∵ TWISTED ∵
|
|
|
|
Donghyuk menghabiskan waktunya melamun dimeja dapur jemarinya hanya mengenggam sebuah cangkir terisi gingseng yang sudah dingin tanpa tersentuh olehnya sama sekali, ia masih ingat ajakan Mark untuk membangun sebuah hubungan yang lebih serius dengan tiba-tiba tadi siang.
Ia tidak lupa bagaimana Mark memintanya dengan begitu serius tadi, jantungnya berdetak lebih kencang dari biasa hari ini bahkan bibirnya sampai tak dapat berkata apapun sebagai jawaban.
Dirinya begitu senang karena ajakan tersebut terlontar dari bibir pria yang dicintainya namun yang ada dibenaknya saat ini hanya satu pertanyaan 'mengapa begitu tiba-tiba?'
Namun Donghyuk tidak berani menanyakan itu pada Mark, ia tak ingin menyakiti perasaan Mark jika dirinya meragukan ajakan menikah pria itu.
"Donghyuk-ah?"
Lamunannya pecah saat mendengar seseorang memanggilnya, saat ia menoleh ia lihat Jaemin memanggilnya "O, Jaemin-ah."
Jaemin yang baru saja kembali dari bekerja menatap Donghyuk yang dilihatnya sedari tadi melamun dengan cangkir digenggamannya "Kau baik-baik saja? Tak biasanya kau diam seperti ini."
"Hanya tengah memikirkan sesuatu.."
Iapun melangkah mendekati kulkas dan mengambil 2 kaleng minuman kemudian memberikan salah satunya pada Donghyuk setelah mengambil cangkir yang berada di genggaman Donghyuk "Kau ingin bercerita?"
"Bolehkah?"
"Tentu..." Dengan senyum manisnya Jaemin duduk disamping Donghyuk setelah menarik kursi tersebut keluar dari bawah meja makan mini di dapur tersebut.
Kedua netra cokelat Donghyuk memperhatikan Jaemin yang tengah duduk didekatnya, pria ini dulu sangat dingin dan tak bersahabat sama sekali. Berbincang dengan penghuni Mansion yang lain saja tidak pernah apalagi duduk satu meja untuk mendengarkan keluh kesah seseorang seperti saat ini.
"Kau sudah banyak berubah Jaemin-ah."
"Eoh? Berubah?"
"Ya..." Donghyuk terkekeh pelan sambil menganggukkan kepalanya "Kau jauh lebih bersahabat sekarang.."
Jaemin menyipitkan matanya berpura-pura berpikir, namun memang jauh dalam benaknya ia bertanya 'apa sedingin itukah dirinya yang dahulu? Apa dirinya melunak karena Jeno?'
"Mungkin karena diriku kurang dekat denganmu Donghyuk-ah."
"Mungkin.. Mungkin juga karena Jeno kau banyak berubah.." Donghyuk terkekeh sembari mengangguk-anggukkan kepalanya untuk mengiyakan, dirinya memang tidak memiliki teman lain selain saudara, penghuni mansion dan taman bunga mataharinya hingga sosok Jaemin dan Mark muncul dalam kehidupannya.
Kekehan pelan keluar dari bibir Jaemin "Ada apa? Kau benar-benar tak biasanya sediam ini, apa Mark Hyung menyakitimu? Akan kupukul dia jika memang iya."
"Tidak, bukan, bukan, Mark tidak pernah menyakitiku Jaemin-ah.."
"Lalu?"
"Aku ingin tahu pendapatmu terlebih dahulu, bagaimana jika Jeno memintamu memilih antara dirinya dan keluargamu?"
Pertanyaan ini jelas tak bisa Jaemin jawab sebagai sebuah pendapat biasa, karena situasi diantara dirinya dan Jeno tentu akan membuatnya memilih Jeno daripada keluarganya.
"Aku memilih Jeno... keluargaku akan tetap menjadi keluargaku, namun Jeno masa depanku."
Donghyuk kembali terdiam, ia tidak bisa berpikir setegas Jaemin. Berapa ratus tahun umurnya sekarang? Ia tidak pernah berpisah sekalipun dari keluarganya, baru membayangkannya saja sudah terasa sangat berat bagi Donghyuk.
"Ada apa? Katakanlah Donghyuk-ah."
"Mark.. mengajakku untuk menikah Jaemin-ah, tapi sepertinya aku harus meninggalkan keluargaku. Apa yang harus kulakukan?"
Jaemin sama sekali tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya, Mark temannya itu mengajak Donghyuk melangkah ke jenjang yang lebih serius? Ini benar-benar kali pertama ia lihat sahabatnya seserius itu.
"Mark Hyung mengajakmu menikah? Waw.."
"Ada apa? Apa itu aneh?"
Dengan cepat Jaemin menggeleng "Tidak, bukan aneh. Hanya saja, kau benar-benar pria yang disukai olehnya ternyata. Apa kau tahu kau kekasih pertamanya?"
"Benarkah?"
Selama ini Donghyuk tidak pernah bertanya pada Mark apa pria itu pernah memiliki kekasih sebelumnya, karena dirinyapun tak pernah mengatakan pada Mark kalau selama ia dan keluarganya menetap di Eropa Donghyuk sering menjalani hubungan singkat dengan beberapa wanita disana.
Hanya hubungan singkat yang bertahan kurang dari 2 minggu.
"Ya.. Bahkan kau orang pertama yang menarik perhatiannya saat pertama kali kami bertemu denganmu disini. Jika dia sampai mengajakmu melangkah kejenjang yang lebih dari saat ini, itu artinya Mark Hyung sangat mencintaimu Donghyuk-ah."
"Bagaimana dengan keluargaku Jaemin-ah? Bagaimana aku mengatakannya pada mereka?"
Jaemin menepuk bahu Donghyuk beberapa kali "Ajaklah Mark Hyung berbicara dengan Donghae-ssi, aku yakin mereka akan mendukungmu. Kau hanya akan pergi sebentar untuk pernikahanmu, dan berbulan madu lalu kau bisa kembali kemari. Bukankah kau tidak akan pergi lama?"
Ucapan Jaemin begitu meyakinkan, membuat Donghyuk mau tak mau tersenyum membayangkan dirinya dan Mark yang menikmati senja sore di salah satu sudut kota Barcelona "Tidak terlalu buruk."
"Aku yakin kalian akan bahagia."
"Kau dan Jeno pun akan merasakan hal yang sama Jaemin-ah, aku yakin itu."
Senyuman hangat Jaemin lemparkan atas ucapan tulus Donghyuk, ia merasa ada hal besar yang menunggunya entah apa. Namun istingnya tak pernah salah ketika menyadari Renjun dan Chenle yang lebih berhati-hati sejak beberapa hari belakangan.
"Kami sudah bahagia Donghyuk-ah.." Ujarnya dengan senyum manis yang tak luntur dari bibirnya.
⇨ Twisted ⇦
Ucapan Jaemin pada Donghyuk menjadi kenyataan 3 hari setelahnya, saat ini Mark ditemani Donghyuk menemui Donghae untuk mengatakan maksud Mark datang menemuinya adalah untuk meminta ijin dirinya melanjutkan hubungannya dengan Donghyuk ke jenjang yang lebih tinggi.
Donghae tersenyum ia yakin Mark memilih keputusan yang tepat, ia akan berterima kasih pada Mark setelah permasalahan disini selesai. Pria ini mau membantunya untuk membawa Donghyuk pergi menjauh dan melindungi adiknya yang rapuh itu.
"Kalian ingin menikah dimana? Pergilah kesana terlebih dahulu untuk melihat-lihat keadaan. Jika kalian sudah menemukan tempat yang tepat kabari kami tanggal baiknya, kami akan terbang kesana secepat mungkin." Ucap Donghae dengan senyum lebar dari bibirnya, ia bisa melihat kedua mata Donghyuk memerah namun adiknya ini menahannya agar tak meneteskannya dihadapan Donghae.
Donghae menghampiri Donghyuk dan menepuk bahunya perlahan "Apa yang kau tangisi eoh? Kau hanya menikah bukan? Siapkan segalanya dengan matang disana, jangan buru-buru kembali. Sebaiknya kembali saat bulan madu kalian sudah selesai. Bukankah begitu?"
"Hyung.." Donghyuk tidak bisa berkata apapun ia segera memeluk Donghae dengan erat, ini hari terbahagia dalam hidupnya. Dua hal yang tak pernah Donghyuk sesali setelah menjadi penghisap darah adalah bertemu dengan Donghae dan Mark, mereka berdua adalah harta berharga miliknya.
"Jangan menangis Lee Donghyuk, kau hanya akan membuatku ikut menangis." Sitertua di mansion Lee memeluk Donghyuk kedua matanya merah, hampir tidak bisa menahan air matanya sendiri. Ini kali pertama ia harus melepas adiknya untuk menikah, sama sekali tak menyangka perasaannya akan terasa begitu campur aduk.
Ia menoleh pada Mark yang memang tengah menatapnya, jemarinya terulur pada Mark, menepuk dan meremas bahu Mark, bibirnya menggumamkan kata terima kasih tanpa mengeluarkan suara. Dan Mark menepuk punggung tangan Donghae sembari mengangguk, ia akan melakukan apapun demi Donghyuknya.
Sedang diluar ruang kerja Donghae ada Renjun dan Jungwoo yang menguping pembicaraan didalam, keduanya bernafas dengan lega. Entah mengapa melepaskan Donghyuk pada Mark seperti keputusan yang tepat bagi mereka saat ini.
Seumur hidupnya Donghyuk tidak pernah terlibat dalam pertempuran apapun, bahkan ratusan tahun lalu Donghae meminta Renjun dan Eunhyuk segera menyelamatkan Donghyuk dan para wanita serta anak-anak yang menetap di Mansion.
"Donghyuk akan aman, kau tenang saja." Jungwoo menepuk bahu Renjun, setelah ini pekerjaan Jungwoo akan cukup banyak selain menyiapkan tiket dan tempat tinggal disana Donghae pasti akan meminta Jungwoo mengisi account bank Mark dan Donghyuk sebanyak mungkin walaupun pria berkulit tan itu sudah memiliki uang yang cukup banyak sekalipun, Donghae tetap tak akan berhenti mengkhawatirkannya.
"Dia mendapat pasangan yang tepat, Donghyuk sudah sepantasnya bahagia."
"Bukankah begitu juga denganmu?"
Renjun tersenyum kecut ia tahu kearah mana pembicaraan Jungwoo "Xiaojun akan lebih aman tanpaku, berada didekatku sama saja dengan menjerumuskannya lebih cepat kedalam neraka."
"Bagaimana kau tahu jika dia akan terjerumus kedalam neraka? Pikirkanlah perasaannya bukan perasaanmu seorang Renjun-ah, sama seperti Mark memikirkan perasaan Donghyuk dan perasaannya sendiri."
"Aku tak ingin memikirkan apapun." Renjun benar-benar sama sekali tak ingin membahas tentang Xiaojun lagi setelah ia mengusir pria bersurai terang itu menjauh dari hidupnya.
"Ada yang harus kuselidiki."
Renjun melangkah pergi meninggalkan Jungwoo, bertepatan dengan Mark serta Donghyuk dan Donghae membuka pintu ruang kerja khusus milik Donghae.
"Jungwoo akan membantu kalian memesan tiket dan mengurus passportmu Mark, kurang dari seminggu kalian sudah bisa berangkat."
Jungwoo segera merangkul Donghyuk "Aku akan membantumu berkemas dari sekarang." Keduanya segera melangkah bersama menuju kamar Donghyuk meninggalkan Mark yang masih tetap berada dibawah bersama dengan Donghae.
Usai keduanya tak lagi mendengar suara percakapan Donghyuk dan Jungwoo Mark menatap Donghae "Kau yakin ini jalan terbaik Donghae-ssi?"
"Jika dia tetap disini, dia akan terluka. Aku yakin kau akan bisa melindunginya disana, berbaurlah, menjauh dari bahaya, jangan hubungi kami sebelum kami yang menghubungi kalian."
"Bagaimana jika kami tidak menerima kabar apapun?"
Donghae terdiam sebentar, netranya menatap sekeliling mansion yang terlihat dihadapannya "Mungkin kami semua sudah tiada."
⇨ Twisted ⇦
Kurang dari 4 hari segala keperluan yang dibutuhkan Mark ataupun Donghyuk sudah terpenuhi, passport, tiket, visa, pakaian, tempat menetap dinegara tujuan, dan uang saku semua sudah Jungwoo siapkan tanpa kurang sedikitpun sama seperti setiap perjalanan mereka sebelum-sebelumnya, Jungwoo selalu menyediakan perlengkapan mereka tanpa ada cacat sedikitpun.
Namun yang kurang saat ini hanyalah mereka semua tidak pergi bersama, Donghyuk hanya pergi berdua dengan Mark. Tak ada satupun penghuni mansion yang menemaninya.
'Kalian harus menikmati waktu kalian berdua disana mencari tempat yang tepat.' Itu alasan mereka tidak ikut.
"Ingat untuk mengirimkan undangan pada kami semua, satu kepala satu undangan.." Ucap Jeno sambil menunjuk kepalanya sendiri dan seluruh kepala yang berada diruang tengah Mansion Lee.
"Aku akan mencetak 1000 undangan dan akan kukirim semua kemari biar kau puas Lee Jeno."
Mark menatap Donghyuk dan Jeno yang tertawa dan saling melemparkan candaan satu sama lain, ternyata benar.. dimansion ini yang belum tahu apapun tentang 'pemburu' itu mungkin hanya mereka berdua.
Pria berwajah tirus itu melemparkan pandangannya pada Jaemin yang sedari tadi menunduk, ia seperti tengah berpikir keras. Mungkin berat baginya karena yang akan dihadapinya kali ini saudaranya sendiri, bukankah pemburu itu memiliki hubungan dengan Kim Junmyeon? Bukankah itu artinya Jaemin berhadapan dengan keluarganya sendiri untuk membela Jeno?
Membela seluruh penghuni mansion ini.
Iapun ingin seperti itu, namun benar yang dikatakan Donghae kalau mataharinya itu bisa terluka, bahkan Donghyuk berkata jika tidak ada Donghae mungkin dia akan mati ketakutan dan kelaparan karena diserang oleh manusia ketika dirinya haus.
"... ark.. Mark.."
"..eoh? Ya?" Mark segera bangkit berdiri saat Donghyuk memanggil bahkan sampai melambai didepan wajahnya.
"Maaf aku melamun tadi."
"Kau baik-baik saja?" Melihat Mark melamun dihari yang seharusnya membahagiakan membuat Donghyuk sedikit khawatir.
"Aku tak apa-apa, kau tahu ini pertama kali diriku menaiki pesawat. Aku gugup.." Bohongnya, namun Donghyuk percaya.
"Tidak ada yang harus ditakuti kau hanya perlu duduk dengan tenang disampingku."
Mark menganggukkan kepalanya dan tersenyum kikuk, ia melihat Donghyuknya dengan semangat menarik kopernya dibantu oleh Jeno setelah ia usai memeluki seluruh keluarganya satu persatu.
Netranya menatap hampir seluruh penghuni mansion yang mengantar kepergiannya untuk menaiki mobil yang akan membawanya ke bandara.
"Pergilah.. Jaga dia baik-baik.." Ucap Jungwoo dengan senyum ramah seperti biasanya.
"Donghyuk terkadang sangat manja, bersabarlah dengannya. Kau sudah membawa bibit bunga matahari yang kuberikan? Tanamlah disana."
Lagi-lagi Mark hanya mengangguk mengiyakan ucapan Jungwoo dan Renjun, sedangkan Jisung menghampirinya dan memeluk Mark "Kutitip hyungku yang lemah itu padamu.."
"Bisakah kalian jangan memberikanku banyak pesan? Aku masih ingin bertemu dengan kalian setelah pernikahan kami nanti." Ucap Mark dengan nada memohon, ia hampir tidak bisa menyembunyikan emosi dalam kalimat yang diucapkannya.
Belum tentu akan ada hari esok untuk melihat mereka lagi, dirinya tahu itu tapi tidak dengan Donghyuknya. Bagaimana jika dia sampai tahu ini semua untuk melindunginya?
"Berangkatlah, kami akan baik-baik saja. Tunggu kabar dari kami.." Donghae menepuk bahu Mark dan memintanya segera menyusul Donghyuk yang sudah menaiki mobil dengan ditemani Jaemin dan Jeno yang membantu memasukin koper kedalam bagasi.
"Sampai jumpa.. aku tidak ingin mendengar kata selamat tinggal."
Markpun menghirup nafasnya kemudian menghelanya dengan berat, ia kemudian menghampiri mobil berbincang sebentar dengan Jaemin dan berpamitan pada Jeno lalu naik kedalam mobil.
Begitu pintu ditutup mereka tak lagi saling melihat satu sama lain, Mark meraih jemari Donghyuk yang duduk disebelahnya karena prianya bersandar dibahunya.
"Semua akan berjalan baik-baik saja Donghyuk-ah.." Mark menutup kedua matanya "Percaya padaku.."
"Aku selalu percaya padamu Mark.." Kedua jemari yang dihiasi cincin emas putih itu saling bertaut dan mengenggam erat, keduanya tahu sekarang mereka akan mulai melangkah hanya berdua saja, bahkan sudah tidak ada jalan untuk kembali.
⇨ Twisted ⇦
Sebuah panah kayu melesat cepat dan hampir mengenai Jinhyuk yang baru saja pulang dari penyelidikan, untung saja pria tampan itu memiliki kegesitan diatas rata-rata, ia menatap Lami yang baru saja menggunakan panah tanpa membatasi area latihannya sama sekali.
"Apa kau sudah gila? Bagaimana jika adik-adik yang lain terkena anak panahmu?"
"Mereka sudah kularang keluar."
Jinhyuk menaikkan sebelah alisnya "Lami-ya, kau hanya berlatih bisakah kau menggunakan panah dengan ujung plastik bukan besi? Pikirkanlah penghuni panti yang lain." Omel Jinhyuk kemudian segera beranjak meninggalkan Lami yang meremas erat busurnya.
"Jaemin Oppa..."
Nama yang disebutkan Jaemin membuat langkah Jinhyuk terhenti, ia kembali berbalik badan menatap Lami.
"Diapun pergi dan tidak memperdulikan penghuni panti yang lainnya, dia meninggalkanku bahkan untuk seorang pembunuh dan makhluk mengerikan seperti itu."
"Lami-ya, Jaemin sudah mengambil keputusannya. Dia ingin bersama dengan Jeno bisakah kau merelakannya saja?"
Bukan jawaban yang didapat Jinhyuk melainkan gadis itu mengangkat busur dan panahnya kearah Jinhyuk seolah-olah apa yang diucapkan oleh pria itu salah, seharusnya Jinhyukpun menyalahkan Jeno bukan membela keputusan Jaemin yang pergi.
"Kau tahu untuk apa diriku berlatih panah? Kau tahu diriku sudah memiliki target untukku panah tepat di dada kirinya Oppa." Lami mengarahkan busur dan anak panahnya tepat ke dada kiri Jinhyuk.
"YAK LAMI!!"
Suara Hyukjae yang meneriakinya dari lorong pantipun sama sekali tidak membuat gadis itu terkejut, dengan cepat Hyukjae berdiri didepan tubuh Jinhyuk menghalangi apapun yang ingin Lami lakukan.
"Kau... turunkan panahmu, apa kau tidak melihat kau baru saja berniat memanah Jinhyuk."
Lami terkekeh pelan ia menggeser sedikit sasarannya lalu melepaskan anak panah tersebut hingga melukai bahu jinhyuk dan membuat sedikit luka gores diwajah Hyukjae.
"Tenang saja, Jinhyuk Oppa sama sekali bukan targetku. Kalaupun iya, aku pun bisa membunuhnya tanpa diketahui olehnya."
Gadis itu membuang busurnya diatas tanah kemudian beranjak pergi "Aku akan menginap ditempat Junmyeon dan Yixing Oppa, tidak perlu menungguku kembali." ucapnya bahkan tanpa menoleh, melenggang pergi begitu saja seolah-olah panti dan penghuninya sama sekali bukan bagian penting dalam dirinya lagi.
BRUK!
"Hyukjae?!" Jinhyuk menahan tubuh Hyukjae yang merosot jatuh lemas terduduk diatas rerumputan sambil menahan sakit dibahunya.
"Apa itu Lami? Apa itu adikku Jinhyuk-ah?" tanya Hyukjae, netranya masih menatap punggung gadis dengan surai kelam yang panjang dan tertiup angin saat melangkah keluar dari gerbang panti.
Jinhyuk memutuskan untuk tidak menjawab apapun pertanyaan Hyukjae, ia membantu saudaranya itu bangkit berdiri sambil memanggil Lucas.
"Lucaaaas... bantu aku, obati dulu wajahnya.." keduanya membopong Hyukjae menuju kamarnya, pria bergummy smile itu benar-benar shock melihat perubahan Lami yang sangat drastis.
Bahkan jujur saja Jinhyuk lebih memilih Lami menangis meraung-raung dan mengeluarkan kata-kata menyindirnya saat ia melihat Jeno dari pada berubah dingin seperti ini secara tiba-tiba.
Semenjak pria itu muncul Lami semakin berubah..
"Kau baik-baik saja Hyung?" Lucas menatap Hyukjae panik, ia menutup luka di wajah Hyukjae dengan kain.
"Obati dan temani dia, aku akan membuang busur dan panah milik Lami." Jinhyuk beranjak keluar dari kamar Hyukjae ia kembali ke taman depan panti memungut busur tersebut dan hampir membuangnya ketempat sampah, andai saja kedua matanya tak menangkap sebuah simbol yang terukir dibusur tersebut.
Tanpa pikir panjang Jinhyuk memotretnya dan segera menghubungi seseorang.
Diseberang sana, seseorang tersebut meraih ponselnya sambil menjauh dari ruangan yang lebih ramai ia melangkah ke halaman belakang yang lebih sepi dan gelap.
"Ya?"
"Lami.. kurasa dia akan dimanfaatkan untuk melawan dirimu dan kaummu."
"Kau yakin?"
Jinhyuk menatap busur yang berada di genggamannya "Dia sangat terpengaruh dengan kasus 20 tahun lalu, terlebih hal itu berhubungan dengan ayah Jaemin. Kau tahu? Baru saja Lami membuat diriku dan Hyukjae terluka dengan sebuah panah."
"Panah?"
"Seorang pria yang dekat dengan Junmyeon Hyung mengajarkannya dan sepertinya panah ini miliknya."
"Kau tahu dia siapa?"
"Sialnya tidak, aku hanya menuruti perkataanmu untuk mengawasi keadaan panti dan Lami. Mungkin seharusnya pria itu yang kuawasi sejak awal."
"Tapi.. kau tahu namanya bukan?"
Jinhyuk membuang busur itu tanpa berpikir 2 kali pada tong besar dihadapannya "Tentu, Yixing.. Namanya Zhang Yixing."
Pria itu terdiam sebentar "Akan ku selidiki dia perlahan, dan sebaiknya obati lukamu dan Hyukjae Hyung."
"Bagaimana dengan kalian? Kurasa Lami dan pria itu tidak main-main."
Hening kembali... Baik pria dalam gelap itu maupun Jinhyuk sama sekali tidak berbicara keduanya benar-benar tak tahu bagaimana cara menghadapi Lami nantinya.
"Sebaiknya kita bertemu besok."
"Baiklah, ah.. dibusur yang digunakan Lami ada sebuah simbol. Akan kukirimkan padamu mungkin kau tahu simbol apa itu."
"Baiklah, kirimkan padaku."
Sambungan terputus, pria itu menerima notifikasi diponselnya sebuah pesan gambar dari Jinhyuk, ukiran di busur kayu yang menegaskan siapa pemilik busur tersebut.
"Pemburu.." Gumamnya pelan.
KLIK
Lampu dapur menyala bersamaan dengan suara pintu yang terbuka, pria itu segera mengunci ponselnya hingga layarnya kembali berwarna hitam.
"Jeno-ya.. Kenapa kau disini?"
Pria itu, Jeno menoleh dan tersenyum pada pria yang memanggilnya "Aku hanya mulai merindukan Donghyuk." Ucapnya bohong sambil menatap hamparan taman bunga matahari yang sedari tadi menjadi tempatnya menerima panggilan dari Jinhyuk.
Perlahan Jaemin menghampiri Jeno dan memeluk pria itu dari belakang "Dia akan baik-baik saja disana Jeno-ya.."
Jeno menatap lengan Jaemin yang melingkar diperutnya, kemudian kembali menatap hamparan bunga matahari dihadapannya.
"Ya.."
"Semuanya akan baik-baik saja.." Perlahan jemarinya menyentuh lengan Jaemin yang berada di perutnya, ia hanya perlu menikmati waktu yang ada diantara mereka saat ini.
Entah ucapan ini untuk Donghyuk, untuk Jinhyuk, untuk Donghae, untuk Renjun, untuk Jaemin, atau untuk dirinya sendiri.
⇨ Twisted ⇦
"Yang kau lakukan barusan.. apa sejak awal kau sudah tahu dia orangnya? Jaemin-ah?"
Dengan berat hati Jaemin menganggukkan kepalanya menjawab pertanyaan Jinhyuk, hanya anggukan pelan yang diberikan oleh sang adik namun itu cukup untuk menjawab apa yang ingin diketahui oleh Jinhyuk.
Pertanyaan besar yang berputar dikepalanya saat mengetahui siapa pembunuh itu, dan siapa yang tengah dikencani adiknya selama ini.
Pantas saja Jaemin meminta dirinya untuk menyelidiki Jeno, seharusnya ia sudah merasa curiga saat itu bukan hanya bertanya-tanya akan apa yang dirahasiakan Jaemin seorang diri. Namun pertanyaan itu perlahan memudar, kecurigaannya pun perlahan menghilang karena menyadari adiknya mulai menyukai Jeno, dan melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Jaemin rela berkorban demi Jeno.
Tangannya mengepal, ia menghiraukan pertengkaran kecil diantara Siwon dan Junmyeon. Semenjak Junmyeon menginjak umur dewasa pria itu memang selalu beradu pendapat dengan Siwon, tak ada yang menyalahkan karena memang keduanya hyung tertua dipanti ini.
Namun Jinhyuk lebih milih menghindar dan tak mendengar pertengkaran tersebut, ia bangkit dan melangkah kembali saja menuju kamarnya terlalu banyak hal yang harus ia cerna secara tiba-tiba didalam kepalanya saat ini.
Jemarinya meraih ponsel miliknya dari balik saku kemudian duduk ditepi tepat tidur yang biasa ditiduri oleh Jaemin berhadapan dengan sisi kasur miliknya, ia menghubungi seseorang yang namanya terlintas dibenak dan kepalanya.
"Sebentar Jisung-ah, aku akan menerima panggilan terlebih dahulu." Jeno menginterupsi Jisung yang tengah berbicara panjang lebar dihadapannya kemudian melangkah keluar dari restoran.
"Ya Hyung?"
".... Apa kau sudah tahu siapa pembunuhnya Jeno-ya?"
"Teman detektifku sedang menyelidikinya, aku yakin dia akan memberikan hasilnya padaku dalam beberapa hari kedepan."
Jinhyuk menghela nafasnya, ini kah alasan Jaemin ingin menyembunyikannya? Karena Jeno sendiri tak sadar bahwa dirinya pernah membunuh seseorang?
"Lee Jeno.."
"Ya?"
Kembali ia menghela nafasnya, ia tahu adiknya ingin melindungi Jeno tapi dengan merahasiakan hal ini pun bukan jalan terbaik "Hasil penyelidikan detektif itu tadi berada ditanganku, kami... sudah melihatnya."
"Sebentar..." Jeno mengerutkan keningnya rasanya ia salah dengar tapi tidak, Jinhyuk mengatakan kalimat itu dengan jelas "Bagaimana bisa? Bukankah seharusnya berkas penyelidikan itu diberikan padaku?"
"Detektif itu sepertinya akan memberikannya padamu, tapi sepertinya dia menemui saudaramu terlebih dahulu untuk memperlihatkan hasil penyelidikannya dan... Lami yang berada disana justru merampas berkas tersebut dari saudaramu."
".... Saudaraku? Tapi tidak ada yang tahu tentang penyelidikan itu selain diriku dan Xiao..." Jeno tercekat dengan ucapannya sendiri, Xiaojun pasti mengatakan dan menceritakan segalanya pada Renjun. "Apa saudaraku yang kau maksud adalah Renjun?"
Jinhyuk menganggukkan kepalanya sambil mengusap wajahnya kasar padahal jelas-jelas Jeno tak akan melihat apa yang tengah dilakukannya saat ini. "Ya, Renjun saudaramu."
Jeno terdiam sesaat ada rasa kesal didadanya karena Renjun melewati batas privasinya, penyelidikan itu miliknya kenapa dia harus melihatnya terlebih dahulu? Dan Xiaojun... pria itu benar-benar sudah dibutakan oleh cinta.
"Kalian sudah melihat dan membacanya bukan? Kau bisa membawa berkas itu padaku sekarang. Aku akan membuat perhitungan pada pembunuh itu."
Polisi berpangkat Letnan itu kembali menghela nafasnya, sudah berapa kali ia menghela nafas hari ini? Segalanya terasa berat baginya. "Aku tidak bisa membawakan berkas itu padamu."
"Kenapa Hyung?"
"Renjun dan Jaemin datang kemari untuk mengambil kembali berkas yang dirampas oleh Lami. Dan Jaemin membakar berkas tersebut hingga habis tak bersisa, tak ada lagi hasil penyelidikan tentang kasus 20 tahun lalu tersebut."
Keningnya semakin berkerut, kenapa kekasihnya ada disana bersama dengan Hyungnya "Jaemin? Aku tidak mengerti, kenapa dia bisa berada disana dengan Renjun? Dan kenapa kalian membiarkan Jaemin membakar hasil penyelidikan tersebut?"
"Apa kau benar-benar tidak tahu siapa yang membunuh ayah Jaemin 20 tahun yang lalu Lee Jeno?"
"Jika aku tahu, aku tidak akan melakukan penyelidikan bukan?"
"Jaemin membakar bukti tersebut, ia melakukannya untuk melindungi pelakunya. Agar seluruh bukti yang mengarah pada pelaku tersebut menghilang."
Jeno mendengus pelan "Apa maksudmu? Mana ada orang yang akan melindungi seseorang yang sudah membunuh ayahnya, kecuali orang itu adalah...." Lagi-lagi ia tercekat dengan kata-kata yang akan dikeluarkannya.
Entah, ini bagai tamparan keras untuk Lee Jeno.
"....... Kecuali, dia mencintai pembunuh ayahnya."
Hening... Keduanya terdiam.
"... A-aku pembunuhnya? Aku pelakunya Hyung? Katakan padaku?!"
"Jaemin berkata dia akan menutup mulutnya rapat-rapat, dia akan menyimpan rahasia itu darimu seumur hidupnya."
Tubuhnya terasa lemas, ia terdiam bagaikan ribuan ton batu menimpa dirinya secara bersamaan. Jadi mimpinya itu? Bukan hanya sekedar mimpi? Itu... Kenyataan? Kilasan mimpinya kembali terlintas dikepalanya, ia mengingatnya kini. Wajah anak kecil yang menangis ketakutan dihadapannya, wajah manis dengan mata bulat itu... itu Jaeminnya.
20 tahun lalu Donghae dan keluarganya dengan sengaja menutupi kesalahannya dan meminta Jeno segera pergi kembali ke Eropa agar tak mengetahui kasus ini sama sekali.
Mengapa semua orang menutupi hal ini darinya??
"Sejak awal kalian bertemu, Jaemin sudah tahu kau pembunuh ayahnya. Namun ia memutuskan untuk tetap diam, dan terus diam hingga dia memutuskan untuk merahasiakan hal tersebut karena mencintaimu Jeno."
Kembali Jeno teringat tatapan mata bulat Jaemin yang terkejut dan takut saat melihatnya saat pertama kali mereka berjumpa, betapa Jaemin terlihat sangat tidak menyukainya, membencinya.
"..... Pantas dia terlihat sangat membenciku, aku yang menghancurkan hidupnya."
Jinhyuk bisa mendengar suara keputusasaan dari seberang sana, bagaimana Jeno saat ini merasa menjadi orang paling berdosa dan paling bersalah bagi Jaemin, namun bukan itu yang ingin di bahasnya saat ini, ia menelpon bukan untuk mendengar Jeno lemah seperti ini.
"Bukan itu point terpentingnya saat ini Lee Jeno, jika Jaeminpun tidak lagi mempermasalahkannya dan memutuskan melupakannya apa yang bisa kami perbuat? Tak ada. Kaupun seharusnya seperti itu."
Jeno tersenyum kecut mendengar ucapan Jinhyuk, apa iya dirinya bisa berpura-pura tak tahu apapun? "Tapi..."
"Lee Jeno dengarkan aku.." Potong Jinhyuk "Kau memang pembunuh itu kenyataannya maka dari itu aku tak merahasiakan ini darimu, tapi... bagi adikku kau bukanlah lagi seorang pembunuh. Bersikaplah dirimu tak tahu apapun seperti sebelumnya."
"Ini terlalu berat bagiku Hyung.."
"Inipun berat bagiku Jeno. Tapi saat ini yang harus kau pikirkan bukan lagi perasaan Jaemin. Saat ini Siwon Hyung dan Junmyeon Hyung sudah tahu masalah ini, aku tidak tahu apa yang mungkin akan mereka lakukan padamu ataupun keluargamu."
"Lalu... Bagaimana denganmu?"
Pria yang lebih tua itu menghela nafasnya, lagi. Ia kesal tentu saja, Jaemin membohonginya dengan sebuah kenyataan besar tentang Jeno yang ternyata juga adalah seorang pembunuh selain dirinya adalah seorang penghisap darah.
Namun, ada satu hal yang membuatnya yakin bahwa Jeno dan keluarganya adalah makhluk yang baik walaupun mereka penghisap darah sekalipun. Ucapannya terbukti dari adiknya sendiri Na Jaemin yang rela mengorbankan nyawanya sendiri untuk Jeno, padahal dia bisa saja membiarkan pria itu tertembak.
Lalu Hyukjae? Adiknya satu itupun sangat sulit dekat dengan oranglain apalagi seseorang yang baru dikenalnya namun Lee Donghae bisa membuat adiknya tersebut menjadi kekasihnya terlepas adiknya itu tahu atau tidak tentang Donghae.
Dan pria berwajah manis nan lugu yang selalu membantu Lucas di cafe tanpa pamrih, iapun tak pernah Jinhyuk lihat membantu adiknya tersebut setengah-setengah Hyukjae pun bisa sedikit beristirahat jika pria bernama Jungwoo itu berada di cafe.
Jinhyuk tahu, mereka semua baik.
"Aku percaya keputusan adikku, dan aku masih mempercayaimu Jeno. Akan kuawasi saudara-saudaraku disini, jagalah dirimu, keluargamu dan Jaemin disana."
Jeno terdiam ia hampir menangis karena mendengar ucapan Jinhyuk, mungkin ini pertama kali dalam hidupnya ia mengenal Jinhyuk selama dirinya hidup selama berabad-abad, namun ia bersumpah jika dirinya tewas suatu saat nanti Jeno ingin memiliki saudara seperti Jinhyuk.
"Jaemin sudah pergi dari panti sekitar 15 menit yang lalu, bersikap seperti biasalah saat bertemu dengannya nanti. Akan kukabari jika terjadi sesuatu disini."
Panggilan berakhir, tangannya yang masih mengenggam ponsel terjatuh lemas di sisi tubuhnya, pandangannya benar-benar kosong menatap jalanan dihadapannya yang dilalui beberapa kendaraan. Dadanya terasa sangat sesak, apa dari seluruh penghuni mansion benar-benar hanya dirinya yang tak tahu tentang kejadian 20 tahun lalu? Apa benar-benar hanya dirinya saja yang tak tahu tentang masalah ini?
Bahkan sampai Jaeminpun ikut menutupi kebenaran selama ini, bodohnya Jeno yang tak menyadari sejak awal bagaimana sikap pria itu sedari pertama mereka bertemu. Sangat bodohnya lagi dirinya tak menyadari apapun bahkan setelah Jinhyuk mengatakan padanya bahwa pelaku pembunuhan 20 tahun lalu mungkin saja seorang penghisap darah.
Kejadian itu... 20 tahun lalu, diwaktu yang sama dengan dirinya datang ke Korea dan kembali dikirimkan ke Eropa karena Donghae ingin dirinya menjauh dari masalah. Seharusnya Jeno bisa lebih peka dengan segala kejadian itu.
Nyatanya semua yang Donghae dan keluarganya lalukan hanya untuk menutupi kebenaran bahwa dirinya adalah seorang pembunuh 20 tahun lalu. Kenapa saat itu dirinya tak mengingat apapun selain potongan-potongan mimpinya yang tak berguna itu.
Tubuhnya merosot hingga Jeno berjongkok didepan restoran milik Jisung, menghiraukan tatapan orang-orang yang seolah-olah bertanya 'Ada apa dengan orang ini?'
Perlahan isakan keluar dari bibirnya, Jeno mungkin bisa berpura-pura namun kenyataan ini terlalu sesak untuk diabaikan begitu saja, yang bisa ia lakukan hanya menangis saat dadanya terasa sangat penuh saat ini. Ia meremas kuat dadanya sendiri dan menangis kian kuat ditepi jalan membiarkan orang-orang semakin menatapnya dirinya dengan tatapan aneh.
Hingga Jisung keluar untuk mencari keberadaan Hyungnya yang tak kunjung kembali masuk kedalam dan terkejut melihat Jeno kini tengah berjongkok dan menangis "Hyung?!" pria tinggi itu mengusir beberapa orang yang dengan sengaja berhenti hanya untuk melihat Jeno yang tengah menangis.
"Apa orang menangis hanya menjadi tontonan bagi kalian? Pergilah, dasar manusia tak berotak!" umpatnya kesal sambil mengusir para penonton itu tanpa mengedepankan rasa sopan dan santun walaupun orang-orang tersebut terlihat lebih tua darinya.
Jisung segera berjongkok dan berniat menarik Jeno untuk bangkit bersamanya, namun Jeno mencengkram lengannya dengan kuat, ia menatap Jisung dengan mata tajamnya "Katakan padaku apa yang ssbenarnya kalian rahasiakan dariku 20 tahun yang lalu Park Jisung."
Pertanyaan Jeno benar-benar membuat Jisung terkejut setengah mati, bagaimana bisa dengan tiba-tiba Jeno mempertanyakan hal ini setelah 20 tahun berlalu.
"Katakan yang sebenarnya Jisung-ah!!"
"Kau...kau dibawah pengaruh obat saat itu, dan kau menyerang seorang manusia hingga tewas."
Tubuhnya kian lemas hingga Jeno benar-benar terduduk diatas trotoar, ia tak bisa membayangkan betapa mengerikan dirinya saat itu ketika menyerang seorang manusia dihadapan Jaemin dan itu adalah ayahnya.
"Kenapa kalian merahasiakannya dariku?!"
"Kau pikir kami semua tega memberitahukanmu? Kau pikir Donghae Hyung pun tega mengusirmu dari Mansion? Kami semua tak ingin kehilanganmu, kami ingin melindungimu Hyung."
Jemari Jeno terangkat, ia mencengkram bahu Jisung kuat "Kau tahu siapa yang kubunuh saat itu? Aku menghancurkan hidup Jaemin malam itu, apa kau tahu?!"
Jisung terkejut, bibirnya tertutup rapat. Selama ini mereka tak pernah mencari tahu siapa korban yang diserang oleh Jeno malam itu. Namun ia tak pernah menyangka korban malam itu adalah ayah Jaemin.
Bagaimana bisa ada kebetulan seperti ini?
"Hyung... kau dibawah pengaruh obat malam itu, penyerangan itu tidak sepenuhnya kesalahanmu."
Keduanya terdiam sesaat, Jisung meremas bahu Jeno ia tahu hyungnya terpukul dengan kenyataan saat ini. Namun ia melihat Jeno menghapus air matanya kemudian menghirup nafas dan membuangnya perlahan, ia menatap Jisung lekat-lekat "Rahasiakan hal ini, rahasiakan pada semuanya bahwa diriku sudah tahu kejadian 20 tahun yang lalu, kau bisa bukan?"
Jisung mengangguk dengan cepat kemudian segera membantu Jeno untuk bangkit berdiri, lalu melangkah bersama dengan hyungnya tersebut kembali masuk kedalam restoran setelah Jeno lebih tenang dan bisa bersikap seperti semula selayaknya ia belum mengetahui apapun.
Ia berhasil, Jeno bisa bersikap biasa saja tanpa dicurigai oleh Jaemin yang baru saja kembali ketika hari sudah menjelang sore. Lee Jeno hampir gila karena menunggu Jaemin yang tak kunjung kembali, betapa takutnya ia Jaemin akan meninggalkannya.
Namun, begitu berhadapan dengan Jaemin ia justru dipeluk dengan erat oleh kekasihnya itu yang sangat ingin melindungi dirinya. Bukankah seharusnya Jaemin membalaskan dendam pada Jeno? Bukankah begitu seharusnya?
Betapa beruntungnya kau Lee Jeno...
Netra coklatnya menatap pantulan dirinya sendiri dari mobil miliknya setelah Jaemin meninggalkannya untuk masuk kedalam restoran bersama dengan Chenle.
Ia tak mengerti, Jaemin yang sangat pintar menyembunyikan masalah atau memang dia benar-benar sudah melupakan kejahatan seorang Lee Jeno dengan mudah?
Bisakah Jeno memuji dirinya sendiri yang terlalu beruntung berada diantara Jaemin dan keluarganya saat ini? Mereka melindungi Jeno dari segala hal selama ini, memperlakukannya seperti kristal kaca yang akan hancur dengan mudah.
Lee Jeno menghela nafasnya dan mencoba tersenyum pada pantulan dirinya sendiri dan mengikuti jejak Jaemin menyusul masuk kedalam restoran. Kali ini ia tidak akan membiarkan Jaemin berkorban lagi apapun hal buruk yang akan terjadi nanti, Jeno yang akan melindungi Jaemin apapun bayarannya.
Jinhyuk memasuki sebuah cafe kecil ditengah kota, cafe yang belum pernah didatanginya sama sekali sebelumnya. Begitu tiba didalam cafe yang cukup ramai tersebut, kedua netranya mencoba mencari keberadaan Jeno dan ia menemukannya tengah duduk diantara 2 jendela disudut cafe.
"Kau sudah lama menunggu?" Tanyanya sembari mendudukkan dirinya berhadapan dengan Jeno setelah ia memesan sebelum duduk.
"Tidak Hyung, dirikupun baru sampai."
"Bagaimana dengan simbol yang kukirimkan padamu? Kau tahu simbol apa itu?" Jinhyuk mulai pembicaraannya ketika minuman pesanannya tiba, jemarinya mengaduk minuman tersebut dengan sedotan.
"Pemburu, itu simbol pemburu Hyung.."
"Maksudmu pemburu? Pemburu seperti apa?"
Jeno membuka ponselnya kemudian mencari tahu maksud dari pemburu di portal pencarian lalu memberikan ponselnya pada Jinhyuk, jika dirinya yang menjelaskan akan sangat panjang. Berbeda jika Jinhyuk membacanya sendiri.
Dengan sedikit raut tak percaya Jinhyuk menaikkan sebelah alisnya "Mengejar kalian seperti hewan? Apa itu masuk akal? Maksudku... Ini tahun 2020 Jeno-ya, apa hal seperti itu benar-benar masih ada?"
"Keberadaan kamipun ada Hyung, begitupun dengan keberadaan mereka. Selama masih ada Penghisap darah, pemburu akan tetap ada."
Kliiing~~
Suara pintu cafe yang terbuka membuat Jeno melirik kearah pintu dan Jinhyuk menolehkan kepalanya kebelakang. Dengan cepat Jeno mengangkat tangannya agar pria bersurai terang yang baru datang itu melihat keberadaannya.
Jinhyuk kembali menatap Jeno "Teman yang kau ceritakan itu?"
Dengan cepat Jeno menganggukkan kepalanya "Dia yang menyelidiki kasus ayah Jaemin. Bisa dipecahkan dengan mudah bukan?" ucapnya bangga pada sosok Xiaojun yang baru saja membalas lambaiannya dan menghampiri mereka.
"Kasus itu tentang dirimu, dan kau masih bisa membangakan hal tersebut?" Jinhyuk terkekeh pelan lalu kembali menyeruput minumannya, tapi yang dikatakan oleh Jeno memang benar kasus yang tak bisa dipecahkan oleh detektif swasta biasa selama 16 tahun bisa dipecahkan dalam waktu 2 minggu oleh detektif itu.
Ia menyeruput minumannya sambil melirik pria bersurai terang yang sudah berdiri di sisi kanan meja mereka dan segera duduk di sebelah Jeno ketika dipersilahkan.
"Jinhyuk, Choi Jinhyuk." ucapnya memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya dan segera di sambut oleh Xiaojun.
"Xiao Dejun, kau bisa memanggilku Jun atau Xiaojun seperti Jeno."
Usai memesan minuman Xiaojun menatap Jeno dan Jinhyuk bergantian "Ada apa kau memanggilku kemari? Jika kau meminta berkas penyelidikan yang kau maksud aku..."
"Aku sudah tahu tentang berkas itu, dan akupun sudah tahu isinya." potong Jeno, ia menatap cangkir minumannya sebelum kembali menatap Xiaojun yang terkejut.
Jujur saja pria bersurai terang itu terkejut, ia menatap Jeno kembali dan Jinhyuk memastikan apa terjadi sesuatu setelah dia mengetahui isinya? Kenapa Renjun tak mengatakan apapun padanya?
"Dia kakak dari Na Jaemin di panti." Jeno menunjuk Jinhyuk "Dia menceritakan semuanya padaku, walaupun semua bukti dan hasil penyelidikan sudah di bakar oleh Jaemin tapi dia tetap mengatakannya padaku."
Suasana hening sesaat, hingga pesanan Xiaojun datang usai ia berterima kasih pada pelayan bibirnya kembali terkunci, ia tak tahu harus berkata apa karena dirinya merasa sedikit bersalah disini. Andai saja ia memberikan saja hasil penyelidikannya langsung pada Jeno mungkin tidak akan ada yang tahu hasil penyelidikan tersebut.
Setidaknya, Jeno tidak menjadi orang yang terakhir mengetahui kebenarannya.
"Maafkan aku Jeno.."
"Tak apa Xiaojun-ah, aku tak mempermasalahkannya. Jadi lupakan saja tentang kasus 20 tahun itu, saat ini ada yang lebih penting daripada hal itu."
"Ada apa?"
"Kami ingin kau menyelidiki seseorang, dia bisa saja berbahaya bagi Jeno dan keluarganya." Jinhyuk mengeluarkan selembar kertas bertuliskan nama Zhang Yixing beserta dengan Kim Junmyeon dan alamat tempat tinggal Hyungnya itu.
"Zhang Yixing?" dengan cepat Xiaojun menyambar kertas tersebut dan membacanya dengan seksama, ia ingat nama ini.
"Ada apa? Kau mengenalnya?"
Jinhyuk menyadari perubahan diraut wajah Xiaojun, nama itu setidaknya pasti tak asing bagi detektif tersebut, lagipula nama tersebut bukanlah nama pasaran yang dimiliki oleh orang Korea pasti Xiaojun mengetahui tentang pria berwajah oriental tersebut.
Pria bersurai terang itu menatap Jeno dan Jinhyuk bergantian "Aku tak tahu ini berhubungan atau tidak, tapi pria ini selalu berada didepan restoran Jisung hampir selama 3 hari, tepat pada hari ke-3 ketika diriku dan rekanku ingin mencoba untuk memastikan diriku hampir tertabrak mobil."
"Tapi kau tak apa-apa bukan?"
"Aku baik-baik saja hanya luka lecet, tapi bukan itu pointnya. Pemilik mobil yang menabrakku bernama Zhang Yixing, dan mobil itu baru saja di beli menggunakan kartu kredit milik Kim Junmyeon, kalian mengenalnya?"
"Tentu saja aku mengenalnya, dia Hyungku.." jemari Jinhyuk mengepal dengan kuat, ia tidak tahu apa yang sebenarnya direncanakan oleh Zhang Yixing menggunakan Hyungnya.
"Apa Zhang Yixing ini adalah kakak angkat Chenle?"
"Ya.. Apa kau tahu betapa takutnya Chenle saat mendengar nama Zhang Yixing."
"Siapa Chenle?" nama itu sangat asing ditelinga Jinhyuk, baik Jaemin ataupun Jeno tak pernah membicarakan atau menyebutkan nama itu sebelumnya.
"Dia seseorang yang bersama dengan adikku, dia keturunan pemburu seperti Yixing namun dia tak segila Yixing."
Xiaojun meletakkan kertas tersebut kembali diatas meja "Aku pernah menyelidiki Zhang Yixing dan Chenle, datanya masih kusimpan. Kalian ingin membacanya?"
Selama ini ia memang melupakan pekerjaan rahasia yang Jisung berikan padanya, namun karena kejadian kemarin Xiaojunpun membongkar kembali tumpukan salinan berkas lamanya dan menemukan berkas penyelidikan Yixing serta Chenle, pantas saja nama itu tak asing.
"Jika kau tak keberatan tentu saja kami ingin melihatnya."
"Berkas itu ada dirumahku."
Jinhyuk segera bangkit berdiri dirinya tak ingin menunda waktu untuk segera tahu siapa itu Yixing, pria itu mendekati Junmyeon sepertinya dengan maksud dan tujuan tertentu.
Apa dia memang sudah menargetkan Mansion Lee sejak awal? Maka dari itu dia mendekati Junmyeon karena dia tahu Jaemin bekerja dengan Jeno. Jika ya, Jinhyuk tidak segan-segan mematahkan leher pria itu dengan tangannya.
"Kalian saja yang mengambil berkasnya, dan kabari aku tentang dia. Jaemin sudah menjemputku didepan, dia tak boleh tahu tentang ini, kalian keluarlah setelah diriku pergi." Jeno membalas pesan Jaemin dengan cepat kemudian segera beranjak pergi meninggalkan Jinhyuk dan Xiaojun.
Misi rahasia baru lagi diantara mereka.
Jeno segera beranjak keluar dari cafe sebelum prianya menyusul kedalam, ia tak menyangka kalau Jaemin menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat dan segera datang menjemputnya.
Keduanya berpapasan didepan pintu, beruntung Jeno sudah berada diluar cafe. Ia tersenyum lebar membalas senyuman Jaemin yang berada dihadapannya.
"O... Baru saja aku akan masuk kedalam."
"Aku sudah selesai, bagaimana tadi? Kau kesulitan?"
Jaemin menggeleng ia mengikuti langkah Jeno yang sudah mengenggam jemarinya menjauh dari Cafe "Akan kemana kita?"
"Bagaimana dengan Sungai Han? Sudah lama bukan kita tidak kesana? Aku ingin menghabiskan hari denganmu hari ini."
"Waah Lee Jeno, ada apa denganmu hari ini?" Jaemin terkekeh mendengar kalimat romantis yang keluar dari bibir Jeno. Karena kekasihnya itu sangat jarang dan sulit mengungkapkan kata-kata romantis seperti barusan.
Bagi Jaemin, Jeno terlalu polos. Walaupun dia hidup sudah ratusan tahun namun tetap saja bagi seorang Na Jaemin pria ini sangat polos dan jauh dari kesan romantis.
"Aku hanya ingin seperti Mark, melakukan banyak hal denganmu. Seperti yang dilakukannya dengan Donghyuk. Memiliki banyak kenangan dan hal indah denganmu."
Kedua kaki Jaemin berhenti melangkah begitu mendengar ucapan Jeno, entah kenapa kata-kata itu tak lagi terdengar romantis ditelinganya.
"Apa maksudmu Lee Jeno? Kau benar-benar terlihat dan terdengar aneh saat ini." jujur saja dadanya berdebar kuat, ada rasa takut yang menjalar dan mengusiknya karena ucapan Jeno, belum lagi dengan jemarinya yang digenggam erat oleh prianya itu.
"Tak ada... Aku hanya ingin memiliki banyak kenangan denganmu, apa itu salah?"
Keduanya sama-sama terdiam namun saling melemparkan tatapan satu sama lain. Namun akhirnya Jaemin tersenyum canggung menghapus rasa takutnya "Kupikir kau akan meninggalkanku Jeno."
"Apa aku pantas tetap berada disisimu Jaemin-ah?"
"Kau tidak akan meninggalkanku bukan?"
Perlahan Jeno tersenyum hingga kedua matanya melengkung indah ia mengecup punggung tangan Jaemin dalam genggamannya "Tentu saja tidak... Aku akan jadi orang terbodoh jika meninggalkanmu."
Jeno menarik Jaemin agar kembali melangkah bersama dengannya menuju mobil yang terparkir, genggamannya kian mengerat ia menatap Jaemin yang tadi sempat merasa takut kehilangan dirinya.
"Aku akan berdiri didepanmu sampai akhir Jaemin-ah.. Kali ini... aku yang akan menjadi tamengmu."
⇨ To Be Continued ⇦
Thanks buat @chldsrn yang udah ngebantuin buat SS part yang hilang.
Keep support Twisted ^•^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar