myCatalog

Kamis, 27 Agustus 2020

US - NINETEEN


* US *

-

-

-

-

-






NEO CITY

2044

Himchan memarkirkan mobilnya dengan asal dipelataran rumah ia segera melangkah masuk, bahkan menghiraukan sapaan dari para pelayan yang melayani keluarga mereka. Dari wajahnya saja terlihat bahwa Himchan tengah menahan emosinya dan dia siap untuk meledak kapan saja.

"Dimana ibuku?"

"Dikamarnya tuan muda."

Tanpa mengucapkan terima kasih seperti biasanya Himchan melangkah menaiki tangga menuju kamar sang ibu, bahkan tanpa mengetuk ia membuka dengan kasar kedua daun pintu kamar ibunya dengan lebar, membuat sang ibu terkejut didalam sana.

"Ada apa Himchanie?"

Ia melangkah menghampiri sang ibu rasanya ingin menghajar wanita yang sudah melahirkannya itu atas segala dosa yang sudah dilakukannya namun ia masih mengenal apa arti dari kata dosa.

"Kau pembunuh!"

Wanita yang sudah memasuki umur kepala 4 itu cukup terkejut mendengar anak pertamanya menuduhnya pembunuh secara tiba-tiba tanpa sebuah alasan "Apa maksudmu?"

"Kau terlibat dalam penyerangan 15 tahun lalu, kau membunuh Yongguk Eomma!! Dan kau bisa menenangkanku padahal kau yang membunuh sahabatku!!"

Raut terkejut Taeyeon perlahan berubah menjadi tenang, ia menatap anak sulungnya yang saat ini tengah tersulut emosi. Bahkan bibirnya kini tersenyum pada anaknya yang terlihat amat sangat marah padanya "Mau bagaimana lagi Himchanie.. Sahabatmu berniat menyerang Eomma, terpaksa Eomma melubangi kepalanya."

Benci.

Hanya ada satu kata yang ada dalam kepalanya saat ini, ia membenci ibu yang sudah melahirkannya. Ia benci wanita gila yang berada dihadapannya ini, bagaimana bisa sang ibu menjadi pembunuh nan keji namun setelahnya ia ikut menangis dan menenangkan dirinya yang terluka karena kematian sahabatnya dan kehilangan sahabatnya yang lain.

Dan sekarang?? Jawaban macam apa yang diberikan ibunya barusan?? Apa itu jawaban yang bisa diberikan seorang manusia sebagai alasannya membunuh orang lain? Ah tidak, membunuh anak kecil, Yongguk masih kecil saat timah panas melubangi tubuhnya saat itu.

"Apa yang ada dikepalamu saat melakukan itu eoh?! Apa kau juga membayangkan melubangi kepalaku dan Doyoung seperti kau menembakkan peluru dari pistolmu pada mereka!"

Taeyeon terkekeh pelan, ia bahkan masih lanjut merajut dikursinya dan hanya sesekali menoleh menatap anaknya yang terlihat sangat ingin membunuhnya, namun anaknya itu hanya bisa menyalak seperti seekor anjing kecil.

"Jawaban apa yang kau inginkan? Mereka menangis, mereka bahkan lebih memilih menangis daripada mengatakan dimana para freak berada. Daripada mendengarkan mereka merengek lebih baik kulubangi saja kepala mereka satu persatu sebagai pelajaran pada yang lainnya agar berbicara."

Wanita itu menghiraukan wajah anaknya yang kian memerah, bahkan matanya sudah sembab menahan tangisan. Didikan suaminya ternyata hanya menghasilkan anak yang kuat diluar tapi lemah didalam, sangat tak berguna. "Beruntung sekali Jaemin selamat malam itu, andai Lee Jeno tak muncul dan menendang wajahku dengan kuat mungkin kau tak akan mengenal si lemah penakut Na Jaemin anakku."

"Eommaaa!!"

Ia berhenti merajut karena dibentak oleh anak sulungnya tersebut, ia menoleh pada Himchan seolah-olah dirinya ingin menilai anaknya tersebut. "Ayahmu saja tak pernah tahu apa yang kulakukan selama ini. Bahkan Jaemin yang kepalanya hampir kupecahkan saja tak tahu bahwa diriku adalah penembak malam itu. Bagaimana kau tahu Himchanie?" Taeyeon meletakkan alat merajutnya diatas meja nakas kemudian bangkit berdiri, melangkah perlahan mendekati si sulung sambil berpikir.

"Ah.. Ada satu anak yang melihat wajahku.."

Himchan terkejut, sial. Dia lupa bahwa hanya Jongup yang melihat wajah ibunya, itulah mengapa ia berlari menyelamatkan diri ketengah hutan, itulah mengapa ia mendapat luka tembak ditubuhnya.
Dan saat ini Himchan sadar dirinya terlalu gegabah dan termakan emosi sehingga akan membuat Jongup mungkin dalam masalah setelahnya.

"Kupikir dia sudah tewas menerima 2 tembakan dariku.. Ternyata..." Taeyeon kembali terkekeh pelan "Apa dia kembali untuk membocorkan banyak hal padamu? Ckckck."

"Aku akan memberitahu Appa akan hal ini." Himchan segera beranjak sebelum sang ibu menhampirinya, namun baru dirinya berbalik badan kepalanya dipukul menggunakan benda tumpul dengan sangat kuat.

Tubuhnya ambruk seketika, penglihatannya kabur, bahkan telinganya berdenging kuat, samar ia hanya melihat siluet tubuh adiknya yang memainkan pemukul bola kasti miliknya sembari tersenyum lebar kearahnya.

"Selamat tidur Hyung.."

Us

Taeil sudah setengah jam lamanya duduk di dalam cafe, ia tak membawa apapun bersamanya. Padahal pencariannya akan Kim Taeyeon sudah selesai, ia terkejut akan latar belakang wanita itu.
Namun dari pada memberikan berkas secara langsung dirinya ingin berbicara saja 4 mata dengan pria yang ternyata adalah sahabat masa kecil adik yang hidup bersamanya selama ini.

Dan kenangan malam itu, mungkin terlalu menakutkan bagi Jongup hingga adiknya tersebut tak pernah mengatakan apapun padanya ataupun kedua orangtuanya. Ia tak pernah mengira bahwa Houses of Heaven menyimpan beberapa freak didalamnya.

Ia pernah dengar kisah tentang freak saat dirinya kecil, namun tak ia sangka bahwa cerita yang selama ini dikira hanyalah dongeng ternyata benar adanya, bahkan Jungwoo pun memiliki kekuatan dibalik wajah lembutnya.

Sesekali Taeil masih menunduk menatap ponselnya, mengapa tak ada balasan? Setidaknya katakan 'ya' atau 'aku akan segera kesana' apa membalaspun sulit? Taeil memainkan gelas kopi plastik di hadapannya hingga pintu cafe terbuka, dan ia melihat sosok Doyoung justru yang muncul.

Apa ini kebetulan pria itu berada disini? Atau sangat aneh pria itu kini bisa berada disini padahal cafe yang dipilih olehnya cukup jauh letaknya dari markas.

Dirinya tak berniat menyapa atau melakukan apapun ia bahkan sebisa mungkin berpura-pura agar Doyoung tak melihatnya, namun usahanya nihil ia melihat sosok itu sudah berdiri di dekat mejanya. Dan mau tak mau Taeil mendongak dan melihat keberadaan Doyoung dihadapannya.

"Ah Doyoung-ssi."

Doyoung melemparkan senyum terbaiknya pada Taeil "Kakakku meminta diriku kemari karena dia tak dapat datang hari ini, terlalu banyak pekerjaan.."

"Oh.. Sibuk? Pantas saja dia tak menerima panggilanku. Padahal diriku sudah mencari apa yang dia minta semalaman."

Dengan semangat Doyoung segera mendudukkan dirinya dihadapan Taeil ia masih tersenyum lebar "Kakakku memintaku untuk mengambilnya."

"Oh ya... Dia tak mengabariku soal ini sebelumnya.."

"Dia sibuk.. Sudah kukatakan sebelumnya.."

Doyong saling menggenggam jemarinya sendiri kemudian menatap Taeil "Apa kau tak percaya padaku Taeil-ssi?"

Awalnya pria itu diam, namun sepersekian detik ia tertawa pelan "Mana mungkin. Aku percaya kalian semua, saudara Taeyong tentu saudaraku juga."

"Lalu apa yang kakakku minta pada-..."

"Sssttt" Taeil meletakkan telunjuknya pada bibirnya sendiri dan menginterupsi ucapan Doyoung "Ini adalah hal yang rahasia, apa kau gila ingin mengetahuinya disini?"

Sudut bibir Doyoung berkedut, ia kembali menatap Taeil "Jadi.. Kau menemukan apa yang kakakku minta? Kau melihat semuanya?"

Dengan yakin Taeil mengangguk sembari bersandar pada kursi yang didudukinya "Ya.. Dia menjanjikan bayaran yang mahal untuk apa yang kudapatkan."

Doyoung menghela nafasnya, ia mengeluarkan sebuah amplop dari balik sakunya, tak banyak memang namun ia tahu pasti apapun yang tengah dicari oleh kakaknya sangat berharga dan dirinya tak keberatan untuk mengeluarkan biaya untuk itu.

"Ini, jika kurang akan kutambahkan nanti.." Doyoung meletakkan amplop tersebut diatas meja, Taeil tersenyum saat mengambilnya ia mengintip isinya kemudian menatap Doyoung dan menarik kedua sudut bibirnya.

"Cukup.."

"Diriku tak bisa berlama-lama berikan saja barangnya atau hyungku akan mengomel."

"Ah..." Taeil dengan cepat merogoh kantung celananya dan mengeluarkan sebuah flashdisk berwarna hitam dan mendorongnya agar bergeser ke arah Doyoung yang dengan cepat menangkapnya. 

"Baiklah, urusan kita selesai aku harus segera kembali ke markas.." Ia segera bangkit berdiri dan melangkah keluar wajah yang sedari tadi tersenyum berubah menjadi sedikit tegang, namun Doyoungpun ikut bangkit berdiri dan ikut melangkah dibelakang tubuh Taeil.

"Bukankah kita bekerja ditempat yang sama Taeil-ssi.." mendengar itu Taeil menghentikan langkahnya, wajahnya yang semula tegang mau tak mau kembali ia rubah, Taeil menoleh dan tersenyum pada Doyoung yang masih menatapnya.

"Bukankah lebih baik kita kembali ke markas bersama Taeil-ssi, diriku membawa mobil." Doyoung melempar tatapannya kearah luar dimana mobil milik Himchan terparkir disana, pria itu sudah memiliki puluhan rencana didalam kepalanya.

Jika Taeil menyelidiki sesuatu setelah Himchan tahu ibu mereka adalah salah satu dalang atas kejadian 15 tahun lalu, bukankah itu berarti Taeil tahu sesuatu? Bukankah itu artinya ia pun harus menyingkirkan Taeil, demi ibunya.

"Baiklah.." Taeil terlebih dahulu beranjak keluar dari cafe ia melirik kearah kanan dan kiri kemudian Doyoung menyusul keluar dari belakangnya "Ah ini mobil Himchan-ssi bukan?"

"Ya.. Hyungku memintaku untuk membawanya agar kau percaya padaku.. Naiklah.." Doyoung membukakan pintu penumpang untuk Taeil berharap pria itu segera masuk.

Namun..

"Taeil Hyung, aku mencarimu kemana-mana, ayo temani aku makan siang.." tiba-tiba saja Lucas muncul sembari merangkul Taeil, ia terkejut melihat Doyoung salah satu anggota dari unit satuan khusus berada dihadapannya.

"Ohh bukankah kau Kim Doyoung? Wah sungguh kehormatan bisa melihatmu disini..." Lucas mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan namun belum sampai tangan Doyoung meraih jabatan tangan Lucas, pria tan itu sudah menarik kembali tangannya dan merangkul Taeil.

"Ah perutku sudah sangat lapar, ayo hyung.."

"Sepertinya kau kembali sendiri saja Doyoung-ssi, diriku harus menemaninya makan."

Doyoung hanya bisa meremas udara dengan wajah yang dipaksakan untuk tersenyum. Mau tak mau dirinya harus melepaskan Taeil yang sudah melangkah menjauh dengan Lucas anggota dari divisi investigasi, salah satu tim elite dimarkas.

"Akan kuselesaikan urusanku denganmu nanti Taeil-ssi.." iapun menutup pintu mobilnya dan segera berputar untuk masuk ke pintu kemudi, dan segera beranjak pergi dari sana. Melewati Taeil dan Lucas yang sebenarnya tengah bersembunyi dibalik tembok besar.

"Kau datang disaat yang tepat, kalau tidak mungkin diriku sudah tidak bernyawa nanti sore."

Lucas terkekeh ia bangga akan pujian yang didapat olehnya "Tak masalah, lagipula kau yang memintaku untuk mengawasi bukan? Dan beruntung kedua mata elangku ini benar-benar dapat membaca situasi." ia bersandar pada tembok "Lalu apa yang kau berikan padanya?"

Pria itu tertawa pelan "Sesuatu yang berharga, sama nilainya dengan bayaran yang ia berikan padaku. Kurasa dia akan menyukainya, bila tidak, mungkin dia akan melemparkan seluruh barang-barang diatas meja kerjanya."

"Bagus.. Sebaiknya kita benar-benar makan siang sekarang, perutku sudah sangat lapar." Ucap Lucas saat ia menerima sebuah pesan dari ponselnya. "Setelah ini kau jangan masuk lagi bekerja, teruskan apa yang ingin kau kerjakan dirumahku. Terlalu bahaya jika dia ternyata mengincarmu."

"Baiklah, bahas itu nanti sebaiknya kita segera menyusul Jongup."

Keduanyapun memutuskan untuk segera beranjak pergi dari sana, sesungguhnya mereka penasaran bagaimana wajah Doyoung saat melihat isi dari flashdisk yang diberikan Taeil nanti.

Us

Hari sudah menunjukkan pukul 4 sore, ruangan yang biasa digunakan oleh para tim khusus bersantai sudah semakin sepi, Doyoung mengeluarkan flashdisk yang ia dapatkan dari Taeil. Dengan langkah cepat ia mendekati satu-satunya komputer yang berada diruangan tersebut dan menghidupkannya.
Mereka bukan pekerja didalam ruangan jadi jelas saja ruangan lebar ini hanya digunakan sebagai tempat bersantai atau beristirahat. Dan wajar saja jika mereka tak memiliki meja masing-masing ataupun komputer sendiri.

Iapun mendudukan dirinya di atas kursi dan bersiap untuk melihat apa yang ingin Himchan minta dari Taeil sebenarnya. Selain data siapa saja yang terlibat dalam insiden 15 tahun lalu, tentu saja penyelidikan khusus yang Taeil lakukan untuk Himchan.

Doyoung menyambungkan flashdisk dengan komputer dihadapannya, gerakan tangan lincahnya segera meraih mouse dan membuka file yang terdapat dalam sebuah folder bernama Open tanpa ragu Doyoung mengkliknya 2x.

Keningnya berkerut dan terkejut karena didalam folder tersebut terdapat banyak folder lainnya, mungkin ada lebih dari 20 folder banyaknya. Apa sebanyak ini informasi yang diminta oleh Himchan? Dirinya benar-benar harus menyingkirkan kedua orang itu.

Satu per satu Doyoung membuka folder yang hanya membuatnya mengerutkan dahi, ia bahkan memukul meja karena menahan kesal. Mengapa hanya terdapat salinan asli dari Novel-Novel ternama dalam bentuk PDF?

2 folder terakhir, ia berharap uangbyang ia keluarkan dan berikan pada Taeil tak akan terbuang percuma jika isi flashdisk bodoh ini hanyalah hal-hal tak berguna! Lagi pula sejak kapan Himchan beralih profesi membaca novel-novel panjang karya Arthur Conan Doyle dan Stephen King.

Telunjuknya menekan mouse 2x begitu folder tersebut terbuka Doyoung segera bangkit dan melempar semua barang yang berada di hadapannya, layarnya kini terdapat ratusan foto Taeil dengan pose yang sama menatap kearahnya sembari tertawa. Bahkan kini gambar itu bergerak bersamaan dan mengeluarkan suara 'pabbo pabbo pabbo'

"Moon Taeil!!!! Apa kau sedang bermain-main sialan!"

Ia hampir memukul layar komputer dihadapannya, namun Doyoung masih mencoba untuk menahan emosinya, masih ada satu folder lagi. Jika isinya adalah lelucon maka ia akan membunuh Taeil di meja kerjanya saat ini juga.

Telunjuknya pun menekan lagi mouse 2x untuk membuka folder tersebut, ia melihat ada sebuah file dengan format pdf dengan tulisan 'KTY' itu seperti inisial nama ibunya. Dengan cepat Doyoung segera membukanya, namun tiba-tiba saja format tersebut terganti dengan format exe dan layar komputer tiba-tiba saja gelap serta menampilkan angka-angka dan huruf secara acak berwarna hijau yang muncul dan menghilang.

"Apa-apaan ini?"

Alarm markas tiba-tiba saja berbunyi, ini tandanya ada penyusup, atau sistem server keamanan telah diretas... Doyoung menatap komputernya dan menarik flashdisk tersebut dari komputer namun flashdisk hitam itu tak bisa terlepas bahkan menempel dengan erat disana.

Dirinya yakin bahwa didalam flashdisk ini terdapat virus yang meretas sistem pertahanan markas mereka. "Sialan!!!" Iapun segera meninggalkan ruangan khusus, dirinya tak ingin terpergok sebagai penyebab penyebar virus.

Beberapa pria berpakaian hitam berlarian disepanjang lorong, seluruh divisi panik dengan layar komputer mereka yang tiba-tiba berubah menjadi hitam dan mengeluarkan angka serta huruf acak, seluruh data penting berada didalam hard disk komputer mereka.

Taeil melirik teman kerjanya yang panik disisi sebelah kirinya karena seluruh hasil kerjanya belum tersimpan, namun ia hanya menatap layar komputernya yang sudah gelap serta memantulkan raut wajahnya yang terlihat tanpa minat dengan kekacauan yang terjadi. Dirinyapun segera beranjak keluar, dimana orang-orang tengah panik dengan kekacauan yang terjadi.

Sedangkan Lucas, setelah komputernya berubah menjadi hitam dan mengeluarkan angka-angka secara acak dirinya hanya melirik layar komputer sebentar kemudian menoleh pada Johnny setelah melihat atasannya tersebut menganggukkan kepalanya, Lucaspun segera bangkit berdiri dan pergi dari sana.

Dan diluar markas tepat di dalam Cafetaria yang terdapat di depan Markas besar keamanan negara tersebut, seorang pria menatap layar ponselnya yang terkoneksi dengan seluruh data yang berhasil ia curi dari virus yang sengaja disebar olehnya, bibirnya menyunggingkan senyum dengan senang. Netra sipitnya menatap pada kaca bening dihadapannya yang langsung menunjukkam gedung megah dan gagah dimana keamanan negara di atur dan dijaga.

"Dia menggigit umpannya tanpa dorongan apapun."

Dirinya bangkit berdiri kemudian berbalik badan sembari menaikan hoodie hitam untuk menutup kepala dan setengah wajahnya sebelum dirinya beranjak keluar dari cafe. Pria itu, Moon Jongup sempat melirik sekilas gedung besar nan tinggi tersebut dengan mata elangnya sebelum sebuah mobil berhenti dihadapannya.

"Masuklah.."

Ia membungkuk kemudian menatap kedalam mobil dan melihat kakak angkatnya serta Lucas sudah menjemputnya, dirinya tersenyum lebar itu artinya tugas mereka selesai untuk saat ini. Jongup pun menatap ponselnya sesaat lalu menyimpannya kedalam saku dan segera masuk kedalam mobil kemudian duduk dengan tenang dikursi penumpang, tak lama mobil tersebut melaju pergi meninggalkan markas besar keamanan milik negara dan cafetaria.

Suara alarm mengisi indera pendengaran seluruh pekerja bahkan yang berada dalam laboratorium sekalipun, subjek disana sepertinya paham bahwa salah satu dari mereka kini tengah mengerjai pengkhianat Kim.

Hyukjae mengalihkan tatapannya pada langit-langit kemudian melirik pada subjek baru disebelah kirinya karena merasa dirinya diperhatikan, ia perlahan tersenyum pada subjek pria bersurai gelap tersebut "Tenanglah.. Ini tak akan lama. Sepertinya waktu yang ditunggu sudah akan datang... Xiaojun-ah.." ucap Hyukjae dan membuat pria itu mau tak mau mengangguk percaya.

Subjek X-88 alias Xiaojun menoleh keluar ruang kaca menatap pria yang menjadi dokter pribadinya, dia sudah berusaha sekuat ini agar bisa berada disini mendampinginya, maka dirinya pun tak boleh menyerah begitu saja.

"Lakukan apa yang mereka minta, Hendery akan menanganinya dengan cukup baik.."

"Bagaimana jika.." Ucapannya tersendat dengan sendirinya, entah bagaimana dirinya ragu.. Walau ia yakin dengan Hyukjae namun dirinya ragu dengan masa depan.

"Jika kita gagal Hyung? Bagaimana jika semua yang kita lakukan tak membuahkan hasil."

Hyukjae terdiam sesaat, namun kemudian ia menghela nafasnya perlahan, pandangan tetap terpaku pada Xiaojun "Setidaknya kita sudah mencoba.."

"Apa kau melihatnya Hyung?"

Ia kembali menoleh dan tersenyum menatap Xiaojun "...Ya." awalnya ia ragu, namun Hyukjae harus menjawan iya agar pria yang berada di sisi kirinya itu bisa sedikit lebih tenang.
Sejujurnya... Ia tak melihat apapun dimasa depan, hanya gelap. Hyukjaepun tak tahu akan berakhir seperti apa mereka nantinya.

Menghiraukan kepanikan yang terjadi disekelilingnya Doyoung pun mengesampingkan kepanikan dalam dirinya, kedua tungkainya sudah sibuk bergerak dengan cepat melangkah menuruni anak tangga menuju lantai ruang bawah tanah. Ini semua karena kakaknya, sial! Apa kakaknya sudah merencanakan hal ini dengan Taeil hingga dirinya justru menjadi pembuat kekacauan disini?

Tapi, bagaimana bisa??

Kakinya melangkah semakin cepat, sangat terlihat bagaimana Doyoung saat ini tengah menahan kekesalannya, jemarinya sudah mengepal dengan erat ia sangat ingin menghajar wajah sang kakak yang tetap terlihat angkuh walaupun sudah dalam keadaan babak belur sekalipun.

Namun ketika dirinya berbelok memasuki lorong dimana ia menahan tahanannya, langkahnya terhenti. Tak ia temukan 2 penjaga yang dimintanya untuk berjaga-jaga didepan ruang tahanan, sial kemana mereka!

Doyoung mendekati pintu ruang tahanan tempatnya menyekap sang Hyung, tanpa perlu usaha berarti pintu ruang tahanan tersebut terbuka hanya dengan sebuah dorongan kecil dari telunjuknya, ia melangkah masuk dan mendapati 2 penjaga tadi kini didalam ruang tahanan dalam keadaan terikat dan sudah tak bernyawa sedangkan sang kakak entah berada dimana, ponselnya pun dengan sengaja di tinggalkan dengan sebuah pesan note tertulis di sana.

"Ini baru permulaan adikku sayang.."

"Arrghhh!!!"

Doyoung melempar ponsel tersebut hingga hancur di lantai, tangan dan kakinya tak henti memukul serta menendang satu-satunya meja nakas yang berada disana, dirinya sudah tak perduli lagi dengan tangannya yang akan lebam membiru setelah ini ataupun terluka sekalipun.

Dirinya merasa dipermainkan!

Bagaimana bisa Himchan keluar dan melakukan semua ini untuk menghancurkan dirinya??

"Apa?!!"

Taeyeon bangkit dari duduknya, ia bukan main terkejut saat sang anak menghubunginya dan mengatakan bahwa Himchan kabur dari tahanan. Tak mungkin dia bisa kabur terlebih tempat tersebut adalah ruang tahanan milik keamanan negara.

"Bagaimana bisa Kim Doyoung! Apa kau tak becus menangani satu orang eoh?!"
Doyoung terdiam, jemarinya bergetar mendengar omelan dari sang ibu "Maafkan aku Eomma..."

"Jangan memanggilku eomma jika kau tak berhasil melenyapkan kakakmu! Mengapa kau selalu tidak lebih pintar dari Himchan eoh Kim Doyoung!!"

Panggilan berakhir, Doyoung meremas rambutnya ia benar-benar frustasi. Bahkan dalam keadaan yang sudah sekarat seperti tadipun kakaknya itu masih bisa selamat. Sekarang dirinya kembali di bandingkan dengan sang kakak, rasanya Doyoung ingin menembakkan seluruh peluru di pistolnya pada Himchan agar amarahnya terbayarkan.

Dirinya benar-benar kesal!!

Setelah berusaha menekan amarahnya, perlahan Doyoung lanjut melangkah menyusuri lorong ia berniat untuk kembali saja kerumah atau kemanapun yang pasti dirinya tak berada disini bersama dengan suara alarm yang mengisi seluruh gedung dan semakin membuat kepalanya berdengung sakit.

Tungkainya baru menyentuh anak tangga terakhir tapi suara senjata laras panjang sudah ditarik kokangnya mengalihkan perhatiannya dan membuat Doyoung menghentikan langkahnya dan mendongak keatas.

Kedua matanya membulat ketika melihat Taeyong beserta anggota satuannya kini menodongkan senjata api laras panjang kearahnya "T-Taeyongie?"

"Kau ditahan atas tuduhan meretas server pemerintah dan dengan sengaja menyebarkan virus yang membuat pertahan pemerintahan melemah." ucap Taeyong dengan lantang, ia tak memperdulikan bagaimana Doyoung menatapnya tak percaya. Kepalanya bergerak sebagai kode agar anak buahnya segera menangkap Doyoung dan memborgol pria itu.

"T-Taeyong!! Diriku di jebak! Kau harus percaya padaku!!"

Seakan tuli, Taeyong sama sekali tak berniat untuk mendengar penjelasan Doyoung, mungkin tentang server ya dirinya percaya Doyoung dijebak. Namun yang membuat dirinya enggan percaya lagi pada Doyoung adalah, pria itu dengan tega menyiksa Himchan.

"Bawa dia." ucap Taeyong, ia menghubungi seseorang setelah anak buahnya membawa Doyoung.

"Doyoung sudah kutahan, apa kau membutuhkan bantuan disana?"

"Um.. Tak terlalu... Tapi.. Sepertinya kau harus kemari Hyung..."

Mendengar suara diseberang sana yang terdengar ragu membuatnya penasaran "Aku akan kesana." Taeyongpun segera mematikan sambungan telepon dan beranjak menuju loker miliknya, ia harus menganti pakaiannya dan segera pergi dari markas untuk memastikan keadaan Himchan saat ini, apakah baik-baik saja atau tidak.

Sedangkan Aiden saat ini tengah mengacak rambutnya sembari melangkah dilorong, baru saja komisaris Song dan Nam menanyakan pada dirinya tentang protokol apa yang harus mereka ambil untuk saat sekarang ini karena pertahanan mereka dibobol.

"Keluarkan seluruh pasukan dan pertahan yang ada, dan carilah seseorang yang bisa menghapus semua virus-virus itu, secepatnya, sekarang juga!!" omelnya agar komisaris Song dan Nam berhenti mengikuti dirinya yang berniat untuk melakukan sedikit kunjungan ke tempat komisaris utama yang terlihat amat sangat santai ditengah keadaan yang menjempit saat ini.

Braaak!

Pintu ruangan Jung Yunho terbuka lebar, Aiden masuk kedalam dengan wajah frustasi. Permasalahan seperti ini kali pertama terjadi selama dirinya menjabat dan tentu saja hal itu membuat Aiden pusing bukan main, jika bisa mungkin ia akan melepas kepalanya dan melemparkannya saja kemudian menggantinya dengan kepala baru.

"Apa kau tidak sedikitpun khawatir dengan keadaan markas?!" omelnya namun ia cukup terkejut melihat Johnny berada didalam tengah menghadap Komisaris Jung. Aiden tak pernah tahu kalau Johnny cukup dekat dengan Komisaris Jung.

"... Johnny?"

Pria tinggi itu menoleh dan membungkuk pada Aiden tamu tak diundang yang datang sambil marah-marah, Johnny segera mendekati Aiden dan menutup pintu dibelakang tubuh atasannya tersebut agar tak ada yang mendengar pembicaraan mereka sedikitpun.

Walau ia tak paham namun Aiden mengerti ada yang akan mereka bicarakan, iapun segera mengeluarkan ponselnya dan menonaktifkannya kemudian meletakkannya diatas meja kerja milik Yunho.

"Jadi?? Apa kalian sama sekali tak ingin ikut frustasi sepertiku karena memikirkan tentang nasib markas yang baru saja di bobol oleh virus?"

"Virus itu akan hilang dengan sendirinya Aiden.. 2 atau 3 jam lagi, usai semua data dan dokumen rahasia milik negara berhasil dipindahkan."

Kening Aiden semakin berkerut saat mendengar ucapan Yunho yang berbicara dengan santai tentang keadaan saat ini. Dirinya menatap Yunho tak percaya kemudian menoleh pada Johnny yang masih berdiri dibelakangnya "Jangan katakan padaku bahwa kalian..." Aiden menunjuk Yunho "Kau ingin mengkhianati negara?!"

Baik Johnny dan Yunho saling melempar pandangan, apa semudah itu menjadi pengkhianat negara? Sepertinya Aiden terlalu banyak menonton acara tv kabel akhir-akhir ini hingga isi kepalanya amatlah sangat random.

"Apa kami terlihat sejahat itu Hyung?"

Aiden menoleh "Kau tidak, tapi dia iya.." tanpa ragu Aiden menunjuk Yunho, namun dirinya kembali menatap Johnny "Namun dirikupun kini tak akan mudah percaya dengan wajah lugumu." Kini Aiden pun turut menunjuk Johnny bukan hanya Yunho seorang yang ditunjuk olehnya.

"Yak Hyung, kau menyakiti perasaanku.."

"Jadi.. Apa tujuanmu? Tujuan kalian? Apa kalian sudah gila mensabotase markas?"

"Sudah kuberitahu alasanku sejak awal tadi.."

Benar-benar tak habis pikir, bagaimana bisa orang yang selama ini dirinya pikir begitu mengabdi pada negara justru melakukan hal seperti ini. "Lalu apa yang kau cari Paman, jabatanmu yang akan kau pertaruhkan disini.."

"Mereka tak akan tahu siapa dalang sebenarnya dari Virus tersebut, mereka hanya perlu menangkap siapa yang menyebarkannya di dalam markas.."

Ya.. Aiden sudah mendengar tentang penangkapan salah satu anggota tim khusus yang di ketuai oleh Taeyong. Namun, sekali lagi ia hanya ingin tahu apa yang mereka cari.

"Lalu, apa yang kau cari?"

"Kasus 15 tahun lalu, siapa yang menandatangi berkas persetujuan atas penyerangan malam itu di Panti House of Heaven dan siapa yang menolak. Kami harus tahu siapa saja yang menolak dan memastikan mereka masih hidup."

Jujur saja Aiden terkejut saat lagi-lagi Yunho menceritakan tentang kejadian 15 tahun yang lalu, bukankah dia dalangnya? Bukankah semua orang tahu Jung Yunho lah yang memerintahkan mereka semua?

Dan kini Aiden tak tahu harus bersikap seperti apa? Jantungnya berdebar kuat, ia seharusnya tak pernah mengingat kejadian 15 tahun lalu seperti apa yang di ajarkan oleh dokter Park padanya.

".... K- kasus apa yang kau maksud.."

Yunho menarik sebuah senyum simpul, Aiden ternyata masih mendengarkan dengan baik apa yang diajarkan Jungsoo padanya untuk terus berpura-pura demi keselamatannya. Dan Yunho benar-benar amat bangga akan hal itu, ingin rasanya Yunho mengatakan pada Jungsoo bahwa ajarannya berhasil.

Anak yang selalu ia jaga dan ia bela dan ingin dia selamatkan 10 tahun lalu tak sedikitpun melupakan ajaran Jungsoo padanya, jika tak mengingat hubungan mereka tak begitu dekat seperti dirinya dan Johnny mungkin Yunho akan memeluk Aiden tanpa ragu karena masih begitu patuh pada ajaran Jungsoo yamg sudah tiada 10 tahun lalu.

"Apa kau benar-benar lupa? Atau kau hanya ingin terus berpura-pura lupa Aiden Hyung? Ah bukan, bukan itu namamu.."

Ucapan Johnny membuat Aiden segera menoleh dengan cepat ke balik tubuhnya, ia bisa melihat raut terkejut yang terbaca dengan jelas di wajah Aiden saat ini ketika Johnny mengatakan kalimat itu, dan disaat itu pertahanan Aiden perlahan runtuh.

"Iya bukan? Jika diriku tak salah, Donghae Hyung, apa kali ini kau sudah mengingatnya? Kejadian 15 tahun yang lalu?"

Kedua netranya membulat, Aiden menatap Yunho dan Johnny bergantian, mereka berdua pasti sudah tahu identitasnya bahkan mungkin sejak awal, namun yang menjadi pertanyaaalnnya adalah, apa keduanya sekutu atau musuh baginya?

To Be Continued

Xiaojun, subjek yang menjadi percobaan di tempat yang sama dengan Hyukjae dahulu, keduanya saling mengenal satu sama lain. Kekuatannya adalah bisa mencari jejak seseorang, dimanapun orang itu berada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar