myCatalog

Jumat, 21 Agustus 2020

US - FOUR



* US *

-

-

-

-

-







NEO CITY

2044


Jaehyun tengah melipat kedua tangannya didepan dada dengan kedua matanya yang mengikuti gerak gerik dari pria dihadapannya, dirinya tengah menunggu jawaban dari Taeyong kemana adiknya berada? Baru kemarin ia mengatakan bahwa adiknya berada ditempat aman namun kenyataannya hari ini mereka tidak menemukan Park Jisung diapartemen milik adik dari Taeyong.

"Bisa kau hilangkan wajah menyebalkanmu itu? Barang sejenak? Aku sudah bosan melihatnya sejak tadi." Protes Taeyong yang sudah tak tahu harus memberikan ekspresi apalagi pada tatapan Jaehyun yang menuntut sebuah jawaban dan penjelasan, sedangkan dirinya sendiri tidak memiliki jawaban apapun atas pertanyaan Jaehyun tentang sepupunya tersebut.

"Tunggu adikku sampai maka kau bisa bertanya padanya secara langsung, bisa saja adikmu pergi keluar."

"Kau sendiri yang mengatakan bahwa Park Jisung kini menjadi buronan, tak mungkin dia berkeliaran dijalanan."

Ah ya, Taeyong lupa sudah mengatakan hal itu. Mengapa dirinya terasa bodoh akhir-akhir ini, terlalu banyak pekerjaan membuatny cepat bodoh.

Setelah keheningan yang terjadi kurang lebih selama 15 menit akhirnya pintu apartemen terbuka, dan terlihat Jungwoo melangkah dengan gontai memasuki apartemen disusul dengan Jaemin dibelakangnya.

"Kalian sudah pulang? Dimana Jisung dan Chenle? Mengapa mereka tak ada?" tanya Taeyong dengan semangat dan menghiraukan kerutan di kening Jaehyun.

"Chenle? Apa dia menjadi buronan juga?" tanya Jaehyun penasaran karena ia pun juga mengenal Chenle sebagai teman dekat Jisung, namun pertanyaanya akhirnya mengundang atensi Jaemin dan Jungwoo, bagaimana bisa Hyung mereka membawa pria ini ke apartemen mereka?

"Mengapa dia ada disini?"

"Ah begini..." Taeyong sebenarnya sedikit sulit menjelaskan mengapa Jaehyun berada disini, karena pria itu bersikeras untuk bertemu dengan Jisung saat dirinya akan berangkat untuk bekerja tadi pagi.

Ia pikir akan bisa meninggalkan Jaehyun dengan Jisung tadi, namun nyatanya tak ada siapapun disini bahkan Jisung dan Chenle pun tak ada, akhirnya mereka berdua terpaksa duduk menunggu disini hingga yang lainnya kembali karena Jung Jaehyun mengkhawatirkan adiknya, dan Lee Taeyong terpaksa membolos tak masuk kerja untuk kali pertama dalam hidupnya.

"Tidak perlu bertanya mengapa diriku berada disini, kalian hanya perlu menjawab dimana adikku? TY-ssi mengatakan bahwa adikku aman bersembunyi disini, namun mengapa dia tidak ada disini?"
Jungwoo menoleh pada Jaemin, ia meninggalkan keduanya bersama dengan pria bersurai auburn tersebut tadi pagi "Kau benar-benar membawa mereka menemui Ten Hyung?"

"... Ya."

Senyum tenang di wajah Taeyong perlahan menghilang, ia segera bangkit berdiri. "Apa maksudnya Na Jaemin? Kau membiarkan mereka disana?"

"Ten Hyung mengatakan bahwa mereka akan aman bersembunyi disana daripada bersama dengan kita. Ten Hyung berkata, jangan sampai usaha kita disini sia-sia karena menyembunyikan buronan."

"Lalu? Bagaimana dengan keadaan disana? Mereka sudah bersembunyi sekian lama bukan? Apa mereka berniat memperlihatkan diri mereka secara terang-terangan saat ini?"

Jaemin tak menjawab namun anggukan dikepalanya sudah menjadi sebuah jawaban yang membuat Taeyong kembali terduduk, Ten selalu mengambil keputusan seorang diri secara tiba-tiba tanpa merundingkannya dahulu pada dirinya. Dan itu tentunya sangat berbahaya.

"Ada apa sebenarnya? Dimana adikku dan Chenle? Apa mereka baik-baik saja? Aku tak akan bisa tidur dengan tenang tanpa tahu keberadaan mereka."

"Sebaiknya kau keluar terlebih dahulu, akan kami beritahu dimana Jisung tapi setelah diriku membicarakan sesuatu pada Hyungku."

Sebentar Jaehyun berpikir, ia tak mengerti masalah apa yang ada dalam keluarga ini? Pria berinisial TY itu terlihat sangat berbeda usai mendengar bahwa adiknya yang buronan bersembunyi ditempat seseorang bernama Ten. Iapun akhirnya bangkit berdiri dan berniat melangkah keluar namun gerakan tangan Taeyong menahannya.

"Tetaplah disini."

Ucapan Taeyong membuat ketiganya tersentak terkejut "Hyung?!"

"Kau juga ingin melenyapkan Jung Yunho itu bukan?" Taeyong menoleh menatap Jaehyun yang mengangguk, sekali lagi ia melihat sorot kebencian didalam bola mata tersebut.

"Duduklah, tujuan kita disini sama. Melenyapkan pria itu.." ia menatap Jungwoo dan Jaemin "Kalian juga duduklah, katakan apa yang ingin kalian katakan. Mulai hari ini Jung Jaehyun ada dalam tim yang sama dengan kita."

Jaehyun tersentak terkejut karena 2 hal yang disebutkan Taeyong, berada dalam tim yang sama dan pria itu ternyata tahu siapa namanya "Kau tahu namaku?"

"Tentu saja, sudah kukatakan bukan kemarin. Aku menyelidiki segalanya tentangmu." ia beralih menatap Jungwoo yang tadi berkata ingin menyampaikan sesuatu. "Apa yang ingin kau sampaikan Jungwoo-ya?"

Pria itu menatap Jaehyun sekilas kemudian menghela nafas "Hari ini diriku menyelinap masuk kedalam laboratorium.. dan bertemu dengan Hyukjae Hyung."

Nama itu mengundang reaksi berbeda dari keduanya, Jaemin meremas celana yang digunakannya sedangkan Taeyong mengusap wajahnya, selain menyingkirkan Jung mereka harus mengeluarkan Hyukjae dari sana.

"Dia berkata bahwa dirinya belum melakukan apapun Hyung, uji coba kemarin malam bukan berasal dari sumber sistem keamanan."

"Apa maksudnya itu? Apa hubungan pria bernama Hyukjae itu dengan sistem keamanan yang baru?"

"Akan kujelaskan padamu nanti, teruskan Jungwoo.."

"Jika Hyukjae Hyung tidak melakukan penglihatan masa depan, untuk apa ada uji coba tersebut kemarin malam?"

"Perintah palsu kah? Atau..."

Kini seluruh mata memandang Jaemin yang mulai menyimpulkan sesuatu "Atau, mereka memang menargetkan Park Jisung."

Us

Jayden menekan mouse dan keyboard dihadapannya, kedua matanya masih fokus terhadap layar komputer yang menemaninya selama hampir 12 jam hari ini. Rekor pertama yang diciptakan oleh dirinya sendiri karena bisa berada dikantor bersama dengan Lucas lebih dari 8 jam kerja kantor pada umumnya.

"Aiden Hyung meminta kita untuk tidak terlalu mencolok menyelidiki uji coba pertama tersebut, tapi bukankah berkutat hingga malam ditempat ini terlihat sangat mencurigakan? Terlebih jika itu dirimu yang tak pernah berada di kantor lebih dari 5 jam."

"Diriku? Apa yang salah denganku?"

"Sejak kapan kau betah berlama-lama duduk dikursi panas itu eoh?"

Ucapan Lucas ada benarnya, belum lagi ruangan mereka terdapat CCTV sudah pasti apa yang dilakukan oleh keduanya akan terlihat dan bagi yang merasa terancam akan segera mencurigai mereka berdua.

Jayden merenggangkan tubuhnya kemudian mengeluarkan ponsel dari sakunya, melihat sudah pukul berapa saat ini. Sudah tepat pukul setengah 8 malam, mereka benar-benar hampir 12 jam dikantor pantas tubuhnya terasa lelah.

"Apa kau memiliki tempat lain?"

Lucas mengangguk dengan cepat bahkan ia tersenyum dengan lebar ia tahu tempat terbaik yang tidak mencurigakan bagi siapapun. Dimana lagi kalau bukan di apartemen pribadi miliknya.

Keduanya kini sudah berkutat didepan komputer milik Lucas, pria itu sudah menghubungi Johnny dan Aiden agar menyusul mereka saja ke apartemennya. Terdengar kurang sopan memang meminta atasan untuk datang, namun jika tak ingin dicurigai maka hal itulah yang harus dilakukan.

Jayden menatap mesin printer yang tengah mencetak laporan yang sudah dikumpulkannya dari berita serta blog yang tiba-tiba ramai diperbincangkan sejak kemarin malam, hanya karena pria yang akan ditangkap tersebut menghilang begitu saja.

"Kau sudah mendapatkan videonya? Aku memiliki yang lebih jernih dari yang sebelumnya." Ibu jari Lucas menyentuh layar ponselnya menekannya cukup lama kemudian menggerakannya keatas, tak lama muncul sebuah notifikasi bluetooth di komputernya.

Dengan cepat Jayden segera memutar video tersebut setelah memasang satu earphone di telinganya, suara ricuh terdengar beberapa orang menanyakan apa yang terjadi namun Jayden yang menggunakan earphone justru mendengar dengan jelas suara seseorang yang berteriak memanggil sebuah nama dengan panik dan khawatir.

'Jisung?'

'Park Jisung!!'

'Bukankah itu nama pria yang akan ditangkap kemarin malam?' Batinnya.

Dan tak lama seseorang muncul diantara aparat merangkul pria bernama Jisung itu dan menghilang begitu saja. "Apa kau mendengarnya?" Tanya Jayden sembari menoleh pada Lucas, ia dan sahabatnya sama-sama menggunakan sebelah earphone untuk mendengar suara dari video tersebut bersama.

"Mendengar apa? Hanya suara ricuh dari mereka semua. Memang apa yang kau dengar?"

Mengapa Lucas tak mendengarnya? "Tak ada, sepertinya diriku salah dengar..." Jayden menggeleng, ia tidak berniat berdebat bahwa dirinya mendengar suara yang dicurigainya sebagai pelaku yang dapat berteleport.

Namun suara itu terasa familiar ditelinganya, seperti pernah mendengar sebelumnya.

Suara ketukan pintu membuat keduanya menoleh, Lucas segera beranjak meninggalkan Jayden untuk membukakan pintu. Ia yakin bahwa itu adalah Johnny dan Aiden, benar saja saat pintu terbuka memang keduanya yang datang tanpa mengenakan pakaian formal seperti ketika masih berada dikantor. Hanya celana jeans dan hoodie yang membalut mereka kini.

"Masuklah, kami sudah mengumpulkan data yang kalian minta."

"Kupikir kalian tidak terpikirkan untuk melanjutkan penyelidikan disini, setidaknya lanjutkan esok."

"Bukankah kau yang meminta semuanya harus ada di mejamu malam ini Hyung?" Jayden merotasi bola matanya, Hyungnya ini terkadang sangat pelupa sampai tidak ingat akan perintahnya sendiri. Walaupun Aiden sangat pintar namun ia pun memiliki kelemahan kecil, dirinya mudah melupakan hal-hal sepele.

Aiden terhenti dan terlihat berpikir sejenak, apa iya dirinya yang meminta hal seperti itu. Sedangkan Johnny hampir terbahak melihat bagaimana ekspresi wajah Aiden saat ini, kemana wajah tegasnya saat menemui Jung Yunho tadi? Berbanding terbalik dengan wajah kanak-kanak miliknya.

"Sudah-sudah ini mungkin faktor usia maka Aiden Hyung mudah lupa.." ujar Johnny sambil menghampiri Jayden dan meminta pria itu untuk memutar video yang tengah di tonton oleh pria itu.

"Kau sudah tahu identitas mereka?"

"Hanya tersangka, namanya Park Jisung. Sedangkan yang menyelamatkannya, aku belum menemukan data mengenai pria ini, wajahnya pun tak tersorot oleh kamera ponsel." jelas Jayden.

"Diriku dan Jayden berpikir untuk kearena perlombaan besok dan meminta rekaman CCTV yang berada disana mungkin kami bisa menemukan wajahnya yang terekam disana."

Johnny mengangguk puas, kedua anggota Timnya memang sangat membanggakan. Ia meraih tumpukan laporan tentang tersangka kemudian membaca beberapa lembar yang berisikan data diri pria tersebut termasuk catatan kriminal, sama sekali tak ada satupun catatan hitam yang dimiliki oleh anak itu.

"Dia sangat bersih, sangat tidak mungkin melakukan kejahatan berat diusianya yang masih belia."

"Mungkin tuntutan hidup."

"Aku akan setuju denganmu jika, uji coba itu memang benar adanya.." bantah Jayden, ditahun ini memang tuntutan hidup di perkotaan semakin menghimpit. Yang kaya semakin kaya yang miskin semakin menderita, jika ingin bertahan dengan kerasnya hidup haruslah menjadi yang terbaik.

Seperti dirinya dan sang kakak, bukan melebihkan. Namun jika tak seperti itu maka mungkin dirinya dan Aiden sudah berada di dalam tanah bergabung dengan mayat lainnya yang gagal dalam test.

"Berikan aku laporannya." Aiden mendekat usai melepaskan hoodie ditubuhnya, ia pun masih sempat mengambil sebotol minuman dingin dari kulkas milik Lucas. Karena terbiasa berkumpul di tempat ini dirinya sudah menganggap rumah Lucas pun sebagai rumah keduanya.

Lalu mengapa tak menetap bersama saja?

Sekali lagi, Aiden menegaskan pada dirinya sendiri. Ia belum berhasil.

Usai membaca keseluruhan laporan yang dikumpulkan Jayden serta Lucas, Johnny memberikan berkas tersebut pada Aiden. Pria itu membaca dengan seksama data diri milik tersangka pria yang kini berusia 22 tahun tersebut, hanya berbeda 5 tahun dari adiknya.

Jemarinya ikut bergerak mengurutkan kolom yang sudah dibaca olehnya hingga terhenti pada sebuah kolom yang berisikan nama orangtua.

'Park Jungsoo - deceased'

Dirinya seperti tersentak terkejut, nama ini terasa familiar. Ia membalik kembali berkas yang dibacanya dan melihat foto milik si tersangka 'Park Jisung' tampak depan samping kanan dan kiri, dirinya semakin yakin pernah melihat rupa orang ini sebelumnya.

"Aku harus kembali ke asrama sekarang juga ada yang harus segera kupastikan." Aiden meletakkan berkas tersebut, mengundang tatapan penuh tanya dari ke-3 orang lainnya yang berkumpul diruang tengah apartemen Lucas.

"Aku akan menemanimu. Kalian berdua tetaplah disini." Lucas segera mengambil kunci mobilnya, ia bisa melihat Aiden dalam fase terkejut ia takut jika atasan mereka akan mencelakakan dirinya sendiri saat menuju kantor ataupun ketika kembali kemari.

Setelah kepergian keduanya Johnny dan Jayden saling melempar pandangan penuh tanya "Apa hyungmu baik-baik saja?"

".... Entahlah, ini kali pertama diriku melihatnya seperti ini."

Dengan langkah panjang keduanya melewati koridor dalam asrama yang kali pertama di datangi Lucas, sebelumnya ia tak pernah bertandang kemari karena Jayden tak pernah mengijinkannya. Namun kali ini berbeda ia datang menemani Aiden yang terlihat terburu-buru untuk memastikan sesuatu.

Ia memasuki kamar asrama milik Jayden dan Aiden, ruangan ini sangat kecil, hanya ada dua tempat tidur dua lemari dan sebuah kamar mandi. Netra Lucas memandang penasaran pada Aiden yang berjongkok ditepi tempat tidur begitu tiba didalam kamar, pria itu segera memasukkan kepalanya kekolong tempat tidur yang entah miliknya atau milik Jayden.

Ia melihat atasan mereka itu tengah membongkar sesuatu dibawah sana jadi reflek Lucas segera menutup pintu kamar yang dibiarkan terbuka begitu saja oleh Aiden, tepat sebelum kamera CCTV yang bergerak menyorot pintu kamar milik kedua Lee bersaudara tersebut.

"Apa yang kau cari Hyung?"

"Apa kau sudah menutup pintunya?"

"Ya... sudah."

Aiden mengeluarkan tubuhnya dari bawah kolong ranjang sembari mengangkat salah satu penutup lantai yang terbuat dari batu yang ternyata menutupi sebuah lubang, ia mengambil sebuah kotak kayu berwarna coklat berukuran sedang yang memang bukan miliknya dan meletakkannya di atas kasur.
Sekali tiupan debu berterbangan, sudah berapa lama ia tidak menyentuh kotak ini? 6 tahun lebih sepertinya, diatas kotak tersebut terukir nama seseorang dengan aksara hangul.

' 박정수 '

"Park Jungsoo?" Johnny membeo ketika melihat Jayden mengetikkan nama itu dikolom pencarian yang biasa mereka gunakan untuk mencari data pribadi seseorang, seharusnya hal tersebut hanya bisa dilakukan di kantor saja namun beruntung mereka memiliki Lucas, dia mahir menyadap situs pribadi milik pemerintah dan dapat menggunakan fasilitasnya dari rumah tanpa diketahui siapapun.

Beresiko untuk mencari apapun menggunakan komputer kantor setelah mengetahui bahwa ada banyak hal tak beres disana.

"Ya.. Aku harus mencari tahu tentang keluarganya, mungkin dendam keluarga atau hutang piutang keluarga yang akan membuatnya melakukan kejahatan tingkat tinggi."

Telunjuknya menekan tombol enter dan dalam sedetik keluarlah data milik seorang pria bernama Park Jungsoo yang membuat Jayden terkejut setengah mati, wajah tersebut sangat familiar baginya.

"Kotak milik siapa itu Hyung?"

"Seseorang.." Aiden membuka kotak yang tak terkunci tersebut, banyak terdapat surat yang tak terkirim disana, serta ditambah dengan beberapa mainan mobil-mobilan kecil dan beberapa gantungan kunci berbentuk tikus kecil dan gorilla. Tangannya mulai mencari dan mengeluarkan barang-barang tersebut, hingga ia menemukan apa yang dicarinya.

Selembar foto seorang pria dengan jas laboratorium miliknya bersama seorang gadis cantik dan seorang anak yang berkisar berumur 10 tahun, jemari Aiden bergetar saat tahu bahwa buronan itu ternyata adalah anak dari...

"Dokter Park?" Jayden sama sekali tidak bisa melepaskan pandangannya dari gambar wajah pria yang menghilang 10 tahun lalu secara tiba-tiba. Jemarinya terus menscroll turun kebawah untuk menemukan data apapun tentang pria itu, dan nyatanya ia membaca disana bahwa pria tersebut tewas dalam sebuah kecelakaan maut 10 tahun lalu bersama dengan sang istri Jesicca Jung, meninggalkan 
seorang anak pria yang tidak diketahui keberadaannya.

"Dokter Park sudah tewas..." Jayden lemas membaca berita tersebut, apa Park Jungsoo yang dimaksud adalah benar-benar ayah dari buronan ini?

"Kau mengenalnya?"

Tentu saja.. Tentu saja dirinya dan Aiden mengenal pria ini.

Jayden terbangun dengan rasa pening luar biasa dikepalanya, dirinya seperti mendengar jeritan digendang telinganya setiap mencoba membuka kedua matanya hingga sebuah pelukan membuatnya lebih tenang.

"Kau terlalu baik pada kedua anak-anak itu dokter Park."

Suara seorang gadis terdengar meremehkan, kemudian terdengar suara pintu tertutup. Dirinya baru berani membuka kedua matanya ketika kedua telinganya ditutup oleh telapak tangan besar milik pria dewasa yang memeluknya.

Perlahan ia menatap pria tersebut dan pemuda disampingnya "S-Siapa kalian?" Denyut sakit kembali mengerogoti kepalanya seusai dirinya menanyakan siapa mereka berdua yang berdiri dihaadapannya dan tengah menatapnya, terutama pemuda disamping pria dewasa yang menatapnya penuh khawatir.

"Ini aku Hyungmu.. Kau melupakanku? Ada apa ini Dokter Park?"

Dirinya tak mengingat apapun lagi karena rasa pening begitu menguasainya seolah-olah mencoba menarik seluruh memori didalam kepalanya, tidak dirinya tak ingin melupakan apapun..

'Jeno...'

'J-..... '

Siapa?

Suara siapa itu?

'....den..'

'Jayden?'

"Jayden?" Suara pria dewasa itu kembali masuk kedalam indera pendengarannya, rasa pening itu menghilang bersamaan dengan suntikan yang diberikan oleh pria dewasa tersebut.
Dirinya menatap kedua orang yang menatapnya penuh khawatir, "Tadi.. Kau memanggilku apa?"

"Jayden, namamu Jayden Lee." Pria itu menarik pemuda yang tampak begitu khawatir mendekat 

"Dia kakakmu, Aiden. Mulai hari ini ingatlah nama itu sebagai identitas kalian yang baru."

"Hyung?"

Pemuda itu tersenyum lembut dan mengangguk sembari menepuk puncak kepalanya "Ya.. Jayden aku hyungmu."

Kedua matanya hanya dapat menatap kedua orang itu dalam diam kemudian mengangguk patuh. Walau ia tak ingat apapun, dirinya tahu pemuda dan pria dewasa ini tidak berbohong padanya.

"Shh aw!"

"Tahan sedikit Jayden.." Dokter Park tengah mengoleskan salep pada setiap luka memar serta luka sobek yang cukup panjang di punggung Jayden, anak itu menatap sang Hyung yang benar-benar terlihat lemas usai di obati karena memiliki luka yang sama seperti dirinya.

"Kenapa Hyungku pun harus terkena cambukan? Bukankah hanya diriku yang kurang pintar? Aiden Hyung mendapatkan nilai sempurna untuk seluruh jawaban yang dijawab olehnya."

"Bersabarlah.."

Keduanya menatap Aiden yang terkelungkup didalam ruang pengobatan, luka yang dimilikinya 2x lebih berat daripada yang dialami Jayden bahkan wajahnya berkeringat dan sangat pucat, proses pengobatan benar-benar 3x lipat menyiksa dirinya daripada saat dicambuk.

"Bersabarlah hingga kita berhasil Jayden-ah. Bukankah begitu Hyung?"

Jayden menatap Dokter Park yang terlihat terpaksa tersenyum dengan wajah prihatinnya, ia menepuk puncak kepala Jayden. "Berjuanglah Jayden, jika kau menyayangi Hyungmu, jika kau menyayangi dirimu. Kau harus menjadi yang terbaik dari yang terbaik ingat itu."

Mau tak mau Jayden mengangguk, ia menatap Aiden yang tersenyum padanya, ia sudah bertekat bulat tidak akan membuat kakaknya menderita lagi karena kelalaiannya.

Tok tok tok...

Suara pintu asrama mereka diketuk dengan tergesah-gesah, padahal ini sudah pukul 7 malam, seharusnya tidak ada lagi yang mengunjungi kamar mereka walaupun dengan alasan cek kesehatan sekalipun. Aiden membuka pintu kamarnya dan menemukan Dokter Park yang terlihat pucat. 

"Hyung?"

"Aiden, kukatakan padamu. Bersiaplah, aku akan menjemputmu dan Jayden besok malam. Kita pergi dari tempat ini, sesegera mungkin."

"Apa maksudmu Hyung? Kau berkata bahwa diriku harus menjadi yang terbaik."

"Ya.. Tapi tidak lagi, akan kujelaskan dalam perjalan besok. Bersiaplah.." Dokter Park hampir beranjak namun ia kembali menunduk dan perlahan berjongkok untuk menepuk puncak kepala Aiden "Tapi jika diriku tak datang ataupun muncul lagi dihadapan kalian, yakinlah diriku tidak pernah meninggalkan kalian."

Jayden mencuri dengar pembicaraan Aiden dan Dokter Park dari balik pintu kamar mandi, entah mengapa perasaannya mengatakan akan ada hal buruk yang terjadi. Ia akan membujuk Aiden untuk bersiap dan melupakan rencananya untuk tetap bertahan ditempat terkutuk ini.

Namun..

Dokter Park tak pernah kembali lagi muncul didalam Laboratorium ataupun kamar asrama mereka lagi. Keduanya sudah menunggu semalaman tetapi sama sekali tak melihat kedatangan Dokter baik itu hingga pagi datang.

Baik Jayden dan Aiden sepertinya paham, ada yang membuat pria itu tak dapat lagi datang kemari. Karena mereka kah? Apa karena pria itu selalu membela mereka?

"Bersihkan mejanya buang saja semua barang-barang milik dokter itu."

Esoknya Jayden dan Aiden melihat beberapa orang berniat membuang seluruh barang yang terdapat di atas meja kerja milik dokter itu. Keduanya hampir tak bereaksi andai saja seseorang tidak berniat melempar sebuah kotak yang selalu dibanggakan oleh Dokter Park hampir setiap hari, memorinya bersama sang keluarga.

"Jangan membuangnya biar kusimpan, kumohon." Aiden menahan orang tersebut untuk membuang kotak tersebut namun pria dewasa itu justru dengan mudah mendorong Aiden membuat pemuda itu terantuk sudut meja.

"Hyung?!"

"Dokter itu terlalu memanjakan kalian, ck menyusahkan saja."

Jayden memeriksa keadaan Aiden, melihat Hyungnya meringis menahan sakit di punggungnya. Tak ada yang tahu bagaimana cara Jayden saat itu tak dapat mengontrol emosinya, pemuda itu berdiri dan menendang lutut pria dewasa yang mendorong hyungnya hingga terdengar suara 'krak'.

Ia bahkan dengan mudah menahan segala serangan dengan lengannya dan membalas serangan tersebut dengan pukulan serta tendangan tepat pada rahang para pria dewasa tersebut.

Tanpa ragu Jayden menekan lututnya pada kerongkongan pria yang menendang Aiden, "Berikan kotak itu pada Hyungku, atau aku akan mematahkan lehermu." Ucapnya penuh dengan penekanan.

'Brak'

Pria itu memberikan kotak tersebut dengan melemparkannya kearah Aiden dan segera pergi dengan bantuan para pria dewasa lainnya. Jayden segera mengambil kotak yang tergeletak dilantai dengan isi berceceran, ia menyusunnya kembali dan memberikannya pada Aiden.

"Berhenti bersikap lebih kuat, mulai hari ini aku yang akan melindungimu Hyung. Jadi jika kau memang ingin berhasil, terus asah kepalamu yang pintar itu, aku yang akan berdiri didepanmu."

Perlahan Aiden mengangguk, pria itu memeluk kotak milik Dokter Park dan mulai menangis. Kali pertama ia melihat Aiden menangis dihadapannya, entahlah Jayden yakin bahwa ini kali pertama kakaknya menangis mengeluarkan segala sesak yang ditahannya selama bertahun-tahun.

Suara sepeda di kayuh terdengar, pria bersurai coklat tersebut tengah menggunakan sepeda berkeliling tenda bersama dengan Chenle yang dia bonceng dibelakang.

Area sirkus sudah dibuka, jadi tak akan ada yang bisa menemani mereka karena seluruh manusia spesial yang berada disini tengah bekerja menghibur para manusia. Jadi Renjun meminta dirinya dan Chenle untuk berkeliling menggunakan sepeda.

Mereka bersepeda hingga tiba diperbukitan cukup jauh dari tenda sirkus berada, pria tinggi itu segera turun dan menggeletakkan sepeda yang digunakannya diatas rerumputan, dirinya segera menyusul Chenle yang sudah duduk bersila di tepi bukit tepat dibawah pohon mapple setelah turun secara tiba-tiba dari boncengannya dan berlari kearah pohon mapple.

"Kau lihat? Kita berdua bisa melihat perkotaan dari atas sini. Mereka terlihat indah dengan sinar lampu yang menyala seperti taburan bintang."

"Pffftt.."

"Ck apa yang kau tertawakan?"

Pria itu hampir berguling tertawa karena ucapan Chenle, sejak kapan pria itu jadi puitis? "Sejak kapan kau sepuitis ini? Aku benar-benar merinding mendengarnya."

Chenle merengut ingin rasanya mendorong pria itu dari atas perbukitan hingga berguling sampai ke kota, tapi dirinya gak setega itu untuk mengembalikannya ke kota sama saja membiarkan pria itu tertangkap.

"Tapi kau benar Chenle-ya, pemandangan disini memang terlihat lebih indah." Pria itu akhirnya duduk disamping kanan Chenle, ia memanjangkan kakinya dan menggunakan kedua tangannya agar bertumpu kebelakang sesekali ia menatap langit dan sesekali ia melihat lampu diperkotaan lalu berakhir dengan menoleh pada Chenle disisi kirinya.

Pria bermata sipit itu terkekeh senang karena ucapannya di akui, namun netranya menatap sebuah bandul yang tergantung di dada sahabat tingginya tersebut saat Jisung menoleh menatapnya "Itu apa? Sebuah kalung?"

"Park Jisung, Zhong Chenle, kembali. Sudah malam, sirkus akan tutup sebentar lagi." seorang gadis memanggil keduanya sambil melambaikan tangan saat keduanya menoleh.

Pria Park itu segera bangkit berdiri sambil membantu Chenle ikut bangun "Ya Noona.." sahut Chenle dengan semangat, ia hampir melangkah menghampiri sepeda yang tergeletak namun pemuda Park itu menahannya.

"Ini kalung pemberian ayahku."

"Benarkah? Aku tak pernah melihat kau menggunakannya sama sekali sebelumnya?"

"Baru kugunakan 3 hari belakangan ini, aku hanya terlalu merindukan ayahku." ujarnya sembari meremas bandul berbentuk pipih berukuran 1x2cm tersebut.

"Yaaaak kalian berdua, cepatlah." omel gadis itu lagi.

"Ah Somi Noona benar-benar sangat bawel. Ayo Jisung-ah." Chenle segera menarik sepeda milik Donghyuk yang dipinjam Jisung kemudian mendorongnya menghampiri si gadis cantik yang sudah meminta mereka untuk pulang sambil berkacak pinggang.

Pria itu kembali menatap arah kelangit sebentar dan remasannya kian kuat pada bandul yang tergantung dilehernya "Appa.. Eomma, sebenarnya apa yang terjadi pada kalian." gumamnya pelan, ia yakin bahkan Chenle yang masih berada di belakangnya pun tak akan menyadari ucapannya barusan.

"Cepatlah.." gadis cantik itu sampai menghampiri sambil berkacak pinggang.

"Aish kau benar-benar sangat bawel Noona.." omel Chenle dengan suaranya yang melengking dan kian melengking saat Somi justru menarik telinganya "A....a Noona sakit."

Lengkingan Chenle berhasil membuat Jisung kembali pada realita, entah bagaimana ia kembali mengingat kepergian kedua orangtuanya 10 tahun lalu. Namun itu hanya beban miliknya dan Jaehyun, dirinya tak perlu memperlihatkannya ditempat ini, tugasnya disini hanya perlu bersembunyi.

Dan mencari tahu, mengapa dirinya menjadi buronan saat ini.


To Be Continued





Park Jungsoo, seorang penanggung jawab didalam laboratorium gedung keamanan. Ia bekerja sebagai peneliti virus dan mencari penawarnya, ia adalah ayah dari Park Jisung.




Jessica Jung, istri Park Jungsoo ibu dari Park Jisung, dia seorang pengacara ternama. Ia memiliki seorang adik yang terpaut umur yang cukup jauh, adiknya hanya berbeda 5 tahun lebih tua dari anaknya. Jung JaeHyun.


Choi Siwon, pemilik House of Heaven. Ia yang menyelamatkan para bayi yang dijadikan hasil eksperimen negara secara diam-diam bersama dengan sahabat-sahabatnya. Namun tak disangka dirinya justru dikhianati oleh salah satu sahabatnya sendiri.






Jung Yunho, Pemimpin tertua dari Jung ia yang menyeret Choi Siwon dalam sebuah kasus dengan laporan palsu. Ia pula yang menyeret Jayden dan Aiden memasuki fasilitas pemerintahan, dan dirinya juga yang tega membantai penghuni House of Heaven 15 tahun lalu. Bahkan menyingkirkan seluruh keluarganya hingga dirinya satu-satunya pewaris Jung yang tersisa, termasuk keponakan cantiknya Jessica Jung.




Jeon Somi, salah satu yang selamat dari kebakaran malam itu di House of Heaven, ia tertumpuk diantara mayat teman-temannya. Ia mahir dalam gymnastic dan boxing, jangan ditanya bagaimana caranya membuat seseorang kehilangan tangannya hanya karena berani menggodanya yang tengah membeli ice cream dengan Chenle 2 tahun lalu.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar