* US *
-
-
-
-
-
NEO CITY
2044
"HAAAAAAA..."
Suara jeritan dari dalam tenda yang di tempati Jisung dan Chenle mengundang beberapa penghuni sirkus lainnya datang dengan terburu-buru, bahkan Yuta sudah membawa samurai miliknya dan Mark sudah berlari dengan Lolly dibelakangnya berjaga-jaga jika ada aparat yang datang maka dirinya tak perlu memberikan jatah daging hari ini untuk Lolly, karena harimau betina itu bisa memangsa aparat itu dalam sekali terkam.
Sedangkan Ten yang tengah bermeditasi ditendanya hanya bisa mengerutkan keningnya menahan kedut 4 siku di pelipisnya, teriakan Jisung benar-benar menganggu pagi harinya yang biasa tenang dan sunyi.
Somi dan Winwin yang tiba pertama kali ditenda, mereka melihat Jisung tengah bersembunyi dibelakang tubuh Chenle yang masih setengah mengantuk sedangkan seekor Gorilla dan berang-berang berada didepan kasur milik Chenle memandang Jisung yang bersembunyi ketakutan.
"Kau menjerit karena melihat Ryan dan Kimi?!" Tanya Somi sambil berkacak pinggang, ia harusnya tengah memakan sarapannya saat ini.
Jisung mengangguk dengan cepat, bagaimana dirinya tak berteriak histeris jika saat dirinya sadar dari fase tidur tiba-tiba saja ia disuguhkan wajah hitam penuh dengan bulu dan wajah imut seekor berang-berang yang tengah mengendus dirinya dan menatap penasaran pada dirinya.
"Ada apa?" Mark datang bersama Lolly dengan panik namun sepersekian detik kemudian ia mengerutkan keningnya "Ryan?"
Gorilla hitam bernama Ryan tersebut menghampiri Mark dengan ekpresi tertawa sambil menunjuk Jisung yang tengah meringkuk di balik tubuh Chenle yang lebih kecil, sedangkan Berang-berang Kimi mengikuti kemudian segera naik ke pundak gorila tersebut.
"Ah pawangnya sudah datang, sepertinya Ryan penasaran dengan Jisung. Tolong bawa Ryan dan Kimi keluar Hyung aku benar-benar pening mendengar teriakan Jisung dipagi hari."
Chenle yang bahkan belum benar-benar bangun tidak ingin ambil pusing dengan keadaan sahabatnya yang hampir mati ketakutan dibalik tubuhnya.
"Maafkan Ryan dan Kimi Jisung-ah, mereka yang paling penasaran dengan kedatanganmu." Sesungguhnya Mark ingin tertawa terbahak saat ini namun susah payah di tahan olehnya, ia meminta Ryan untuk mengikutinya sedangkan Kimi segera berpindah pada punggung Lolly, mereka segera beranjak keluar dari tenda.
"Baiklah, jika sudah tak ada apapun disini aku akan kembali saja ke tendaku, sarapanku menanti." Somi hampir beranjak namun ia kembali melangkah mundur "Chenle cepatlah bangun atau akan kupatahkan salah satu tanganmu." Tambahnya "Baiklah, sampai jumpa semuanya.." Gadis cantik itu segera beranjak pergi dengan wajah riangnya meninggalkan Chenle yang segera melotot kaget dan Winwin serta Yuta yang saling bertatap, bergidik ngeri dengan tabiat gadis tersebut.
"Kau yakin bisa membuat anak penakut itu dapat memegang pedang seperti dirimu?" Ucap Winwin saat dirinya sadar tengah bertatapan dengan Yuta. "Hanya dihampiri oleh Ryan saja dia sudah mengigil seperti itu."
Pria berwajah dingin itu menarik salah satu sudut bibirnya, apa saat ini dirinya tengah diremehkan? "Lalu? Apa kau bisa membuatnya lebih berani dengan melayang-layang menggunakan trapeze milikmu?"
Winwin menggendikkan kedua bahunya dan memasukan kedua tangannya kedalam saku celana training abu yang digunakannya "Bagaimana jika kita lihat siapa yang lebih dahulu membuatnya tidak menjadi pengecut, trapezeku atau pedang milikmu."
Yuta mendengus kesal ia tak suka ditantang, namun pria berdarah China ini sangat suka menantangnya. Bahkan dengan sengaja mencari masalah dengannya, selalu seperti ini "Baiklah."
"Hei Park Jisung, mulai hari ini kau memiliki guru baru." Ucap Yuta "Semoga kau tak mengecewakannya dengan cepat.." Tambahnya tanpa melepaskan tatapan tajamnya dari Winwin kemudian segera beranjak keluar sembari tertawa, entah apa yang lucu bagi pria tersebut.
Jisung dan Chenle menatap persaingan sengit antara Yuta dan Winwin membuat keduanya hanya terdiam belum lagi Chenle yang memaksakan dirinya untuk benar-benar sadar, jadwal berlatih menantinya.
Winwin menoleh pada Jisung dan tersenyum simpul "Datanglah ketendaku dan YangYang, yang kuajarkan tidaklah sulit." Ujarnya dengan ramah, berbeda dengan caranya berbicara dengan Yuta sebelumnya, kemudian beranjak pergi.
Entahlah, walaupun ia yakin Winwin bersikap ramah padanya barusan namun rasanya jisung tak yakin bahwa pelatihan yang diberikan pria tinggi tersebut akan lebih mudah daripada latihan pedang yang akan diajarkan Yuta ataupun Fight Combat dan crossbow yang juga akan diajarkan oleh Renjun.
⇨ Us ⇦
Suara desingan peluru terdengar menggema didalam sebuah ruangan yang dilapisi oleh kaca anti peluru dan kedap suara, pria bersurai terang disana tengah sibuk menarik pelatuk dari pistol yang berada dalam genggamannya.
Klik Klik
Dirinya berdecak kesal ketika selongsong pelurunya habis dan dengan cepat menggantinya hanya dalam hitungan detik. Ia kembali membidik sasaran berbentuk siluet manusia yang terbuat dari sebuah papan berwarna hitam.
Sejak tadi dirinya hanya mengincar satu titik yang sama bahkan tak meleset sama sekali, kepala.
Entah siapa yang tengah dibayangkan oleh imaginasi dalam kepalanya hingga menghasilkan kekesalan yang begitu mendalam. Usai mengetahui bahwa dokter yang selalu merawatnya dan sang kakak ternyata telah tewas ia berusaha melampiaskan segala emosinya dengan latihan menembak atau boxing.
Dirinya masih ingat pembicaraannya dengan Johnny malam itu saat menanti Aiden dan Lucas kembali.
"Kau yakin dia pria yang sama dengan dokter yang menolongmu sewaktu kecil?"
"Walau diriku tidak sepintar Aiden Hyung tapi ingatanku cukup baik untuk mengenali rupa seseorang Hyung."
Johnny memberikan segelas air hangat pada dirinya yang terlihat tidak tenang "Minumlah.. Setelah Aiden kembali kita akan membahas masalah ini. Tenanglah terlebih dahulu.."
Namun Aiden tak kembali, hanya Lucas seorang yang kembali ke apartemennya. Mereka memutuskan untuk tidak membahas masalah tersebut pada Lucas, namun saat dirinya sampai di asrama yang mereka tempati ia justru melihat sang kakak tengah duduk bersila diatas bangsalnya sembari menatap kotak kayu milik Dr. Park dihadapannya.
"Hyung?"
Aiden menoleh dan menatap adiknya dengan kedua netra sendunya. "Dia ternyata sudah tiada Jayden.. Dia tiada."
Ya..
Bukan hanya Aiden yang terkejut, dirinya pun merasakan hal yang sama. Namun ia selalu ingat sebuah suara yang mengatakan padanya bahwa 'Orang baik akan lebih dicintai oleh Tuhan, maka dari itu Ia mengambilnya' namun siapa yang mengatakan itu ia tidak ingat, hanya wajah samar-samar dan suara yang menggema dikepalanya saja.
Dirinya selesai dengan latihan menembak, usai melepaskan sarung tangan, kacamata dan penutup telinga ia mengembalikan pistol yang digunakan olehnya tadi pada petugas. Tungkai panjangnya melangkah keluar dari ruang latihan menembak sambari memakai kembali jaket putih miliknya.
"Jayden!"
Langkah pria bersurai putih itu terhenti, ia berbalik ketika mendengar suara sahabat serta rekannya yang memanggil namanya. Ketika menoleh dirinya sedikit terkejut melihat siapa pria yang berada di sisi kiri Lucas yang kini melangkah bersama menghampirinya.
"Kau baru selesai berlatih? Tunggu aku sebentar disini kemudian kita akan pergi kekantin bersama. Aku harus mengantarkan anak baru ini ke bagian kesehatan."
Pria itu, Jayden tak melepas pandangannya dari pria yang disebut anak baru oleh Lucas "Jaemin-ssi?" Tanyanya memastikan bahwa ia tak salah nama.
Sedang pria yang disapa tersebut perlahan mengembangkan senyumnya sejak tadi ia hanya tersenyum simpul, berjaga-jaga andai saja dirinya tak diingat oleh pria itu "Senang bertemu denganmu lagi Jayden-ssi..." Dan benar memang dia adalah pria yang pernah ditemui Jayden dijalan saat mengejar sepupunya tersebut.
"Oo.. Kalian sudah saling mengenal."
"Hanya perkenalan singkat di jalan." Jawab Jaemin dengan cepat, ia masih memandang Jayden yang juga tetap menatap kedua netra coklatnya.
Jayden tersenyum hingga kedua matanya menghasilkan eye smile langka, bahkan Lucas sampai terkejut melihat sahabatnya tersenyum seperti itu. Bisa dihitung dengan jari berapa kali ia melihat secara langsung Jayden tersenyum secerah barusan, baiklah Lucas akan mencatat kejadian bersejarah ini pada buku hariannya nanti.
"Kau karyawan baru? Aku tak menyangka kita akan bertemu lagi dalam waktu singkat."
"Dirikupun berpikir hal yang sama, Jayden-ssi."
"Sudah kalian bisa melanjutkan obrolan kalian nanti aku harus segera mengantarkannya. Ingat tunggu aku disini Jayden." Perintah Lucas dan segera memimpin jalan bagi Jaemin untuk mengikutinya keruang kesehatan.
Jaemin yang pertama kali melepas kontak mata diantara keduanya dan segera melangkah menyusul Lucas walau ia masih merasa pria bersurai terang itu masih menatapnya dari belakang.
Tatapan yang sama dan tak pernah berubah..
Jaemin benar-benar merindukannya.
"Jaemin-ssi.."
Jayden memanggilnya, Jaemin dan Lucas menoleh dan melihat pria itu menghampiri mereka "Boleh kupinjam ponselmu?"
Kening Jaemin berkerut bingung, namun ia segera merogoh saku celananya dan memberikan ponsel miliknya pada Jayden. Pria itu segera menyambar ponsel tipis tersebut dan mengetik nomor kemudian melakukan panggilan hingga ponsel miliknya bergetar didalam saku.
Jayden mengembalikan ponsel tersebut pada Jaemin sedangkan Lucas sudah tak dapat mengontrol ekspresi wajahnya yang terkejut 2x hari ini.
"Simpan kontakku, aku akan menghubungimu lagi nanti Jaemin-ssi." ucapnya "Aku akan menunggumu dikantin Hyung, perutku sudah sangat lapar.." ia segera beranjak terlebih dahulu tak lupa dengan eye smile khas miliknya.
"Waah Jaemin-ssi kau benar-benar hebat."
Lucas tak dapat menyembunyikan kekagumannya pada Jaemin yang dapat merebut perhatian seorang Jayden Lee begitu mudah. Dirinya saja dulu mendapatkan kontak ponsel Jayden membutuhkan usaha yang tak sederhana hingga akhirnya mereka bersahabat sampai saat ini.
"Tak ada satupun orang ditempat ini yang bisa mendapatkan secara langsung kontaknya dengan cara seperti itu tanpa diminta. Bahkan Jayden yang memberikannya sendiri padamu tanpa perlu diminta, kurasa dia tertarik denganmu."
Jaemin terkekeh kemudian kembali menyusul Lucas "Kau terlalu berlebihan Lucas-ssi." kepalanya masih menunduk sembari mengekori Lucas, ia masih menatap kontak pria tadi dilayar ponselnya.
Dengan senyum simpul dibibirnya, ibu jarinya bergerak untuk menyimpan kontak milik Jayden, ia sudah mengetikkan huruf hangul dilayar ponselnya tanpa sadar 젠.....
Namun sepersekian detik kemudian dirinya sadar dan menghapus huruf hangul tersebut, menggantikan dengan alphabet 'Jayden Lee'.
Ia harus bisa menerima kenyataan kalau pria itu bukanlah Jeno, untuk saat ini.
Ya...
Hanya untuk saat ini.
⇨ Us ⇦
Pintu kamar berwarna putih tulang diketuk dari luar, sedangkan pria yang sejak kemarin bernaung didalam dan hanya keluar saat di panggil menoleh secepat kilat kearah pintu setelah dirinya memakai kaos putih miliknya setelah mandi.
Pintu terbuka, pria tampan itu mengerutkan keningnya saat melihat si anak sulung pemilik mansion berada didepan kamarnya. "Himchan-ssi.."
Pria berparas kelinci itu tersenyum ramah pada Jaehyun yang menatap bimgung kearahnya "Keluarlah Jaehyun-ah, ada yang ingin kuperlihatkan padamu." Pintanya sembari menggerakkan kepalanya sebagai gesture agar pria tampan bermarga Jung itu keluar dari kamarnya.
Jung Jaehyun pun menuruti perintah Himchan untuk mengikutinya, tungkainya melangkah tepat dibelakang langkah panjang si sulung, seketika mereka tiba di bagian belakang mansion yang ternyata terdapat sebuah taman.. atau bisa dikatakan terlihat seperti arena latihan.
"Bagaimana tempat ini menurutmu? Kau betah?"
"Ya tentu saja diriku betah tinggal ditempat mewah seperti ini, aku menyukai makanan yang dibuat oleh ibumu."
Pria berparas kelinci itu berbalik badan, ia terkekeh pelan "Jika diurutkan secara silsilah dan mengingat Noonamu adalah teman ibu dan ayahku seharusnya diriku memangilmu Samchon bukan?"
Sejujurnya ia tak suka dipanggil paman, siapapun itu tolong jangan pernah memanggilnya paman. Dirinya masih sangat muda dan tampan bahkan ia masih single seumur hidup, belum waktunya dirinya dipanggil dengan sebutan yang secara langsung mencapnya tua.
Itulah alasan terbesarnya sedikit berbohong pada Jisung bahwa dirinya adalah sepupu jauhnya bukan pamannya.
"Aku lebih suka kau memanggilku Jaehyun daripada kau memanggilku Samchon, tolong kasihani diriku yang masih terlihat muda ini Himchan-ssi."
Himchan terkekeh hingga membuat kedua matanya menghilang ia benar-benar tak menyangka bahwa Jaehyun justru menolak dipanggil Samchon olehnya yang ia yakin dirinya lebih muda dari Jung Jaehyun. Harga diri seorang Jung memang sangatlah tinggi siapapun orangnya.
"Baiklah, aku akan menuruti kemauanmu saja." pria itu kembali menatap sekeliling "Kau lihat sekelilingmu?"
Kepalanya bergerak menatap sekeliling, diikuti dengan tubuhnya yang bergerak dan sesekali memutar tubuhnya untuk memahami tempatnya berpijak kini, ia bisa melihat tempat ini seperti arena berlatih. Tepat dibawah teriknya sinar mentari yang sekarang menyinari keduanya walaupun hari sudah menjelang sore sekalipun, netranya bisa menangkap ada benda menggantung di bagian pojok yang beratap, samsak boxing.
"Ini tempat kalian berlatih? Waw.." Jaehyun justru terkagum-kagum dengan apa yang tengah dilihatnya saat ini. Ia bahkan menghampiri samsak tinju itu dan merabanya dengan ragu, benar saja ia segera menjauhkan tangannya begitu tahu betapa tebal pasir yang berada didalam samsak tersebut.
Akan seperti apa jemari indahnya jika memukul benda itu? Mungkin retak.
"Ambil ini."
Saat Jaehyun sadar dari lamunannya akan tempat tersebut, Himchan sudah melemparkan sebuah tongkat padanya, dengan tergesah Jaehyun menangkapnya dan segera memeluk tongkat tersebut dengan raut bingung yang terbaca jelas di wajahnya, ia kemudian menatap Himchan.
"Apa yang akan kita lakukan?" tanya Jaehyun penasaran, ia merasa dirinya hanya perlu menumpang disini untuk bersembunyi sampai ia bertemu lagi dengan Jisung. Namun mengapa tiba-tiba Himchan mengajaknya kemari? Memperlihatkan tempat ini, dan sekarang? Memberikannya sebuah tongkat??
Bahkan tak ada siapapun ditempat ini.
Himchan menghentakan tongkatnya kebumi, ia berdiri tegap menghadap Jaehyun. "Taeyong berkata kau hanya tahu cara mengendarai motor dan mobil, jadi diriku mengajukan diri untuk membantumu berlatih bagaimana cara membela dirimu jika kau tidak memiliki kendaraan apapun untuk melarikan diri.."
Sebentar, Jaehyun terkekeh ia tidak pernah membayangkan untuk menggunakan sebuah tongkat seperti ini untuk melindunginya. Ia bisa membeli sebuah pistol dengan uang yang dihasilkannya. "Maaf Himchan-ssi diriku benar-benar tak tertarik untuk berlatih seperti ini."
"Bukankah kau ingin melenyapkan Jung Yunho? Jika iya, sebuah senjata api tidak akan pernah mempan dan cukup untuk melumpuhkannya."
Ucapan Himchan meredupkan kekehan dibibir Jaehyun. "Lagipula selain dirinya, kaupun seorang Jung. Kau harus lebih kuat daripada dirinya jika ingin melengserkannya dan melindungi Jisung." lanjutnya.
Ia mengangkat tongkatnya kemudian memutarnya sebentar "Kau mau atau tidak itu bukan pilihan, karena aku akan memaksamu untuk berlatih walaupun harus mematahkan kedua kakimu terlebih dahulu."
Jaehyun bergidik ngeri dan memeluk makin erat tongkat dalam genggamannya tanpa sadar, bagaimana ada seseorang yang terlihat begitu mengerikan dengan wajah semanis kelinci seperti yang berada dihadapannya saat ini.
"Baiklah, tapi perlahan. Karena diriku bukan pecinta kekerasan." Ucapnya menyerah, ia sangat mencintai kedua kakinya, jadi jika dirinya harus berlatih maka baiklah.
Taeyong memasuki mansion Kim dengan senyum lebar di bibirnya ia menyapa beberapa pelayan yang menyapanya, ia sudah bertemu dengan pemilik Mansion dan berkata akan ikut makan malam bersama hari ini baru kembali ke apartemennya. Kedua kakinya tengah membawa langkahnya menuju kamar milik Jaehyun, ia sudah 10 menit mengetuk pintu namun tak ada jawaban dari dalam.
Keningnya berkerut, apa yang dilakukan pria itu hingga tak menyahut ketukan pintunya?
"Tuan Jung pergi bersama Tuan Muda Himchan ke belakang Mansion Tuan.."
Suara dari balik tubuhnya membuat Taeyong berbalik "Ah terima kasih." Pelayan tua tersebut beranjak meninggalkan Taeyong yang terlihat berpikir sejenak. "Apa yang dilakukan mereka di belakang?"
Tak mendapat jawaban apapun Taeyongpun beranjak menuju halaman belakang Mansion Kim, ia ingat saat kecil dirinya dan saudara-saudaranya menghabiskan hampir seperempat hari disana untuk berlatih hingga mereka menjadi lebih kuat dari sebelumnya.
Memang siapa lagi yang memahat Renjun kecil yang penakut menjadi tanpa perasaan seperti saat ini? Siapa yang membuat Ten terlihat begitu keras dan tak takut akan apapun lagi? Tentu saja latihan keras dari tempat ini. Hanya Jungwoo dan Jaemin yang saat itu tidak terlalu mendapat pelatihan berat seperti yang lainnya.
Adik kecilnya Jaemin tidak beranjak keluar dari kamar sejak menginjakkan kakinya ditempat ini, walaupun Taeyeon sebagai ibu angkat sudah memberikan perhatian lebih namun tetap saja anak itu hanya mengurung diri, diam dan tak berniat keluar kamar hanya untuk sekedar berbincang dengan yang lainnya sampai Jungwoo yang mengajaknya berbincang terlebih dahulu.
Sedangkan Jungwoo sudah lemah sedari kecil maka dari itu tak ada latihan fisik yang dilakukan olehnya kecuali cara memegang senjata api dan cara merakitnya. Ia dirawat sejak berumur 6 tahun oleh Kim's, Youngwoon sangat memanjakan Jungwoo karena baginya anak itu adalah titipan yang harus dijaganya dengan segenap tenaga.
Langkahnya terhenti saat keluar dari lorong menuju bagian terbelakang mansion, ia melihat Himchan tengah mengajarkan Jaehyun melakukan kuda-kuda yang benar dengan mengangkat kedua tangannya keatas sembari menahan sepasang bambu dikedua tangannya.
Taeyong hampir tertawa karena melihat ekspresi penuh penderitaan Jaehyun sangat berbeda dengan wajah angkuhnya saat di arena balap. Namun Himchan melihat kedatangannya dan memanggilnya dengan lambaian, iapun segera mendekat dan Jaehyun memutar kedua matanya malas karena melihat Taeyong yang tertawa melihat keadaannya.
Apa pria itu bahagia melihat penderitaannya saat ini?? Kalau ya selamat baginya dan kesialan bagi Jaehyun.
"Apa kau tahu diriku sudah setengah jam melakukan ini?" keluhnya langsung pada Taeyong, padahal sedari tadi dirinya hanya diam saja selama Himchan memintanya melakukan kuda-kuda.
Seolah-olah pria Jung itu menemukan tempatnya untuk mengadu, walaupun aduannya tak akan membuahkan hasil apapun.
"Kau baru melakukannya setengah jam? Dahulu kulakukan pose itu selama satu jam, jika kau bisa melewati satu jam aku akan membawamu keluar dan mentraktirmu makan?"
"Benarkah? Baiklah kalau begitu."
Kali ini Himchan yang merotasi kedua matanya, apa yang tengah dilihatnya saat ini? Ia menusuk-nusuk betis Jaehyun agar tetap menahan kuda-kudanya menggunakan tongkat di genggamannya dan itu hampir membuat Jaehyun terjatuh.
"Perhatikan kuda-kudamu Jung, ini baru kuda-kuda, aku belum mengajarkanmu hal lain."
Himchan menghampiri Taeyong "Kau datang sendiri?"
Taeyong yang sedang terkekeh pun mau tak mau menoleh pada Himchan, "Ya diriku hanya sendiri, memang kenapa Hyung?"
"Adikku akan pulang hari ini, kupikir kau akan datang bersama dengannya."
"....Eh."
Sebuah mobil berhenti dipelataran parkir Mansion Kim, seorang pria bersurai hitam dengan kulit pucatnya turun dari mobil tersebut dan segera beranjak memasuki mansion.
Beberapa pelayan yang berpapasan dengannya segera membungkuk sebagai salam namun hanya dibalas anggukan singkat. Ia segera menuju dapur tempat dimana sang ibu berada.
"Eomma.." panggil pria itu semangat dari pintu dapur, sang nyonya rumah segera menoleh saat melihat si bungsu sudah kembali kerumah. Ia hampir lupa kalau anaknya akan pulang kerumah 2 minggu sekali.
Urusan di rumah yang bertambah 1 penghuni benar-benar menyita perhatian dan waktunya. "Ahh anak Eomma sudah pulang.." Taeyeon merentangkan tangannya agar si bungsu segera memberikannya sebuah pelukan rindu.
"Aku merindukanmu Eomma.."
"Kupikir kau datang bersama Taeyong tadi."
Pria itu mengerutkan keningnya dan melepas pelukannya pada tubuh Taeyeon. "Taeyong ada disini?"
"Iya.." wanita cantik itu mengangguk sambil membenahi penampilan anak bungsu kesayangannya "Dia ada dibelakang bersama kakakmu, sepertinya Himchan tengah mengajari anak baru itu."
"Anak baru? Pengawal baru maksudmu?"
"Tentu saja bukan. Dia Jung Jaehyun, adik dari sahabat Eomma dan Appa dahulu. Eomma benar-benar berterima kasih pada Taeyong karena membawanya kemari."
Wajah secerah matahari yang sedari tadi menghiasi wajahnya perlahan meredup, wajahnya yang serupa dengan sang kakak terlihat sedikit kesal karena sahabat terbaiknya tak mengatakan apapun padanya tentang pria yang dibawa oleh Taeyong kerumahnya.
Taeyong berkedip sebentar ia menatap Himchan dan Jaehyun yang masih bertahan dengan posisi kuda-kudanya.
"Doyoung hari ini pulang?"
"Taeyong-ah.."
Suara dari koridor membuat Taeyong dan Himchan termasuk Jaehyun menoleh kearah yang sama, mereka melihat paras kelinci kedua setelah Himchan melangkah mendekat dan langsung menghampiri Taeyong mengacak surai perak pria itu sedikit kesal dan gemas.
"Jika kau akan kemari seharusnya tadi kau datang bersamaku saja, bodoh.."
"Aku benar-benar lupa bahwa hari ini jadwalmu untuk pulang kerumah..
.. Doyoungie.."
Satu panggilan manis dari Taeyong untuk si bungsu Kim berhasil menarik perhatian Jaehyun. Ia melirik kearah ketiganya berdiri berjejer tak jauh darinya, namun ia justru melihat pria bernama Doyoung itu justru menatap kurang terlalu suka pada dirinya.
Ah...
Dirinya ternyata mengundang ketidak sukaan seseorang ditempat ini, baiklah Jaehyun tidak masalah dengan hal itu. Memang sejak kapan ia bisa membuat semua orang tak membenci dirinya sejak awal bertemu.
⇨ To Be Continued ⇦
Kim Doyoung, Bungsu yang amat di sayang oleh Taeyeon. Ia sangat dekat dengan Taeyong sedari kecil, entah karena pria itu menarik atau karena nama pria tersebut sangat mirip dengan nama sang ibu. Ia adalah sahabat terdekat bagi Taeyong dan wakilnya ketika memimpin squadron I saat mereka tengah menjalani misi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar