∵ TWISTED ∵
|
|
|
|
Siang itu Jeno duduk didalam Jewel's Cafe seorang diri ia tidak meminta Jaemin menemaninya karena dirinya sengaja memberikan pria itu tugas lain. Jeno ingin bertemu dengan Jinhyuk berdua saja untuk membahas tentang kasus 20 tahun lalu secara diam-diam.
Mungkin saja dirinya bisa sedikit memberikan bantuan untuk menemukan pelakunya, walaupun kasus itu sudah ditutup 4 tahun yang lalu sekalipun.
"Ini minumlah, menunggu Jinhyuk Hyung yang tidak pernah ontime akan sangat menyebalkan."
Segelas americano dingin sudah berada dihadapannya dan ternyata pegawai dicafe ini memberikannya minuman "Terima kasih Lucas-ssi."
"Sama-sama, minumlah."
Jeno menghisap pelan americano dingin tersebut sambil kembali menatap sekeliling, ini pertama kali dirinya datang kemari. Waktu itu Jeno berniat datang untuk menjemput Jaemin kemari namun justru terjadi hal kurang mengenakkan di gedung agensinya.
Yang dirinya tahu cafe ini adalah milik kakak Jaemin yang satu panti dengannya bernama Lee Hyukjae, dan pria tadi bernama Lucas dia yang menyambut kedatangannya setelah tahu bahwa Jeno berniat bertemu dengan Jinhyuk disini.
Pintu cafe terbuka ia melihat Jinhyuk datang dengan sebuah amplop berwarna cokelat ditangannya "Maaf aku sedikit terlambat, mencari dan mengumpulkan data tentang kasus 20 tahun lalu sangatlah sulit." ucapnya setelah duduk dihadapan Jeno sambil melambai pada Lucas yang mengerti apa yang ingin dibuatkan untuk Jinhyuk.
"Kau yakin ingin nembahas kasus ini?"
"Tentu saja.. karena itu aku mengirimkan pesan diam-diam padamu."
Jinhyuk menghela nafasnya sebentar lalu mengeluarkan seluruh data atas kasus Na Wangshik 20 tahun lalu, ia memberikan berkas tersebut pada Jeno dan membiarkan pria itu membaca serta memeriksa berkas-berkas yang diberikannya.
"Aku boleh memotretnya?"
"Tentu.."
Jeno mengabadikan beberapa hal penting dari berkas yang dibacanya, ia menatap foto jasad ayah Jaemin dari layar ponselnya, ibu jari yang hampir menekan tombol merah dilayarnya tertahan.
Kedua matanya menyipit, ia seperti pernah melihat pria ini tapi entah dimana. Jeno akhirnya kembali memotret foto tersebut dan mengabadikan sisanya lalu membereskan berkas tersebut agar dapat segera ia kembalikan pada Jinhyuk.
"Kau benar-benar akan menyelidikinya? Kasus ini tak terpecahkan selama 16 tahun hingga ditutup apa kau yakin bisa menemukan pelakunya?"
"Kenapa tidak, selama itu adalah kaumku mungkin aku bisa menemukan sesuatu selangkah lebih mudah. Kau tenang saja aku akan menemukannya."
Minuman milik Jinhyuk datang bersamaan dengan pintu yang terbuka, Jeno segera mengambil kembali berkas tersebut yang sudah rapi dan memasukkannya kedalam amplop agar tidak ada siapapun yang melihat.
"Hyukjae-ah.. Donghae-ssi.." sapa Jinhyuk dengan akrab, dan berhasil membuat Jeno terkejut. Ia segera menoleh pada sosok yang dipanggil oleh Jinhyuk tersebut.
Kedua matanya membesar melihat sosok Eunhyuk berdiri disisi kiri Hyungnya, ah tidak itu bukan Eunhyuk tadi Jinhyuk memanggilnya Hyukjae. Jadi Donghae sudah menemukan sosok Eunhyuknya?
"Hyung?"
Hyukjae menatap Jeno yang terkejut melihatnya kemudian mengalihkan pandangannya pada Donghae "Dia adikmu Donghae-ya?"
Susah payah Donghae menghela nafas dan tersenyum pada Hyukjae lalu menatap Jeno, padahal ia belum ingin mengatakan kalau dirinya sudah menemukan sosok Eunhyuk pada siapapun kecuali Jungwoo dan Donghyuk.
"Jeno-ya.."
"O! Kau Lee Jeno? Kau yang sekarang menjaga Jaemin kami."
"Jaemin?" kali ini Jeno menoleh pada Jinhyuk dan pria bermata sipit itu menjelaskan sambil tersenyum lebar hingga matanya hanya tinggal segaris, karena melihat pria berwajah mirip dengan Eunhyuk ia sampai lupa bahwa Hyukjae adalah Hyung angkat Jaemin.
"Dia adalah hyungnya Jaemin, kami tiba di panti bersamaan jadi semua penghuni panti mengatakan bahwa diriku dan Hyukjae adalah sikembar padahal jelas lebih tampan diriku daripada dirinya."
"Oh ya? Donghae-ya siapa yang tampan? Diriku atau dirinya?"
Donghae terkekeh "Tentu saja diriku." dia memuji dirinya sendiri.
"Cih..." itu sama sekali bukan jawaban yang diinginkan Jinhyuk ataupun Hyukjae, Jinhyuk menunjuk Donghae masih dengan senyuman dan kekehan dari bibirnya yang membuat kedua matanya menyipit.
"Kau tahu, hyungmu ini sering datang kemari setiap pagi hanya untuk mengajak Hyukjae kami pergi untuk sarapan, dan Jungwoo-ssi akan disini menemani Lucas menjaga Cafe. Kau akan mendapat kakak ipar segera sepertinya Jeno-ya."
"Ah.." Jeno bangkit berdiri ia kemudian membungkuk memberi hormat pada Hyukjae sebagai salam kenal "Salam kenal Hyukjae-ssi, jika bukan karena Jinhyuk hyung aku tidak mungkin mengenalmu." ucapnya kemudian melirik Donghae dengan tatapan tajamnya.
"Hyung terima kasih atas bantuanmu, aku akan menyelidikinya untukmu. Aku akan pulang, Jaemin akan segera kembali ke Mansion."
"Aku akan pulang bersamamu Jeno-ya."
"Tidak usah Hyung." Jeno menundukkan kepalanya pada Jinhyuk dan Hyukjae, tak lupa ia meninggalkan selembar uang untuk membayar kopi yang dibuatkan Lucas padanya tadi.
Ia segera beranjak melewati Donghae begitu saja dan membuat kedua pria yang berada disisi kanan dan kirinya itu menatap Donghae bingung.
"Aku akan pulang bersamanya." Donghae terpaksa tersenyum dan terkekeh pelan menyembunyikan kekhawatirannya akan Jeno yang kesal padanya. "Aku akan menghubungimu Hyukie." satu kecupan sampai dikening Hyukjae saat Donghae akan beranjak, ia melambai pada Jinhyuk yang kini tengah menutup mulutnya dengan mata yang melotot kaget.
"Omo omo apa itu barusan? Apa kalian benar-benar sudah resmi sekarang?"
"Ish diamlah, rahasiakan itu. Aku tak enak hati dengan Jaemin jika dia tahu."
Jinhyuk terkekeh namun kepalanya mengangguk patuh "Ada apa Jeno mencarimu?"
"Oh, dia berniat..." Jinhyuk menahan ucapannya ia ingat Jeno ingin melakukan penyelidikan itu diam-diam bahkan merahasiakan hal ini dari Jaemin. Tidak memberitahu Hyukjae adalah keputusan yang tepat "Dia membantuku dalam sebuah kasus sebelumnya dan barusan kami bertemu untuk mengobrol."
"Oh, ya sudah habiskan minumanmu aku akan kedalam." Hyukjae segera beranjak kedalam sambil memanggil Lucas dan mengatakan ia membawakan makan siang untuk mereka berdua.
Setelah melihat Hyukjae menghilang senyum lebar diwajah Jinhyuk perlahan menghilang, ia menatap pintu tempat Donghae tadi keluar kemudian menatap pintu menuju dapur. Ia penasaran apa Hyukjae sudah tahu siapa Donghae yang sebenarnya?
Dan jika sampai Hyukjae tahu, bagaimana reaksinya?
⇨ Twisted ⇦
"Jeno..." Donghae memanggil Jeno yang melangkah cukup jauh didepannya. Keduanya sama-sama tidak datang ke cafe Hyukjae menggunakan mobil.
"Yak Lee Jeno!"
Tarikan kuat dilengannya membuat Jeno akhirnya berhenti melangkah dan berbalik ia menatap Hyungnya itu dari atas hingga bawah "Ada apa?"
"Aku tahu kau kecewa karena aku tidak mengatakan apapun ketika sudah menemukan Eunhyuk."
"Ya, bagus jika kau tahu. Aku segera menjelskan segalanya padamu saat kau melihat Jaemin di mansion, aku menceritakan segalanya padamu Hyung tapi kau merahasiakan tentang Eunhyuk Hyung dariku?"
"Aku memang tidak memberitahu pada siapapun tentang..."
"Jungwoo Hyung tahu, apa itu yang kau maksud untuk tidak memberitahu tentang priamu itu. Siapa lagi yang tahu?"
Donghae menghela nafas pelan "... Donghyuk.. Hanya Jungwoo dan Donghyuk, aku benar-benar menunggu waktu yang tepat untuk mengenalkan Hyukjae pada kalian. Dia bahkan belum tahu siapa diriku yang sebenarnya."
"Kau membohongi kami Hyung, apa kau pikir hanya dirimu yang berhak tahu akan keberadaan Eunhyuk Hyung? Kau tahu Jisung sangat dekat dengannya, apa kau hanya memikirkan dirimu sendiri sama seperti kau memaksa kami semua kembali ke Korea 20 tahun yang lalu!"
Donghae diam, ya memang 20 tahun yang lalu Donghae meminta mereka semua kembali ke Korea walau ia tidak meminta mereka untuk ikut dengannya namun Donghae tahu adik-adiknya tidak akan pernah tidak mendukungnya apapun keputusannya.
"Apa ada hal lain yang kau rahasiakan dariku Hyung? Apa aku harus mempersiapkan diri untuk kebohongan lain yang kau sembunyikan?"
"Lee Jeno..."
"Aku akan pulang dan merahasiakan hal ini seperti yang kau mau." Jeno kembali beranjak pergi meninggalkan Donghae, ia ingin secepatnya sampai dirumah dan menenangkan dirinya sendiri.
Sedangkan Donghae terdiam sambil mengepalkan tangannya, ia menghela nafas pelan. Dirinya cukup terkejut melihat reaksi Jeno barusan, namun dari reaksi itu sepertinya baik Donghae dan yang lainnya nanti harus mempersiapkan diri untuk sesuatu yang lebih buruk jika Jeno tahu ada satu kebohongan lagi yang mereka rahasiakan dari pria itu selama ini.
⇨ Twisted ⇦
Sehari berselang Jaemin tengah menatapi secangkir kopi hitam dihadapannya sembari menemani prianya, ia tengah duduk bersama dengan Jeno didapur karena pria itu tengah merajuk dengan alasan malas pergi bekerja hari ini, padahal sore nanti akan ada pemotretan untuk sebuah majalah.
"Lee Jeno apa kau akan merajuk terus menerus ada apa denganmu?"
"Aku hanya sedang malas, moodku.. entah kenapa moodku terlalu jelek sejak kemarin."
Jaemin mengarahkan jemarinya pada kepala Jeno yang tengah bersandar diatas meja makan, ia mengusap helaian surai hitam Jeno membuat sipemilik rambut sedikit mendongak menatapnya, betapa menggemaskannya Jeno saat ini "Sore nanti kau ada jadwal bukan? Apa yang harus kulakukan untuk membuat moodmu kembali?"
Netra coklat Jeno melirik kearah leher jenjang Jaemin, sudah berapa lama ia tidak mencicipi darah manis itu lagi, rasanya ia mulai haus.
Semenjak Jaemin tinggal diMansion jika dirinya tidak keluar dengan alasan pekerjaan maka Jaemin tidak akan mengenakan pakaian kerjanya ia hanya mengenakan kaos dengan celana training atau sweater tipis dengan celana selutut.
Seperti hari ini Jaemin sedang mengenakan kaos hitam dengan leher V dan mengundang rasa haus ditenggorokan Jeno "Jika aku minta darahmu apa kau akan memberikannya?"
Keduanya diam sesaat namun kedua pasang mata tersebut masih saling menatap mengunci satu sama lain hingga akhirnya Jaemin yang memutuskan tatapan itu pertama kali.
Ia beranjak dari kursinya dan melangkah mengitari meja makan menghampiri Jeno yang segera duduk tegap menatap Jaemin yang menghampirinya dengan tatapan bingung. Apa kepalanya akan dipukul karena meminta hal seperti itu?
Jaemin mendudukan dirinya disebelah Jeno kemudian memamerkan leher jenjangnya pada Jeno "Akan kuberikan."
"Apa kau memberikannya agar aku pergi untuk melakukan pemotretan?" ada sedikit rasa kesal didada Jeno jika Jaemin sampai melakukan ini hanya agar Jeno berangkat untuk bekerja.
Melihat raut wajah Jeno yang masih merajuk mau tak mau membuat Jaemin terkekeh pelan, semakin hari pria ini semakin menunjukkan sisi menggemaskannya yang selama ini tidak pernah ia tunjukan sebelumnya, jika Jeno seperti ini dirinya akan semakin tidak bisa lepas dari Jeno mengapa pria ini sangat manja dan mudah merajuk padanya? Padahal saat dahulu awal bertemu dia tidak seperti ini.
"Aku memberikannya karena kau yang memintanya. Aku tidak terlalu perduli dengan pekerjaanmu, kau sudah cukup kaya raya walaupun tanpa bekerja aku yakin hidupku akan makmur kedepannya jika bersamamu."
Ucapan Jaemin sama-sama membuat keduanya tertawa pelan, namun memang itu kenyataannya. Jeno sudah cukup kaya bahkan jauh ebelum dirinya bekerja sebagai model dan ia yakin bisa membahagiakan Jaemin yang kini sudah menjadi kekasih hatinya sejak mereka menghabiskan sore di sungai han hari itu.
"Apa kau tidak suka diriku masih bekerja?"
Jaemin menghela nafas ia menyandarkan tubuhnya pada kursi yang didudukinya, lalu menganggukkan kepalanya dengan cepat. Bayangkan saja bagaimana rasanya melihat priamu bersanding dengan dara cantik dalam sebuah pemotretan? Belum lagi ia hanya bisa diam saat melihat Jenonya dijadikan fantasi gadis lain sebagai boyfriend material.
Damn, Jeno is mine. Ingin rasanya Jaemin mengumpat seperti itu, namun tak bisa.
"Aku tidak suka kau bekerja sebagai model, berapa banyak mata yang akan menatapmu jika kau sedang berpose didepan kamera. Lagipula Tuan Oh selalu saja menawarkan manager perempuan padamu, dan itu menyebalkan."
"Apa aku sedang mendengar seorang Na Jaemin cemburu?"
"Apa aku tidak boleh cemburu?"
Jeno terkekeh "Tentu saja boleh.. aku tidak akan pernah melarangmu untuk cemburu."
Andai Jaemin tahu betapa bahagianya Jeno saat ini hanya karena Jaemin sudah menjadi miliknya, bahkan prianya bisa merasakan cemburu hanya karena hal kecil seperti Tuan Oh dan manager wanita yang ditawarkannya. Oh rasanya Jeno ingin menggoda Jaemin dengan berpura-pura menerima tawaran Tuan Oh demi melihat reaksi Jaemin, tapi Jeno sepertinya tidak akan siap menerima aura membunuh milik Jaemin untuk kedua kalinya.
Susah payah ia membuat Jaemin menyukainya dan menahan setiap kebencian yang ditunjukan pria itu padanya selama ini dan dia justru dengan sengaja ingin menerima tawaran Tuan Oh? Apa Jeno sudah bosan hidup?
"Bagaimana jika kau menjadi manager, bodyguard dan kekasihku secara bersamaan. Bukankah itu lebih baik?"
"Manager? Aku tidak mengerti harus mengerjakan apa. Tidak aku tidak mau."
Jeno menarik kursinya agar lebih dekat dengan Jaemin "Kau hanya perlu menjadi managerku, hanya predikat semata. Kau tak perlu melakukan apapun, aku bisa menanganinya sendiri. Yang bisa membuat Tuan Oh diam tak mengangguku hanyalah jika diriku memiliki seorang manager bukan."
Tawaran Jeno membuat Jaemin berpikir sejenak, benar juga yang dikatakan oleh pria itu. Jika Jeno memiliki manager maka Tuan Oh akan berhenti membawa wanita-wanita berpakaian sexy kehadapan Jeno. Dan dirinya tak perlu lagi merasa cemburu karena masalah tersebut.
"Baiklah, aku setuju dengan tawaranmu.. Apa gajiku akan dinaikkan karena menjadi managermu?"
"Tentu.." mau tak mau Jeno terkekeh, ia tidak berpikir Jaemin mata duitan atau semacamnya. Jeno tahu bahwa uang hasil bekerjanya selalu digunakan untuk kebutuhan panti.
Baik Jaemin, Siwon, Junmyeon, Jinhyuk ataupun Eunhyuk mereka memang membagi penghasilan mereka demi keperluan anak-anak dipanti belum lagi dengan yang sudah bersekolah.
Beban kekasihnya ini sangat berat.
"Kau bisa duduk dimanapun yang kau mau, aku akan berganti pakaian sebentar..."
Suara Renjun dari arah luar dapur membuat Jeno yang ingin mengucapkan sesuatu menunda ucapannya, dirinya dan Jaemin menoleh bersamaan kearah pintu dapur terlihat Renjun dan XiaoJun berada disana.
"XiaoJun-ah?" sapa Jeno, ia mengenal pria itu sebagai kenalan Renjun ketika dirinya kembali pria ini sudah datang dan pergi sesukanya dan tahu tentang rahasia keluarganya.
XiaoJun dan Renjun menoleh kearah dapur, pria dengan rambut terang itu tersenyum dan menundukkan sedikit kepalanya sebagai salam sapaan terhadap panggilan Jeno padanya.
Ia kembali sedikit menundukkan kepalanya saat melihat pria yang duduk disebelah Jeno berdiri dan membungkukkan tubuhnya.
Ia tahu pria itu, Na Jaemin.
"Sudah lama aku tidak melihatmu datang.." sapa Jeno lagi dengan ramah, tidak lupa senyum mengembang dibibir dan matanya yang melengkung.
Xiaojun dan Renjun saling bertatap sebentar "Kau tahu dia detektif bukan, Xiaojun sibuk tidak bisa datang kemari sesering dahulu sebelum kau kembali."
Jeno menganggukkan kepalanya tanda mengerti "Ah ini Jaemin, bodyguardku dan kekasihku. Dan Jaemin-ah dia XiaoJun mungkin akan menjadi calon keluarga sama sepertimu."
Sambil menahan bibirnya yang hendak tersenyum Jaemin kembali membungkuk memperkenalkan dirinya pada XiaoJun.
"Kalian berbincanglah dahulu, aku tidak akan lama." Renjun menepuk lengan XiaoJun kemudian meninggalkan teman kencannya itu diambang pintu dapur menuju kamarnya untuk berganti pakaian.
Mau tak mau Xiaojun memasuki dapur namun baru selangkah Jeno tiba-tiba menyuruhnya berhenti.
"Ah, XiaoJun-ah ada yang ingin kutunjukkan padamu." Jeno menepuk bahu Jaemin meminta pria nya menyiapkan apa saja yang harus dibawa mereka nanti untuk pemotretan.
Menurut, Jaemin pun segera beranjak pergi dari dapur kelantai atas dengan cepat untuk menyiapkan keperluan Jeno sebelum prianya kembali berubah pikiran dan merajuk tak ingin berangkat bekerja. Sedangkan Jeno dan XiaoJun memandangi punggung Jaemin dengan tatapan yang berbeda.
"Jadi, apa yang ingin kau tunjukan padaku."
Sedikit banyak XiaoJun mengerti kenapa Jeno meminta Jaemin untuk pergi dan meninggalkan mereka hanya berdua saja, pembicaraan rahasia tentu saja.
"Aku ingin meminta bantuanmu apa kau bisa?"
"Bantuan? Tentu saja, apa yang kau perlukan?"
Jeno meraih ponselnya yang berada di meja makan kemudian mengirimkan sebuah folder berisi data-data yang ia dapatkan dari Jinhyuk beberapa hari lalu ke email XiaoJun.
"Sudah kukirimkan datanya ke emailmu.." ucap Jeno saat melihat XiaoJun mengecek ponselnya yang berbunyi.
Jemari XiaoJun membuka ponselnya dan mengecek apa yang dikirimkan oleh Jeno "Itu adalah berkas kasus 20 tahun lalu, karena kau memiliki koneksi dengan keluargaku, aku ingin kau menyelidiki penghisap darah yang tinggal dikota ini 20 tahun lalu.."
Sebuah foto dan nama yang tertera di layar ponselnya membuat ibu jari detektif tersebut berhenti menscroll, data ini sangat lengkap terlalu lengkap, darimana Jeno mendapatkanya?
"Na Wangshik?"
"Ya, itu ayah Jaemin. Aku ingin menyelidiki siapa penghisap darah yang membunuh ayahnya 20 tahun lalu."
Xiaojun segera mendongak dan menatap Jeno, entah kenapa firasatnya mengatakan penyelidikan ini akan berakhir buruk. Ia yakin bukan Renjunnya yang membunuh Na Wangshik, namun pasti salah satu penghuni mansion.
"Kau tahu kasus ini sudah ditutup 4 tahun lalu, walaupun kau melakukan penyelidikan sekalipun tapi kau tidak akan bisa menangkap pembunuhnya."
"Menangkapnya pun hanya akan berdampak buruk bagi 'kami' aku tahu itu, aku akan menangkapnya dan menarik keluar jantungnya agar dia menebus apa yang sudah diperbuat olehnya pada Jaeminku."
Benar... Firasatnya mengatakan hal buruk akan terjadi dan Xiaojun selalu yakin dengan firasatnya sendiri.
⇨ Twisted ⇦
Renjun menghisap ice bubble dihadapannya sambil sesekali melirik XiaoJun, lelaki itu terlihat murung dan diam sedari tadi setelah berbincang dengan Jeno, entah apa yang mereka bicarakan.
Awalnyapun Renjun tidak ingin bertanya karena mungkin itu masalah pribadi diantara keduanya, namun melihat reaksi Xiaojun usai berbincang dengan Jeno iapun jadi penasaran.
"Xiaojun-ah?" jemarinya bergeser meraih jemari besar Xiaojun dan meremas jemari itu perlahan hingga si pemilik jemari menoleh padanya.
"Kau baik-baik saja?"
"... Ya, kurasa ya.. Aku baik-baik saja."
"Ada apa? Apa yang dirimu dan Jeno bicarakan hingga berdampak buruk padamu seperti ini?"
Xiaojun menumpuk tangan lainnya diatas punggung tangan Renjun, ia berpikir sejenak apa harus ia bercerita tentang masalah ini pada Renjun? Tapi hanya Renjun yang pasti mengerti apa yang tengah diresahkannya saat ini.
Iapun mengambil ponsel dibalik sakunya membuka email dan menunjukkan pada Renjun data yang dikirimkan Jeno padanya tadi saat Renjun dan Jaemin meninggalkan mereka berdua.
"Lihatlah, ini data kasus 20 tahun lalu yang melibatkan Na Wangshik, ayah Jaemin. Data itu jauh lebih lengkap dari hasil penyelidikanku atas Jaemin padamu."
"Kau dapat ini dari siapa?"
"Jeno..."
Renjun terkejut, ia segera menatap Xiaojun yang menyadari keterkejutannya. Ia segera kembali menunduk dan membaca apa saja yang dikirimkan oleh Jeno pada Xiaojun.
Ia masih ingat mayat pria itu tergeletak diatas aspal saat mereka menemukan Jeno tak sadarkan diri, iapun ingat dimana tempat kejadiannya, gang dimana Jeno membunuh ayah Jaemin. Dan semuanya kini ada di ponsel Xiaojun, bagaimana Jeno bisa mendapatkan ini semua? Apa dari Jaemin?
"Kau tahu Jeno memintaku menyelidiki kasus tersebut secara diam-diam, aku yakin bahwa kau tahu bukan siapa pembunuh yang sebenarnya. Katakan padaku, agar aku tahu keputusan apa yang harus kuambil saat ini."
Renjun mengembalikan ponsel Xiaojun pada pemiliknya ia melepas genggamannya pada jemari Xiaojun dan memijit pangkal hidungnya, kepalanya benar-benar terasa berdenyut sakit saat ini.
"Jangan lakukan apapun. Jangan menyelidiki apapun, katakan saja pada Jeno kau tak mendapatkan apapun."
"Kenapa?" Xiaojun tidak melepaskan pandangannya dari Renjun yang kembali menghindari pembahasan tentang kasus 20 tahun lalu sama seperti hari itu.
"Kenapa kau selalu menghindar jika membahas masalah ini, apa yang kau sembunyikan Huang Renjun?!" tanyanya dengan intonasi suara yang lebih tinggi dari biasanya, dan ini untuk yang pertama kali dalam hidupnya XiaoJun membentak Renjun bahkan didepan banyak orang.
".......... Kau tahu, ada hal yang harus tetap kujaga sampai diriku benar-benar menghilang dari dunia ini. Rahasia yang kupikul saat ini untuk kebaikan semuanya. Kuharap kau mengerti, dan aku akan pulang sendiri." Renjun bangkit berdiri dari duduknya namun Xiaojun menahannya.
"Jeno? Apa dia yang melakukannya?"
Renjun kembali terdiam, namun dari sorot matanya sangat terlihat dirinya terkejut dan tak bisa menghindari tatapan mengintimidasi Xiaojun padanya hingga Renjun memutuskan kontak mata mereka berdua dan memutuskan untuk menunduk.
Ini kali pertama Renjun tidak bisa mengontrol emosinya sendiri, bukan, bukan karena Jeno. Namun karena itu pertanyaan yang dikeluarkan oleh Xiaojun padanya, pria itu mungkin akan berpikir macam-macam setelah ini.
"Jadi benar dia?" Xiaojun melepas cengkramannya pada lengan Renjun, ia mendengus pelan.
Mengasihani diri sendiri lebih tepatnya.
Kencan mereka belakangan ini, sepertinya memang hanya usaha yang dilakukan Renjun untuk melindungi Jeno bukan untuk menebus waktu 10 tahun Xiaojun mengejarnya.
"Kau selalu melindunginya."
Xiaojun menendang kaki meja dengan sedikit kesal lalu segera beranjak pergi dari hadapan Renjun meninggalkan si pria China itu sendirian.
Ada yang menganjal dibalik dadanya saat pertama kali ia melihat pria yang lebih muda darinya itu terlihat sangat marah seperti ini bahkan sampai beranjak pergi meninggalkannya.
Dadanya sesak.
Kepalanya pun terasa berdenyut, terlampau banyak masalah dalam hidupnya. Dan Renjun mulai lelah menanggung semuanya sendirian.
⇨ Twisted ⇦
Pemotretan telah usai Jaemin tengah membereskan beberapa barang milik Jeno dan memasukkannya kedalam tas yang selalu dibawa oleh pria itu jika bekerja.
Ketika Jeno tengah mengganti kemeja yang digunakannya dan akan berganti ke sweater yang digunakannya saat dia datang tadi tiba-tiba saja pintu ruang ganti terbuka dan terlihat lagi-lagi Tuan Oh datang dengan seorang gadis yang pupilnya melebar saat melihat tubuh bagian atas Jeno yang terlihat tanpa sehelai benangpun anggaplah pria tampan itu topless saat ini dan hal itu sudah menjadi makanan sehari-hari bagi para penata rias yang terbiasa bahkan tak tertarik karena mereka tahu Jeno memiliki hubungan khusus dengan Jaemin yang tak perlu dijelaskan lagi.
Karena orang bodohpun bisa melihat dengan jelas, setelah keduanya semakin dekat tidak ada lagi istilah jarak bagi keduanya, lagipula siapa yang tidak tahu bahwa Jeno dan Jaemin tinggal bersama saat ini. Salahkan keduanya yang sempat beradu mulut hanya karena masalah handuk milik Jaemin yang digunakan Jeno saat si bungsu Lee itu tidur dikamar bodyguardnya.
"Jeno-ssi..."
Jaemin menghela nafasnya malas lalu menutup resleting tas hitam milik Jeno, ia meletakkan tas tersebut diatas meja rias berdekatan dengan dirinya yang kini tengah menatap kedepan ia ingin tahu kali ini siapa lagi yang dibawa oleh Tuan Oh kehadapan kekasihnya itu.
"Ya?" sahut Jeno tanpa minat saat melihat bagaimana gadis itu menatapnya lapar, Jeno segera memakai sweater miliknya karena salah satu staff wardrobe segera memberikannya pakaian sambil melotot karena Jeno membiarkan oranglain melihat tubuh Jeno sembarangan.
"Terima kasih Noona.." ucap Jeno ramah pada staff tersebut. Ia kembali menatap Tuan Oh yang kini berada dihadapannya. Kedua tangannya terlipat kedepan berusaha menunjukkan sikap angkuh dan kurang suka setelah kejadian terakhir kali ia merusak ponsel seorang wanita yang dibawa Tuan Oh kemari.
"Ada apa?"
"Ini.. Aku membawakan calon manager untukmu.." Tuan Oh menarik wanita yang kira-kira berumur 30 tahunan, bertubuh langsing, berdada besar, berambut panjang sepunggung kehadapan Jeno. Hingga membuat pria tampan itu mundur beberapa langkah.
Jeno melirik Jaemin ia melihat kekasihnya memalingkan wajah darinya lalu berpura-pura memainkan ponsel baru milik Jeno ditangannya, lagi-lagi Na Jaemin cemburu, ah menggemaskan.
"Aku tidak pernah meminta seorang manager padamu kenapa kau selalu membawakanku seorang calon manager wanita? Eoh?!"
Suara tinggi Jeno bahkan sampai membuat seisi ruangan ganti diam termasuk Jaemin yang kini kembali memperhatikan Jeno, ia takut kedua mata pria itu memerah jika menahan emosi.
"Sampai kapan kau akan menjadi model tanpa manager, umurmu baru 22 tahun kau masih terlalu muda untuk mengerjakan semuanya sendiri. Kau bahkan tak akan mengerti bagaimana cara bekerja didunia seperti ini."
Jeno menarik sudut bibirnya "Oh, kau ingin beradu pengalaman denganku? Sejujurnya dirikupun tidak terlalu memperdulikan pekerjaan ini. Mulai hari ini aku akan berhenti bekerja denganmu."
Ucapan Jeno menghasilkan terkejutan dari seluruh manusia yang berada di dalam ruangan tersebut, termasuk tuan Oh dan wanita cantik yang dibawanya "Noona jika kalian merasa orang ini menyebalkan, kalian bisa menghubungiku dan bekerja denganku. Aku bisa berdiri sendiri tanpa agensi sekalipun."
Baiklah kali ini Jeno berlebihan, bahkan terdengar sangat sombong namun wanita itu dan Tuan Oh hanya memandang Jeno sebelah mata seolah-olah Jeno tidak akan mungkin bisa melakukan apapun tanpa agensi mereka.
Jeno memutuskan untuk menghampiri Jaemin sambil memakai tasnya kemudian mengenggam jemari Jaemin "Kita pulang Jaemin-ah."
"Tapi, Jeno-ya..."
Melihat kepala Jeno mengangguk padanya seolah-olah menegaskan dirinya tak apa-apa kehilangan pekerjaan seperti ini daripada dia harus ditekan untuk memiliki seorang manager seorang wanita yang dipilihkan dengan sengaja oleh pihak agency, mau tak mau membuat Jaeminpun berhenti bertanya akan keadaan Jeno.
"Ah ya.." Jeno berbalik ia mengenggam jemari Jaemin "Sejak kemarin diriku sudah memiliki manager, perkenalkan Na Jaemin, Bodyguardku, Managerku dan kekasihku. Permisi.."
Tuan Oh dan wanita itu terkejut saat tahu orientasi sexual dari model tampan tersebut, sedangkan para staff yang sudah menduga ada sesuatu diantar mereka justru saling berhighfive ria turut merasakan kebahagiaan bagi keduanya.
"Kita mampir ketempat Jisung untuk makan malam bagaimana?" ajak Jaemin sambil mengeratkan genggamannya pada jemari Jeno, lalu beranjak bersama keluar dari ruang ganti. Wajah Jaemin sudah semerah kepiting rebus karena ulah Jeno yang memperkenalkan dirinya dengan begitu frontal.
"Wajahmu memerah.."
"Kau pikir karena ulah siapa eoh?" keduanya terkekeh bersamaan dan segera beranjak menuju restoran milik Jisung.
"Woaaah, benarkah kau berkata seperti itu Hyung?" tanya Jisung tak percaya, akhirnya mereka memutuskan untuk makan dikedai pinggir jalan bersama Jisung dan Chenle.
Keempatnya ingin makan malam dan berbincang panjang lebar tanpa harus di perhatikan oleh karyawan di restoran milik Jisung maka dari itu mereka memutuskan untuk pergi ke kedai lain.
Malam ini Jisung berniat membawa Chenle untuk mulai tinggal di mansion, menjauh dari kakaknya adalah satu-satunya cara menjaga Chenle saat ini dengan selalu berada bersama Jisung, hal itu menurutnya bisa melindungi Chenle dari kakaknya yang terobsesi pada penghisap darah.
"Ya mau bagaimana lagi, diriku lelah dipaksa memiliki manager seorang wanita."
"Bagaimana jika..."
Jisung menggerakkan jemarinya menunjuk Jeno dan dirinya bergantian, hingga Jaemin dan Chenle menatap keduanya bingung sambil mengunyah odeng yang baru masuk kedalam mulut mereka. Karena walau hanya isyarat tangan yang ditunjukkan Jisung namun Jeno sepertinya mengerti apa maksud Jisung yang sebenarnya karena pria itu tersenyum sangat lebar sambil menganggukkan kepalanya.
Dan benar saja berselang 2 hari setelah malam itu tiba-tiba saja kepemilikan MDS Entertainment berpindah ke tangan Jisung karena ia memiliki 80% saham dan sang pemilik menjual segala asetnya pada Jisung.
Dan pada akhirnya Jeno mau tak mau menggantikan adiknya Jisung untuk mengisi posisi pemimpin pada agensi tersebut dan ia kini melihat Tuan Oh menjilat ludahnya sendiri dengan mengatakan bahwa Jeno memang memiliki pengalaman dan kekuasaan.
Sesungguhnya ia hanya memiliki kemampuan untuk memanajemen dirinya sendiri maka dari itu ia tidak akan pernah kesulitan mengatur jadwal untuknya dan keluarganya, namun untuk saham dan bisnis besar seperti ini semuanya adalah ide cemerlang dari kepala besar Jisung.
Berapa banyak anggota mansion yang akhirnya memiliki bisnis kerajaannya sendiri karena ulah Jisung yang membantu mereka mengolah keuangan, walaupun mereka bekerja sebagai pegawai di mansion namun diluar mansion mereka adalah petinggi diperusahaannya masing-masing.
"Sebenarnya berapa banyak uang yang mereka punya.." guman Jaemin dari dalam mobil milik Jeno, ia tengah melipat kedua tangannya sambil bersandar di kursi penumpang karena menunggu Jisung dan Jeno yang kini berada digedung agensi tersebut.
"Mungkin seharusnya kau mengganti pertanyaannya, berapa uang yang seluruh mansion miliki." Chenle mengoreksi, ia memandang takjub pada gedung tinggi yang kini menjadi milik sang kekasih, ia tak menyangka penghisap darah akan sepintar Jisungnya.
"Kau benar.. Mereka hidup lebih dari ratusan tahun, berapa banyak uang yang mereka miliki jika selama ini mereka sangat pintar dalam berbisnis."
Tiba-tiba terlintas didalam benak Jaemin dirinya ingin belajar tentang bisnis pada Lee Donghae ataupun Jisung pasti ia bisa menghasilkan bisnis yang cukup mendatangkan uang daripada bekerja menjadi bodyguard dan kekasih Lee Jeno.
Keduanya diam, sedangkan dalam kepala masing-masing mereka membayangkan Jisung dan Jeno tengah berada diatas tumpukan won dan dollar sembari melemparkan lembaran-lembaran benda tersebut.
"Kalian melamun?"
Suara Jisung menghancurkan lamunan keduanya bahkan mereka baru sadar kalau Jeno tengah mentertawakan mereka berdua, apa wajah keduanya yang tengah melamun begitu lucu?
"Apa yang kalian bayangkan?"
"Hanya membayangkan berapa uang yang kalian miliki hingga bisa membuat agensi itu jadi milik kalian?"
"Itu bukan milikku hanya milik Jisung." Jeno memakai seatbelt lalu menoleh kebelakang menatap kekasihnya sebentar lalu menoleh pada Chenle "Hidupmu akan bahagia dengan Jisung, dia akan membawamu berkeliling dunia jika kau memintanya."
Mendengar ucapan Jeno hanya membuat Chenle ingin menutup wajahnya dengan bantal namun saat ini ia bukan berada dikamar melainkan di mobil. Jadi ia hanya memalingkan wajahnya kearah kaca jendela sambil menggigit bibirnya sendiri.
Mobil Jeno segera beranjak dari depan gedung agensi baik Jisung ataupun Jeno sama sekali tidak menyadari sedari tadi pergerakan keduanya tengah diperhatikan oleh seseorang dengan tudung hoodie berwarna hitam dari balik sudut gang kecil.
Ia sedari tadi memperhatikan penumpang mobil tersebut dengan seksama "Chenle-ya, apa kau sedang bermain-main dengan hyungmu ini?" Ucap pria itu sambil membenahi letak hoodienya, namun tepukan dari balik tubuhnya membuatnya menoleh.
"Sedang apa kau disini? Aku menunggumu direstoran sedari tadi Yixing.."
Pria itu menurunkan hoodie hitamnya, wajahnya yang tadi terlihat serius saat mengamati adiknya kini tersenyum manis bahkan ada lesung pipit yang cukup dalam dipipinya "Maafkan aku, aku sedang melihat-lihat Junmyeon-ah."
"Ayo kembali, aku mengkhawatirkanmu. Cukup adikmu yang hilang, kau jangan ikut hilang akan sulit mencarimu."
Pria itu Kim Junmyeon, kakak dari Jaemin yang bahkan tak pernah sekalipun tersenyum pada siapapun kini bisa tersenyum ramah pada Yixing, berharap pria itu mengikutinya untuk kembali kerestoran.
Yixing menyamakan langkahnya dengan Junmyeon ia memasukkan tangannya kedalam saku hoodie yang digunakannya "Kudengar adikmu beberapa waktu lalu tertimpa musibah.."
Pertanyaan Yixing membuat Junmyeon mau tak mau menoleh "Jaemin? Ya dia masuk rumah sakit karena terkena tembakan. Namun aku tak bisa langsung menjenguknya karena kau menghilang, aku memutuskan untuk mencarimu saat itu."
"Maafkan aku.."
"Jika tak kumaafkan, aku tak mungkin menemukanmu. Aku tahu bahasa Koreamu sangat fasih, namun kau tetap bukan penduduk disini, kau baru saja datang dan Seoul adalah kota besar."
Mau tak mau Yixing memaksakan bibirnya agar tersenyum, ia tak selemah yang Junmyeon pikirkan. Semua latar belakangnya yang ia ceritakan pada Junmyeon hanyalah kebohongan belaka.
Sejak kecil ia sudah hidup di Korea berdua dengan Chenle dan keluarga Zhong, kerabat jauh dari keluarganya yang sudah tiada.
"Semenjak Jaemin bekerja dengan Lee Jeno dia banyak berubah. Sekarang dia sudah tidak lagi pulang ke panti melainkan tinggal disana, adikku berkata dia bertengkar dengan Lami. Ini pertama kalinya kulihat Jaemin bertengkar dengan Lami, kurasa pria bernama Lee Jeno itu merubah adikku yang penurut itu."
"Berapa adik yang kau punya? Aku selalu mendengar kau mengatakan 'adikku' tapi aku tak tahu adik mana yang kau bicarakan."
"Adikku sangat banyak, datanglah di akhir pekan nanti. Aku akan mengadakan perayaan kecil untuk restoran baruku, kau akan bertemu dengan mereka semua."
"Baiklah, aku akan datang.."
Lagi, Yixing memberikan senyum palsu itu pada Junmyeon sejujurnya dirinya tak perduli akan berapa banyak adik yang dimiliki oleh Junmyeon. Namun ia akan datang keacara itu karena mungkin saja adiknya akan datang juga kesana.
Ia ingin melihat sampai dimana Chenle akan berlari dan bersembunyi darinya.
⇨Twisted ⇦
Hari yang dinanti tiba, saat ini sebuah van yang cukup besar berada didepan gang menuju panti, Donghae sudah menyewakan van tersebut agar bisa digunakan oleh Hyukjae dan anak-anak panti menuju restoran baru milik Junmyeon yang akan diresmikan hari ini.
"Kau yakin ingin ikut?" Jaemin kembali bertanya-tanya pada Jeno karena bagaimanapun mungkin acara ini akan membosankan karena hanya berisikan anak-anak.
"Yakin, kau lupa aku sekarang pengangguran. Lagipula Jisung akan datang kesana karena dia diundang sebagai perwakilan dari salah satu restorannya, Renjun sedang tidak enak badan dan Donghae Hyung harus ke Jeju malam ini."
"Apa itu artinya Chenle akan ikut?"
Jeno menganggukkan kepalanya, dimana ada Jisung disana ada Chenle itulah yang terjadi sejak Chenle memasuki Mansion Lee. Bahkan mereka kini tinggal disatu kamar yang sama hanya saja Jisung mengganti kasur king size nya menjadi 2 single bed agar Chenle nyaman berada dikamar yang sama dengannya.
"Oppa bagaimana? Pakaianku bagus?"
Seorang gadis cilik menginterupsi pembicaraan Jeno dan Jaemin di gerbang panti, keduanya tersenyum dan hampir berjongkok bersamaan namun Jaemin membatalkan niatnya untuk berjongkok dan membiarkan Jeno yang berjongkok dihadapan adiknya itu.
"Pakaianmu sangat bagus kau sangat cantik dengan hanbok itu."
"Benarkah?"
"Tentu saja, oppa tidak pernah berbohong." Jeno mengusap puncak kepala gadis tersebut, mengundang senyum dibibir Jaemin yang melihatnya.
Jika melihat hal tersebut ada aliran hangat didadanya, apalagi saat ia kembali ingat kepalanya pun pernah disentuh oleh Jeno dengan cara yang sama ketika dirinya masih kecil. Harusnya ia tersenyum saat itu, melihatnya saja ia merasa hangat apalagi merasakannya langsung.
Sayang, waktu tak bisa kembali.
"Mija-ya!! Kemari, kenapa kau mau disentuh oleh orang asing."
Gadis kecil itu menoleh sambil cemberut saat Lami memanggilnya "Lami Unnie marah-marah terus semenjak Jaemin Oppa pergi, dia tidak menyenangkan lagi." Protesnya, namun Jaemin hanya mengelus kepala gadis kecil bernama Mija tersebut dengan sayang.
"Lami Unnie sayang padamu, pergi sana bergabung dengan yang lain untuk naik kedalam van. Kita akan bertemu di restoran Junmyeon Oppa nanti."
Mija memberikan senyum manisnya pada Jeno dan Jaemin lalu melambai dan menghampiri Lami yang memberikan tatapan tajamnya pada Jeno dan berpura-pura tidak menatap Jaemin.
Ada rasa bersalah dan menyesal membuat hubungannya dan Lami seperti saat ini, namun Jaemin memilih sesuai dengan pilihan hatinya. Ia memilih bersama dengan Jeno, dan hal itu bukanlah sebuah kesalahan baginya. Ia mencintai Jeno, walau dirinya baru mengenal pria ini namun perasaan yang dirinya rasakan bahkan mengalahkan apa yang selama ini pernah ia rasakan pada Lami.
'Tap tap tap'
Jaemin menoleh saat merasa kepalanya ditepuk, ia melihat Jeno tengah menepuk puncak kepalanya sambil menatapnya dengan senyum hangat diwajahnya.
"Kau baik-baik saja?"
"Kau baik-baik saja?"
"Tenanglah, hubungan kalian akan membaik setelah beberapa waktu. Jangan bersedih lagi Na Jaemin." Lanjutnya.
"Berhati-hatilah lain kali adik kecil. Kau bisa melukai dirimu sendiri." Jeno tersenyum dan mengacak puncak kepala Jaemin yang ditabraknya tadi lalu segera beranjak pergi sambil mengambil ice cream dari tangan Donghae.
Jaemin sempat terpaku sebentar, ia tak menyangka sebuah sentuhan dikepalanya membuatnya kembali mengingat kejadian itu, namun kali ini bukan tatapan takut yang akan diberikannya pada Jeno melainkan tatapan lembut dan anggukan patuh atas ucapan Jeno yang mencoba untuk menenangkannya.
"Pintar.."
Usai memuji Jaemin ia menurunkan jemarinya lalu meraih jemari Jaemin dan mengecup punggung tangan prianya sekali "Ayo kita berangkat." Jeno menarik prianya ke mobilnya dan membukakan pintu kemudi untuk dinaiki Jaemin.
"Bukankah seharusnya kau membukakan pintu penumpang untukku?"
"Ck, kau merusak sisi romantisku. Kau tahu aku tidak pernah mengemudi."
Jeno melemparkan kunci mobil pada Jaemin kemudian segera menutup pintu mobil setelah Jaemin masuk dan duduk manis didalam lalu beranjak masuk ke kursi penumpang, ia memasang seat belt nya lalu dengan wajah polosnya menatap kedepan menunggu Jaemin menjalankan mobilnya.
"Aku sudah siap ayo berangkat."
"Ckckck kau benar-benar menggemaskan Jeno-ya.." Tutupnya sebelum mengendarai mobil milik Jeno meninggalkan panti menyusul keberadaan van yang membawa adik-adiknya menuju restoran milik Junmyeon.
Perjalanan ditemani dengan lagu yang menyala dari radio didalam mobil sesekali bibir Jaemin ikut melantunkan lagu yang terputar ia juga sesekali menatap Jeno yang tengah menatap keluar jendela, apa yang tengah dipikirkannya saat ini?
Namun Jaemin hanya membiarkannya saja, ada saat dimana dunia milik Jeno tidak harus berporos pada seorang Na Jaemin seorang, ia yakin Jeno pun memiliki hal lain yang harus dipikirkan olehnya.
Kurang dari setengah jam perjalanan mereka sampai, Jaemin membenahi sebentar pakaian yang digunakan olehnya lebih tepatnya pakaian milik Jeno yang dipinjamnya satu stel kemeja pink pastel dan jeans sebatas dengkul melekat ditubuhnya sedangkan Jeno mengenakan jeans hitam panjang dengan kemeja hitam lengan panjang yang dilipat hingga siku.
Keduanya melangkah masuk bersamaan karena mereka melihat Van yang membawa adik-adik Jaemin sudah terparkir di depan restoran mewah milik Junmyeon.
Siwon dan Jinhyuk berada disudut restoran saling berbincang, sedangkan Hyukjae ditemani oleh Lucas karena Donghae dan Jungwoo tidak bisa ikut datang menemani, urusan pekerjaan.
Saat keduanya tiba didalam pundak keduanya ditepuk dari belakang, ternyata Jisung baru datang dengan Chenle keduanya datang menggunakan coat panjang couple milik Jisung, bahkan si pria jangkung itu tidak henti-hentinya tersenyum hingga kedua matanya hilang hanya karena dirinya dan Chenle menggunakan coat yang sama.
Hal simple nan romantis yang membuat Jisung terlihat seperti orang bodoh.
"Kau baru datang?"
"Ya, ini acara resmi pertamaku. Andai Renjun Hyung bisa datang tentu saja bukan diriku yang berada disini."
"Tapi memang restoran itu milikmu Jisung-ah, kau harus belajar menghadapi banyak orang, Renjun terkadang juga sibuk mengurus perusahaan bersama Donghae Hyung."
"... Hyung berhenti memintaku melakukan hal itu.."
Jeno dan Jisung saling beradu argument sambil berbisik mereka bahkan tak sadar pasangan mereka kini sudah menghilang pergi bersama-sama mencari minuman.
"Mereka semua adikmu.."
"Ya, mereka semua adik-adik kecilku. Mereka sangat penurut, entah mengapa orangtua mereka tega meninggalkan mereka begitu saja didepan panti."
"Saat ini diriku berharap ditinggalkan didepan panti saja.." Ucap Chenle sambil terkekeh membuat Jaemin menoleh, ia menepuk punggung Chenle berusaha menenangkannya.
Jisung bercerita cukup banyak tentang latar belakang Chenle padanya dan Jeno jadi ia mengerti apa yang dirasakan Chenle saat ini. Posisi mereka sama, harusnya melenyapkan kedua penghisap darah itu bukan justru mencintainya segenap hati.
"Kau mau menjadi salah satu adikku?"
"Adikmu?"
Jaemin tersenyum manis "Tenang saja, aku tak akan memintamu melenyapkan Jisung." Candanya sambil berbisik kemudian keduanya terkekeh bersama hingga kedatangan seseorang mengalihkan pembicaraan keduanya.
"Siang.."
'Praaang!'
Gelas dalam genggaman Chenle lepas begitu saja dari tangannya saat melihat siapa yang berdiri dihadapan mereka berdua, hanya sebuah meja putih panjang berisi minuman yang memisahkan jarak antara Chenle dan seseorang yang berada disudut selatan meja tersebut membuatnya terkejut setengah mati.
"Chenle-ya?" Jaemin khawatir melihat Chenle terdiam bahkan mematung, ia hiraukan pecahan gelas dilantai dan tatapan orang-orang yang penasaran akan sumber suara.
"Kau tak apa-apa?"
Kali ini Jisung yang tiba-tiba datang dari belakang bersama dengan Jeno, ia memperhatikan gerak-gerik kekasihnya itu dengan seksama dan mengikuti kearah mana kedua mata itu terpaku.
Jisung menatap seorang pria disebrangnya yang mengangkat gelasnya padanya dan Chenle sambil tersenyum ramah bahkan terlihat dimple di sisi wajahnya. Ya dia terlihat ramah dimata oranglain tapi senyuman itu justru terlihat menakutkan bagi Chenlenya.
"Siapa dia?"
"..... H-hyungku."
"Apa? Bagaimana bisa Hyungmu ada disini?" Kali ini Jaemin yang menyerobot pertanyaan sambil berbisik tak percaya.
"Aku tak tahu, bagaimana ini Jisung-ah. Kita harus pergi sekarang juga." Chenle hampir menarik Jisung pergi namun justru pria tinggi itu menahan lengan Chenle agar tetap berdiri bersamanya.
"Jangan takut, aku bersamamu, dan kau bersamaku bukan? Kakakmu tidak akan pernah bisa melukaiku."
"Jaemin-ah, ada apa? Kalian baik-baik saja?"
Sipemilik nama menoleh, namun Jeno yang menjawab "Tak apa-apa, hanya saja gelas yang tadi digenggam olehnya terjatuh. Mungkin tangannya tergelincir.. Hyukjae hyu-..." Tiba-tiba saja Jeno tersadar, bahwa selain dirinya saat ini pria dihadapannya ini berhadapan juga dengan adiknya, Jisung.
Jeno segera menatap Jisung yang saat ini terdiam dan terkejut, reaksi yang sama saat dirinya bertemu dengan Jaemin pertama kali, bahkan wajahnya sangat pucat saat ini tak jauh berbeda dengan Chenle saat melihat hyungnya.
Tubuhnya limbung beberapa langkah kebelakang hingga Chenle dan Jeno kini memegangi punggung Jisung yang terlihat terkejut bahkan mungkin shock karena bertemu dengan reinkarnasi Eunhyuk didunia ini.
"Aku akan membawa Jisung keluar sebentar.." Jeno memberikan isyarat pada Chenle untuk membantunya membawa Jisung keluar dari restoran sebentar meninggalkan Jaemin bersama dengan Hyukjae yang menatap bingung pria bernama Jisung itu.
"Ada apa dengannya??"
Jaemin menatap punggung ketiganya yang melangkah keluar, reaksi Jisung saat melihatnya dan Hyukjae terlihat sangat familiar. Dan itu menarik rasa penasaran dalam dirinya, sepertinya Jaemin harus berbicara pada Jeno tentang siapa itu Park Jaemin, dan mengapa Lee Donghae, Kim Jungwoo dan Park Jisung memiliki reaksi terkejut yang sama saat melihat Hyungnya.
Apa Hyukjae juga bagian dari masa lalu mereka? Apa yang terjadi pada sosok Hyukjae dimasa lampau? Ia ingin tahu semuanya.
"Mereka tak apa-apa Hyung. Mereka baik-baik saja." Sahut Jaemin dengan senyum yang dipaksakan dari bibirnya. Ia kemudian melirik pada sosok pria yang membuat Chenle tadi terkejut.
Pria itu menatap punggung Chenle yang beranjak keluar kemudian perlahan melangkah pergi meninggalkan meja tempat dimana minuman berada.
Mengapa dia ada disini?
⇨ To Be Continued ⇦
Please supportnya yaaa ^•^
Jangan lupa comments and votes nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar