∵ TWISTED ∵
|
|
|
|
Xiaojun menatap benda diatas meja kerja Jisung dengan seksama, dirinya sempat bingung karena saat masuk kedalam ruangan Jisung tiba-tiba saja ia melihat gesture pria itu yang meletakkan telunjuk di bibirnya sebagai tanda agar dia diam saat mendekat.
"Hhhh..." Ia bernafas lega saat yakin benda apa yang berada dihadapannya ini "Ini hanya pelacak, tidak ada alat penyadap didalamnya kau bisa tenang." Jangankan Jisung bahkan Xiaojun kini bisa bernafas lega, mungkin keduanya baru sadar kalau mereka tadi tidak bernafas sepersekian detik.
"Dapat darimana alat ini?"
"Kalung yang digunakan Chenle.."
"Chen..le?" Xiaojun sedikit berpikir ia seperti tak asing dengan nama itu. Jisung menghela nafasnya, Xiaojun benar-benar melupakan tentang Chenle seperti apa yang dikatakannya waktu itu, bagaimana ada manusia seperti Xiaojun?
"Sudahlah, kau mungkin sudah melupakannya." Jisung memutuskan untuk meletakkan alat pelacak itu didalam plastik dan membuangnya kedalam tempat sampah. "Kulihat kau berkencan dengan Renjun Hyung, apa yang membuatnya luluh?"
XiaoJun menggendikkan bahunya "Tak ada... dia hanya menghindari pertanyaanku dan akhirnya memutuskan untuk berkencan denganku."
Keduanya diam, Jisung sedikit merasa prihatin dengan keadaan XiaoJun berapa lama dia mengejar seorang Huang Renjun? 5 tahun? 7 tahun? Sepertinya lebih dari itu.
"Jangan menatapku seperti itu, kau hanya semakin membuatku terlihat sangat memprihatinkan."
"Renjun Hyung pasti akan luluh suatu saat nanti, percaya padaku. Kau tahu bukan Renjun Hyung adalah satu-satunya penghisap darah di Mansion yang paling jarang meminta bantuan orang lain, selain dirimu. Itu sebuah kesempatan.."
Ucapan Jisung sama sekali tidak menjadi motivasi baginya "Tapi dia hanya memperdulikan Jeno.." Sahut XiaoJun bahkan belum ada 1 detik Jisung usai berbicara padanya.
Terlihat jelas ada sedikit kekecewaan disana, ia sadar bahwa mungkin saja ajakan kencan kali ini hanyalah sebuah pengalihan dari pertanyaannya tadi ketika diriya bertanya dirumah.
"Kau tahu dia perduli pada seluruh penghuni Mansion bukan hanya Jeno Hyung. Berbicaralah dari hati ke hati dengannya, jangan berspekulasi seorang diri walaupun kau seorang detektif sekalipun kau tidak akan bisa menebak isi hati seseorang, terlebih jika itu Renjun Hyung. Kau mungkin mengenalnya lebih dekat selama belasan tahun ini tapi aku yang sudah tinggal dengannya selama ratusan tahunpun tahu bahwa dia sangat sulit ditebak."
Jisung berharap penjelasannya akan membuat Xiaojun mengerti bahwa Renjun tidak akan mudah ditebak seperti apa yang terlihat, dia memang pendiam dan sangat jarang berbicara, kalaupun dia harus berbicara itupun hanya seperlunya. Namun Jisung tahu betapa Renjun memperdulikan semua anggota Mansion tanpa terkecuali, terbukti dari bagaimana Renjun secara langsung berbicara pada Chenle tentang latar belakang pria itu tanpa basa basi demi melindungi dirinya.
Pria itu memiliki cara sendiri untuk mengungkapkan apa yang dirasakannya tanpa bisa ditebak oleh orang lain, entah apa yang membuatnya hingga sampai seperti itu.
"Renjun Hyung pasti menunggumu. Keluarlah, dan terima kasih atas bantuanmu padaku selama ini Hyung.."
Xiaojun menghela nafasnya sebentar lalu menganggukkan kepalanya, ia seharusnya menikmati kencannya hari ini tanpa memikirkan siapa yang menjadi prioritas didalam benak Renjun. Ia beranjak keluar dari ruangan Jisung dan kembali melangkah menuju meja dimana Renjun menunggunya sambil memainkan ponselnya.
"Apa kau masih ada acara setelah makan?" Tanyanya basa basi usai kembali duduk dihadapan Renjun.
Renjun mendongak dan melihat Xiaojun sudah duduk dihadapannya, kepalanya mengangguk dengan cepat "Ya, aku masih ada acara kencan denganmu. Apa kita hanya akan pergi makan saja? Kupikir kencan lebih dari itu."
Mau tak mau pria dengan surai terang itu terkekeh, ia tidak bisa menyembunyikan senyuman dibibirnya karena ucapan Renjun yang masih ingin melanjutkan untuk pergi berkencan dengannya. "Kupikir.... ah sudahlah, apa yang kupikirkan tidak penting. Aku akan mengajakmu berkeliling hingga kau tidak akan melupakan kencan pertamamu kali ini." Xiaojun mengulurkan tangannya dan bersambut dengan jemari Renjun yang meraih uluran tangannya.
⇨ Twisted ⇦
Deretan beberapa nama tempat dicoret oleh Mark dalam catatannya, dalam beberapa hari ini ia sudah mendatangi beberapa tempat dengan Donghyuk bahkan Mark sudah hampir tidak pernah mengenakan pakaian formalnya lagi untuk bekerja.
Dia akan datang dengan pakaian casual memasuki Mansion sambil menyapa beberapa pekerja yang selalu menyapanya setiap pagi lalu segera menuju kamar Donghyuk yang tengah bersiap-siap didalam kamarnya, kemudian menghabiskan pagi dengan perbincangan singkat apa yang akan mereka lakukan hari ini ditepi kasur? Mendiskusikan tempat apa yang akan mereka datangi hari ini? Lalu berangkat bersama sambil bergandengan tangan. Kini mereka tak lagi merahasiakan hubungan keduanya, karena Donghae terang-terangan mengatakan dihadapan keduanya.
"Jika ingin berkencan kalian pergilah berkencan, tidak perlu menutup-nutupinya lagi. Apa kau pikir orangtua disini tidak tahu kalian saling jatuh cinta?"
Jika mengingat hal itu rasanya wajah Mark akan memerah seperti kepiting rebus, salahnya yang ingin menjalankan sebuah hubungan diam-diam karena merasa dirinya tak pantas bersanding dengan si kaya Donghyuk, namun nyatanya berbanding terbalik dengan bayangannya.
Seluruh penghuni Mansion menerima kedatangannya dan hubungan mereka dengan suka cita.
Lamunannya teralihkan saat sepasang tangan melingkar dari balik tubuh Mark yang tengah duduk ditepi ranjang Donghyuk, kepalanya menoleh setelah meletakkan catatan kecilnya ia tersenyum melihat rambut Donghyuk yang berantakan dan baru terbangun dari tidurnya karena aktivitas ranjang mereka semalam.
Hal pertama bagi keduanya namun meninggalkan kesan yang mendalam oleh karenanya Mark sama sekali tidak beranjak dari kasur sampai kekasihnya terbangun, mereka pun masih tak mengenakan apapun dibalik selimut tebal yang menjadi teman tidur mereka semalaman.
"Kau sudah bangun?"
Donghyuk menganggukkan kepalanya yang bersandar pada bahu Mark, ia tidak menyangka aktivitas seperti kemarin malam menguras tenaganya bahkan dia bisa tertidur begitu lelap di malam hari karena lelah.
"Apa hari ini kita akan berkencan?" tanya Donghyuk dengan suara serak khas seseorang yang baru bangun tidur belum lagi juga karena ia berteriak semalaman dibawah tubuh Mark.
"Tentu, nanti setelah kau selesai mandi dan sarapan kita akan membicarakan kemana kita akan pergi hari ini."
Mark melepaskan pelukan Donghyuk pada tubuhnya ia berbalik agar bisa duduk berhadapan dengan kekasihnya yang terlihat sangat lelah tersebut, jemarinya mengelus wajah Donghyuk membuat pria itu menatap kedua mata Mark.
"Tiba-tiba saja diriku terpikirkan sebuah tempat..." Ucapnya dengan semangat dan Donghyuk menatapnya penasaran "Aku akan membawamu ke makam kedua orangtuaku.. kau bersedia kesana bukan?" ucapan Mark menarik perhatian Donghyuk, selama ini ia tidak tahu kalau kekasihnya itu tidak memiliki orangtua.
".... Apa yang terjadi dengan mereka?"
"Kecelakan mobil.. Mereka tertabrak saat perjalan pulang kerumah.." Mark tersenyum pada Donghyuk selama ini ia memasang senyum palsu didepan semua orang agar orang lain percaya bahwa dirinya baik-baik saja. Namun baru kali ini ia bisa benar-benar tersenyum karena seorang Lee Donghyuk muncul dalam hidupnya.
"Jangan menatapku seperti itu, sekarang diriku sudah baik-baik saja terlebih karena aku sudah memilikimu."
Tubuhnya mendekat pada Donghyuk ia mengecup bibir tebal milik kekasihnya beberapa kali membawa keduanya dalam sebuah ciuman hangat dipagi hari. Memiliki Donghyuk mungkin adalah kebahagiaan Mark yang tidak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata.
Keduanya kini tengah melangkah beriringan disebuah crematorium, Donghyuk mengikuti langkah Mark yang memimpin jalan. Mereka akan mengunjungi tempat dimana abu kedua orangtua Mark diletakkan, Mark berkata ia ingin mengenalkan kekasihnya pada kedua orangtuanya.
Terdengar manis bukan?
Begitu tiba didepan altar dimana abu kedua orangtuanya berada Mark membuka kaca yang menutupi altar tersebut dan memindahkan sebuah meja kecil agar berada didepan altar untuk meletakkan beberapa buah dan makanan yang dibawa oleh Mark.
Donghyuk membantu Mark untuk menata beberapa makanan diatas meja, ini pertama kali dalam hidupnya Donghyuk mendoakan kematian seseorang karena ia ingat dirinya tidak memiliki orangtua dan tidak ada yang bisa didoakan olehnya selain keselamatannya sendiri.
Sejak kecil Donghyuk hanya hidup sebatang kara, betapa sial hidupnya saat itu untuk makan saja dirinya harus bekerja dengan keras. Belum lagi kesialannya bertambah karena gigitan penghisap darah kelaparan pada lehernya saat dirinya dalam perjalanan pulang menuju gubuk kumuhnya, namun bukan tewas gigitan itu justru membuat Donghyuk menjadi penghisap darah seperti makhluk itu.
Donghyuk sempat meminta agar dirinya tewas saja terbunuh oleh pemburu atau siapapun yang melihatnya, namun takdir berkata lain. Ia bertemu dengan Renjun dan Donghae yang mengangkatnya sebagai keluarga.
Kehidupannya membaik, ia bahkan lebih merasa menjadi manusia setelah dirinya jadi penghisap darag, ia memiliki tempat tinggal, ia memiliki teman, ia memiliki keluarga, Lee bersaudara menjadi nama sebutannya saat Jeno ikut hadir dan tinggal didalam Mansion Lee, nama itu berasal dari Renjun karena ia melihat mereka bertiga menyandang marga yang sama, bahkan terkadang memiliki sifat kekanakan yang sama.
"Terima kasih Donghyuk-ah kau membantuku hari ini dan mau kemari."
"Bukan apa-apa, akupun tidak pernah mendoakan siapapun dalam hidupku. Tidak memiliki orangtua ternyata sangat menyedihkan..."
Mark mengenggam jemari Donghyuk, keadaan mereka sama, tidak memiliki siapa-siapa sama sekali. Namun sekarang mereka saling memiliki satu sama lain bukan?
Jemarinya yang lain mengeluarkan 2 bingkai foto dari dalam kotak altar kemudian meletakkannya diatas meja, ia merasa genggaman Donghyuk pada jemarinya mengerat dan begitu Mark menoleh pada Donghyuk, pria itu tengah membulatkan kedua matanya dan terlihat terkejut saat melihat wajah kedua orangtua Mark yang kini terbingkai disana.
Kedua netra kelam Mark menatap Donghyuk yang terlihat begitu terkejut entah apa yang dipikirkan prianya saat ini, tapi ia tahu kedua wajah orang tuanya membangkitkan kenangan buruk dalam ingatan kekasihnya.
"Lee Donghyuk.."
Donghyuk menoleh, ia menatap Mark tidak seperti biasanya. Ada perasaan takut disana, bahkan kedua mata bulat itu sudah terlihat memerah saat ini, apa Donghyuk akan menangis?
"Apa kau ingat kejadian 20 tahun lalu?"
Dengan cepat Donghyuk melepas genggamannya pada jemari Mark menyisakan kekosongan disana, apa maksudnya ini? Kedua orang itu? Mark?
Melihat genggamannya dilepaskan Mark hanya bisa meremas udara kosong, namun ia kembali menatap kedua bingkai tersebut sebelum kembali menatap Donghyuk disisi kanannya.
"13 agustus 2000, kedua orang tuaku baru saja pulang dari rumah nenekku. Karena mengkhawatirkan diriku yang seorang diri dirumah mereka menerobos lampu merah dengan menyebrangi jalanan yang sepi saat itu. Tapi tiba-tiba saja sebuah mobil berbelok dan melaju dengan cepat membuat kedua orangtuaku tertabrak saat itu juga."
Mark melangkah perlahan untuk berdiri dibelakang Donghyuk ia menghela nafasnya berusaha menahan sesak didadanya karena kembali mengingat kejadian lampau.
"Si penabrak membawa kedua orangtuaku ke Rumah Sakit, namun mereka tidak dapat diselamatkan. Diapun tidak dihukum karena kedua orangtuaku yang salah menyebrang diwaktu yang salah."
Mark mendekati telinga Donghyuk dan berbisik pelan disana "Kau ingat hari itu Donghyuk-ah?"
Seperti terlempar ke masa lalu Donghyuk memutar kembali memori buruk yang tersimpan didalam kepalanya.
"Jungwoo Hyung berkata untuk bertemu dirumah, sepertinya Jeno melakukan sesuatu." Donghyuk segera beranjak menuju mobil miliknya yang ia bawa bersama dengan Jisung, mereka baru saja kembali ke dekat bar dari berkeliling untuk mencari Jeno.
Keduanya memakai seat belt sebelum Donghyuk menjalankan mobilnya, ia mengkhawatirkan Jeno dan penasaran apa yang sudah dilakukan olehnya. Rasanya benar-benar ingin cepat-cepat sampai dirumah, kedua matanya melirik lampu lalu lintas masih hijau Donghyuk menginjak gas agar lampu tersebut tidak terganti dengan lampu merah.
Ia membelokkan mobilnya dengan cepat namun ia justru terkejut melihat ada dua orang tengah menyebrang didepan mobilnya, walau kakinya sudah menginjak rem sekalipun tetap saja tabrakan itu tak terhindarkan.
Baik Donghyuk ataupun Jisung terdiam sebentar didalam mobil "Jisung-ah.. A-apa aku menabrak orang?"
Jisung tidak menjawab ia segera mengeluarkan ponselnya sambil melangkah keluar dari mobil, jemarinya semakin mengetik dengan cepat diatas layar ponsel saat melihat ada dua tubuh bersimbah darah diatas aspal karena terhantam mobil Donghyuk.
Ia menemukan nomor telepon darurat untuk kecelakaan dan menanyakan dimana rumah sakit paling dekat, karena Jisung pikir lebih baik membawa mereka seorang diri daripada menunggu ambulance datang.
"Bantu aku hyung, didekat sini ada rumah sakit."
Dengan jemari gemetar Donghyuk membantu Jisung untuk memasukan 2 tubuh manusia itu kedalam mobilnya. Kedua kakinya terasa lemas saat ini namun Jisung segera membantu Donghyuk agar pindah ke kursi disamping pengemudi dan membiarkan Jisung yang membawa mobil tersebut.
Mereka tiba di rumah sakit kedua orang tersebut segera ditangani dan menjalankan operasi darurat, bahkan keluarga korban pun dipanggil untuk menyetujui segala prosedur walaupun Donghyuk sudah mengatakan lakukan apapun untuk menyelamatkan mereka.
Namun takdir berkata lain, kedua orang itu tidak dapat diselamatkan lagi, dan malam itu Donghyuk merasa bahwa dirinya sudah menjadi pembunuh, ia membuat sebuah keluarga menangis karena kehilangan anggota keluarganya yang berharga.
Tubuhnya merosot jemarinya bergetar hebat ini pertama dalam hidupnya Lee Donghyuk merasa bersalah sangat bersalah, walaupun Jisung sudah memeluk dan menenangkannya sekalipun Donghyuk tidak berhenti menangis dan menyalahkan dirinya sendiri.
Bahkan ia yakin Jeno melakukan hal buruk diluar sana karena kesalahannya, andai ia tidak memaksa mereka semua untuk datang ke club malam hari ini, mungkin semuanya tidak akan terjadi.
"Hyung, hyung tenanglah.. Mereka tidak menyalahkanmu. Polisipun mengatakan bahwa mereka salah menyebrang saat lampu masih hijau, kau tidak bersalah Hyung."
Donghyuk hanya diam dan meremas erat hoodie tebal yang digunakan oleh Jisung, ia merasa seperti pembunuh saat itu dan baginya predikat itu tidak akan menghilang selamanya dari hidupnya.
"Kemana saja kalian?" Jungwoo sudah melipat kedua tangannya didepan dadanya saat melihat Donghyuk dan Jisung sangat terlambat sampai dirumah.
"Maaf Hyung, Donghyuk Hyung sepertinya sedikit mabuk jadi kugantikan dia membawa mobil ditengah jalan. Kau tahu aku sangat lelet membawa mobil."
Terpaksa Jisung berbohong, karena Donghyuk hanya diam saja sejak beranjak dari rumah sakit, ia masih ingat bagaimana kesedihan yang dilihat dengan mata kepalanya sendiri dan itu karena ulahnya.
"Masuklah, ada yang harus kita bicarakan tentang Jeno."
Saat Jungwoo masuk, Donghyuk tak lantas masuk, ia tetap berdiri diam sambil meremas ujung hoodie yang digunakannya. Jeno melakukan hal buruk, dan itu semua kesalahannya, keluarga itu pun kehilangan sanak saudara mereka karena kesalahannya.
Itu semua karena salahnya.
Kalimat itu terus berputar dan berputar didalam kepalanya.
"Hyung..." Jisung meraih lengan Donghyuk yang berniat menariknya untuk masuk.
"Bagaimana jika Donghae Hyung tahu? Apa dia akan mengusirku?"
"Hyung.. Kau tidak mengigit mereka, itu semua hanya kecelakaan mobil. Kau hanya perlu istirahat dan menenangkan diri. Lupakan kejadian malam ini, tidak ada yang menyalahkanmu."
Donghyuk menurut, ia memutuskan untuk menenangkan dirinya sendiri seusai Jeno pergi dari Korea. Seluruh penghuni Mansion berpikir Donghyuk merasa bersalah karena ulahnya Jeno terpaksa pergi, namun hanya Jisung yang tahu mengapa Donghyuk hanya mengurung dirinya sendiri didalam kamar selama lebih dari 4 pekan, rasa bersalah yang bertumpuk berkali-kali lipat karena kepergian Jeno dan kehilangan dikeluarga itu.
4 pekan berlangsung menjadi 4 bulan, bertambah menjadi 4 tahun. Atas bujukan Jisung akhirnya Donghyuk mulai beranjak keluar dari kamarnya, hal pertama yang dilakukannya adalah duduk dihalaman belakang tanpa melakukan apapun hingga ia terkena terik sinar matahari.
Donghyukpun mulai menanam bunga matahari di kebun kosong yang berada dibagian belakang mansion seorang diri, dia tidak pernah berniat keluar lagi dari mansion dan menyibukkan diri dengan pekarangan bunga mataharinya.
"Aku tidak ingin menyakiti oranglain lagi Jisung-ah." itu alasannya.
Walaupun Renjun selalu mengajak Donghyuk keluar rumah walau hanya ke supermarket tapi Donghyukpun tak pernah menatap keluar jendela, ia hanya menunduk memainkan jemarinya disepanjang perjalanan hingga mereka tiba di supermarket.
Dunia luar seolah-olah menjadi musuh terbesar bagi Donghyuk bertahun-tahun lamanya.
Pernah terpikir oleh Donghae untuk membawa Donghyuk berkeliling Eropa saja daripada hanya diam didalam rumah bertahun-tahun atau menyusul Jeno yang saat ini tengah berada di Ceko, namun hal itu ditolak mentah-mentah oleh Donghyuk. Ia hanya ingin mengurus taman bunga mataharinya.
Karena rasa bersalah yang menghantuinya selama ini pantas ia dapatkan.
Setetes air mata jatuh dari pelupuk mata Donghyuk, ia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari kedua wajah dalam bingkai hitam tersebut. Ia ingat wajah tersebut dengan jelas, wajah penuh dengan darah malam itu.
Jika Mark mengatakan bahwa kedua orang ini adalah orangtuanya apa itu artinya Lee Donghyuk yang sudah membunuh kedua orangtua Mark saat itu?
"Saat itu, orangtuaku yang dinyatakan bersalah. Penabrak tersebut sudah bertanggungjawab dengan membawa kedua orangtuaku kerumah sakit dan memberikan ganti rugi. Lagipula walaupun kami merengek ingin meminta penyelidikan lebih lanjut kasus tabrakan seperti ini tidak akan sebanding dengan kasus lainnya yang menyita perhatian publik masa itu."
"Apa kau sudah tahu sejak awal?"
"Tentu saja tidak... aku pun tak menyangka akan mengetahui hal ini setelah..." Mark menelan ucapannya sendiri, ia ingin mengatakan bahwa ia mengetahui hal itu setelah dirinya menjalin hubungan dengan Donghyuk, setelah ia menyukai bahkan mencintai pria berkulit tan itu dengan sepenuh hatinya.
Saat itu Mark membawa pulang tas hitam Jaemin kembali ke mansion, ia meletakkannya dikamar yang sudah disiapkan mansion untuk Jaemin tempati saat sudah kembali dari rumah sakit nanti, namun saat ia meletakkan tas tersebut sebuah amplop berwarna coklat menarik perhatiannya.
Berbekal rasa penasaran dan mengesampingkan rasa sopan santun Mark menarik amplop itu keluar dari sisi tas namun justru banyak berkas yang jatuh keluar dari dalam amplop tersebut, ia segera mengumpulkan beberapa berkas tersebut agar kembali ia masukan kedalam amplop namun gerakan tangannya terhenti saat membaca nama Lee Donghyuk tertera dalam sebuah kertas.
Jaemin menyelidiki seisi keluarga di Mansion Lee termasuk Donghyuknya, namun ia terkejut saat melihat beberapa foto yang Donghyuk miliki serta berada dimana pria itu dalam foto tersebut dan tahun berapa foto tersebut diambil.
Intinya adalah, Donghyuknya immortal. Lee Donghyuk tidak lagi memiliki rekam visual semenjak agustus 2000. Karena dia mengurung dirinya dirumah selama 20 tahun hingga sekarang.
Agustus 2000?
Bulan dan tahun itu...
Mark segera menyusun kembali berkas tersebut menyimpannya kembali kedalam tas lalu beranjak keluar, ia meminta ijin pada Donghyuk agar tidak bekerja selama 2 hari karena ada yang ingin dikerjakannya.
Penyelidikannya akan kecelakaan 20 tahun lalu yang melibatkan kedua orangtuanya berujung pada kepemilikan mobil yang menabrak kedua orangtuanya.
Mobil Porche milik Lee Donghyuk yang saat ini teronggok tak terpakai di garasi mansion.
Dunia Mark seakan-akan runtuh saat itu juga, kenapa dia harus tahu tentang hal itu saat dirinya sudah bersama dengan Donghyuk? Kenapa ia harus tahu bahwa orang yang dicintainya ternyata adalah orang yang pernah membuat hidupnya bagai di neraka karena hidup tanpa orangtua.
Rasanya ingin menjerat leher Donghyuk atau membunuh pria itu tanpa disadari oleh Donghyuk sedikitpun, namun yang bisa Mark lakukan dan berikan pada prianya hanyalah sebuah pelukan, ciuman hangat dan kasih sayang.
Mark mengutuki dirinya sendiri, walau keluarganya tak ada lagi yang membahas kecelakaan tersebut dan tidak menyalahkan Donghyuk namun menjalin hubungan dengan orang yang sudah membunuh kedua orangtuanyapun tidak akan dibenarkan.
"Kau ingin membunuhku?"
Tidak ada jawaban, Mark sangat ingin mengatakan iya tapi iapun juga ingin mengatakan tidak.
"Kau bisa membunuhku jika kau mau Mark-ssi.. Akupun lelah hidup dalam rasa bersalah selama ini."
Donghyuk membungkuk pada altar dihadapannya lalu menghapus airmatanya yang masih menetes, ia beranjak pergi dari sana.
Ini adalah cara merasakan sakit hati paling kejam yang pernah dirasakan olehnya, Mark mengajaknya langsung menemui kedua orangtuanya yang merupakan orang yang pernah dibunuh tanpa sengaja olehnya. Dan Mark berhasil, dadanya sangat sesak ingin menangispun terasa sesak.
Perlahan langkah cepatnya makin lambat, ia meremas dadanya sendiri terasa sangat sakit disana. Selain harus hidup dengan rasa bersalah apa ia harus hidup dengan rasa sakit seperti ini? Donghyuk rasanya ingin memohon agar dirinya dibunuh saja oleh siapapun agar penderitaannya berakhir.
Langkah lunglainya menuntunnya hingga keluar dari tempat penyimpanan abu, ia melangkah hingga ketepi jalan menatap kosong jalanan dihadapannya. Siapapun tidak pernah tahu bukan apakah penghisap darah bisa tewas saat terlindas mobil besar? Oh Donghyuk akan melakukan itu sekarang.
Kedua kakinya sudah berdiri di tepi trotoar menanti kedatangan truk besar yang sudah terlihat diekor matanya.
Setetes air dari langit jatuh mengenai wajahnya, Donghyuk mendongak sambil menadahkan tangannya menampung tetesan air hujan ditelapak tangannya.
Disaat orang-orang berlarian menghindari hujan Donghyuk tetap berdiri disana, hujan hanya membuatnya ingat pada Mark dan itu menyakitkan baginya.
Sambil tetap menadahkan tangannya, Donghyuk melangkah menyebrang ia tahu truk tersebut sudah dekat dengannya, namun sebuah lengan menarik pinggul Donghyuk masuk dalam sebuah pelukan dibawah hujan.
"Aku mencintaimu Donghyuk-ah.." Ucapan itu yang didengar Donghyuk sebelum pendengarannya akan suara teriakan orang-orang dan decitan suara rem menghilang dari pendengarannya.
BRUK!
⇨ Twisted ⇦
Tubuh Mark lemas hingga jatuh berlutut diatas lantai saat melihat Donghyuk pergi, dadanya benar-benar sesak ia menangis sekeras mungkin sampai menepuk-nepuk dadanya sendiri.
Sangat sakit, benar-benar sakit.
Tangannya mengepal meremas dadanya sendiri ia bahkan memukul lantai tak bersalah dihadapannya, apa yang harus dilakukannya? Ia marah pada kenyataan, namun dirinyapun tak bisa kehilangan Donghyuk.
Perlahan Mark bangkit berdiri walau kepalanya masih menunduk ia rasanya tak punya muka lagi berhadapan dengan orangtuanya jika pada akhirnya membawa Donghyuk kemari bukan sebagai bentuk dendamnya namun seperti tujuan awalnya.
Mengenalkan pria itu pada kedua orangtuanya sebagai kekasih hatinya.
"Maafkan aku.." Mark membungkuk ia memberikan hormat pada kedua orangtuanya 3 kali, ia tetap menjalankan kewajibannya untuk mendoakan kedua orangtuanya lalu kembali menyimpan bingkai foto kedua orangtuanya itu kedalam lemari kaca dalam rumah abu tersebut.
"Maafkan aku mencintainya. Tapi memang hanya dia yang membuatku kembali hidup Eomma, Appa.." Mark menutup lemari kaca tersebut, lalu kembali membungkuk dan segera beranjak dari sana.
Ia harus menemukan Donghyuk dan menyakinkan pria itu bahwa tujuannya membawa Donghyuk kemari bukan untuk membuka luka lama apalagi balas dendam, ia hanya ingin dirinya dan Donghyuk sama-sama mengubur kenangan masa lalu yang menyakitkan tersebut dan memulai segalanya dari awal kembali.
Bayangkan saja Donghyuk mengurung dirinya selama 20 tahun tanpa beranjak dari rumah, terlihat kalau dunia prianya pun tak jauh berbeda dengan Mark selama hidup 20 tahun tanpa orang tua, keduanya sama-sama hidup dalam rasa bersalah selama itu.
Andai Donghyuk tidak pernah keluar malam itu, andai Mark kecilpun tak merengek meminta orangtuanya pulang lebih cepat malam itu.
Kejadian ini tak akan pernah terjadi.
Kakinya melangkah lebih cepat dari sebelumnya, walau ia mengenal Donghyuk baru sebentar namun ia seperti sudah mengenal dan mengetahui apa yang ada dalam pikiran pria berkulit tan itu dan apa yang akan dilakukan oleh Lee Donghyuk disaat seperti ini, lenyap dari muka bumi ini.
Tungkainya berlari kian cepat keluar mencoba menyusuri jalan menuju halte bus tempatnya tadi dirinya dan Donghyuk datang, ia melihat prianya tengah menadahkan tangan menampung tetesan air hujan yang tengah membasahi muka bumi ditepi trotoar seorang diri.
"Sial.."
"Donghyuk-ah!!" panggilnya, namun suaranya seperti tidak terdengar sama sekali oleh Donghyuk, ia berlari sangat cepat saat melihat truk datang dan Donghyuk justru melangkah ketengah jalan.
Dengan cepat Mark menarik lengan Donghyuk dan pinggulnya masuk dalam pelukannya yang erat dibawah tetesan air hujan yang kian kencang, ia membisikkan sebuah kalimat ditelinga pria itu. Setidaknya Donghyuk harus tahu yang dirasakannya bukanlah kebohongan sebelum tubuh mereka mungkin saja akan terhantam truk nantinya.
"Aku mencintaimu Donghyuk-ah..."
"Aku sangat mencintaimu.."
BRUK!!!
Tubuh Mark dan Donghyuk terjatuh dengan tiba-tiba diatas hamparan taman bunga matahari dihalaman belakang Mansion Lee.
Mark mendudukkan tubuhnya usai ia menghantam tanah dengan kencang barusan, kepalanya menoleh kekanan dan kekiri terlihat raut bingung terpasang diwajah tampannya kini karena mereka berada di tengah taman bunga matahari bukan lagi ditengah jalan "Dimana truk tadi?"
"Kau ingin benar-benar kita berdua tertabrak truk?" sahut Donghyuk ikut mendudukkan dirinya, bokongnya benar-benar sakit usai menghantam tanah belum lagi karena aktivitasnya dengan Mark semalam semakin membuat bokongnya terasa lebih sakit.
Mark menatap Donghyuk yang meringis "Kau baik-baik saja? Ada yang terluka?" ia bahkan memeriksa keadaan Donghyuk yang 100% tidak memiliki luka selain rasa nyeri di bokongnya karena ulah Mark semalaman.
Namun Donghyuk menepis tangan Mark yang tengah memeriksanya "Apa kau tahu betapa berbahayanya tadi? Bagaimana jika truk tersebut benar-benar menghantam tubuhmu? Eoh? Kau sudah tahu diriku bisa hidup selama ini apa kau pikir aku bisa mati dengan mudah?"
"Bagaimana jika diriku berteleport telat 1 detik saja? Mungkin kau sekarat dirumah sakit saat ini!"
"Bagaimana bisa kau berlari menghampiriku seperti tadi dan membahayakan nyawamu Lee Minhyung!"
Donghyuk tak berhenti mengomel, dadanya terasa panas karena kesal membayangkan hal-hal buruk yang bisa saja terjadi jika dirinya telat sedikit saja memindahkan tubuh mereka. Beruntung Donghyuk tidak perlu memproses terlalu lama siapa yang memeluknya dan siapa yang mengatakan mencintainya.
"Jika aku tidak melakukannya maka aku akan melihat dirimu yang terhantam truk, apa kau ingin melihatku mati dua kali setelah diriku kehilangan orangtuaku?" balas Mark, ia tak ingin kalah dalam argumen tentang dirinya yang tak salah menyelamatkan Donghyuk dari mara bahaya.
"Lagipula walaupun kau immortal kau pikir tubuhmu sekuat apa sampai bisa menahan hantaman truk, eoh? Aku bahkan tidak tahu apa yang membuatmu immortal dan makhluk apa kekasihku ini, lalu kau berharap aku akan berdiri ditepi jalan melihatmu tertabrak kemudian memastikan dirimu masih hidup atau tidak setelahnya?!"
Donghyuk hampir membuka lagi mulutnya, iapun tak ingin kalah berargumen dengan Mark namun mengingat baru saja dirinya masih dipanggil kekasih oleh Mark membuat omelannya tersangkut ditenggorokan, tiba-tiba saja Lee Donghyuk tidak tahu harus berkata apa.
"... Aku... Uhh.."
Jemari Mark terangkat, ia membenahi poni Donghyuk yang basah terkena guyuran air hujan yang cukup deras bahkan lebih deras dari sebelumnya. "Berhenti mengomel, aku memelukmu ditengah jalan bukan untuk mendengar omelanmu, tapi untuk tetap bisa melihat senyumanmu."
"Lee Donghyuk, bunga matahariku."
"Kau tidak marah padaku?"
"Aku marah, sangat marah. Tapi jika memang yang kurasakan padamu hanya kemarahan belaka aku tak mungkin tetap menjadi kekasihmu bukan? Tetap memperlakukanmu seperti biasanya saat kita pergi berkencan. Lagipula sebagian rasa kesalku sudah kulampiaskan padamu kemarin malam."
Seburat merah muncul diwajah Donghyuk saat Mark membahas kejadian kemarin malam, pantas saja Mark sedikit 'kasar' diatas ranjang berbanding terbalik dengan sifat lembut yang biasa ditunjukan olehnya.
"Aku marah bahkan sangat membencimu saat mengetahui hal itu, tapi akupun tidak bisa membohongi diriku kalau disini..." Mark menarik jemari Donghyuk agar menyentuh dada kirinya yang selalu berdebar keras setiap ia tengah berada bersama dengan pria berkulit tan itu.
Bahkan Mark selalu merasakan ada ribuan kupu-kupu berterbangan diperutnya setiap bibir tipisnya tengah mencicipi bibir tebal Donghyuk, rasanya benar-benar memabukkan.
"Aku sangat mencintaimu.. Kau yang kembali membuatku merasa hidup Donghyuk-ah."
Jemarinya kembali menyentuh pipi bulat Donghyuk sebelum pindah ke kening dan tiba-tiba menyentil dengan keras kening kekasihnya itu.
"Aww!!!"
"Dan jangan pergi begitu saja dengan tiba-tiba, aku bahkan belum selesai mengutarakan maksudku membawamu kesana."
Tangan yang sebelumnya menyentuh dada kiri Mark kini mengelus sayang keningnya sendiri ia merajuk karena keningnya menjadi korban penganiayaan Mark. "Bisa-bisanya kau menyentilku.." rajuknya lalu mendorong Mark hingga pria tampan itu terjengkang kebelakang.
"Salahkan cara bicaramu Lee MinHyung, kau membuatku seperti pendosa tadi, rasanya aku ingin memenggal kepalaku saja daripada tetap disana dengan rasa bersalah pada kedua orangtuamu, dan rasa bersalahku padamu."
Susah payah Mark kembali duduk diatas tanah basah ditengah taman bunga matahari setelah terjengkang begitu saja karena dorongan Donghyuk. Sepertinya Mark ingin menyalahkan drama action yang ditontonnya belakangan ini sehingga caranya menyampaikan kata-kata justru menjadi sebuah kesalahpahaman. "Baiklah aku yang salah.."
"Kau mau memaafkanku bukan?"
Mark menggeser tubuhnya agar lebih dekat dengan Donghyuk, ia tidak perduli saat ini berada ditengah taman dan terduduk ditanah becek karena hujan, yang ia inginkan mendengar Donghyuk masih ingin bersamanya.
"Aku ingin kau dan diriku sama-sama mengubur dan melupakan kejadian itu, melupakan segalanya yang terjadi 20 tahun lalu. Mulai semuanya dari awal denganku, aku ingin kau kembali menikmati dunia tanpa rasa bersalah bersama denganku, bagaimana? Kau bersedia bukan?"
Keduanya terdiam dibawah guyuran hujan, Donghyuk menatap kedua mata kelam Mark berusaha mencari apa ada kebohongan yang terselip disana namun nihil, ia tidak menemukan apapun selain tatapan yang sama seperti saat Mark pertama kali mencium dan menyatakan perasaannya di taman ini ketika hari hujan lebat.
Donghyuk terdiam namun bibirnya menarik sebuah senyuman tipis "Tapi kau belum tahu makhluk apa diriku yang sebenarnya. Apa kau tidak penasaran dengan hal itu? Diriku dan seluruh penghuni Mansion.."
"Kalau begitu mulai hari ini kau bisa menceritakan satu per satu tentang mereka padaku, ceritakan tentang dirimu dan kehidupanmu padaku dari awal hingga saat ini, saat kita bertemu. Aku akan mendengarkannya."
Jemari besarnya kembali menangkup wajah chubby berkulit tan tersebut mendekatinya dan mengecup bibir tebal dan ranum favoritnya membawa mereka dalam ciuman hangat dibawah hujan deras hingga akhirnya Donghyuk mendorong Mark agar menghentikan pangutan bibir keduanya.
"Ayo masuk, kau akan sakit jika terus terkena hujan seperti ini." Donghyuk bangkit berdiri ia membantu Mark untuk bangkit, mereka benar-benar kotor karena terjatuh diatas tanah yang basah.
Keduanya melangkah menuju pintu belakang lalu segera naik keatas untuk berganti pakaian, Donghyuk memberikan handuk kering pada Mark keduanya masih mengeringkan kepala dan belum berganti pakaian.
"Jika kumulai bercerita dan mengatakan makhluk apa diriku, apa kau tidak akan pergi berlari dariku?" ada sedikit keraguan terdengar disana, ia tak ingin kalau usai mendengar siapa Donghyuk yang sebenarnya justru membuat dirinya kehilangan Mark, membayangkannya saja ia tak sanggup.
"Tidak akan, aku sudah memikirkan segala kemungkinan bahkan yang terburuk sekalipun."
Donghyuk memutar bola matanya, dari ucapan Mark entah mengapa ia sadar bahwa pria dengan rahang tegas itu bahkan sudah memikirkan banyak hal jauh kedepan, apa dia sudah menyiapkan mental? Atau Mark hanya terlalu menyukai Donghyuk hingga sampai seperti ini?
"Sepertinya kau terlalu mencintaiku Mark Lee.. sampai-sampai kau... omoo.."
Belum usai Donghyuk meledek Mark akan perasaannya sendiri tiba-tiba saja tubuhnya terdorong oleh pria tampan itu hingga terpojok di sudut kamar, ia bisa melihat senyum yang terukir di bibir Mark saat ini.
Hanya sebuah senyum simpul dari salah satu sudut bibirnya ditambah dengan tatapan lembut yang menatap kedua matanya sama seperti semalam, dan itu berhasil membuat kakinya lemas.
Pesona Mark benar-benar meluluhkan pertahanan Lee Donghyuk, jika sampai prianya ini menjadi penghisap darah seperti dirinya ia yakin akan banyak gadis bertekuk lutut didepan Mark dengan mudahnya.
"Bagaimana jika kita tunda membahas siapa dirimu yang sebenarnya dan keluargamu?" melihat kekasihnya terpojok, Mark membisikan kalimat itu dengan suara beratnya tepat ditelinga Donghyuk tak lupa terkadang bibirnya mengecup garis rahang Donghyuk sembari menyelipkan tangannya dibalik hoodie basah yang masih dikenakan oleh Donghyuk.
"Karena diriku membutuhkanmu untuk menghangatkanku.."
Bibir keduanya kembali saling bertaut menghasilkan sebuah kecupan panas belum lagi jemari Mark yang bergerak tak sopan dalam pakaian Donghyuk membuat si pria berkulit tan itu semakin erat mengalungkan kedua tangannya pada leher Mark, karena kedua kakinya begitu terasa sangat lemas.
Mark melucuti pakaian basah Donghyuk dari tubuhnya tak lupa dengan pakaiannya sendiri hingga tubuh keduanya kini jatuh diatas kasur dengan bibir yang masih bertautan dan jemari yang saling mengenggam.
"Hhh hhh aku mencintaimu Lee Donghyuk.."
"Berapa kali kau akan mengatakan itu hari ini?"
"Aku mencintaimu.. Lee Donghyuk.."
"Aku juga mencintaimu Lee Minhyung.."
Usainya tak adalagi kalimat yang terdengar dari dalam kamar Donghyuk, hanya erangan pelan dan desahan kuat yang saling bersahutan satu sama lain mengiringi suara hujan dari luar yang masih membasahi taman bunga matahari dihalaman belakang Mansion Lee.
⇨ Twisted ⇦
Hari ini Jaemin menemani prianya untuk datang diacara penghargaan yang pemerintah daerah berikan pada Jeno karena pria itu sudah berkontribusi atas penyelamatan warga sipil ketika terjadi serangan teroris saat itu.
Jeno sudah bersikeras menolak penghargaan tersebut namun Jaemin dan Jinhyuk memaksanya untuk menerima penghargaan itu dan datang keacara tersebut karena Jeno memang pantas mendapatkannya. Hanya sebentar namun ia gemetar ini pertama kalinya Jeno berada dalam sebuah acara resmi yang didatangi banyak orang bahkan seluruh mata menyorot padanya seorang yang tengah menerima penghargaan membuatnya merasa canggung luar biasa.
Walau ia seorang model sekalipun tapi dirinya tak pernah mendatangi acara resmi manapun sebelumnya. Dan hal ini sedikit membuatnya berdebar-debar tak karuan, bahkan berkeringat dingin tanpa henti. Walaupun dirinya sudah sejak setengah jam yang lalu turun dari atas panggung dan duduk berdiam diri diruang ganti, jemarinya masih saja terasa dingin.
"Kau tampak seperti mayat hidup berjalan tadi."
Entah itu pujian atau ejekan, dia hanya mengikuti saran Jinhyuk untuk membungkuk, memberi salam, menerima penghargaan dengan tersenyum lebar. Namun hal itu terlihat kaku karena Jeno terlalu takut akan hal itu, membuat Jinhyuk bertanya-tanya apa benar yang saat ini menerima penghargaan dan pria yang ada didepannya adalah seorang model internasional Lee Jeno?
"Jangan mengejeknya Hyung, dia sangat gugup tadi."
"Itu adalah pengalaman pertama kali bagiku, seumur hidup aku tidak pernah menerima penghargaan apapun. Kalian tahu, kami sibuk bersembunyi membuat keberadaan kami terlihat tak nyata didunia ini."
Penjelasan Jeno membuat Jinhyuk perlahan terdiam ia sudah mendengar makhluk apa Jeno yang sebenarnya dari Jaemin jadi saat mendengar kisah hidup pria yang selalu melakukan pelarian hingga membuat dirinya tampak tak nyata dalam bermasyarakat sedikit banyak Jinhyuk pun merasa iba.
Bagaimana perasaan mereka hidup seperti itu? Seolah-olah mereka tidak ada didunia ini padahal keberadaan mereka jelas adanya.
"Kau melakukan yang terbaik saat menolong mereka."
"Seharusnya kau juga mendapat penghargaan.." Jeno menunjuk Jaemin namun ia justru mendengar Jinhyuk tertawa begitu kencang.
"Dia akan mendapat penghargaan karena menyelamatkan orang yang dicintainya."
Jeno tersenyum mendengar ucapan tersebut keluar dari bibir Jinhyuk, berbeda dengan Jaemin yang mengalihkan pandangannya dari Jeno kemudian berbalik badan lalu melangkah menuju pintu keluar "Aku akan berjaga didepan saja, segeralah keluar jika kau sudah berganti pakaian."
"Lihat bukan, adikku itu malu apalagi perasaannya terbaca dengan jelas."
"Dia sering seperti itu sejak...." Jeno berpikir sebentar ia sulit memastikan sejak kapan sifat Jaemin padanya berubah drastis seperti ini.
"Ah tapi Jeno-ya.."
"Ya.."
"Kau penghisap darah bukan?"
Jeno menganggukkan kepalanya dengan cepat, tidak ada keraguan dalam dirinya untuk menjawab pertanyaan Jinhyuk saat ini.
"Apa kau banyak mengenal penghisap darah lain selain keluargamu? Orang-orang dalam Mansionmu, selain mereka?"
Kali ini Jeno menggelengkan kepalanya setelah berpikir sejenak "Ada apa Hyung?"
Jinhyuk mendesis, tangannya mengelus dagu seperti berpikir "Saat diriku tahu bahwa kau adalah penghisap darah diriku teringat akan sebuah kasus pembunuhan 20 tahun lalu, sepertinya melibatkan salah satu kaummu. Jika kau mengingat seseorang sepertimu dari luar Mansion kau harus segera mengabari diriku."
"Kaumku?" Jeno mengerutkan keningnya "Ada kasus apa 20 tahun lalu?"
"Kau tak tahu? Kasus itu sangat fenomenal pada tahun itu, melibatkan Jaemin."
"Jaemin?"
"Ayahnya terbunuh 20 tahun lalu.. Dan ciri-ciri si pembunuh menunjukkan kearah penghisap darah. Jadi kupikir kau mungkin saja mengenal seseorang dari luar Mansion. Karena aku yakin kau dan seluruh penghuni Mansion adalah makhluk yang baik."
Jeno terdiam sebentar.
Ia tidak pernah dengar dan tahu kasus tersebut 20 tahun yang lalu, ia bahkan tak tahu pernah terjadi penyerangan 20 tahun lalu atas kaumnya pada manusia.
Apa karena dirinya tengah berada di Eropa dalam masa pelarian? Atau memang keluarganya sama sekali tak menceritakannya? Atau mungkin dirinya diceritakan namun Jeno lupa.
"Aku akan coba mencari tahunya Hyung.."
Jeno tidak habis pikir jika ayah Jaemin tewas karena ulah kaumnya 20 tahun lalu, pasti dia sangat kesal melihat seorang penghisap darah. Namun kenapa reaksi Jaemin setelah tahu dirinya penghisap darah justru bukan kesal melainkan menghindarinya?
Haruskah Jeno menyelidikinya sendiri? Atau bertanya langsung saja pada Jaemin??
Sepanjang perjalanan pulang Jeno menatap ponselnya ia ingin mulai mencari tahu tentang kasus 20 tahun lalu namun ia tak bisa karena Jaemin kini berada disebelahnya tengah menyetir mobil untuknya.
Semenjak Jaemin sudah sembuh seperti sedia kala Jisung sudah tidak lagi memiliki kewajiban untuk mengantarkan Jeno kemanapun ia pergi karena bodyguard pribadinya sudah kembali.
"Jaemin-ah.."
"Ya?"
"Apa yang terjadi 20 tahun yang lalu? Apa kau tidak ingin membaginya denganku?"
Hening Jeno hanya bisa bersuara dalam hatinya, ia tak bisa mengungkapkan apa yang ingin ditanyakan olehnya.
"Ada apa Jeno?"
"Hng... Tidak, tak ada... Hanya ingin memanggil namamu.."
Jeno tersenyum simpul pada Jaemin yang menoleh sekilas padanya, ia memutuskan untuk mencari tahu seorang diri tentang kejadian 20 tahun lalu. Jinhyuk mungkin akan membantunya untuk mencari tahu tentang kasus tersebut, dengan begitu Jeno bisa membantu menemukan siapa pembunuhnya.
Jemarinya mengetikkan sebuah pesan singkat dan mengirimkannya pada Jinhyuk tanpa sepengetahuan Jaemin.
'Aku berniat mengusut kembali kasus 20 tahun lalu yang melibatkan Ayah Jaemin dan penghisap darah, bisa kau perlihatkan berkasnya padaku? Aku akan membantu mencari pembunuhnya.'
Ia kembali menatap Jaemin yang masih menyetir disisinya sembari bersenandung kecil, ia senang melihat prianya sudah jauh lebih bisa tersenyum dan menikmati hidup daripada saat mereka baru pertama kali bertemu.
Jeno berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan menemukan siapa yang menghancurkan masa kecil Jaemin dengan tangannya sendiri.
⇨ To Be Continued ⇦
Tidak ada komentar:
Posting Komentar