myCatalog

Jumat, 10 Januari 2020

PHOTOGRAPH





PHOTOGRAPH



JOHNNY SEO

|

|

|

TEN CHITTAPHON









Kling...

"Selamat datang.."

Pria bersurai kelam itu tersenyum pada setiap pelanggan yang datang ke cafenya, wajahnya terlihat sangat ramah bahkan tak jarang akan banyak pria ataupun wanita yang terlena akan senyuman manis dan ramahnya.

"Apa kau tak lelah selama ini hanya sendiri Hyung? Bukankah banyak pria dan wanita akan mengantri untuk dirimu."

Pria manis itu hanya menggeleng pelan mendengar pertanyaan yang sudah puluhan kali didengar olehnya dari bibir karyawannya tersebut "Sudah kukatakan bukan diriku tidak sendiri."

"Tapi buktinya kami tak pernah sekalipun melihat siapa kekasihmu, wanitakah, priakah?" pria bersurai pink itu mengeluh sambil menopang dagunya dengan kedua tangannya di meja kasir, dimana si pria bersurai kelam tengah berdiri bersama mesin kasirnya.

"Na Jaemin.. aku akan mengatakan siapa 'dia' jika kau mengatakan siapa pria pucat yang selalu datang menjemputmu setiap pulang kerja.."

Pria bersurai pink itu semakin cemberut, namun ia mengangkat dagu yang berpangku di telapak tangannya sendiri, mengapa pertanyaannya justru dikembalikan padanya, jawaban tak dapat justru dirinya yang saat ini dipojokkan ah benar-benar tak adil sekali atasannya ini.

"Ck sudah kukatakan dia bukan siapa-siapaku Hyung.." dengan kesal Jaemin melangkah sambil menarik buku menu dan menghampiri seorang tamu yang baru saja masuk meninggalkan si pemilik cafe yang terkekeh geli karena tingkah jual mahal salah satu karyawannya.

Dirinya amat suka menggoda pekerjanya yang satu ini, karena Na Jaemin selalu menolak pria yang setiap hari datang untuk menjemputnya, namun bodohnya diapun selalu menunggu pria itu datang baru beranjak pulang, padahal anak itu bisa pulang lebih cepat sebelum pria itu datang menjemputnya.

Cinta memang terasa konyol walau tak diakui sekalipun.

Begitupun dengan cinta dan hubungan yang tengah dijalaninya, terasa konyol dan indah secara bersamaan apalagi jika dia ingat bagaimana awal dirinya mulai mengenal apa yang dinamakan CINTA.

"Apa yang kau inginkan untuk ulangtahunmu kali ini?"

Pria bersurai kelam itu tersenyum lebar sambil menatap cake dan kekasihnya yang masih mengenakan topi ulang tahun berbentuk kerucut yang menjulang tinggi di atas kepalanya.

"Memang apa yang bisa kau berikan padaku?"

"Diriku?"

Keduanya terkekeh pelan sebelum tertawa semakin lebar sambil saling menautkan kedua tangan besar mereka bersama. Pria bersurai kelam itu menatap lekat-lekat prianya yang lebih tinggi tersebut yang masih terkekeh, bukankah itu artinya ia akan melihat keberadaan prianya setiap saat?

"Lee Jeno... sudah kukatakan jangan menjemputku setiap hari."

Lagi, ia mendapati Jaemin tengah mengomel kecil pada pria pucat yang selalu menjemput si pink itu setiap malam saat cafe akan tutup. Sedangkan pria bersurai coklat tua yang menjemput Jaemin itu terkekeh pelan hingga kedua matanya menghilang dalam senyuman sambil menggeleng. Melihat kejadian seperti ini dirinya  hanya bisa menggeleng pelan melihat betapa keras kepalanya Jaemin yang tak ingin di jemput namun menanti, namun ia maklumin hal tersebut karena dirinyapun pernah ada diposisi seperti ini. Baik dirinya ataupun Jaemin walau menolak tapi mereka tetap tak akan bisa menyembunyikan kebahagiaannya jika melihat dirinya dijemput setiap hari.

Pria bersurai kelam itu berlari dari koridor menuju halaman depan sekolahnya sambil memakai tas dengan senyum lebar di bibirnya saat melihat siapa yang sudah bertengger diatas sebuah motor menjemputnya digerbang sekolah, dan tentu saja mengundang rasa iri dari orang lain yang melihat pasangan sempurnanya.

Pria dengan surai auburn itu mengenakan seragam sekolah yang berbeda dengan miliknya melambaikan tangan padanya dan tak lupa melemparkan senyum hangat khas miliknya yang akan menbuat siapa saja berdebar dengan kencang, termasuk dirinya yang selalu berdebar dengan kencang setiap bertemu dengan pria itu setiap hari.

"Bagaimana sekolahmu?" sapaan pertama dari si tampan saat melihat si manis sudah ada dihadapannya, tidak lupa jemari besarnya mengusak pelan helaian rambut kelam pria yang lebih pendek darinya.

"Apa aku anakmu? Aku ini kekasihmu Johnny, jangan bertanya seperti itu.."

"Pffttt... baiklah, baik... Ten Chittapon." dengan gemas pria itu, Johnny kembali mengusak rambut kekasihnya lagi hingga berantakan dan memakaikan helm pada kepala kecilnya.

"Naiklah, kita akan berkencan sebelum pulang."

"Benarkah? Kemana kita akan pergi?" tanpa menunggu lama pria bersurai kelam itu segera menaiki boncengan motor dan memeluk Johnny kekasihnya dengan erat, tak lupa bagaimana cara pria bernama Ten itu bermanja-manja pada Johnny yang semakin membuat banyak mata memandang cemburu pada mereka.

"Rahasia.."

Siang itu Cafe tengah sepi, hanya ada beberapa pengunjung yang rata-rata hanyalah mahasiswa atau murid menengah atas yang sibuk mengerjakan tugas sekolah mereka. Ten memutuskan untuk membantu para pekerjanya membersihkan meja yang kosong dari pada dirinya hanya berdiri dalam diam di balik meja kasir, atensinya teralihkan saat melihat kedua pekerjanya bernyanyi sambil menatap layar televisi yang tergantung disudut ruangan.

"Hyung.. apa kau tahu, dia akan datang ke kota ini dalam rangkaian fanmeetingnya."

Ten menggeleng namun ia terkekeh, anak-anak muda ini masih terlalu bersemangat dalam menyukai seorang idol. Sekali Ten menoleh kearah televisi dan terkekeh melihat seorang penyanyi pria yang tengah diberitakan disana dengan backsound salah satu lagu yang terdapat didalam album milik pria tersebut, ia masih menatap televisi sembari melipat kain dalam genggamannya.

"Aarrghh dia akan datang Johnny, aku harus melihatnya."

Johnny merangkul tubuh pendek kekasihnya masuk kedalam dekapannya, ia tersenyum menatap betapa menggemaskannyaa sang kekasih pendeknya ini namun tak bisa disembunyikan bahwa diwajahnya menunjukkan kecemburuan "Ayolah, apa kau akan mengagumi dia daripada diriku?"

"Aah, apa kau tengah cemburu saat ini?"

".... Tidak.."

Ten memeluk pinggang besar kekasihnya dan menyandarkan kepalanya pada bahu lebar Johnny, kedua matanya masih menatap poster yang menempel ditembok jalan.

"Dia hanya idol yang kukagumi, tapi kau pria yang kucintai."

Johnny ikut menatap poster artis besar tersebut kemudian tersenyum sembari mengelus sayang puncak kepala Ten dalam dekapannya "Aku kubuat kau hanya mengagumi dan mencintai diriku seorang.."

"Apa tahun ini kau akan kembali merayakan ulangtahunmu di apartment seorang diri? Tak ingin merayakannya dengan kami saja?"

Ten menatap kedua pegawainya tersebut bergantian, satu Na Jaemin si pria bersurai pink satu lagi Zhong Chenle si pria bersurai hijau, keduanya sepertinya sangat mengkhawatirkan keadaan bosnya yang selalu terlihat merayakan ulangtahunnya hanya di apartemen. Padahal Ten memang sudah terbiasa hanya berada di apartemen saat ulang tahunnya, namun ia cukup tersentuh karena kedua anak ini ternyata memikirkannya.

"Kami sangat ingin menemanimu Hyung.."

"Apa diriku terlihat sangat menyedihkan?" sahut Ten sambil terkekeh, dan kedua pegawainya menganggukkan kepalanya dengan cepat tanpa berpikir terlebih dahulu dan membuat pemilik cafe tersebut justru tertawa pelan, betapa lugunya mereka berdua.

"Datanglah ke apartemen jika kalian ingin merayakan ulang tahunku.. aku tak akan melarang."

"Benarkah Hyung? Kami boleh ke apartemenmu?" Chenle begitu bersemangat begitu tahu bahwa mereka diundang untuk merayakan ulang tahun di rumah atasan mereka.

"Tentu saja.." Ten mengiyakan pertanyaan Chenle, ia bahkan mengangguk agar kedua karyawannya itu yakin dirinya tak berbohong.

"Yaassh!! Kami akan datang setelah usai mendatangi acara fansign.."

"Ah" Mendengar ucapan Jaemin ia teringat dengan idol pria yang ada didalam berita beberapa hari lalu tersebut. "Idol yang kemarin itu?"

"Yaa... dia datang tepat dihari ulang tahunmu kekota ini."

"Mungkin diriku istimewa.." canda Ten dan disambut gelak tawa kedua pegawainya.

Acara fansignpun tiba, Jaemin dan Chenle tengah mengantri beriringan depan dan belakang namun saat tiba didepan meja artis tersebut mereka langsung berdiri berdampingan.

"Siapa nama kalian?"

"Zhong Chenle.."

"Na Jaemin.."

Idol pria nan tampan itu tersenyum ramah dan menuliskan 2 nama diatas dua signcard berukuran 30cmx15cm yang berbeda dan memberikan kedua kertas tersebut pada Chenle dan Jaemin, namun mereka tak beranjak.

"Ada apa?"

"Apa kami boleh meminta 1 lagi, untuk atasan kami di cafe."

"Dia sepertinya penggemarmu, kami sempat melihat bingkai fotomu di meja kerjanya, dan juga didalam dompetnya." tambah Jaemin dengan cepat tak lupa bagaimana bersemangatnya Jaemin saat mengatakan itu pada idolanya tersebut.

Pria itu tertawa pelan dan mengangguk "Tentu saja siapa namanya dan kira-kira kata-kata apa yang harus kutuliskan untuknya?"

"Happy Birthday.. Ten Sajangnim, itu saja. Bagaimana Chenle?"

"Ya itu saja."

Pria tampan itu tersenyum lebar begitu mendengar kalimat tersebut "Jadi dia sedang berulang tahun?" tanyannya sambil menuliskan setiap kata yang diucapkan oleh pria bersurai pink itu, "Sudah.."

"Terima kasih."

"Sama-sama, ah.. dan sampaikan selamat ulangtahunku padanya."

Sambil memekik riang keduanya mengangguk dan berlari menjauhi meja fansign menghampiri 2 pria tinggi lainnya yang menunggui keduanya mengantri sejak tadi dengan sabar.

"Kau mendapatkan tanda tangannya?" tanya si pria pucat sambil tersenyum menatap Jaemin yang sudah menjadi prianya sejak 2 minggu lalu.

"Sudah, Jeno-ya terima kasih sudah menemaniku kemari." Jaemin memeluk Jeno dengan gemas sedangkan Chenle mengetarkan badannya seolah-olah ia merinding melihat interkasi kedua manusia dihadapannya.

"Akupun juga mendapat tanda tangannya, lihatlah." Chenle memamerkan signcard miliknya dihadapan pria yang lebih tinggi dan lebih muda darinya ini.

"Lebih bagus tanda tangan milikku daripada miliknya."

"Heol, jadilah artis dan aku akan memuja tanda tanganmu Park Jisung." omel Chenle sedikit kesal namun pria tinggi bersurai terang itu mengacak gemas rambut calon kekasihnya itu karena kesal dengan ucapannya, apapun yang dilakukan oleh Zhong Chenle akan terlihat menggemaskan dimata seorang Park Jisung.

"Lalu setelah ini apa yang ingin kalian lakukan?"

Jaemin melepas pelukannya dari Jeno saat kekasihnya ini bertanya apa yang ingin mereka lakukan sekarang, tentu saja ia langsung teringat akan janjinya dan Chenle untuk mendatangi apartemen Ten untuk merayakan ulangtahun atasannya tersebut dan memberikan kado kecil ini pada bos mereka.

"Bagaimana jika kita pergi Ten Hyung bersama-sama hari ini dia berulang tahun" sahut Chenle dengan semangat.

"Iya, kami sudah berjanji untuk datang kesana malam ini. Lagipula kami sudah mendapatkan tanda tangan ini untuk diberikan pada Ten Hyung.." Jaemin segera menarik Jeno "Kita akan membelikannya kue ulang tahun kecil, tak mungkin bukan kita hanya membawakan tanda tangan saja."

"Aku hanya akan mengikuti kemanapun kalian pergi, aku sudah mengosongkan seluruh jadwalku hari ini hanya untuk menemani Pangeran Zhong Chenle."

"Cih tingkah lakunya benar-benar seperti seorang artis saja." Chenle beranjak lebih dahulu meninggalkan Jisung, mereka segera pergi menuju pusat perbelanjaan guna mencari kue ulang tahun untuk atasan baik mereka itu.

Keempatnya melangkah bersama dengan membawa sebuah kotak kue memasuki area apartment elit tempat Ten tinggal selama ini "Apa kita perlu menghubunginya dahulu?" Tanya Jeno ketika mereka sudah menaiki lift menuju lantai dimana Ten tinggal.

"Tidak perlu, Ten hyung tahu kita akan datang setelah acara Fansign selesai.." Chenle menyahut sambil menggerakkan tangannya.

Begitu tiba didepan pintu apartment Jisung dan Jeno langsung sibuk mengeluarkan cake dari kotak kemudian menancapkan 5 buah lilin diatasnya, Jaemin perlahan menghidupkan setiap lilin tersebut dengan pemantik yang dibelinya, sedangkan Chenle menekan bel pintu apartment Ten.

Keempatnya menunggu dengan sabar, dan saat pintu terbuka keempatnya berteriak bersamaan "Selamat Ulang Tahun Ten...."

"Heeh!!"

"Whaaaat???"

"Omooo!!"

"Waw..." Yang terakhir tentu saja reaksi Jisung dengan memiringkan kepalanya saat melihat yang membuka pintu apartment bukanlah Ten melainkan...

IDOL YANG TADI MEREKA DATANGI FANSIGNNYA!!!

"Siapa Johnny?" Ten datang dari belakang dengan apron hitam yang melilit tubuhnya.

"Ah kalian sudah datang.."

Pria itu si idol Johhny tersenyum melihat reaksi dari keempat orang tadi, ia sudah tahu akan bertemu mereka lagi usai menandatangani extra signcard untuk seseorang bernama Ten.

Ten adalah kekasihnya sejak 10 tahun lalu.

"H-hyuung, di-dia..."

Ten menatap kekasihnya lalu menatap ke-4 remaja tersebut lalu terkekeh pelan "Bukankah sudah kukatakan aku tak sendirian..."

"Kenapa kau tak mengatakan bahwa kekasihmu adalah idol yang kami idolakan, bahkan kau biasa saja melihatnya ditelevisi."

"Benarkah? Dia biasa saja melihatku ditelevisi.." Johnny melirik Ten dengan pandangan kesal yang dibuat-buat, oh Johnny Seo sampai rela menjadi seorang Idol hanya karena ia ingin kekasihnya memuja, mengidolakan dan mencintai dirinya seorang.

"Aku sudah mengenalmu hingga hari ini, kaupun menghubungiku setiap hari apa yang harus kulakukan saat melihatmu di televisi? Bukankah aku akan mendengar suaramu setelahnya?"

Ucapan Ten berhasil membuat Johnny terkekeh pelan bahkan hingga menunduk malu-malu, namun momen itu segera berakhir saat mereka berdua mendengar suara dan cahaya blitz dari salah satu ponsel milik ke-4 anak tersebut.

Chenle masih ternganga sambil menurunkan ponselnya setelah mengabadikan momen langka dihadapannya, kapan lagi mereka bisa melihat seorang Johnny Seo malu-malu seperti barusan, bukannya image miliknya begitu manly dan gentle, pujaan setiap wanita di muka bumi.

"Masuklah, apa kalian tidak lelah berdiri didepan pintu." Ten kembali menawari ke-4 remaja itu masuk, ditambah lagi lilin diatas kue yang dibawa oleh Jeno dan Jisung sudah memeleh dan tersisa setengah.

"A-ayo masuk.."

Jaemin yang pertama kali berusaha mengembalikan kesadaran mereka ber-4 lalu menarik Chenle segera masuk kedalam dan disusul oleh Jeno serta Jisung "Ayo tiup lilinnya Hyung dan jangan lupa ucapkan permintaanmu." Chenle akhirnya kembali sadar dari lamunannya dan meminta Ten membuat harapan sebelum lilinnya habis terbakar.

Ten menatap kekasihnya sebentar, lalu menatap 2 pegawainya dan menatap 2 pria yang ia ketahui dekat dengan pegawainya ia tersenyum sebelum menutup kedua matanya dan mengaitkan kedua jemarinya didepan dagu dan berdoa dalam hatinya meminta hal terindah untuk kehidupannya kedepan.

'Bahagia selamanya...'

'Fuuuhh'

Lilin ditiup bersamaan oleh semua yang berada disana kemudian mereka bertepuk tangan dan tak lupa Chenle memberikan sebuah gulungan signcard yang diminta olehnya dan Jaemin pada Johnny tadi.

"Hyung, ini hadiah untukmu dari kami."

Semuanya terkekeh pelan kecuali Ten karena ia tak mengerti apa yang sedang mereka tertawakan padahal Ten hanya menerima sebuah gulungan kertas.

Namun begitu gulungan kertas tersebut dibuka Ten terkekeh, ia mendapat poster berukuran mini dengan tanda tangan dan tulisan dari kekasihnya "Mereka memintanya dengan mata berbinar-binar tadi padaku."

"Benarkah?"

Jaemin menunjukkan cengirannya "Aku pikir kau penggemarnya sama seperti kami, aku melihat sekilas foto Johnny-ssi di dompetmu, dan Chenle melihat bingkai foto Johnny di meja kerjamu dalam ruanganmu."

"Kami tak pernah berpikir seseorang yang kau maksud kekasihmu itu adalah Johnny-ssi.." Kali ini Chenle menggaruk kepalanya sambil terkekeh pelan rasanya sangat aneh mereka meminta tanda tangan kekasih atasannya untuk diberikan pada atasannya sendiri.

"Kalian benar-benar pegawai kesayanganku."

"Sebentar, bagaimana kalian bisa saling mengenal? Aku pun tak habis pikir kalian bisa bersama.." Jisung menggaruk keningnya bingung, pertanyaannya memang terlalu terang-terangan dan tak sopan namun yaaa pertanyaan itu juga yang terlintas dikepala mereka semua, dan terima aksih pada Jisung atas pertanyaan yang tak bisa di lontarkan oleh yang lainnya.

Johnny dan Ten saling menatap satu sama lain, mereka terkekeh pelan setelahnya.
Bagaimana memulainya?

Semuanya berawal dari sebuah kamera dan... sebuah pohon mapple.

'Klik'

Johnny menatap hasil jepretan kameranya, ia tersenyum melihat hasilnya. Ia sangat suka memotret keindahan alam yang terlihat sangat alami.

Netranya kembali menatap sekeliling dan memandangi pohon mapple daun-daun merahnya terlihat tengah berguguran benar-benar pemandangan yang luar biasa indahnya, kembali tangannya mengangkat kamera kesayangannya dan mulai membidik pohon mapple yang menjadi model alaminya.

Namun jemarinya yang hampir menekan tombol capture terhenti ketika netranya menatap seseorang yang tengah berdiri dibawah pohon memandang keatas sambil menadahkan tangannya seolah berusaha menampung guguran dedaunan dari atas pohon.

Tanpa sadar sudut bibir Johnny terangkat, ia suka objek tambahan dalam jepretan kameranya. Iapun kembali membidik sasarannya, kali ini pohon mapple dengan pria bersurai kelam itu yang menjadi objek kameranya.

'Klik'

'Klik'

'Klik'

Sekali, dua kali, tiga kali.

Johnny mengambil cukup banyak foto hingga jemarinya kembali terhenti saat pria yang menjadi objek tambahannya menoleh padanya.

".... Indah.."

Jemarinya kembali menekan tombol capture mengabadikan keindahan pria bersurai hitam didepannya, hingga ia sadar pria itu tengah mengerutkan keningnya menatapnya dan menghampirinya ketika tahu bahwa Johnny ternyata mengambil gambar diri pria itu tanpa seijin dipemilik keindahan tersebut.

"Mati aku.."

Johnny hampir berlari pergi untuk kabur namun suara lembut pria itu menahannya "Jika kau ingin memotretku, kau bisa mengatakannya padaku. Tidak perlu diam-diam melakukannya."

Pria tinggi itu menoleh dan menatap si pria bersurai hitam yang lebih pendek darinya, bibirnya tersenyum dan menatap pria itu . Tanpa sadar dirinya justru hanya diam ditempat menunggu pria bersurai kelam ini melangkah semakin mendekat pada dirinya, begitu pria itu sudah berada dihadapannya bibirnya secara spontan menyebutkan namanya tanpa diminta.

"Johnny.."

"Ten.. senang mengenalmu.. Johnny."

"Waw... Bayangkan, itu 10 tahun lalu?" Jeno membulatkan kedua matanya sambil tangannya masih mengaduk japchae diatas piring.

"11 tahun lebih tepatnya, kejadian itu 1 tahun sebelum aku menjadikan Ten kekasihku.. Hingga saat ini."

"Kalian membuatku iri..." Ucap Jaemin sambil mengigit ujung sumpitnya, namun ekor matanya melirik Jeno. Andai ia menerima pria tampan itu lebih cepat mungkin mereka sudah berpacaran hampir 1 tahun saat ini, salahkan egonya yang terlalu besar.

"Iri? Bukankah akhirnya kau memiliki seseorang Jaemin-ah?" Ten terkekeh, ia masih ingat bagaimana anak ini selalu menolak keberadaan pria bernama Jeno itu namun akhirnya hari ini ia melihat Jaemin sudah bersama dengan Jeno, perjuangan pria ini sama seperti Johnnynya dahulu jika diingat-ingat kembali.

Langkah Ten terhenti ketika dirinya keluar dari tempatnya menimba ilmu di Neo Culture High School, ia melihat seorang lelaki yang dikenalnya lebih dari 10 bulan itu berdiri didepan pagar sana menunggunya seperti biasa.

"Kenapa kau kemari lagi?"

"Apa tidak boleh?"

Ten menggeleng pelan ia lalu menghela nafas pelan "Bukan.. Aku hanya tak mengerti, kenapa kau selalu datang menjemputku setiap hari.." Pria itu menatap Johnny yang lebih tinggi darinya, dari pakaiannya yang berantakan dan penuh dengan peluh keringat yang mengalir dari pelipisnya saja ia sudah tahu kalau pria ini berlari dari sekolahnya untuk menjemput Ten tepat waktu.

"Kau akan mati kelelahan karena menjemputku seperti ini setiap hari, jangan datang lagi menjemputku mulai besok."

Ten pergi meninggalkan Johnny yang masih terengah-engah, rasanya ia kesal dengan pria itu. Dan Johnny hanya bisa diam, menunduk dan sedikit menyesal serta kecewa. Karena ia justru membuat pria yang menarik perhatiannya terlihat tak menyukai bentuk perhatiannya tersebut.

Esoknya, Johnny melangkah gontai keluar dari kelasnya. Langkahnya yang biasa cepat dan terburu-buru karena ingin menjemput Ten tergesa-gesa kini terasa berat. Ia tak tahu apakah dirinya harus pulang saja atau tetap datang menjemput pria itu, batinnya berkecambuk ingin menjemput namun logikanya menolak karena takut akan dibenci oleh pria manis itu.

Ia menghela nafasnya kasar, sambil melangkah malas ia melewati pelataran sekolah menuju pintu gerbang, namun langkahnya tertahan saat netranya menangkap siluet pria manisnya berdiri didepan gerbang dengan senyum mereka dengan nafas tersengal-sengal dan peluh yang membasahi pelipisnya.

"Aku yang menjemputmu hari ini? Apa aku terlambat?"

Johnny tertawa pelan kemudian mendekati Ten dan mengacak surai milik pria itu walau sedikit basah karena keringat, tapi rasanya ada ribuan kupu-kupu yang berterbangan didalam perutnya. kebahagiaan yang tiada terkira "Tidak.. Kau tidak terlambat.. Kau hanya berkeringat lebih banyak daripada diriku."

Keduanya tertawa pelan sebelum Johnny menarik Ten dalam pelukannya, pelukan yang sangat erat. Karena kejadian ini pria tampan itupun menyadari sesuatu, bahwa perasaan yang tengah dirasakanya bukan hanya miliknya seorang, tapi juga milik pria dalam dekapannya.

Menyukainya bukan berarti ia harus melakukan apapun untuk orang yang dicintainya seorang diri, melainkan ia juga menerima hal yang sama dari orang yang membalas perasaannya, saling berbagi itu yang benar.

Seperti yang dilakukan Ten padanya hari ini.

Makan malam telah usai, Keempat remaja tersebut sudah pulang kerumah mereka masing-masing mungkin. Karena Ten berencana untuk menutup cafenya besok, ia ingin berlibur dan menikmati harinya bersama dengan Johnny, anggaplah mereka tengah berkencan saat ini.

Walaupun kini Johnny adalah seorang Idol tidak pernah satu haripun pria itu tidak menghubunginya walaupun hanya sekedar bertanya hal-hal kecil sekalipun.

'Apa kau sudah makan?'

'Apa yang kau lakukan hari ini?'

'Apa kau memikirkanku hari ini?'

Dan diakhiri dengan canda tawa sampai salah satu dari mereka jatuh tertidur diatas kasur saat ponsel mereka masih tersambung.

"Akan kemana kita esok?" Ten menggoyang gelas wine ditangannya membuat cairan merah dalam gelas tersebut bergoyang memutar kemudian menyesap rasa pahit dari wine tersebut yang melewati mulut, lidah dah tenggorokannya.

"Apa kau memiliki rencana? Jika tidak bagaimana jika kita pergi ketempat pertama kali kita bertemu?" Johnny melingkarkan lengan besarnya pada pinggul Ten sembari meletakkan dagunya dengan manja pada bahu pria yang lebih kecil tersebut.

Ia merindukan Ten, dalam setahun mereka hanya bertemu kurang dari 20 kali, terlebih tahun ini adalah tahun tersibuk yang dijalani Johnny dalam karirnya bermusik.

"Bawa kameramu, aku ingin menjadi modelmu. Dan kau menjadi modelku.." Ucap Ten sambil berbalik badan dan mengalungkan kedua lengannya pada leher Johnny yang bertubuh lebih tinggi dari dirinya hingga keduanya kini saling berhadapan dan saling melempar senyuman manis satu sama lain.

Cinta yang membuat semua orang iri dengan mereka berdua.

"Kau ingin mencobanya?"

Johnny memberikan kameranya pada Ten karena ia sadar pria itu sedari tadi menatap kameranya dengan rasa penasaran yang amat sangat tinggi.

"Bolehkah?"

"Tentu.." Pria yang lebih tinggi menjelaskan pada pria yang lebih pendek bagaimana cara menggunakan kamera tersebut hingga sang pria manis mengerti dan mengangguk cepat.

'Klik'

Jepretan pertama Ten.

Wajah kekasihnya yang tertangkap dari sisi kiri.

'Tampan...'

Bibir Ten terangkat untuk tersenyum saat melihat hasil jepretan pertamanya yang ternyata sangat bagus dan tak mengecewakan terlebih kekasih hatinya yang menjadi model pertama baginya.

Keduanya melangkah bersamaan menuju pohon mapple dimana Johnny pertama kali mencuri potret Ten diam-diam.

Pria manis itu menadahkan tangannya dan sebuah daun mapple jatuh diatas telapak tangannya, sedangkan Johnny membersihkan daun mapple yang berjatuhan diatas kepala dan bahu kekasihnya sambil memandangi siluet indah sang kekasih.

"Berikan kameramu.."

Menurut, Johnny memberikan kameranya pada Ten. Ia mengikuti arahan kekasihnya untuk saling berdempetan di depan pohon mapple mengabadikan potret keduanya dengan sebuah selca.

"Wuaah kau tampan sekali, dasar artis." Entah itu pujian atau bukan tapi Johnny terkekeh pelan, ia menarik kamera dari tangan kekasihnya dan kembali menyampirkan tali kamera pada bahu kirinya.

"Aku ingin mengatakan sesuatu.." Johnny menggenggam kedua jemari Ten erat, menatap kedua mata indah sang kekasih dihadapannya.

"Apa? Ada apa? Jangan katakan kau ingin memutuskanku?" Ten mengerutkan keningnya bahkan memajukan bibirnya, namun itu hanya mengundang gelak tawa dari Johnny, darimana pemikiran bodoh itu muncul didalam kepala kekasih mungilnya itu?

Bagaimana bisa pria tampan itu kehilangan si manis ini begitu saja?

"Bukan, tentu saja bukan."

Johnny mengeluarkan sesuatu dari saku belakangnya, kemudian perlahan berlutut dihadapan Ten menyodorkan sebuah cincin berwarna perak berlapiskan permata kecil ditengah-tengahnya.

"Menikahlah denganku.. Rasanya 10 tahun sudah cukup untuk diriku mengenal dirimu, begitupun sebaliknya."

"Maukah kau?"

Johnny menunggu respon dari Ten namun kekasihnya hanya diam menatapnya dengan mata berbinar, dan tak lama Ten menutup mulutnya seolah-olah menandakan bahwa ia hampir terisak menangis. Dilamar adalah hal yang diimpikan oleh Ten ketika ia mennjalin hubungan dengan Johnny sejak hari pertama, dan ia tak menyangka bahwa hari ini akan akhirnya datang padanya. "Kau yakin?"

"Apa yang membuatku tak yakin?"

"Kau seorang idol Johnny."

Pria tampan itu kembali berdiri, meraih jemari Ten dan menyematkan cincin pada jemari kekasihnya, ia tahu kekasihnya tak akan menolak pria ini hanya ragu karena status keartisannya namun bagi Johnny kekasihnyalah yang terpenting "Kau yang membuatku menjadi seperti ini, aku mencintaimu jauh sebelum diriku menjadi seorang idol. Aku ingin dirimu menemaniku disisa perjalanan hidupku dari hari ini hingga nanti.."

Ten segera memeluk tubuh Johnny dengan erat hingga kedua kakinya berjinjit, salahkan tinggi tubuh keduanya yang cukup berbeda namun ia tak perduli, justru mereka merasa ukuran tubuh mereka sangatlah begitu cocok dan begitu sempurna saat bersama.

Pelukan keduanya semakin erat, tanpa perlu mendengar jawaban apapun dari Ten pun Johnny tahu apa jawaban pasti atas lamarannya barusan.

Ya.

Seperti janji mereka dahulu, tak akan ada yang bisa menghapus janji mereka 5 tahun lalu.

"Kau akan pergi... idol itu bukan pekerjaan mudah.."

"Aku akan kembali, dengan uang yang lebih banyak... dan sebuah cincin."

"Cincin?"

Johnny mengaitkan kelingkingnya dengan kelingking mungil Ten "Tunggu saja aku kembali dengan sebuah cincin yang akan melingkar dijemarimu."

"Kau berjanji?"

"Tentu saja.." Johnny mengambil kameranya, kemudian memotret kelingkingnya dan Ten yang masih saling mengait sebagai bukti perjanjiannya saat ini.

"Bukti janjiku padamu.. suatu saat akan ada cincin yang melingkar di jemarimu.."

"Kalau begitu aku akan menunggumu sambil melanjutkan impianku.."

"Membuka cafe?"

Ten menganggukkan kepalanya dengan cepat, namun jemari besar Johnny segera mengacak surai hitam kekasihnya. "Kita akan jarang bertemu.. apa kau akan merindukanku?"

"Aku menyimpan fotomu di dompetku, aku akan melihatmu setiap hari di dompetku. Bagaimana bisa aku merindukanmu?"

Johnny terkekeh "Kalau begitu.. aku akan membuat album foto yang penuh dengan siluetmu dan wajahmu. Berjaga-jaga jika diriku merindukanmu.."

Keduanya saling melempar senyuman manis dengan kelingking yang masih terkait, senja sore menjadi saksi janji keduanya di pesisir Busan 2 hari sebelum Johnny akan berangkat ke Seoul.

Hanya selembar foto didalam dompet.

Hanya sebuah kaitan janji 'Pinky Promise'.

Hanya sebuah pertemuan kecil dipohon mapple.

Hanya sebuah memori indah yang mereka abadikan dalam sebuah potret kamera.

Hanya janji kecil yang perlahan menjadi janji yang sakral.

Takdir, Cinta dan sebuah kenangan indah..


- The End -

Tidak ada komentar:

Posting Komentar