* US *
-
-
-
-
-
NEO CITY
2044
Sepanjang perjalan Youngwoon sesekali melirik Jaehyun dibangku samping kemudi, anak itu hanya diam dan menatap keluar jendela mobil, melihat keadaan sekitar ketika mereka tengah melewati jalan bebas hambatan.
Jaehyun sudah tahu kemana dirinya akan dibawa saat ini jadi ia hanya diam saja dan mengikuti, lagipula banyak hal yang ingin ia bicarakan nanti setelah sampai ditujuan.
Begitu tiba dihalaman depan sebuah rumah abu yang terdapat didekat laut Jaehyun segera turun dari mobil usai dirinya menghirup nafas panjang.
Dan terlihat mobil lain yang berada diparkiran dengan seorang pemuda duduk di kap mobil menyapa dirinya dan Youngwoon dengan sebuah bungkukan, Jaehyun pun membalas bungkukkan tubuhnya. Ia menoleh pada Youngwoon dan melihat anggukan pria itu Jaehyunpun melangkah memasuki rumah abu seorang diri terlebih dahulu.
Tak ada persembahan apapun yang dibawanya saat ini, bahkan setangkai bungapun sengaja tak dibelinya sebagai tanda bentuk hormat yang layak sebagai seorang pelayat. Namun sesungguhnya ia saja tak punya muka untuk datang kemari apalagi membawa bunga dan airmata dihadapan kakaknya Jessica.
Ia tak bisa menangis sebelum membalaskan kematian kakaknya tersebut, ditambah kini Jisung justru berada dalam bahaya karena menjadi buronan, jadi bagaimana bisa ia memiliki wajah untuk menemui sang kakak. Ia melewati beberapa lorong hingga tiba dilorong tempat abu kakak dan kakak iparnya ditempatkan, ia berdiri didepan lemari kaca dan menatap bingkai foto didalamnya.
Netranya dapat melihat pantulan wajahnya dan wajah pria dewasa disampingnya yang menggunakan topi berwarna hitam, pria itupun tengah menatap bingkai foto Park Jungsoo dan Jung Jessica dibalik lemari kaca.
Seorang Hyung yang dihormatinya, dan seorang keponakan yang disayanginya.
"Bagaimana kabarmu Jaehyun-ah.." tanyanya tanpa menoleh sedikitpun pada Jaehyun.
"Buruk.. Semakin hari semakin buruk..." Jaehyun menunduk ia mencoba menahan emosi dalam dadanya "Sampai kapan diriku harus berpura-pura membencimu Paman? Sampai kapan aku harus mendengar orang-orang menyalahkanmu? Mereka selalu mengatakan Jung Yunho penyebab penyerangan 15 tahun yang lalu, mereka juga berkata kau dalang kecelakaan Noona 10 tahun yang lalu padahal jelas diriku tahu itu bukan dirimu."
Akhirnya pria dewasa itu menoleh, ia tersenyum kemudian menepuk puncak kepala Jaehyun walau terlihat seperti senyuman miris pada bibirnya "Bertahanlah sebentar lagi. Kau masih harus berada di mansion Kim bukan?"
Mau tak mau Jaehyun mengangguk, ada yang harus ia jaga disana dan dirinya pastikan tidak terbawa arus hingga membenci sang paman secara berlebihan.
Malam 10 tahun yang lalu ketika Jessica menitipkan Jisung pada Jaehyun, sang paman pun berada dikabin bersama dengan Jaehyun dan Jisung. Ia sengaja berada disana karena Jessica bersikeras untuk menemani Jungsoo menjemput Jeno dan Donghae, 2 anak dari House of Heaven yang ingin mereka keluarkan. Dimana seharusnya Yunho dan Jungsoo lah yang pergi kesana bersama.
Baik Yunho maupun Jaehyun berjalan mondar mandir didalam kabin dari malam menjadi pagi namun kedua orang tersebut tak kunjung kembali sampai berita televisi mengatakan bahwa keduanya tewas dalam kecelakaan mobil.
Kecelakaan tunggal katanya, namun Yunho tak sedikitpun percaya. Ia yakin ada seseorang dibelakang ini semua, seharusnya dirinya yang berada di mobil itu seharusnya Jessicapun masih hidup hingga saat ini dan Jisung tak akan hidup sebagai yatim piatu.
Keduanya semakin yakin bahwa kematian Jessica dan Jungsoo disengaja ketika mereka melihat berita tentang kematian Jung Jaehyun, yang tewas di asramanya yang berada di luar negeri.
"Jaehyun-ah.. Bersiaplah untuk membenciku setelah ini."
"Apa maksudmu?"
Yunho menunduk dan mencoba untuk menyembunyikan matanya yang memerah "Segala kesalahan akan diarahkan padaku, walau mereka tak akan pernah bisa menangkap dan menyalahkanku tapi kau pasti mengerti saat orang-orang akan membuatku terlihat seperti satu-satunya orang yang bersalah saat ini."
Ucapan Yunho menjadi kenyataan, seluruh pemberitaan yang keluar semuanya menyudutkan Yunho. Hampir seminggu lamanya pria itu bersama dengan Jaehyun dan Jisung menghilang dari peredaran namun berita televisi dengan mudahnya mengatakan bahwa pria itu tengah sibuk dengan tugas kenegaraan bahkan berlibur disaat berduka.
"Rasanya amat melelahkan Paman.."
"Sebentar lagi.. Aku yakin sebentar lagi semuanya akan berakhir..."
Dalam perjalanan kembali, Jaehyunlah yang membawa mobil. Disepanjang perjalanan ia mencoba untuk menenangkan tuan Kim yang terlihat frustasi. Jika Jaehyun tak memaksa agar dirinya saja yang membawa mobil mungkin Kim Youngwoon sudah membawa kendaraannya dengan kecepatan diatas rata-rata.
Hanya Himchan yang ia khawatirkan, ia ingin menemui sang anak dan menenangkannya agar tak gegabah dalam bertindak. Pria paruh baya itu mencoba untuk menghubungi anaknya tersebut namun panggilannya sama sekali tak terjawab apa anaknya tersebut sedang menangis atau tengah menyendiri karena kekecewaannya?
"Himchan tak bisa dihubungi..."
Jaehyun menepikan mobil yang dibawanya dibahu jalan, ia memutar tubuhnya menghadap Tuan Kim "Kau harus bisa menahan emosimu. Biarkan mereka satu per satu memperlihatkan diri, walaupun itu istrimu sekalipun tahanlah emosimu." ia memberikan sebotol air putih yang terdapat di dalam mobil.
"Ingat perjuangan pamanku, perjuanganku untuk berpura-pura selama ini. Ingat bagaimana Ten diluar sana mendidik yang lainnya, bahkan kubiarkan Jisung berada disana. Tahan emosimu Paman Kim, kumohon.."
Ucapan Jaehyun terdengar mudah, namun sesungguhnya amat sangat sulit untuk dilakukan. Tapi pria itu pun mau tak mau menghirup dan membuang nafasnya ia mengangguk dan berusaha mengatur emosinya, setidaknya apapun yang terjadi ia haruslah pura-pura tak mengetahuinya seperti apa yang sudah dijalani Jaehyun selama 10 tahun hidupnya.
Jangan tanya bagaimana Ten, Jaehyun dan Johnny saling mengenal satu sama lain, selama ini yang mengetahui segalanya dan menyimpan rapat-rapat segala rahasia tersebut adalah mereka ber-3. Ten, tak ada yang bisa menyembunyikan rahasia apapun darinya, ingat bukan dirinya adalah seorang pembaca yang handal.
Sedangkan Jaehyun dan Johnny, tentu saja mereka hidup bersama dengan bantuan dan sokongan dana dari Yunho selama ini, mereka pun dilatih dan di didik secara diam-diam, walau mereka terlihat seperti anak-anak yatim namun sesungguhnya Yunho selalu ada dibalik tubuh mereka.
Jaehyun? Tak dapat melakukan kuda-kuda? Itu hanyalah sebagain kepura-puraannya begitu tiba di mansion Kim, ia bahkan berpura-pura tak mengenal Tuan Kim padahal mereka sering bertemu ditempatnya berlatih.
Hand to hand combat sangat mudah dilakukan baginya, namun karena ia harus berpura-pura akan segala hal maka dari itu dirinyapun harus berlagak tak dapat menggunakan apapun selain keahliannya dalam balapan liar.
Keduanya tiba di halaman luas mansion Kim, netra mereka menatap sekeliling namun mereka tak melihat kendaraan milik Himchan berada dirumah. Tak mungkin bukan anak itu tak pulang? Baik Youngwoon dan Jaehyun saling melempar pandangan penuh dengan tanya.
Bukan Youngwoon saja, bahkan kini jantung Jaehyunpun berdebar dengan kuat mengkhawatirkan keadaan Himchan. Walau pria itu amat sangat tegas namun yang menyambutnya dengan amat baik dan penuu kehangatan di rumah ini selain Tuan Kim tentu saja Himchan dan Taeyong yang sesekali pulang semenjak kedatangannya.
"Kau masih ingin diriku berpikir positif dan menahan emosiku?"
Jaehyun menoleh menatap Tuan Kim, terbaca dengan jelas raut khawatir diwajahnya "....Ya, kau harus." ia mematikan mesin mobil kemudian mengatur nafasnya saat ini, perlahan dirinya membuka pintu mobil entah mengapa mansion besar dihadapannya memberikan kesan mencekam padanya semenjak ia tahu bahwa nyonya rumah ini terlibat dengan penyerangan 15 tahun lalu.
Ia yakin Tuan Kim pun merasakan hal yang sama. Keduanya melangkah bersama memasuki mansion seperti biasa seolah-olah tak ada yang terjadi hari ini, mereka melangkah menuju ruang makan karena terdengar suara gesekan alat makan disana, nyonya rumah sudah berada disana memulai makan malam bersama dengan Doyoung dan Taeyong serta Jaemin.
"Appa kau sudah pulang?"
Sulit rasanya untuk tersenyum dan menjawab pertanyaan Doyoung saat dirinya tak menemukan Himchan di kursi yang biasa ia duduki.
"Jaehyun-ah kupikir hari ini kau akan berlatih dengan Himchan Hyung, aku datang bersama dengan Jaemin untuk menemanimu berlatih. Namun Eomma bilang bahwa kau pergi dengan Appa, sedangkan Himchan Hyung pergi hingga sekarang belum kembali." Taeyong menghentikan acara makannya mengoceh panjang lebar ketika melihat Jaehyun kembali, ia kemudian menepuk kursi kosong disebelahnya sedangkan Jaemin hanya memberikan senyum simpul pada Jaehyun.
Sejak Jaehyun menghiburnya disaat kematian Jungwoo mereka tak lagi menggunakan panggilan formal, bagi Taeyong saat itu Jaehyun benar-benar amat sangat membantunya melewati kesedihan.
"Jangan makan sambil berbicara Taeyongie.." Doyoung membersihkan sudut bibir Taeyong yang terdapat sisa makanan kemudian melanjutkan acara makanya setelah ia melirik pada Jaehyun yang baru saja kembali dengan ayahnya sebentar.
Keduanya melangkah menuju kursi masing-masing dan duduk disana untuk memulai makan malam dalam diam, entahlah mereka dengan jelas dapat merasakan aura lain saat ini, namun tak tahu itu apa, seperti bukan hanya mereka yang tengah berpura-pura saat ini.
"Apa Himchan tidak mengabari kemana dia pergi? Kuhubungi sedari tadi pun dia tak mengangkat.." Youngwoon akhirnya angkat bicara, ia berjanji tak akan menunjukkan emosi yang sesungguhnya dirinya hanya ingin tahu siapa yang benar-benar tak tahu dimana anaknya dan yang berpura-pura tak tahu dimana sang anak berada.
"Himchan Hyung tak mengabariku, padahal tadi aku mengiriminya pesan menanyakan tentang resep masakan." sahut Jaemin, ia berniat membuat makan malam di apartemen mereka namun gagal karena Himchan tak kunjung membalas pesannya, akhirnya Taeyongpun mengajaknya kemari.
"Saat diriku tiba, mobilnya memang tak ada di sudut parkir, kupikir hanya mobilnya namun orangnya pun tak ada." Taeyong benar-benar menyayangkan Himchan yang tak berada dirumah saat dirinya datang. Belakangan ini sesungguhnya Himchan menjadi pendengar yang baik atas setiap tekanan yang diterimanya selain Jaehyun.
"Diriku tak melihatnya seharian dirumah.."
"Himchan sudah dewasa kemana dia pergi tak perlu lagi melapor padamu bukan.."
Youngwoon dan Jaehyun saling beradu pandang, keduanya tahu siapa yang tengah berbohong dimeja makan ini, dihadapan mereka semua.
Makan malam usai Jaehyun membantu Taeyong untuk mencuci piring dalam diam, terlalu banyak hal yang terjadi dalam satu hari. Dan hal itu cukup untuk membuat Jaehyun menjadi pendiam dalam sehari, beruntung dirinya memang baru saja berkunjung kerumah abu tempat dimana kakaknya berada.
Dirinya yang pendiam dapat dimaklumi.
"Kudengar kau pergi kerumah abu? Kau baik-baik saja Jaehyun-ah?"
Pria itu menoleh dan tersenyum "Tentu diriku baik-baik saja. Hanya sedikit merindukan kakakku dan keponakan kecilku."
"Kau sangat tahu keponakanmu dalam keadaan baik-baik saja saat ini, Ten pasti melatihnya dengan baik dan menjaganya dengan baik."
Jaehyun menganggukkan kepalanya paham, tentu saja ia yakin bahwa Jisung akan aman disana bersama Ten, bahkan mungkin Jisung akan ditempa sedemikian rupa oleh teman berlatihnya itu "Ya aku percaya padamu." pria itu membilas piring yang sudah disabuni oleh Taeyong kemudian meletakkannya pada rak pengering.
"Kau berkata bahwa tempat keponakanku berada saat ini hanya kalian yang tahu bukan?"
"Ya tentu saja." Taeyong mengangguk dengan cepat "Ada apa?"
"Apa orang-orang dimansion ini ada yang tahu tempat itu?"
Taeyong menghentikan kegiatan mencuci piringnya, semakin lama suara keduanya semakin kecil hingga terdengar seperti bisikan "Tentu saja tidak, hanya kami, saat ini tentu saja hanya tersisa Jaemin dan diriku yang tahu dimana mereka. Ten berkata ia tak mengijinkan siapapun tahu dimana dirinya dan yang lainnya berada, jika diriku dan yang tersisa dikota ingin tahu dimana mereka maka kami akan tutup mulut."
Jaehyun menoleh kebelakang ia melihat sang nyonya rumah berbincang pada anaknya dan Jaemin diruang tengah "Walaupun orangtua angkatmu menanyakannya apa kau tetap akan tutup mulut?"
Pertanyaan itu membuat Taeyong terdiam, ia cukup terkejut dengan pertanyaan yang dilontarkan Jaehyun, ia tak pernah berpikir sampai sejauh ini. Ia berjanji pada Ten tak akan mengatakan posisi mereka pada siapapun, dirinya menyanggupi hal itu tapi bagaimana jika Doyoung ataupun ibu angkatnya bertanya? Apa yang harus dijawabnya?
"Berjanjilah padaku kau tak akan pernah menjawabnya, Lee Taeyong. Berjanjilah padaku..."
Ia merasa Jaehyun berlebihan karena memintanya menjaga rahasia itu dari keluarganya sendiri, namun... rahasia tetaplah rahasia, saat Ten memintanya untuk tak mengatakan apapun itu berarti Taeyong harus melakukan sesuai permintaan Ten.
Taeyongpun menganggukkan kepalanya tanda bahwa dirinya paham. "Baiklah, aku berjanji padamu."
"Hyung..."
Suara Jaemin dari pintu dapur membuat Taeyong dan Jaehyun menoleh "Ya?"
"Ayo kita pulang... Besok diriku harus berangkat lebih pagi.."
"Oh.. Baiklah.." Taeyong mencuci tangannya yang penuh dengan sabun ia menoleh pada Jaehyun dengan tatapan tak enak karena mau tak mau dirinya menyerahkan sisa cucian piring pada pria itu.
"Maafkan aku..."
"Tak apa, pulanglah.. Dan hati-hati dijalan."
Usai berpamitan keduanya beranjak, rasanya benar-benar sepi karena kini hanya tersisa mereka berdua saja dikota sedangkan Chenle berada sirkus dan Jungwoo sudah tiada.
"Kau ingin cepat-cepat pulang tidak seperti biasanya.."
"Apa kau tak merasa mansion Kim begitu berbeda hari ini? Karena Himchan Hyung tak ada suasana pun berubah. Apa kau tak melihat bagaimana raut wajah Appa tadi?"
Taeyong mengerutkan keningnya, dirinya mahir dalam pertarungan dan menggunakan senjata namun jika ditanyakan tentang gerak gerik seseorang dirinya lemah dalam menilai, ia bahkan tak memperhatikan sama sekali.
"Appa terlihat seperti tengah menahan kekesalan.. Aku tak tahu apa itu tapi diriku mengkhawatirkannya.."
"Perlukah kutanyakan apa yang terjadi pada Doyoungie?"
Jaemin membuka pintu mobil sembari menggeleng "Tak perlu, jika kau ingin bertanya kau harus langsung bertanya pada Appa.." Ia masuk kedalam mobil dan menghidupkan mesin mobil.
Sebentar ia melirik ke balkon atas dari dalam mobil ada Nyonya Kim disana melambai pada mereka, entahlah ini memang perasaannya namun senyuman dan sikap Taeyeon malam ini berhasil membuat Jaemin merinding.
Setelah Taeyong usai melambai pria itu segera masuk kedalam mobil dan Jaemin tak berpikir ulang untuk secepatnya melesat pergi dari Mansion Kim, perasaan merinding dan takut ini terasa sama seperti 15 tahun lalu.
⇨ Us ⇦
Siang itu Aiden mau tak mau mengikuti Yunho untuk rapat tertutup bersama dengan Kim Jaejoong, setelah kembali dari rutinitas pekerjaannya yang mengecek kamp militer miliknya Aiden dikejutkan karena Yunho mendatangi ruangannya.
Masih terlalu pagi saat Yunho menanyakan apa saja yang terjadi dengan Markas dan tentu saja pria itu menanyakan tentang subjeknya. Mau tak mau Aiden menjelaskan apa yang terjadi dan apa yang ingin Kim Jaejoong lakukan dengan menganti subjek yang ada.
Yunho mengerutkan keningnya sepanjang waktu dirinya menunggu kedatangan Jaejoong dalam ruang rapat tersebut, ia tengah memikirkan apa tujuan pria itu ingin menggantikan Hyukjae dengan subjek miliknya?
Susah payah Yunho menarik keluar Hyukjae dari lab uji coba 5 tahun lalu, mencoba untuk menyembuhkannya dan memenuhi permintaan Hyukjae untuk menjadi sebuah subjek, agar mereka bisa tahu apa yang dilakukan pemerintah dari dalam.
Beruntung kekuatannya memang menguntungkan, namun entah bagaimana kondisinya justru kian menurun saat anak itu memasuki lab, bahkan tiba-tiba saja keluar perintah palsu untuk menangkap Park Jisung.
Sial, ia tak mengerti mengapa anak itupun diincar. Apa yang Park Jisung miliki sampai dia harus di tangkap? Apa mereka berniat menghabisi sisa keturunan Park Jungsoo dam Jessica begitu??
"Paman Jung.."
Yunho menoleh, ia menatap Aiden yang memanggilnya. "Ya?"
"Selama ini diriku menganggapmu berbahaya, namun.. apakah Kim Jaejoong pun berbahaya? Jangan di ambil hati, diriku hanya ingin memastikan.."
"Pertanyaanmu cukup menyakitiku Aiden.." Yunho menyunggingkan senyum simpul, namun ia paham. Aiden adalah tipe pemikir bahkan sejak kecil, ia akan memilah mana yang baik dan buruk mana yang benar dan salah.
"Jika kau berhati-hati dan tak mempercayaiku, sebaiknya terapkan hal tersebut pada setiap orang yang ingin mengambil segala keuntung dari jabatan yang kau miliki."
Walau selama ini Aiden dan Yunho selalu berselisih paham namun untuk hal ini tentu saja ia setuju dengan ucapannya. Yunho terkenal sebagai komisaris utama yang angkuh, namun karena keangkuhannya tak ada satu orangpun komisaris besar yang berani menggerakkannya bagai boneka.
Hening..
Hingga pintu terbuka, Jaejoong muncul dengan sebuah map coklat di tangannya, tanpa menyapa pria bernama Yunho yang tengah menatap tajam dirinya ia melemparkan berkas laporan keatas meja tepat dihadapan Aiden dan Yunho.
"Ini adalah laporan yang kau minta Aiden-ssi, kuharap kau tak mempermasalahkan status dari subjekku."
Aiden segera meraih map tersebut dan membaca isinya dengan seksama, ia tanpa sadar meremas ujung map begitu membaca nama subjek dan kekuatan apa yang dimilikinya.
Melihat reaksi Aiden yang terbaca dimatanya, Yunho segera menoleh pada Jaejoong. Setidaknya pria itu tak boleh menyadari reaksi Aiden "Lama tak bertemu Jaejoong-ssi.."
Pria pucat itu menoleh, tanpa sadar bibirnya menyunggingkan senyum, sudah berapa tahun ia tak bertemu langsung dengan Yunho? Pria itu menghindarinya dengan baik, apapun yang dilakukan Jaejoong sama sekali tak menggerakkan Jung Yunho untuk menemuinya.
Namun saat ini, tanpa melakukan apapun pria tan itu justru menemuinya. Yunho tak bodoh Jaejoong pun harus lebih berhati-hati pada pria itu.
"Ya, kapan terakhir kali kita bertemu? Sepuluh atau..."
"15 tahun yang lalu."
Yunho memotong ucapan Jaejoong, dan tentu saja berhasil membuat bukan hanya Jaejoong yang terdiam namun berhasil membuat Aiden mendongak menatap Yunho dan Jaejoong bergantian, mengapa pria Jung ini membahas masalah 15 tahun lalu? Apa pria Kim itu juga turut andil.
"...ah.. Ya... 15 tahun yang lalu."
"Kau terlihat tak mengingatnya Jaejoong-ssi, haruskah kuingatkan?"
Tatapan yang sedari kemarin dingin dan angkuh dihadapan Aiden kini terlihat bergetar hanya karena sepatah dua patah kata dari Yunho, entah mengapa dirinya penasaran saat ini.
"Apa diriku mengganggu pembicaraan kalian? Karena aku sangat ingin membahas tentang subjekmu Komisaris Kim."
Jaejoong berdehem pelan kemudian segera duduk di kursinya yang berhadapan dengan Yunho dan Aiden yang duduk bersebelahan, ruang rapat ini terasa amat luas dan sepi karena hanya diisi oleh mereka bertiga.
"Apa tujuanmu memasukkan subjek ini? Komisaris Jung memiliki alasannya dengan memasukan subjek E-04 lalu, bagaimana dengan subjek.." Aiden menunduk dan membaca nomor dari subjek tersebut. "Subjek X-88.."
"Kau ingin tahu keunggulannya? Bagaimana jika kita mengetesnya?"
Baik Aiden maupun Yunho mengerutkan keningnya apa pria itu bertanya atau menyatakan pernyataan?
"Subjekku sudah dipindahkan di laboratorium, jika kalian ingin mengetesnya silahkan.."
Aiden segera bangkit berdiri ia bahkan memukul meja dihadapannya dengan kedua tangannya, mungkin jika Jayden yang memukul meja tersebut akan terbelah menjadi dua. "APA DIRIKU SUDAH MEMBERIKANMU IJIN?!"
Ia segera beranjak dari ruang rapat menuju laboratorium meninggalkan Yunho dan Jaejoong "Kau sama sekali tidak berubah." Yunhopun beranjak bangkit, ia harus menyusul Aiden dan memastikan keadaan Hyukjae di laboratorium saat ini.
"Diriku hanya ingin menyingkirkan para freak jika kau lupa tujuanku."
Ucapan Jaejoong membuat langkah Yunho berhenti, ia berbalik dan menatap pria pucat itu dengan tatapan yang sama setelah kejadian 15 tahun lalu "Dirikupun bagian dari mereka jika kau lupa.. Jadi kuanggap kali ini dirimu memang menabuh genderang perang denganku Kim Jaejoong-ssi."
Yunho segera beranjak keluar, ia tak perduli bahwa Jaejoong terkejut dengan ucapan panjangnya. Mungkin memang pria itu lupa bahwa Yunho adalah salah satu dari kumpulan para freak yang hidup di muka bumi ini, pria itu terlalu sibuk dengan ambisinya seorang diri.
Brak!!
Suara pintu laboratorium yang dibuka dengan kasar membuat beberapa pertugas yang berada didalam terkejut, mereka semakin terkejut saat melihat siapa yang datang dengan wajah tak bersahabat.
"Apa diriku sudah memberikan ijin untuk melakukan pemindahan! Kalian berniat untuk menggali kuburan kalian sendiri eoh?!"
"Keluarkan subjek itu dari tempat ini!" Titah Aiden, namun justru seorang pria berpakaian dokter menghampirinya dan memberikannya map berwarna biru agar dapat melihat laporan tentang subjek X-88.
Namun dengan kasar Aiden menolaknya dan menyentakkan laporan tersebut hingga berserakan diatas lantai, Taeil yang berada didekat keduanya segera berinisiatif membereskan laporan yang berantakan tentang subjek baru tersebut.
Tangannya memang mengumpulkan namun matanya tak henti membaca kertas yang berada dalam genggamannya dengan cepat. Ia sempat terhenti ketika melihat apa kelebihan yang dimiliki oleh subjek baru didalam sana.
Clairvoyance
Sejujurnya dirinya enggan menyambungkan kekuatan subjek baru tersebut dengan kejadian yang menimpa Jungwoo, bagaimana jika memang pria itu sudah diincar sejak awal?
Kekuatan subjek didalam sana bisa digunakan untuk melacak keberadaan Jungwoo dan keberadaan kaumnya.
Usai mengumpulkan seluruh berkas yang berserakan Taeil segera mengembalikan map tersebut pada dokter muda yang menjadi pendamping pribadi subjek didalam sana, dari nametag yang digunakannya ia dapat melihat huruf abjad yang tersusun rapi menuliskan nama HENDERY.
"Terima kasih.."
Taeil hanya mengangguk dan kembali menuju mejanya, ia tak lagi menggunakan komputernya untuk mencoba membuka file-file yang terkunci. Dirinya hanya perlu mengcopy-nya lalu mengerjakannya dirumah Lucas, lebih terasa aman baginya.
"Bisakah kau lihat dahulu, setidaknya ijinkan kami mengetes subjek..."
Aiden menatap Hendery dengan tajam, apa dia gila? Membiarkan subjek tersebut bereksperimen dengan kekuatannya? Keberadaannya dan Jayden ditempat ini bahkan Jaemin akan terdeteksi dengan jelas.
"Kumohon.."
Mau tak mau Aiden membuka map tersebut dan membaca laporan tersebut, namun jemari Hendery tiba-tiba menutupi tulisan yang akan dibacanya, pria itu menunjuk 3 kata secara acak yang membuat Aiden terkejut.
'Kami'
'Bisa'
'Membantu'
Aiden kembali menatap Hendery, ia tak tahu apakah pria ini benar-benar bisa menjadi sekutunya atau tidak. "Baiklah, tapi jika kau melanggarnya, aku akan melubangi kepala subjek itu tanpa ragu."
Henderypun mengangguk dan membungkuk sebagai bentuk rasa terima kasih. Dirinya segera mengambil kembali map dari tangan Aiden dan kembali mendekati subjek "Pindahkan kedalam, berdampingan dengan Subjek E-04."
Aiden mengalihkann pandangannya pada Hyukjae yang ternyata tengah menatapnya, ia melihat pria itu menganggukkan kepalanya tanda setuju dengan keputusan Aiden.
Untuk sepersekian detik ia berpikir apakah Hyukjae sudah tahu apa yang akan terjadi hari ini? Tentang subjek X-88? Ia mengalihkan pandangannya pada Hendery yang tengah berbicara dengan subjeknya yang akan di bawa kedalam, genggaman tangan keduanya perlahan terlepas saat subjek tersebut benar-benar dipindahkan kedalam.
Kini baik Aiden dan Hendery, keduanya berdiri sejajar dengan jarak yang cukup jauh didepan dinding kaca pembatas bersebrangan dengan kedua subjek didalam. Netranya bisa melihat bagaimana Hendery dan Subjek didalam saling melempar tatapan satu sama lain.
Dirinya kembali menatap Hyukjae yang ternyata sedari tadi menatapnya, pria itu tersenyum pada Aiden dan itu berhasil meruntuhkan segala emosi didalam dadanya, hanya sebuah senyuman manis dari Lee Hyukjae.
'Tunggu sebentar lagi, bersabarlah, aku pasti akan mengeluarkanmu dari tempat ini.'
⇨Us ⇦
Suara nafas terengah terdengar dari salah satu sisi ruangan berbentuk persegi luasnya mungkin hanya 3x3 tak lebih dan sepertinya juga tak kurang.
Ada sebuah kipas penyaring udara di salah satu sudut dinding dibagian atas sebagai ventilator udara, cahaya di ruangan ini hanya berasal dari kaca kecil berbentuk persegi panjang dibagian atas ruangan tepat berada disisi kiri.
Sesosok pria terikat dalam keadaan duduk disisi pojok ruangan tersebut, nafasnya tersengal ia menggelengkan kepalanya agar kesadarannya tak berkurang atau setidaknya dirinya tak boleh menutup kedua matanya saat ini.
"Heaaah!!"
Tubuh pria itu terdorong kebelakang bersama dengan kursi yang didudukinya hingga terjatuh menghantam lantai yang dingin, ia terbatuk dan mengeluarkan darah dari mulutnya saat perut dan dadanya sekali lagi menjadi sasaran serangan seorang pria dihadapannya.
"...hhh hentikan.."
Tubuhnya ditindih, wajahnya dihantam dengan kepalan tangan berkali-kali, ia tak tahu lagi bagaimana ia bisa menahan rasa sakit disekujur tubuhnya.
"Berhenti katamu?" Pria yang menindih pria satunya lagi mencengkram kerah pakaian pria yang tampak lemas dibawahnya tak berdaya melawan apalagi dalam keadaan terikat.
Biasanya ia yang selalu kalah, namun kali ini dirinyalah pemenangnya, "Percuma appa selalu memujimu jika kau bahkan memohon padaku saat ini.." Pria itu bangkit berdiri hingga wajah kelincinya yang tengah tersenyum senang terkenal pantulan sinar matahari dari kaca dibagian atas "...Hyung.."
"Kau sudah gila eoh!!"
Pria itu kembali menendang pria lemas dibawahnya, apa baru saja dirinya disebut gila? "Lalu mengapa eoh!! Lalu bagaimana denganmu anak kesayangan Appa apa aku harus membunuhmu?!" Satu tendangan telak ia arahkan pada wajah.
Pria berwajah kelinci itu mengatur nafasnya, membenahi pakaiannya dan hanya menatap tanpa minat pria yang dipanggilnya 'Hyung' tersebut tengah terbatuk-batuk mungkin tersedak akan darahnya sendiri.
"Katakan padaku.. Dimana sahabat kecilmu Hyung, jika aku menemukannya maka diriku akan melepaskanmu.."
"Kau tak akan pernah bisa menemukannya, kau dan Eomma akan tamat. Pengkhianat.."
Sekali lagi pria itu hanya menggali kuburannya sendiri, semakin ia menutup rapat mulutnya semakin ia tersiksa, pria kelinci itu sama sekali tidak segan-segan dan tidak main-main dengan ucapannya.
Ting
Suara pesan masuk dari ponsel milik pria yang disandera olehnya berbunyi, ia sudahi menyiksa sang kakak untuk menghampiri meja nakas dan meraih ponsel tersebut melihat isi dari pesan tersebut.
"Dimana kau? Aku menunggu di coffe shop yang berada di distrik 8."
"Taeil? Sejak kapan kau suka duduk berdua dan meminum kopi dengan Taeil Hyung?"
Pria itu meletakkan ponsel tersebut kembali ke meja nakas "Baiklah jika kau tak ingin mengatakan apapun maka diriku yang akan mencari tahunya sendiri..."
Ia membungkuk mendekat pada sang kakak yang terlihat mengenaskan "Kau akan menjemput kematianmu disini Kim Himchan.." Tangannya menepuk-nepuk wajah pria yang bernama Himchan tersebut dengan cukup kuat seolah tak perduli itu menyakiti luka-luka diwajahnya.
"Kau akan menyesali semuanya Doyoungie.. Taeyongpun akan membencimu!"
Ia hiraukan ucapan Himchan, pria kelinci itu hanya tersenyum dan beranjak keluar dari ruangan tersebut. 2 orang didepan pintu dengan seragam serba hitam menunduk sopan saat Doyoung keluar.
"Kunci dan jaga aku tak ingin ada siapapun yang masuk kedalam sana. Katakan saja itu adalah tahanan milik negara."
"Baik!"
Doyoung beranjak pergi dari sana melewati lorong ruang bawah tanah yang terdapat di markas keamanan milik negara. Ia tersenyum puas ini kali pertama baginya mengalahkan sang kakak dan tentu saja ia akan semakin disayang dan dipuji oleh sang ibu.
"Jongup.. Kali ini giliranmu.." Gumamnya.
⇨ To Be Continued ⇦
Hendery Huang, adalah seorang dokter yang bekerja di lab sebagai pengamat kesehatan pribadi subjek X-88. Ia adalah seorang freak namun tak akan ada yang bisa mendeteksi keberadaannya karena kekuatannya adalah untuk tak terdeteksi berlawanan dengan kekuatan X-88.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar