* US *
-
-
-
-
-
DETROIT CITY
2044
Beberapa berkas diletakkan oleh ketua kepolisian diatas meja kerjanya, pria paruh baya itu menghela nafas beberapa kali sedari tadi sembari mencari berkas puluhan tahun tersebut, yang sejujurnya amat sulit ditemukan.
"Aku sangat ingat dengan kasus ini, saat itu diriku masih cukup muda dan tentu saja belum menduduki jabatan ini." ia kemudian membuka lembaran berkas kasus milik Yuta.
Berkas tersebut segera disambar oleh Johnny dan Aiden dengan cepat memotret alamat para saksi yang tercatat disana, mereka harus segera mendatangi para saksi demi menuntut keadilan bagi Yuta. Namun ucapan August si kepala polisi membuat keduanya berhenti memotret.
"Aku tahu kalian berniat membuka kasus tersebut kembali.."
"Darimana kau tahu?"
"Tidak ada seorangpun agen lapangan yang membawa tahanan tanpa memborgol kedua tangannya, dan tak akan pernah ada juga tahanan yang bersedia datanya diberikan sebagai tambahan pemberat kasus yang tengah dilimpahkan pada dirinya."
"Senior tetaplah senior.." puji Aiden dan mengembalikan berkas dalam map berwarna biru tersebut.
August terkekeh karena pujian tersebut ia menarik map berkas tersebut kemudian meletakkannya dimeja "Aku berniat membantu, jika kalian tidak keberatan. Karena memang sejak menggantikan atasanku 7 tahun lalu diriku merasa ada tanda tanya besar akan kasus ini."
"Apa maksudmu?"
Kini Aiden dan Yuta duduk berhadapan dengan August di sofa ruang kerjanya sedangkan Johnny berdiri dan bersandar pada meja kerja milik si kepala polisi, netranya dengan cermat memperhatikan berkas lainnya yang ditunjukkan oleh pria paruh baya itu yang tiba-tiba saja semangat untuk membahas kasus milik Yuta.
"Jika kau begitu bersemangat mengapa tidak mengusutnya sedari dulu? Mengapa harus menunggu sekarang?"
August menatap Johnny dirinya terkekeh "Apa yang bisa dilakukan oleh pria yang baru naik pangkat selain menjadi boneka atasannya? Baru 2 tahun ini diriku terbebas dari tekanan atasanku, beruntung dia tewas dalam kecelakaan." baru kali ini mereka mendengar seseorang dengan bahagia mengatakan hal tersebut.
"Lalu kejanggalan apa yang kau maksudkan?" tanya Aiden, ia usai membaca berkas kasus milik Yuta kemudian memberikan berkas tersebut pada Yuta.
"Janggal bagiku jika anak berumur 6 tahun dapat menggunakan skill bermain pedang dan belatinya sebaik saat ini.." August menoleh pada Yuta, "Dan juga mengapa hanya dia yang dijadikan tersangka hanya karena kesaksian dari seorang anak gadis yang lebih dewasa bercerita sambil menangis."
"Jika kau ingat, diriku berada di TKP saat itu Tuan Nakamoto.. Mereka menghalangiku untuk mendekatimu, padahal diriku melihat dengan jelas tubuhmu bergetar dengan pedang di tangan kananmu."
Penjelasan itu membuat jemari Yuta meremas dengan kuat berkas dalam genggamannya "Bukan diriku yang membunuh kedua orangtuaku..."
"Aku tahu.. Tapi apa yang bisa kulakukan saat itu? Seorang Kim yang mengadopsi kakak angkatmu membuat kami semua bungkam. Belum lagi dengan hasil interogasinya yang menyatakan bahwa dia selama ini menjadi korban bully dan keluarga kalian tak pernah memberikan pembelaan apapun padanya, bahkan dia bisa memberikan keterangan bahwa dirimu..." ia menunjuk Yuta "Bermasalah dalam mengendalikan emosi, saat itu hanya ada sidik jarimu di pedang tersebut.."
Semuanya terdiam, Johnny dan Aiden menatap Yuta yang menunduk. Mereka tentu percaya pada Yuta, melihat bagaimana reaksi pria itu ketika melihat potret wajah Taeyeon membuat mereka yakin pria ini tak bersalah.
"Apa kakak angkat perempuanmu yang melakukannya?"
Pertanyaan August sama sekali belum terjawab karena Yuta benar-benar harus memutar memorinya kembali pada malam terkutuk yang harus dilupakannya, malam dimana mimpi buruknya dimulai.
"... Malam itu kudengar Onnie chan bertengkar dengan Ibu, dan Ayah membela Ibu, Onnie Chan berteriak dan mengamuk, saat diriku turun kulihat mereka sudah bersimbah darah. Yang kulakukan saat itu hanya dapat bersembunyi karena takut dia akan membunuhku, namun saat dia menemukanku Onnie chan tersenyum dan berkata padaku 'Kau membunuh mereka Yuta' dia mengatakan itu berkali-kali sambil menyeretku menuju jasad kedua orangtuaku.."
Yuta bangkit dari duduknya "Haruskah kulanjutkan? Jika tak ada hukum yang bisa menghukumnya maka akan kugunakan hukum rimba untuknya.."
Aiden segera bangkit dari duduknya dan mencoba untuk menenangkan Yuta, pria itu hampir histeris seperti sebelumnya, terlihat dari kegelisahan yang terbaca diwajahnya dan kedua tangannya yang saling meremas satu sama lain.
"Tenangkan dirimu.." August ikut berdiri dan menepuk pundak Yuta beberapa kali hingga pria itu perlahan kembali duduk dan sedikit lebih tenang, Aiden sampai memandang takjub pada usaha pria paruh baya itu, bagaimana caranya?
"Kau..." Johnny yang sejak tadi diam tiba-tiba saja bersuara, walau dirinya hanya diam namun kedua netranya sibuk memperhatikan "... freak iya bukan?" dirinya bertanya tanpa ragu, ia melihat ada aura kebiruan yang keluar dari telapak pria tersebut saat menyentuh Yuta tadi, seperti kekuatan milik Lay. August adalah seorang penyembuh.
Ucapan Johnny membuat Aiden dan Yuta terkejut, mereka segera menatap August yang kini menatap ketiganya bergantian namun usainya terkekeh pelan "Sekarang kau paham bukan mengapa diumurku yang seperti ini diriku baru 7 tahun menjabat di kursi tersebut, bahkan baru 2 tahun diriku dapat bertindak sesuai naluriku bukan atas suruhan atasanku.."
"Karena dirimu freak jadi mereka membedakanmu?"
"Tak ada satupun manusia yang ingin di pimpin oleh seorang freak mereka akan menolak bahkan sebelum melihat kemampuan yang kita miliki."
Aiden menatap Johnny "Bukankah itu artinya Detroit sama saja dengan Neo City Johnny? Kita tak akan mendapatkan bantuan apapun disini.." terlihat wajah kecewanya tergambar dengan jelas, namun August segera menyadari sesuatu.
"Tunggu sebentar..." ia menatap ketiga pria dihadapannya "Kalian freak?"
"Mereka.. Ya, tapi tidak dengan diriku. Diriku manusia. Jika kau tadi mengatakan tidak ada satupun manusia yang ingin di pimpin oleh seorang freak kau salah besar, karena orang yang menyelamatkan dan percaya padaku disaat semua orang menutup matanya padaku adalah seorang freak. Dan dia adalah pemimpin ku.."
Ketiganya terkoneksi secara bersamaan, mereka tahu yang sedang dibahas oleh Yuta saat ini adalah Ten, seorang freak dan seorang pemimpin ketika sirkus masih berdiri dengan kokoh. Johnny memutuskan untuk beranjak keluar dari ruangan tersebut, jika mengingat Ten hanya membuatnya merasa bersalah karena membiarkan pria itu terbawa, dan kini tak tahu berada dimana.
August yang menyadari perubahan sikap Johnny dan memutuskan pergi meninggalkan pembicaraan pun paham "Apa freak itu tidak baik-baik saja saat ini?"
"Aku yakin dia baik-baik saja, hanya saja kami sama sekali tak tahu dimana keberadaannya.." jelas Aiden.
Mereka terdiam sebentar saling memandang satu sama lain hingga August menghela nafasnya "Jika kau membutuhkan bantuan lebih banyak freak dari kota ini kau hanya akan dapat menemukan mereka di distrik 12, distrik kumuh yang dahulu menjadi tempat tinggalku. Namun setahuku, Emerald City memberi dukungan penuh pada seluruh freak jika kau ingin kesana akan kuberikan contact orangku yang berada dikota itu."
"Tak masalah jika kau memberikan contact tersebut pada kami?"
"Sama sekali tidak.." August bangkit dan mengambil buku miliknya yang bersampul kulit berwarna coklat ia menyalin sebuah kontak nomor dari sana pada sebuah kertas kemudian memberikannya pada Yuta.
"Seseorang sudah memprediksi hari ini akan tiba..." ujarnya.
Keduanya menatap August bersamaan "Seseorang?"
"Maksudmu?"
August mendesis pelan sembari menyentuh dagunya "Aku lupa siapa tetapi seseorang pernah mengatakan bahwa nanti, jika tiba waktunya. Para freak akan muncul melawan untuk menyetarakan kesamaan hak diantara mereka dengan para Manusia.."
Aiden menelan liurnya dengan berat, sebuah ramalan yang akurat sepertinya, namun diawali dengan pengorbanan di panti yang ditinggalinya, bahkan termasuk kematian yang dialami Yuta "Apa ramalan itu mengatakan kami menang?"
Pertanyaan Aiden disambut dengan senyuman oleh August, pria itu menarik kertas dari tangan Yuta dan menuliskan nomor ponselnya disana "Itu yang akan kita cari tahu bersama.." ia mengembalikam kertas yang tadi di ambilnya pada Yuta "Ikut sertakan diriku jika hari itu benar-benar tiba." Tambahnya.
Ketiganya melangkah keluar dari kantor kepolisian Detroit Johnny segera melangkah lebih dahulu menuju mobil dan menghidupkan mesin disusul oleh Yuta yang tengah menyimpan kertas dari August pada saku celananya sembari membawa berkas yang dipinjamkan kepala polisi tersebut pada mereka, sedangkan Aiden menghubungi orang lain sembari melangkah turun dari tangga luar gedung kepolisian.
"Detroit Distrik 12, berhati-hatilah." Ujarnya dalam panggilan telepon sebelum dirinya masuk kedalam mobil dan Johnny segera melesat dari sana. Ada beberapa saksi yang harus mereka datangi, setidaknya saksi yang masih hidup.
"Saksi? Dari mereka membuka mulutpun sejak awal diriku tak pernah percaya dengan apa yang mereka ucapkan. Diam-diam diriku menyelidiki mereka, dan mereka tidak memiliki riwayat bekerja atau mengenal keluarga Nakamoto selama ini."
Mereka tentu saja masih mengingat ucapan August sebelum mereka pergi, para saksi yang memberikan keterangan palsu akan menjadi boomerang bagi siapapun yang membuat mereka menjebloskan seorang anak berumur 6 tahun kedalam penjara.
⇨ Us ⇦
"Distrik 12." Ujar Jayden sembari menyimpan ponselnya kedalam saku, ia melirik pada Lucas yang kini segera menjalankan mobil yang sedari tadi terparkir di perbatasan antara Magrid City dan Detroit City ia menghela nafas pelan sembari menatap keluar jendela.
"Apa kita bisa meyakinkan mereka?" Tanyanya sedikit ragu dengan misi yang tengah mereka jalankan.
"Itulah mengapa kita membawa Jungwoo bukan?" Jawab Lucas sembari tersenyum dan melirik ke spion didalam mobil, senyuman dan ucapannya disambut oleh anggukan dan sebuah smirk dari penghuni jok belakang, Lee Jungwoo.
"Bernegosiasilah hingga tak ada lagi jalan keluar, disaat itulah diriku akan datang.." Sahut Jungwoo.
Dan kendaraan roda empat itupun melaju memasuki perbatasan kota Detroit menuju Distrik 12, tempat dimana para freak dikota tersebut berkumpul. Ketiganya dibekali dengan senjata masing-masing, berjaga-jaga jika mereka ternyata dijebak untuk ke distrik yang nyatanya hanya diisi oleh kriminal. Atau, bisa saja mereka bukanlah freak yang bersahabat walaupun dengan sesama kaum mereka sekalipun.
Roda mobil yang dikendarai Lucas berhenti ketika mereka sudah memasuki distrik 12, disana benar-benar amat kumuh, banyak tenda yang dibangun di tepi jalan, gedung-gedung yang dahulu di buat sebagai sebuah flat justru kosong tak berpenghuni dengan dinding yang menghitam dan beberapa kaca yang sudah pecah menghiasin tepi jalan memasuki distrik tersebut.
"Kurasa... Lebih baik diriku ikut kalian berunding daripada berada disini.." Ucap Jungwoo, mereka baru memasuki kawasan kumuh ini bahkan mobil yang mereka naiki baru terparkir namun Jungwoo dapat merasakan ada puluhan pasang mata yang memandang kearah mereka, tertarik dengan pendatang yang baru saja memasuki kawasan mereka.
"Itu yang akan kukatakan.." Sahut Lucas sembari beranjak keluar dari mobil dan membukakan pintu belakang bagi Jungwoo, kemudian disusul dengan Jayden yang keluar dari mobil setelah memastikan jumlah amunisinya didalam pistol cukup dan membawa cadangan amunisi lain disakunya.
Ketiganya melangkah menyusuri jalan beraspal, tak ada mobil yang melewati distrik 12 hanya ada mobil rongsok di tepi jalan yang mereka gunakan sebagai tempat tinggal "Mengapa mereka tinggal ditempat seperti ini?"
"Pemerintah yang membuat mereka menjadi seperti ini bukan?" Sahut Lucas, dirinya terlihat kesal dengan keadaan disekitarnya, tragis. Hanya itu yang dapat dikatakan olehnya.
"Maka dari itu, pastikan saja misi ini berhasil hingga rencana tersebut berjalan dengan lancar, atau kita.." Jayden menahan ucapannya "..mungkin akan bernasib sama dengan mereka semua.."
Keduanya mengangguk mengiyakan ucapan Jayden, tapi mereka tak tahu harus mencari yang bertanggung jawab di distrik tersebut dimana? Semuanya sejak tadi hanya menatap mereka tanpa minat untuk bertanya siapa mereka dan apa tujuan mereka datang.
"HEI!!"
Sebuah panggilan lantang dari sebuah gedung kosong membuat ketiganya menghentikan langkah mereka dan segera mendongak keatas, terlihat seorang pria tinggi dengan rambut merah menyala berdiri di jendela rusak dari gedung lantai 2 menodongkan sebuah senapan AK47 kearah mereka.
Setelah melihat tamunya mengangkat tangan mereka diatas kepala, beberapa orang bersejata dari gedung terbengkalai keluar "Apa yang kalian lakukan ditempat ini? Apa para tikus berdasi itu mengutus kalian kemari?" Tanya si pria berambut merah tadi.
"Tidak.." Jayden maju satu langkah, namun ujung senapan menempel dibalik kepalanya dengan cepat entah datang darimana pria yang menodongkan senjata pada kepalanya itu "...jika kau membenci pemerintah, kami tidak. Tapi kami datang dengan sebuah penawaran, mungkin kau tertarik?"
Pria bersurai merah itu menatap lawan bicaranya dibawah sana, ia yakin tamu beraninya itu tidak mengarang dengan mengatakan penawaran. Pria itupun menarik sejatanya dari jendela dan segera beranjak dari balik jendela.
Begitupun dengan beberapa orang dibawah, mereka menurunkan senjata yang mereka angkat tadi dan tak lama pria bersurai merah itu melangkah keluar dari gedung menghampiri Jayden "Penawaran apa yang akan kau berikan padaku?"
"Bergabung dengan kami, untuk melawan pemerintah dan menyetarakan kedudukan kita dengan manusia."
"Menyetarakan?" Pria itu terkekeh "Kau... freak?" Dia kembali tertawa "Bukankah kau mengatakan dirimu tak membenci pemerintah, tapi mengapa kau berniat melawannya? Apa kau sudah mulai gila?"
Jayden menarik senyum di bibirnya "Tidak membenci bukan berarti diriku tak ingin melawan mereka, anggaplah diriku sudah muak.."
"......"
Tak ada tanggapan, namun baik Lucas ataupun Jungwoo yakin bahwa pria itu saat ini memikirkan tawaran Jayden. "Mungkin kau ragu dengan tawaranku ini, tapi.. " Jayden mengulurkan tangannya "Ini saatnya bukan?..... Jayden, Jayden Lee.."
Pria bersurai merah itu menatap Jayden dan tangannya yang terulur, iapun menyambut jabat tangan tersebut tanpa ragu "Park Chanyeol.."
⇨ Us ⇦
NEO CITY
Jaemin memarkir kendaraannya begitu ia tiba di salah satu rumah yang terdapat dipemukiman padat, ia melirik pada Renjun disisi kirinya yang tengah terduduk dalam diam sesekali pria berlengan logam itu menoleh kebelakang menatap Yangyang bersama anak kecil yang diselamatkan Yuta malam itu di sirkus.
"Siapa yang akan berbicara nanti dengan keluarganya?" Pertanyaan pertama yang keluar dari bibir Renjun, anak kecil itu tengah sibuk bermain dengan Yangyang dibelakang, dia bahkan mungkin sudah lupa bahwa kedua orangtuanya sudah tewas.
"Aku.." Sahut Jaemin, karena bagaimanapun hanya dirinya yang sering berhadapan dengan manusia dibanding dengan Renjun apalagi Yangyang.
Ketiganya tiba disebuah kediaman nyaman, rumah dari salah satu kerabat dari anak kecil yang ditinggalkan oleh kedua orangtuanya ini, sekali Jaemin melirik pada anak itu kemudian ia menoleh lagi rumah yang ada dihadapannya.
Ada yang janggal..
Namun ia belum dapat menemukan kejanggalan tersebut apa hingga Renjun sudah mengetuk pintu rumah tersebut. Ketiganya berdiri sejajar dengan anak kecil tersebut yang berada didalam genggaman Yangyang.
Tak lama pintu terbuka, sepasang suami istri berumur 40an, mereka tersenyum menyambut kedatangan ketiganya namum senyum dibibir mereka luntur saat melihat anak kecil dalam genggaman Yangyang berbanding terbalik karena anak itu kini terlihat amat bahagia melihat sepasang suami istri tersebut.
Dan.. Jaemin paham kejanggalannya.
"Kami antar keponakanmu kembali pada keluarganya, kedua orangtuanya meninggal karena ledakan di sirkus." jelas Jaemin tanpa basa-basi, ia bahkan menarik salah satu sudut bibirnya usai mengatakan hal itu "Kurasa kalianpun sudah tahu akan hal itu..."
"....ya.."
Renjun mengerutkan keningnya, ia menoleh pada Jaemin dan menatap kembali pada sepasang suami istri tersebut. "Yangyang, bisa kau bawa anak ini sebentar kedalam mobil.." ucap Renjun, dan dituruti oleh Yangyang. Setelah terdengar suara pintu yang tertutup ia kembali menatap pada pasangan tersebut "Bisa kami berbincang dengan kalian? Didalam?" suara Renjun terdengar penuh dengan penekanan dan intimidasi, belum lagi ditambah dengan tatapan matanya.
Merekapun membiarkan Jaemin dan Renjun masuk kemudian pintu tertutup rapat dan terdengar suara kokang pistol yang ditarik locknya, Jaemin menodongkan pistol milik Jayden yang diberikan padanya untuk berjaga-jaga, sedangkan Renjun ia sudah mengarahkan crossbow miliknya pada pasangan tersebut.
".... A-ada apa ini?"
"Ada apa?" Jaemin mengulang pertanyaan tersebut dan ia terkekeh karenanya, sedangkan Renjun melangkah maju dan menempelkan ujung crossbownya pada dada pria dihadapannya.
"Berapa pemerintah membayar mulut kalian untuk tak mencari anggota keluarga kalian yang hilang?"
Keduanya diam membisu dengan bibir bergetar tak ada yang berani menjawab pertanyaan Renjun membuat Jaemin melangkah maju dan bersiap menarik pelatuk dengan telunjuknya "Jawab pertanyaannya, jangan sampai kubuat kau menjawab pentanyaan yang sama dari malaikat maut.."
"T-tidak ada.."
Tidak ada? Tak mungkin tak ada bayaran untuk tutup mulut.
"Mereka tidak membayar kami, tapi mereka membebaskan suamiku dari tuntutan korupsi yang tak dilakukannya, mereka juga mengancam akan kembali menjebloskan suamiku jika kami mencari keponakan kami yang hilang.. Bahkan mengatakan akan melubangi kepala kami."
Ya memang benar, selain uang, hanya taruhan nyawa yang bisa membuat seseorang menutup mulutnya rapat-rapat.
"Apa kalian akan membunuh kami?"
Keduanya diam selama beberapa saat, terasa aura ketegangan disana baik Jaemin ataupun Renjun benar-benar berusaha menahan emosinya, kedua orang ini bisa-bisanya justru takut berkorban demi satu-satunya kerabat yang tertinggal, sedangkan mereka?
Mereka masih ingat bagaimana Jayden tertembak perluru untuk menembak beruang, karena begitu kuatnya tubuh pria tersebut saat menolong Jaemin, dan tentu saja Renjun ingat bagaimana Siwon tewas dihadapannya saat dia tengah berusaha menyelamatkan Renjun.
Namun Jaemin terlebih dahulu menarik senjatanya kemudian disusul oleh Renjun "Tidak, kami bukan pembunuh." ujar Jaemin setelah menyimpan kembali pistolnya dibalik saku.
"Kalian freak, kalian yang menyelamatkan keponakanku freak?"
"Apa itu penting sekarang? freak tidak menyerang sirkus atau apapun, kami tinggal disana, rumah kami yang diserang oleh pemerintah, apa kau tahu salah satu dari kami harus menderita karena luka bakar yang cukup parah di punggungnya karena menyelamatkan keponakanmu itu?" semuanya masih terekam jelas dalam memori dikepala Renjun, bagaimana Yuta berlari memeluk anak kecil tersebut sebelum ledakan besar terjadi.
"Lalu? Jika kalian ingin mengembalikan keponakanku sebaiknya kalian pikirkan ulang, mereka meminta kami tak mencarinya seolah-olah dia sudah tewas. Bayangkan bagaimana jika dia ada disini dan mereka mengetahuinya.. Keponakanku mungkin..."
"Tidak.. Kami tidak akan mengembalikannya pada kalian, tapi diriku butuh bantuan kalian. Maka kami akan merawat keponakan kalian sebaik mungkin." Jaemin mengeluarkan alat perekam yang sedari tadi sudah merekam pembicaraan mereka kemudian mematikannya. "Aku sudah dapat apa yang kami butuhkan, namun jika kalian tidak keberatan bantu kami dalam satu hal lagi."
Sepasang suami istri tersebut menganggukkan kepalanya setelah saling bertatap satu sama lain, walau mungkin yang mereka lakukan akan menentang para petinggi tersebut namun anggaplah ini balas budi karena freak menyelamatkan keponakannya yang memang ia kira tewas melalui berita televisi.
"Kami akan lakukan apapun, kami akan membantu.."
Jaemin dan Renjun saling menoleh dan bertatap kemudian melempar smirk usai mendengar ucapan pasangan suami istri tersebut.
⇨ Us ⇦
Langkah panjang sepasang kaki menyusuri koridor gedung keamanan, pria tinggi itu menggunakan jas kedokteran dengan kacamata serta masker, rambut hitam dan halusnya bergerak saat ia melangkah. Dirinya sudah menghafal dengan baik arah yang harus di dilewatinya bahkan perhitungan dan jumlah langkah yang harus dilewatinya sudah di hafalkan dengan baik dalam waktu kurang dari 24 jam.
Didadanya tergantung identitas palsu Dong Si Cheng ahli psikologi tetulis disana, namun karena iapun kurang yakin dengan tag miliknya dirinyapun memutuska untuk menggunakan masker diwajahnya. Semua sudah ia perhitungkan kecuali apa yang ditemukannya di bagian belakang gedung keamanan, tempat yang aman dan sangat jarang terdapat CCTV.
Jika ingin aman gunakan koridor belakang namun siapa sangka ia justru menemukan sesuatu yang lain disana, beberapa pasukan keamanan berada disana berjaga dengan ketat didepan sebuah pintu besar yang terbuat dari kaca, dua pintu yang terdorong bersamaan kedalam saat seseorang membukanya menarik perhatian netranya, berbekal rasa penasaran ia terpaksa mengesampingkan tugasnya.
Beruntung ia menyamar menjadi seorang dokter, dengan langkah terburu-buru ia membuka masker yang menutupi wajahnya dan menyamakan langkahnya dengan beberapa dokter didepan yang baru saja datang secara bersamaan.
Tubuh mereka dipindai dan disaat itulah dia menyesal mengikuti rombongan, dibalik tubuh rampingnya ia membawa 2 bilah pisau milik Yuta yang diberikan oleh Yuta sebagai perlindungan diri, ia berniat untuk berbalik badan dan pergi namun dokter lain yang berada didekatnya menahan lengannya.
"Mau kemana kau? Sedari muncul kau amat sangat mencurigakan.."
Pria itu, Winwin menoleh dan tersenyum, tidak ia hampir tertawa, ada yang ingin terlihat seperti pahlawan disiang bolong sepertinya. Dirinya baru akan menjawab namun beberapa bangsal melewati mereka dan dipersilahkan masuk kedalam lab. Kedua netra sipitnya saling bertabrakan dengan iris hitam pria yang terlentang diatas bangsal terikat dan terkejut menatap kehadirannya.
Tungkainya hampir melangkah mendekat namun pria diatas bangsal itu menggeleng pelan, sepelan mungkin. Dan Winwin paham, namun bodohnya ia pun tak dapat menolak perintah yang hanya sebuah gelengan lemah dari pria itu.
Ten..
Dengan netranya sendiri ia melihat Ten berada disini, menjadi salah satu freak yang ditahan dan mungkin akan di jadikan bahan uji coba didalam sana. Winwin menyentak lengannya agar lepas dari cengkraman dokter wanita dihadapannya "Aku akan buang air kecil, apa diriku harus mendapatkan ijin darimu? Atau diriku harus membuka celanaku dihadapanmu?" Ujarnya dan segera beranjak kembali, namun lagi-lagi wanita tersebut menahan jas dokter yang digunakannya hingga tersingkap dan terlihatlah belati miliknya.
"Aah!! K-kau pasti penyusup!!"
Seluruh mata memandang kearahnya, baiklah karena sudah ketahuan sekalian saja bukan membuat keributan? Ia mengeluarkan salah satu belati dari balik sakunya dengan tangan kiri kemudian melemparkannya pada salah satu petugas hingga tertancap dilehernya, menciptakan keributan dan kepanikan para dokter pria dan wanita.
Sedangkan wanita yang membuatnya ketahuan tadi dengan tanpa ragu dirinya dorong dengan kasar hingga terjerembab, seharusnya wanita itu bersyukur Winwin tidak punya waktu untuk membunuhnya. Dirinya segera berlari dari sana diantara keributan dan kepanikan hingga penjaga disanapun sulit mengejarnya.
Wajahnya sudah terlihat oleh CCTV ia sebaiknya menyelesaikan tugasnya dengan cepat. Terpaksa ia melepas jas dokter yang digunakannya karena jas ini akan membahayakannya, langkah panjangnya berlari menyusuri koridor demi koridor hingga ia menabrak seseorang saat berbelok.
"Cari disana, penyusup itu pasti belum jauh.."
Ada beruntungnya Winwin justru tertabrak oleh seseorang hingga dirinya tak terlihat oleh petugas yang mengejarnya, namun sialnya ia tak tahu siapa yang ditabrak oleh dirinya. Kepalanya menoleh pada pria bersurai hitam yang kini meringis karena sama-sama terjatuh terduduk di lantai usai bertabrakan dengannya.
Winwin menatap tag yang terpasang pada dada dari jas dokter yang digunakan pria itu "Hendery?" Ucapnya.
Sepanjang pertemuan Ten dengan pria yang ternyata adalah kakak Yangyang ia hanya menunggu didalam mobil, dirinya enggan beranjak keluar dari mobil hingga mereka kembali masuk kedalam mobil.
Netranya menoleh pada pria yang terakhir keluar dari gang sempit selang beberapa detik dengan Ten. Winwin menoleh pada Renjun yang sudah terlebih dahulu kembali ke mobil bersama dengan Yangyang "Diakah orangnya?"
"Ya.. Dia orangnya Hendery, kakak tiri Yangyang." Jawab Renjun.
Hendery yang merasa namanya terpanggil menoleh ia menatap bingung pria yang baru saja menabraknya tadi. "Kau mengenalku?"
"Tentu saja, aku yang mengantarkan Ten dan Yangyang untuk bertemu denganmu."
Pria itu terkejut mendengar kedua nama itu, ia segera mencengkram lengan Winwin "Dimana Yangyang? Dia baik-baik saja bukan?"
"Dia baik sangat baik.."
Hendery melihat gelagat Winwin yang mencurigakan terlihat ingin bersembunyi setiap mendengar langkah kaki mendekat "Apa yang kau lakukan disini?"
"Apa lagi? Setelah sirkus kami dihancurkan.." Winwin menahan emosinya dan menghela nafas "Aku harus pergi keruangan Yunho-Ssi mengambil beberapa dokumen."
"Ya.. Lalu mengapa kau datang dari arah belakang? Dengan penyamaranmu ini kau bisa datang dari depan."
"Terpaksa diriku melewati jalan belakang untuk menghindari CCTV dirikupun datang dari depan namun terpaksa memutar agar lewat belakang.."
"Siapa yang menyuruhmu?"
"Tentu saja anak buah Johnny-ssi.. Aku.." Winwin terdiam sejenak tiba-tiba saja ia paham sekarang mengapa Minseok dan Jongdae memintanya lewat dari belakang, ruangan rahasia itu. Ruangan tempatnya tadi menciptakan keributan keduanya ingin salah satu dari mereka melihat bahwa ada aktivitas mencurigakan di balik gedung belakang "Apa kau tahu apa yang ada dibalik gedung ini?"
"Hanya gedung tua yang tak terpakai.."
"Hanya itu? Menurutmu? Kau tahu ada beberapa dokter yang tengah berbaris disana mengantri untuk masuk kedalam."
Mendengar penuturan Winwin kening Hendery mengerut ia menatap tak paham "Sejak kapan gedung itu digunakan?" Tanyanya bingung namun ia teringat dengan ucapan Taeyeon yang mengancam mereka tentang keberadaan Xiaojun.
"Kulihat Ten berada disana, dia terikat diatas bangsal dan beberapa orang mendorongnya masuk kedalam bersama dengan bangsal lain." Jelas Winwin, ia bisa melihat keterkejutan diwajah Hendery namun tak ada waktu untuk penjelasan ia harus segera keruangan Johnny, "Antarkan aku keruangan Johnny, sekarang!"
"Sekarang?"
"Ya.. Akan kujelaskan sambil berjalan menuju kesana."
⇨ Us ⇦
DIRE CITY
Taeyong menapakan kakinya dilantai stasiun setelah turun dari kereta, ia menatap sekelilingnya dengan seksama, ada sedikit rasa penasaran dengan kota ini yang ia tahu dari Taemin adalah tempatnya dilahirkan.
"Kau sudah siap Taeyong-ssi?"
Suara dari belakang tubuhnya membuatnya menoleh, ia melihat Kun dan Jaehyun turun dari pintu yang sama tempat Taeyong keluar sebelumnya. "Tentu.." Jawabnya singkat.
Kun pun segera melangkah melewati Taeyong sembari melakukan panggilan telepon dengan petinggi dikota tersebut yang sudah bersedia menemui mereka. Jaehyun menyamakan langkah kakinya dengan Taeyong yang terlihat muram sedari kemarin setelah kembali dari Neo City entah apa yang sudah terjadi disana.
"Kau baik-baik saja?"
"Aku baik.."
Jaehyun menyentuh bahu Taeyong dan meremasnya perlahan ia tahu dengan jelas bahwa pria itu berbohong, ada yang mengganjal tapi tak ingin diungkapkan olehnya. "Kau tahu aku ada disini untuk mendengarkanmu.."
Taeyong menghentikan langkahnya dan menatap Jaehyun, ini pertama kali mereka kembali berbincang setelah pertengkaran yang terjadi di mobil ketika Jaehyun membawa mereka menuju Sapphire City untuk pelarian, walau sulit menyembunyikan senyumnya sebisa mungkin Taeyong hanya akan memberikan senyum singkat.
"Terima kasih.."
"Hei ayo, kita sudah mendapatkan atensinya untuk bertemu." Ujar Kun sembari memanggil Taeyong dan Jaehyun yang tertinggal dibelakang, sebuah mobil sudah datang untuk menjemput mereka semua untuk menemui seorang pejabat tinggi di Dire City.
Sepanjang perjalanan mereka hanya dapat diam dan memikirkan rencana mereka kedepan akankah berjalan dengan lancar atau tidak, sesekali Jaehyun melirik Taeyong dan Kun, sepupu Lucas itu sedang sibuk dengan ipad di tangannya sedangkan Taeyong hanya diam menatap keluar jendela.
"Dire City adalah kota kelahiran Taeyong, ibunya melahirkan dan meninggal disana.."
Ucapan Yunho masih terekam dengan jelas dalam ingatannya, kemarin setelah pembagian tugas Yunho dan Johnny cukup terlihat terkejut karena nyatanya Taeyong mendapat tugas pergi dengan Kun menuju Dire City sedangkan Jaehyun menawarkan dirinya sendiri untuk ikut karena dirinya lelah didiamkan oleh Taeyong selama beberapa hari kemarin.
Saat kendaraan yang membawa mereka terhenti didepan sebuah gedung ketiganya melirik kearah pintu megah gedung besar tersebut, dan melihat seorang pria yang mungkin beberapa tahun lebih tua dari Johnny dan Aiden melangkah keluar menyambut kedatangan mereka bertiga untuk pertemuan darurat tersebut.
Kun memimpin jalan ketiganya menaiki tangga dengan senyum ramah dan lebar, tangannya terulur menyambut uluran tangan dari petinggi tersebut "Qian Kun, senang bertemu denganmu.." Ucap Kun lagi dengan segala keramahannya.
Pria itu tersenyum tak kalah ramah sembari menjabat tangan Kun "Kris Wu.."
"Selamat datang di Dire City..." Lanjutnya sembari melirik Taeyong dan Jaehyun dibalik tubuh Kun yang kini menundukkam kepala mereka untuk menyapa Kris.
"Aku tak akan berbasa basi dengan tujuan kedatanganku, jadi... Kau ingin membahas masalah ini sekarang diruanganmu? Atau disini?"
Kris menarik senyumannya kembali setelah melepas jabat tangan dirinya dan Kun, ia suka dengan seseorang yang tak bertele-tele dan sepertinya Kris pun penasaran akan masalah apa yang dibahas oleh Kun nantinya.
"Silahkan masuk kedalam.." Kris mempersilahkan sembari memimpin jalan masuk kedalam gedung pemerintahan Dire City.
Ketika mereka melangkah masuk, Taeyong menekan layar jam tangan berbentuk persegi yang melingkar di tangan kanannya, mengirimkan pesan pada Chenle yang tengah menunggu jauh dari pusat pemerintahan.
'Kami sudah masuk'
Chenle menoleh pada Jisung keduanya menghela nafas, mereka masih menunggu hingga perintah selanjutnya datang dari Taeyong. Dalam genggaman tangan dan tas yang dibawa oleh keduanya mereka membawa puluhan lembaran kertas, yang akan mereka tempelkan pada dinding setiap sisi kota jika perundingan antara Kun dan Kris gagal.
⇨ Us ⇦
SAPPHIRE CITY
Sedangkan di Sapphire City Youngwoon kini bersama dengan Junmyeon duduk tepat berhadapan dengan petinggi korup di kota tersebut, mencoba meminta bantuan untuk melawan Neo City dan kota lainnya yang diajak bergabung oleh musuh didepan mata.
"Apa baiknya untukku jika kami membantu kalian? Kami hanya kota yang penuh dengan kriminalitas, eksistensi kami tidak akan mempengaruhi apa yang ingin kalian lakukan."
"Justru itu, apa kau tak tertarik merubah segalanya? Bekerja samalah dengan kami maka reputasi Sapphire City akan meningkat.. Walaupun apa yang dilakukan olehmu mungkin tak akan berubah."
Pria dihadapan Youngwoon menatap kedua tamu dihadapannya yang amat bersemangat bahkan tak terlihat keraguan sama sekali disana "Kau tahu resiko atas segalanya amat sangat besar."
"Ya.. Kami tahu dan kami sudah memperhitungkannya. Jika semuanya berjalan lancar kota ini dan kota lainnya yang bekerja sama akan menjadi kota kedua selanjutnya setelah Emerald yang menjadi pendukung dan tempat bernaung bagi para freak yang berpijak di negara kita." Jelas Junmyeon, pria ini jauh lebih bersemangat dari sebelumnya karena pasangan hidupnya adalah salah satu dari orang-orang yang dimusuhi oleh pemerintah.
"Ya.. Jika segalanya berhasil, namun jika semua yang kita lakukan gagal?"
Youngwoon dan Junmyeon terdiam sesaat, namun akhirnya yang tertua membuka mulutnya "Kita jatuh.. Bahkan akan dianggap pengkhianat negara, tapi.. Baik berhasil atau gagal, semuanya memiliki peluang 50:50..."
Petinggi Sapphire City tersebut tampak terdiam, dirinya tahu dengan pasti bahwa tak ada yang salah dengan penjelasan dua orang dihadapannya ini. Tapi, segala resiko yang harus ditanggung oleh mereka.. Setelah sebuah julukan yang tak pernah lepas dari mereka selama inim
'Kota kriminal'
Iapun memang amat sangat ingin merubah panggilan itu dari kota yang dilindunginya sebagai kepala keamanan pusat, ia menatap Youngwoon dan Junmyeon bergantian "Baiklah.. Aku akan mengambil kesempatan walau kecil sekalipun, setidaknya jika ini gagal, sebutan kota ini akan berganti.." Ujarnya.
Youngwoon dan Junmyeon tersenyum lebar mendengar keputusan petinggi dihadapannya. "Senang bekerja sama denganmu kalau begitu.." Ujar Youngwoon sembari mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.
"Kalau begitu, kami akan mulai sekarang.."
"Sekarang?" Petinggi itu mengerutkan keningnya mendengar ucapan Junmyeon.
"Menyebar flyer dan mengumpulkan massa.."
"Hahahahahaha..." Petinggi Sapphire City tersebut tertawa namun ia menepuk kedua tangannya, ia tak menyangka bahwa kedua orang ini sudah merencanakan semuanya. Selain menarik militernya bahkan mereka pun berniat menarik perhatian massa dari warga sipil.
"Kalian sudah memperhitungkannya dengan matang ternyata.."
Dengan senyum mengembang dan tatapan penuh keyakinan Youngwoon bangkit berdiri dari kursinya "Aku akan kembali ke lab dan menyiapkan segalanya, Kyuhyun-ssi.." Ujarnya, dan anggukan dari pria bernama Cho Kyuhyun mengantar kepergian Youngwoon dan Junmyeon.
"Sebarkan.." Junmyeon mengucapkan satu kata setelah menekan alat komunikasi yang terpasang dibalik telinganya.
Jongup dan Mark yang menerima pesan tersebut ditelinga mereka saling melempar pandangan dan segera menyebarkan lembaran flyer dari atas sebuah tower tertinggi di kota tersebut serta menempel beberapa flyer di dinding kota.
Lembaran flyer tersebut berterbangan terbawa angin menyebar keseluruh kota, bahkan membuat beberapa penjahat jalanan pun sempat membaca apa yang tertempel di dinding, salah satu dari mereka tersenyum miring dan menatap telapak tangannya sendiri kemudian meremas angin kosong dengan telapaknya tersebut.
"Yak.."
Pria tersebut menoleh.
"Tinggalkan flyer bodoh itu, kita harus mencuri di mini market distrik 10.. Baekhyun-ah.."
Ia kembali menatap flyer tersebut sekali sebelum menatap punggung teman-temannya yang sudah melangkah terlebih dahulu "Eoh.." Sahutnya, ia menarik salah satu flyer dari dinding lalu melipat dan menyimpannya kedalam saku, kemudian langkah panjangnya segera berlari menyusul teman-teman yang meninggalkannya.
Kyuhyun menatap kotanya dari jendela ruang kerjanya dengan segelas wine merah dalam gelasnya, netra tajamnya menatap ratusan kertas yang berterbangan dilangit kotanya.
"Bukankah.. Ini yang disebut pemberontakan..." Gumamnya seorang diri, namun ia terdengar senang dengan ucapannya sendiri, bahkan tersenyum dengan sendirinya.
"Kota pemberontak... Bukankah itu terdengar bagus.. Sungmin-ah.." Lanjutnya sembari melirik pada sebuah bingkai foto yang terlihat sudah cukup lama, menampakkan dirinya dan seorang pria berwajah kelinci tersenyum lebar pada kemera ketika masih menggunakan seragam sebuah sekolah.
"Ya.. Itu jauh lebih baik.."
⇨ To Be Continued ⇦
August Shin, Kepala polisi di kota Detroit seorang healer sama seperti Lay, namun sayanf dirinya tidak immortal seperti Lay dan dapat tewas dengan luka parah ditubuhnya.
Park Chanyeol, seorang ketua dari kelompok kecil freak di sudut kota Dertroit dia juga yang memimpin para pemberontak agar tidak mematuhi pemerintah, dirinya menguasai element Api dengan baik.
Kris Wu, pejabat tinggi Dire City dirinya bukanlah seorang freak namun ia akan dengan senang hati membantu, namun skill bertarungnya dan taktik militernya benar-benar tidak dapat dianggap remeh.
Cho Kyuhyun, Ketua Komisaris Utama badan keamanan dari Sapphire City dirinya hanya seorang gambler yang korup, bahkan ia sama sekali bukan seorang freak, namun dirinya membantu hanya untuk memenuhi ramalan yang pernah ia dengar dahulu.
Byun Baekhyun, salah satu perampok yang bernaung di Sapphire City, ia dan temannya suka mencuri dari satu toko ke toko lain dan hidup di distrik 12 dimana hanya berisi para penjahat dengan tingkat kriminal lebih tinggi dari distrik lainnya. Dia adalah freak yang menutupi jati dirinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar