olah hal tersebut sudah cukup menjelaskan bahwa mereka saling merindukan satu sama lain.
Sudah berapa lama?

15 tahun bukan?

Itu waktu yang cukup lama untuk saling mengingat satu sama lain, keduanya bahkan tak bisa menyembunyikan debaran yang kian kencang dibalik dada kiri masing-masing.

Kian lama waktu berselang dalam diam, Hyukjae memutuskan untuk mengakhir tatapan keduanya. Seharusnya Donghae tak perlu menghampirinya atau mungkin nantinya pria itupun akan dicurigai atau parahnya tertangkap seperti Jungwoo, ia tak ingin kehilangan lagi.

Aiden, pria itupun ikut menunduk berkedip beberapa kali mengatur emosi diwajahnya, ia menghela nafas perlahan beberapa kali hingga pria tersebut akhirnya memutuskan untuk beranjak pergi karena melihat Hyukjae yang perlahan terlelap atau memutuskan untuk pura-pura terlelap.

30 menit saja sudah cukup baginya, yang harus dilakukannya saat ini adalah meneruskan apa yang ingin dilakukannya kemudian membawa Jeno dan Hyukjae keluar dari tempat ini.

"Tak biasanya Tuan Lee datang.." bisik seseorang dari sisi kanan Taeil, saat pria itu menoleh dilihatnya 2 gadis tengah bergosip ria tentang Aiden yang tiba-tiba datang hanya untuk berdiri dan menatap subjek didalam sana dalam diam.

Dirinyapun penasaran, namun rasanya itu bukan sesuatu yang harus dirinya pikirkan saat ini. Kedua netranya kembali menatap layar komputer dihadapannya. Ia baru saja mendapat satu data file yang terkunci, mungkin dirinya akan lembur untuk bisa membuka file-file tersebut dan menyerahkannya pada Jaemin.

Dirinya hanya ingin menyelesaikan pekerjaan disini dengan cepat kemudian segera keluar dari tempat ini kembali pala dunia lamanya berkecimpung dan tentu saja kembali dengan keluarganya, ia merindukan kedua orangtuanya dan adiknya.

Us

Rumah penyimpanan abu terlihat sepi dan gelap dimalam hari menambah kesan mencekam dan menakutkan, siapa juga yang tak takut dengan tempat dimana abu jenazah berkumpul.

Mungkin bagi sebagian orang awam yang mudah merasa takut mereka tidak akan dengan mudah mau melangkahkan kakinya ditempat tersebut dimalam hari jika bukan karena terpaksa.

Namun berbeda bagi seorang pria, diumurnya yang sudah menginjak umur 40tahunan saat ini. Ia melangkah tanpa rasa takut sedikitpun dalam benaknya di lorong yang hanya memiliki penerangan yang sangat amat minim dimalam hari.

Lorong bangunan tersebut dihiasi dengan lemari kaca yang terdapat rak didalamnya untuk meletakkan foto serta guci yang menyimpan sebagian dari abu jenazah yang dikremasi, sedangkan sisanya dibuang ke lautan.

Langkah panjangnya tanpa ragu melangkah menuju lorong yang sudah dihafalnya dengan baik, ia akan datang berkunjung hampir setiap bulan jika dirinya tak sibuk. Namun kali ini adalah kunjungan keduanya bulan ini, andai saja ia tahu bahwa satu-satunya Lee tengah diincar seseorang mungkin dirinya bisa bergerak lebih cepat.

Perlahan suara langkahnya melambat begitu memasuki sebuah lorong dimana dirinya selalu berkunjung setiap bulan, ada meja altar disana dengan sebuah foto dan lilin didepannya. Tidak ada acara penghormatan selama beberapa hari demi menjaga nama keluarga yang sudah membesarkannya.

Benar-benar tidak adil.

Namun, memang hidup tak pernah adil pada mereka bukan?

Mereka yang spesial, mereka yang menolak untuk melupakan.

Sebuket bunga Lily berwarna putih pria itu letakkan diatas meja altar, sedari tadi ia mendekap buket tersebut dalam genggamannya seolah bunga tersebut adalah hal yang sangat berharga untuk diberikan pada seseorang, ya seseorang yang telah tiada.

Ia membungkuk 3 kali didepan altar tersebut sebagai penghormatan akhir, ketika dirinya akan bangkit berdiri ia justru tersedak karena berusaha menahan rasa sedih yang meremas dada kirinya sejak ia tahu bahwa Kim Jungwoo telah tewas.

Perlahan tubuh pria itu merosot hingga berlutut didepan altar dengan kepala yang masih menunduk, topi hitam masih setiap menutupi setengah wajahnya "Maafkan aku Taemin-ah.. Diriku gagal menjaga Jungwoo.." ucapnya.

Hanya itu yang bisa dirinya ucapkan saat ini, ia bahkan tak memiliki keberanian walau hanya untuk menatap potret Lee Taemin dan Kim Jungwoo yang memiliki senyum serupa dihadapannya, dirinya hanya bisa bersumpah untuk berusaha menghentikan semuanya.

"Tak akan kubiarkan orang yang sama melakukan hal yang sama lagi seperti yang terjadi 15 tahun lalu, Taemin-ah. Aku akan menjaga Hyukjae dengan nyawaku sendiri." lanjutnya.

Perlahan ia kembali bangkit untuk berdiri, usai membungkuk untuk yang terakhir kalinya. Pria itu pun pergi sembari mengangkat wajahnya dan menutup separuh wajahnya dengan masker hitam. Ia melangkah dengan cepat kembali keluar dari rumah abu setelah memastikan tak ada siapapun yang melihat kedatangannya.

Tungkai panjangnya membawanya melangkah menuju sebuah mobil hitam yang terparkir dengan seseorang yang sudah duduk dikursi kemudi yang mengantar serta menunggunya didalam sedari tadi.

"Apa kau menunggu lama, Johnny?"

Pria di kursi kemudi itu menoleh saat pria tadi memasuki mobilnya dan duduk di kursi tepat disebelahnya "Tidak.. Ini lebih cepat dari biasanya.. Apa kalian tidak mengobrol banyak didalam?"

Hening hingga pria itu kemudian menggelengkan kepalanya "Untuk menatap potretnya saja diriku tak berani Johnny." ia menggerakkan tangannya sebagai tanda bahwa mereka sebaiknya segera pergi.

"Kasus Park Jisung, Jebakan untuk Tim-ku, dan Kasus Kim Jungwoo, semua terasa janggal bagiku.. Diriku dan Jayden serta Lucas tengah menyelidiki hal ini. Sedangkan Aiden Hyung membantuku untuk mencari tahu latar belakang yang lebih detail tentang Tuan Han."

Pria itu mendengarkan dalam diam, jujur ia mengkhawatirkan semua hal. Mereka yang sudah bersembunyi perlahan akan terlihat, semua terbukti saat ini. "Berhati-hatilah, jika kalian memutuskan menyelidiki hal ini. Komisaris Kang pun bukan orang yang mudah, kau tahu itu."

"Aku mengerti.. Paman."

Walau menggunakan masker, dapat terlihat jelas bahwa pria itu tersenyum, ia hanya dipanggil paman oleh Johnny ketika mereka bertemu diluar. "Jaga dirimu baik-baik. Berkunjunglah bersama Ten jika dia ada waktu, dirinya terlihat sangat sibuk akhir-akhir ini."

Bukan hanya sang paman yang merasa seperti itu, namun Johnnypun merasa hal yang sama. Ten sulit dihubungi dan berkata tengah sibuk berlatih "Sepertinya dia baru saja merekrut pegawai baru. Dia terlihat sibuk belakangan ini, aku akan berkunjung saja kesana kemudian membawanya ketempatmu Paman.."

Lagi pria itu hanya mengangguk mengiyakan dirinyapun sudah merindukan Ten, tak berselang lama mobil yang Johnny kendarai memasuki pelataran rumah yang cukup besar, setelah menurunkan pria tadi Johnnypun segera pamit untuk pergi dirinya harus segera pulang untuk menyiapkan proposal meeting esok hari.

Pria itu melangkah memasuki rumahnya yang terlihat temaram dimalam hari, tanpa repot-repot untuk menghidupkan penerangan ia langsung melangkah naik kelantai 2 menuju sebuah kamar yang terkunci. Begitu masuk kedalam kamar tersebut terlihat puluhan bahkan mungkin ratusan bingkai foto berada dan tergantung didalam sana.

Kedua tungkainya melangkah mendekati salah satu bingkai foto paling besar yang tergantung di dinding terdalam ruangan tersebut, walau gelap dan hanya terdapat pantulan sinar rembulan ia tetap dapat melihat potret penuh tawa dan bahagia orang-orang yang dikenalnya saat mereka masih hidup. Bersama dengan anak-anak spesial yang sama spesialnya dengan dirinya.

Perlahan ia membuka topi dan masker yang menutupi wajahnya, wajah samarnya dalam kegelapan menyunggingkan senyum, ia merindukan mereka semua.

"Siwon-ah.. Mereka semua sudah dewasa, kali ini diriku yang akan menjaga mereka semua." gumamnya lagi saat kedua netranya menatap wajah sahabatnya Siwon yang tersenyum lebar dalam potret bahagia tersebut tengah memeluk Jaemin, Renjun dan Jeno kecil sekaligus.

"Aku berjanji pada kalian semua.."

To Be Continued

Kim Junmyeon, si bungsu terkecil di keluarga Kim, dia adalah anak ketiga dan selalu dimanja oleh keluarganya. Namun satu-satunya yang enggan berurusan dengan urusan politik ataupun semacamnya, ia membuka toko obat sendiri dan klinik hewan bersama dengan pasangan hidupnya Lay.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar