PHOTOGRAPH
JOHNNY SEO
|
|
|
TEN CHITTAPHON
Kling...
"Selamat datang.."
Pria bersurai kelam itu tersenyum pada setiap
pelanggan yang datang ke cafenya, wajahnya terlihat sangat ramah bahkan tak
jarang akan banyak pria ataupun wanita yang terlena akan senyuman manis dan
ramahnya.
"Apa kau tak lelah selama ini hanya sendiri
Hyung? Bukankah banyak pria dan wanita akan mengantri untuk dirimu."
Pria manis itu hanya menggeleng pelan mendengar
pertanyaan yang sudah puluhan kali didengar olehnya dari bibir karyawannya
tersebut "Sudah kukatakan bukan diriku tidak sendiri."
"Tapi buktinya kami tak pernah sekalipun melihat
siapa kekasihmu, wanitakah, priakah?" pria bersurai pink itu mengeluh
sambil menopang dagunya dengan kedua tangannya di meja kasir, dimana si pria
bersurai kelam tengah berdiri bersama mesin kasirnya.
"Na Jaemin.. aku akan mengatakan siapa 'dia' jika
kau mengatakan siapa pria pucat yang selalu datang menjemputmu setiap pulang
kerja.."
Pria bersurai pink itu semakin cemberut, namun ia
mengangkat dagu yang berpangku di telapak tangannya sendiri, mengapa pertanyaannya
justru dikembalikan padanya, jawaban tak dapat justru dirinya yang saat ini
dipojokkan ah benar-benar tak adil sekali atasannya ini.
"Ck sudah kukatakan dia bukan siapa-siapaku
Hyung.." dengan kesal Jaemin melangkah sambil menarik buku menu dan
menghampiri seorang tamu yang baru saja masuk meninggalkan si pemilik cafe yang
terkekeh geli karena tingkah jual mahal salah satu karyawannya.
Dirinya amat suka menggoda pekerjanya yang satu ini,
karena Na Jaemin selalu menolak pria yang setiap hari datang untuk
menjemputnya, namun bodohnya diapun selalu menunggu pria itu datang baru
beranjak pulang, padahal anak itu bisa pulang lebih cepat sebelum pria itu
datang menjemputnya.
Cinta memang terasa konyol walau tak diakui sekalipun.
Begitupun dengan cinta dan hubungan yang tengah
dijalaninya, terasa konyol dan indah secara bersamaan apalagi jika dia ingat
bagaimana awal dirinya mulai mengenal apa yang dinamakan CINTA.
"Apa yang kau inginkan untuk ulangtahunmu kali
ini?"
Pria bersurai kelam itu tersenyum lebar sambil menatap
cake dan kekasihnya yang masih mengenakan topi ulang tahun berbentuk kerucut
yang menjulang tinggi di atas kepalanya.
"Memang apa yang bisa kau berikan padaku?"
"Diriku?"
Keduanya terkekeh pelan sebelum tertawa semakin lebar
sambil saling menautkan kedua tangan besar mereka bersama. Pria bersurai kelam
itu menatap lekat-lekat prianya yang lebih tinggi tersebut yang masih terkekeh,
bukankah itu artinya ia akan melihat keberadaan prianya setiap saat?
"Lee Jeno... sudah kukatakan jangan menjemputku
setiap hari."
Lagi, ia mendapati Jaemin tengah mengomel kecil pada
pria pucat yang selalu menjemput si pink itu setiap malam saat cafe akan tutup.
Sedangkan pria bersurai coklat tua yang menjemput Jaemin itu terkekeh pelan
hingga kedua matanya menghilang dalam senyuman sambil menggeleng. Melihat
kejadian seperti ini dirinya hanya bisa menggeleng pelan melihat betapa
keras kepalanya Jaemin yang tak ingin di jemput namun menanti, namun ia
maklumin hal tersebut karena dirinyapun pernah ada diposisi seperti ini. Baik
dirinya ataupun Jaemin walau menolak tapi mereka tetap tak akan bisa
menyembunyikan kebahagiaannya jika melihat dirinya dijemput setiap hari.
Pria bersurai kelam itu berlari dari koridor menuju
halaman depan sekolahnya sambil memakai tas dengan senyum lebar di bibirnya
saat melihat siapa yang sudah bertengger diatas sebuah motor menjemputnya
digerbang sekolah, dan tentu saja mengundang rasa iri dari orang lain yang
melihat pasangan sempurnanya.
Pria dengan surai auburn itu mengenakan seragam
sekolah yang berbeda dengan miliknya melambaikan tangan padanya dan tak lupa
melemparkan senyum hangat khas miliknya yang akan menbuat siapa saja berdebar
dengan kencang, termasuk dirinya yang selalu berdebar dengan kencang setiap
bertemu dengan pria itu setiap hari.
"Bagaimana sekolahmu?" sapaan pertama dari
si tampan saat melihat si manis sudah ada dihadapannya, tidak lupa jemari
besarnya mengusak pelan helaian rambut kelam pria yang lebih pendek darinya.
"Apa aku anakmu? Aku ini kekasihmu Johnny, jangan
bertanya seperti itu.."
"Pffttt... baiklah, baik... Ten Chittapon."
dengan gemas pria itu, Johnny kembali mengusak rambut kekasihnya lagi hingga
berantakan dan memakaikan helm pada kepala kecilnya.
"Naiklah, kita akan berkencan sebelum
pulang."
"Benarkah? Kemana kita akan pergi?" tanpa
menunggu lama pria bersurai kelam itu segera menaiki boncengan motor dan
memeluk Johnny kekasihnya dengan erat, tak lupa bagaimana cara pria bernama Ten
itu bermanja-manja pada Johnny yang semakin membuat banyak mata memandang
cemburu pada mereka.
"Rahasia.."
Siang itu Cafe tengah sepi, hanya ada beberapa
pengunjung yang rata-rata hanyalah mahasiswa atau murid menengah atas yang
sibuk mengerjakan tugas sekolah mereka. Ten memutuskan untuk membantu para
pekerjanya membersihkan meja yang kosong dari pada dirinya hanya berdiri dalam
diam di balik meja kasir, atensinya teralihkan saat melihat kedua pekerjanya
bernyanyi sambil menatap layar televisi yang tergantung disudut ruangan.
"Hyung.. apa kau tahu, dia akan datang ke kota
ini dalam rangkaian fanmeetingnya."
Ten menggeleng namun ia terkekeh, anak-anak muda ini
masih terlalu bersemangat dalam menyukai seorang idol. Sekali Ten menoleh
kearah televisi dan terkekeh melihat seorang penyanyi pria yang tengah
diberitakan disana dengan backsound salah satu lagu yang terdapat didalam album
milik pria tersebut, ia masih menatap televisi sembari melipat kain dalam
genggamannya.
"Aarrghh dia akan datang Johnny, aku harus
melihatnya."
Johnny merangkul tubuh pendek kekasihnya masuk kedalam
dekapannya, ia tersenyum menatap betapa menggemaskannyaa sang kekasih pendeknya
ini namun tak bisa disembunyikan bahwa diwajahnya menunjukkan kecemburuan
"Ayolah, apa kau akan mengagumi dia daripada diriku?"
"Aah, apa kau tengah cemburu saat ini?"
".... Tidak.."
Ten memeluk pinggang besar kekasihnya dan menyandarkan
kepalanya pada bahu lebar Johnny, kedua matanya masih menatap poster yang
menempel ditembok jalan.
"Dia hanya idol yang kukagumi, tapi kau pria yang
kucintai."
Johnny ikut menatap poster artis besar tersebut
kemudian tersenyum sembari mengelus sayang puncak kepala Ten dalam dekapannya
"Aku kubuat kau hanya mengagumi dan mencintai diriku seorang.."
"Apa tahun ini kau akan kembali merayakan
ulangtahunmu di apartment seorang diri? Tak ingin merayakannya dengan kami
saja?"
Ten menatap kedua pegawainya tersebut bergantian, satu
Na Jaemin si pria bersurai pink satu lagi Zhong Chenle si pria bersurai hijau,
keduanya sepertinya sangat mengkhawatirkan keadaan bosnya yang selalu terlihat
merayakan ulangtahunnya hanya di apartemen. Padahal Ten memang sudah terbiasa
hanya berada di apartemen saat ulang tahunnya, namun ia cukup tersentuh karena
kedua anak ini ternyata memikirkannya.
"Kami sangat ingin menemanimu Hyung.."
"Apa diriku terlihat sangat menyedihkan?"
sahut Ten sambil terkekeh, dan kedua pegawainya menganggukkan kepalanya dengan
cepat tanpa berpikir terlebih dahulu dan membuat pemilik cafe tersebut justru
tertawa pelan, betapa lugunya mereka berdua.
"Datanglah ke apartemen jika kalian ingin
merayakan ulang tahunku.. aku tak akan melarang."
"Benarkah Hyung? Kami boleh ke apartemenmu?"
Chenle begitu bersemangat begitu tahu bahwa mereka diundang untuk merayakan
ulang tahun di rumah atasan mereka.
"Tentu saja.." Ten mengiyakan pertanyaan
Chenle, ia bahkan mengangguk agar kedua karyawannya itu yakin dirinya tak
berbohong.
"Yaassh!! Kami akan datang setelah usai
mendatangi acara fansign.."
"Ah" Mendengar ucapan Jaemin ia teringat
dengan idol pria yang ada didalam berita beberapa hari lalu tersebut.
"Idol yang kemarin itu?"
"Yaa... dia datang tepat dihari ulang tahunmu
kekota ini."
"Mungkin diriku istimewa.." canda Ten dan
disambut gelak tawa kedua pegawainya.
Acara fansignpun tiba, Jaemin dan Chenle tengah
mengantri beriringan depan dan belakang namun saat tiba didepan meja artis
tersebut mereka langsung berdiri berdampingan.
"Siapa nama kalian?"
"Zhong Chenle.."
"Na Jaemin.."
Idol pria nan tampan itu tersenyum ramah dan
menuliskan 2 nama diatas dua signcard berukuran 30cmx15cm yang berbeda dan
memberikan kedua kertas tersebut pada Chenle dan Jaemin, namun mereka tak
beranjak.
"Ada apa?"
"Apa kami boleh meminta 1 lagi, untuk atasan kami
di cafe."
"Dia sepertinya penggemarmu, kami sempat melihat
bingkai fotomu di meja kerjanya, dan juga didalam dompetnya." tambah
Jaemin dengan cepat tak lupa bagaimana bersemangatnya Jaemin saat mengatakan
itu pada idolanya tersebut.
Pria itu tertawa pelan dan mengangguk "Tentu saja
siapa namanya dan kira-kira kata-kata apa yang harus kutuliskan untuknya?"
"Happy Birthday.. Ten Sajangnim, itu saja.
Bagaimana Chenle?"
"Ya itu saja."
Pria tampan itu tersenyum lebar begitu mendengar
kalimat tersebut "Jadi dia sedang berulang tahun?" tanyannya sambil
menuliskan setiap kata yang diucapkan oleh pria bersurai pink itu,
"Sudah.."
"Terima kasih."
"Sama-sama, ah.. dan sampaikan selamat
ulangtahunku padanya."
Sambil memekik riang keduanya mengangguk dan berlari
menjauhi meja fansign menghampiri 2 pria tinggi lainnya yang menunggui keduanya
mengantri sejak tadi dengan sabar.
"Kau mendapatkan tanda tangannya?" tanya si
pria pucat sambil tersenyum menatap Jaemin yang sudah menjadi prianya sejak 2
minggu lalu.
"Sudah, Jeno-ya terima kasih sudah menemaniku
kemari." Jaemin memeluk Jeno dengan gemas sedangkan Chenle mengetarkan
badannya seolah-olah ia merinding melihat interkasi kedua manusia dihadapannya.
"Akupun juga mendapat tanda tangannya,
lihatlah." Chenle memamerkan signcard miliknya dihadapan pria yang lebih
tinggi dan lebih muda darinya ini.
"Lebih bagus tanda tangan milikku daripada
miliknya."
"Heol, jadilah artis dan aku akan memuja tanda
tanganmu Park Jisung." omel Chenle sedikit kesal namun pria tinggi
bersurai terang itu mengacak gemas rambut calon kekasihnya itu karena kesal
dengan ucapannya, apapun yang dilakukan oleh Zhong Chenle akan terlihat
menggemaskan dimata seorang Park Jisung.
"Lalu setelah ini apa yang ingin kalian
lakukan?"
Jaemin melepas pelukannya dari Jeno saat kekasihnya
ini bertanya apa yang ingin mereka lakukan sekarang, tentu saja ia langsung
teringat akan janjinya dan Chenle untuk mendatangi apartemen Ten untuk
merayakan ulangtahun atasannya tersebut dan memberikan kado kecil ini pada bos
mereka.
"Bagaimana jika kita pergi Ten Hyung bersama-sama
hari ini dia berulang tahun" sahut Chenle dengan semangat.
"Iya, kami sudah berjanji untuk datang kesana
malam ini. Lagipula kami sudah mendapatkan tanda tangan ini untuk diberikan
pada Ten Hyung.." Jaemin segera menarik Jeno "Kita akan membelikannya
kue ulang tahun kecil, tak mungkin bukan kita hanya membawakan tanda tangan
saja."
"Aku hanya akan mengikuti kemanapun kalian pergi,
aku sudah mengosongkan seluruh jadwalku hari ini hanya untuk menemani Pangeran
Zhong Chenle."
"Cih tingkah lakunya benar-benar seperti seorang
artis saja." Chenle beranjak lebih dahulu meninggalkan Jisung, mereka
segera pergi menuju pusat perbelanjaan guna mencari kue ulang tahun untuk
atasan baik mereka itu.
Keempatnya melangkah bersama dengan membawa sebuah
kotak kue memasuki area apartment elit tempat Ten tinggal selama ini "Apa
kita perlu menghubunginya dahulu?" Tanya Jeno ketika mereka sudah menaiki
lift menuju lantai dimana Ten tinggal.
"Tidak perlu, Ten hyung tahu kita akan datang
setelah acara Fansign selesai.." Chenle menyahut sambil menggerakkan
tangannya.
Begitu tiba didepan pintu apartment Jisung dan Jeno
langsung sibuk mengeluarkan cake dari kotak kemudian menancapkan 5 buah lilin
diatasnya, Jaemin perlahan menghidupkan setiap lilin tersebut dengan pemantik
yang dibelinya, sedangkan Chenle menekan bel pintu apartment Ten.
Keempatnya menunggu dengan sabar, dan saat pintu
terbuka keempatnya berteriak bersamaan "Selamat Ulang Tahun Ten...."
"Heeh!!"
"Whaaaat???"
"Omooo!!"
"Waw..." Yang terakhir tentu saja reaksi
Jisung dengan memiringkan kepalanya saat melihat yang membuka pintu apartment
bukanlah Ten melainkan...
IDOL YANG TADI MEREKA DATANGI FANSIGNNYA!!!
"Siapa Johnny?" Ten datang dari belakang
dengan apron hitam yang melilit tubuhnya.
"Ah kalian sudah datang.."
Pria itu si idol Johhny tersenyum melihat reaksi dari
keempat orang tadi, ia sudah tahu akan bertemu mereka lagi usai menandatangani
extra signcard untuk seseorang bernama Ten.
Ten adalah kekasihnya sejak 10 tahun lalu.
"H-hyuung, di-dia..."
Ten menatap kekasihnya lalu menatap ke-4 remaja
tersebut lalu terkekeh pelan "Bukankah sudah kukatakan aku tak
sendirian..."
"Kenapa kau tak mengatakan bahwa kekasihmu adalah
idol yang kami idolakan, bahkan kau biasa saja melihatnya ditelevisi."
"Benarkah? Dia biasa saja melihatku
ditelevisi.." Johnny melirik Ten dengan pandangan kesal yang dibuat-buat,
oh Johnny Seo sampai rela menjadi seorang Idol hanya karena ia ingin kekasihnya
memuja, mengidolakan dan mencintai dirinya seorang.
"Aku sudah mengenalmu hingga hari ini, kaupun
menghubungiku setiap hari apa yang harus kulakukan saat melihatmu di televisi?
Bukankah aku akan mendengar suaramu setelahnya?"
Ucapan Ten berhasil membuat Johnny terkekeh pelan
bahkan hingga menunduk malu-malu, namun momen itu segera berakhir saat mereka
berdua mendengar suara dan cahaya blitz dari salah satu ponsel milik ke-4 anak
tersebut.
Chenle masih ternganga sambil menurunkan ponselnya
setelah mengabadikan momen langka dihadapannya, kapan lagi mereka bisa melihat
seorang Johnny Seo malu-malu seperti barusan, bukannya image miliknya begitu
manly dan gentle, pujaan setiap wanita di muka bumi.
"Masuklah, apa kalian tidak lelah berdiri didepan
pintu." Ten kembali menawari ke-4 remaja itu masuk, ditambah lagi lilin
diatas kue yang dibawa oleh Jeno dan Jisung sudah memeleh dan tersisa setengah.
"A-ayo masuk.."
Jaemin yang pertama kali berusaha mengembalikan
kesadaran mereka ber-4 lalu menarik Chenle segera masuk kedalam dan disusul
oleh Jeno serta Jisung "Ayo tiup lilinnya Hyung dan jangan lupa ucapkan
permintaanmu." Chenle akhirnya kembali sadar dari lamunannya dan meminta
Ten membuat harapan sebelum lilinnya habis terbakar.
Ten menatap kekasihnya sebentar, lalu menatap 2
pegawainya dan menatap 2 pria yang ia ketahui dekat dengan pegawainya ia
tersenyum sebelum menutup kedua matanya dan mengaitkan kedua jemarinya didepan
dagu dan berdoa dalam hatinya meminta hal terindah untuk kehidupannya kedepan.
'Bahagia selamanya...'
'Fuuuhh'
Lilin ditiup bersamaan oleh semua yang berada disana
kemudian mereka bertepuk tangan dan tak lupa Chenle memberikan sebuah gulungan
signcard yang diminta olehnya dan Jaemin pada Johnny tadi.
"Hyung, ini hadiah untukmu dari kami."
Semuanya terkekeh pelan kecuali Ten karena ia tak
mengerti apa yang sedang mereka tertawakan padahal Ten hanya menerima sebuah
gulungan kertas.
Namun begitu gulungan kertas tersebut dibuka Ten
terkekeh, ia mendapat poster berukuran mini dengan tanda tangan dan tulisan
dari kekasihnya "Mereka memintanya dengan mata berbinar-binar tadi
padaku."
"Benarkah?"
Jaemin menunjukkan cengirannya "Aku pikir kau
penggemarnya sama seperti kami, aku melihat sekilas foto Johnny-ssi di
dompetmu, dan Chenle melihat bingkai foto Johnny di meja kerjamu dalam
ruanganmu."
"Kami tak pernah berpikir seseorang yang kau
maksud kekasihmu itu adalah Johnny-ssi.." Kali ini Chenle menggaruk
kepalanya sambil terkekeh pelan rasanya sangat aneh mereka meminta tanda tangan
kekasih atasannya untuk diberikan pada atasannya sendiri.
"Kalian benar-benar pegawai kesayanganku."
"Sebentar, bagaimana kalian bisa saling mengenal?
Aku pun tak habis pikir kalian bisa bersama.." Jisung menggaruk keningnya
bingung, pertanyaannya memang terlalu terang-terangan dan tak sopan namun yaaa
pertanyaan itu juga yang terlintas dikepala mereka semua, dan terima aksih pada
Jisung atas pertanyaan yang tak bisa di lontarkan oleh yang lainnya.
Johnny dan Ten saling menatap satu sama lain, mereka
terkekeh pelan setelahnya.
Bagaimana memulainya?
Semuanya berawal dari sebuah kamera dan... sebuah
pohon mapple.
'Klik'
Johnny menatap hasil jepretan kameranya, ia tersenyum
melihat hasilnya. Ia sangat suka memotret keindahan alam yang terlihat sangat
alami.
Netranya kembali menatap sekeliling dan memandangi
pohon mapple daun-daun merahnya terlihat tengah berguguran benar-benar
pemandangan yang luar biasa indahnya, kembali tangannya mengangkat kamera
kesayangannya dan mulai membidik pohon mapple yang menjadi model alaminya.
Namun jemarinya yang hampir menekan tombol capture
terhenti ketika netranya menatap seseorang yang tengah berdiri dibawah pohon
memandang keatas sambil menadahkan tangannya seolah berusaha menampung guguran
dedaunan dari atas pohon.
Tanpa sadar sudut bibir Johnny terangkat, ia suka
objek tambahan dalam jepretan kameranya. Iapun kembali membidik sasarannya,
kali ini pohon mapple dengan pria bersurai kelam itu yang menjadi objek
kameranya.
'Klik'
'Klik'
'Klik'
Sekali, dua kali, tiga kali.
Johnny mengambil cukup banyak foto hingga jemarinya
kembali terhenti saat pria yang menjadi objek tambahannya menoleh padanya.
".... Indah.."
Jemarinya kembali menekan tombol capture mengabadikan
keindahan pria bersurai hitam didepannya, hingga ia sadar pria itu tengah
mengerutkan keningnya menatapnya dan menghampirinya ketika tahu bahwa Johnny
ternyata mengambil gambar diri pria itu tanpa seijin dipemilik keindahan
tersebut.
"Mati aku.."
Johnny hampir berlari pergi untuk kabur namun suara
lembut pria itu menahannya "Jika kau ingin memotretku, kau bisa
mengatakannya padaku. Tidak perlu diam-diam melakukannya."
Pria tinggi itu menoleh dan menatap si pria bersurai
hitam yang lebih pendek darinya, bibirnya tersenyum dan menatap pria itu .
Tanpa sadar dirinya justru hanya diam ditempat menunggu pria bersurai kelam ini
melangkah semakin mendekat pada dirinya, begitu pria itu sudah berada
dihadapannya bibirnya secara spontan menyebutkan namanya tanpa diminta.
"Johnny.."
"Ten.. senang mengenalmu.. Johnny."
"Waw... Bayangkan, itu 10 tahun lalu?" Jeno
membulatkan kedua matanya sambil tangannya masih mengaduk japchae diatas
piring.
"11 tahun lebih tepatnya, kejadian itu 1 tahun
sebelum aku menjadikan Ten kekasihku.. Hingga saat ini."
"Kalian membuatku iri..." Ucap Jaemin sambil
mengigit ujung sumpitnya, namun ekor matanya melirik Jeno. Andai ia menerima
pria tampan itu lebih cepat mungkin mereka sudah berpacaran hampir 1 tahun saat
ini, salahkan egonya yang terlalu besar.
"Iri? Bukankah akhirnya kau memiliki seseorang
Jaemin-ah?" Ten terkekeh, ia masih ingat bagaimana anak ini selalu menolak
keberadaan pria bernama Jeno itu namun akhirnya hari ini ia melihat Jaemin
sudah bersama dengan Jeno, perjuangan pria ini sama seperti Johnnynya dahulu
jika diingat-ingat kembali.
Langkah Ten terhenti ketika dirinya keluar dari
tempatnya menimba ilmu di Neo Culture High School, ia melihat seorang lelaki
yang dikenalnya lebih dari 10 bulan itu berdiri didepan pagar sana menunggunya
seperti biasa.
"Kenapa kau kemari lagi?"
"Apa tidak boleh?"
Ten menggeleng pelan ia lalu menghela nafas pelan
"Bukan.. Aku hanya tak mengerti, kenapa kau selalu datang menjemputku
setiap hari.." Pria itu menatap Johnny yang lebih tinggi darinya, dari
pakaiannya yang berantakan dan penuh dengan peluh keringat yang mengalir dari
pelipisnya saja ia sudah tahu kalau pria ini berlari dari sekolahnya untuk
menjemput Ten tepat waktu.
"Kau akan mati kelelahan karena menjemputku
seperti ini setiap hari, jangan datang lagi menjemputku mulai besok."
Ten pergi meninggalkan Johnny yang masih
terengah-engah, rasanya ia kesal dengan pria itu. Dan Johnny hanya bisa diam,
menunduk dan sedikit menyesal serta kecewa. Karena ia justru membuat pria yang
menarik perhatiannya terlihat tak menyukai bentuk perhatiannya tersebut.
Esoknya, Johnny melangkah gontai keluar dari kelasnya.
Langkahnya yang biasa cepat dan terburu-buru karena ingin menjemput Ten
tergesa-gesa kini terasa berat. Ia tak tahu apakah dirinya harus pulang saja
atau tetap datang menjemput pria itu, batinnya berkecambuk ingin menjemput
namun logikanya menolak karena takut akan dibenci oleh pria manis itu.
Ia menghela nafasnya kasar, sambil melangkah malas ia
melewati pelataran sekolah menuju pintu gerbang, namun langkahnya tertahan saat
netranya menangkap siluet pria manisnya berdiri didepan gerbang dengan senyum
mereka dengan nafas tersengal-sengal dan peluh yang membasahi pelipisnya.
"Aku yang menjemputmu hari ini? Apa aku
terlambat?"
Johnny tertawa pelan kemudian mendekati Ten dan
mengacak surai milik pria itu walau sedikit basah karena keringat, tapi rasanya
ada ribuan kupu-kupu yang berterbangan didalam perutnya. kebahagiaan yang tiada
terkira "Tidak.. Kau tidak terlambat.. Kau hanya berkeringat lebih banyak
daripada diriku."
Keduanya tertawa pelan sebelum Johnny menarik Ten
dalam pelukannya, pelukan yang sangat erat. Karena kejadian ini pria tampan
itupun menyadari sesuatu, bahwa perasaan yang tengah dirasakanya bukan hanya
miliknya seorang, tapi juga milik pria dalam dekapannya.
Menyukainya bukan berarti ia harus melakukan apapun
untuk orang yang dicintainya seorang diri, melainkan ia juga menerima hal yang
sama dari orang yang membalas perasaannya, saling berbagi itu yang benar.
Seperti yang dilakukan Ten padanya hari ini.
Makan malam telah usai, Keempat remaja tersebut sudah
pulang kerumah mereka masing-masing mungkin. Karena Ten berencana untuk menutup
cafenya besok, ia ingin berlibur dan menikmati harinya bersama dengan Johnny,
anggaplah mereka tengah berkencan saat ini.
Walaupun kini Johnny adalah seorang Idol tidak pernah
satu haripun pria itu tidak menghubunginya walaupun hanya sekedar bertanya
hal-hal kecil sekalipun.
'Apa kau sudah makan?'
'Apa yang kau lakukan hari ini?'
'Apa kau memikirkanku hari ini?'
Dan diakhiri dengan canda tawa sampai salah satu dari
mereka jatuh tertidur diatas kasur saat ponsel mereka masih tersambung.
"Akan kemana kita esok?" Ten menggoyang
gelas wine ditangannya membuat cairan merah dalam gelas tersebut bergoyang
memutar kemudian menyesap rasa pahit dari wine tersebut yang melewati mulut,
lidah dah tenggorokannya.
"Apa kau memiliki rencana? Jika tidak bagaimana
jika kita pergi ketempat pertama kali kita bertemu?" Johnny melingkarkan
lengan besarnya pada pinggul Ten sembari meletakkan dagunya dengan manja pada
bahu pria yang lebih kecil tersebut.
Ia merindukan Ten, dalam setahun mereka hanya bertemu
kurang dari 20 kali, terlebih tahun ini adalah tahun tersibuk yang dijalani
Johnny dalam karirnya bermusik.
"Bawa kameramu, aku ingin menjadi modelmu. Dan
kau menjadi modelku.." Ucap Ten sambil berbalik badan dan mengalungkan
kedua lengannya pada leher Johnny yang bertubuh lebih tinggi dari dirinya
hingga keduanya kini saling berhadapan dan saling melempar senyuman manis satu
sama lain.
Cinta yang membuat semua orang iri dengan mereka
berdua.
"Kau ingin mencobanya?"
Johnny memberikan kameranya pada Ten karena ia sadar
pria itu sedari tadi menatap kameranya dengan rasa penasaran yang amat sangat
tinggi.
"Bolehkah?"
"Tentu.." Pria yang lebih tinggi menjelaskan
pada pria yang lebih pendek bagaimana cara menggunakan kamera tersebut hingga
sang pria manis mengerti dan mengangguk cepat.
'Klik'
Jepretan pertama Ten.
Wajah kekasihnya yang tertangkap dari sisi kiri.
'Tampan...'
Bibir Ten terangkat untuk tersenyum saat melihat hasil
jepretan pertamanya yang ternyata sangat bagus dan tak mengecewakan terlebih
kekasih hatinya yang menjadi model pertama baginya.
Keduanya melangkah bersamaan menuju pohon mapple
dimana Johnny pertama kali mencuri potret Ten diam-diam.
Pria manis itu menadahkan tangannya dan sebuah daun
mapple jatuh diatas telapak tangannya, sedangkan Johnny membersihkan daun
mapple yang berjatuhan diatas kepala dan bahu kekasihnya sambil memandangi
siluet indah sang kekasih.
"Berikan kameramu.."
Menurut, Johnny memberikan kameranya pada Ten. Ia
mengikuti arahan kekasihnya untuk saling berdempetan di depan pohon mapple
mengabadikan potret keduanya dengan sebuah selca.
"Wuaah kau tampan sekali, dasar artis."
Entah itu pujian atau bukan tapi Johnny terkekeh pelan, ia menarik kamera dari
tangan kekasihnya dan kembali menyampirkan tali kamera pada bahu kirinya.
"Aku ingin mengatakan sesuatu.." Johnny
menggenggam kedua jemari Ten erat, menatap kedua mata indah sang kekasih
dihadapannya.
"Apa? Ada apa? Jangan katakan kau ingin
memutuskanku?" Ten mengerutkan keningnya bahkan memajukan bibirnya, namun
itu hanya mengundang gelak tawa dari Johnny, darimana pemikiran bodoh itu
muncul didalam kepala kekasih mungilnya itu?
Bagaimana bisa pria tampan itu kehilangan si manis ini
begitu saja?
"Bukan, tentu saja bukan."
Johnny mengeluarkan sesuatu dari saku belakangnya,
kemudian perlahan berlutut dihadapan Ten menyodorkan sebuah cincin berwarna
perak berlapiskan permata kecil ditengah-tengahnya.
"Menikahlah denganku.. Rasanya 10 tahun sudah
cukup untuk diriku mengenal dirimu, begitupun sebaliknya."
"Maukah kau?"
Johnny menunggu respon dari Ten namun kekasihnya hanya
diam menatapnya dengan mata berbinar, dan tak lama Ten menutup mulutnya
seolah-olah menandakan bahwa ia hampir terisak menangis. Dilamar adalah hal
yang diimpikan oleh Ten ketika ia mennjalin hubungan dengan Johnny sejak hari
pertama, dan ia tak menyangka bahwa hari ini akan akhirnya datang padanya.
"Kau yakin?"
"Apa yang membuatku tak yakin?"
"Kau seorang idol Johnny."
Pria tampan itu kembali berdiri, meraih jemari Ten dan
menyematkan cincin pada jemari kekasihnya, ia tahu kekasihnya tak akan menolak
pria ini hanya ragu karena status keartisannya namun bagi Johnny kekasihnyalah
yang terpenting "Kau yang membuatku menjadi seperti ini, aku mencintaimu
jauh sebelum diriku menjadi seorang idol. Aku ingin dirimu menemaniku disisa
perjalanan hidupku dari hari ini hingga nanti.."
Ten segera memeluk tubuh Johnny dengan erat hingga
kedua kakinya berjinjit, salahkan tinggi tubuh keduanya yang cukup berbeda
namun ia tak perduli, justru mereka merasa ukuran tubuh mereka sangatlah begitu
cocok dan begitu sempurna saat bersama.
Pelukan keduanya semakin erat, tanpa perlu mendengar
jawaban apapun dari Ten pun Johnny tahu apa jawaban pasti atas lamarannya
barusan.
Ya.
Seperti janji mereka dahulu, tak akan ada yang bisa
menghapus janji mereka 5 tahun lalu.
"Kau akan pergi... idol itu bukan pekerjaan
mudah.."
"Aku akan kembali, dengan uang yang lebih banyak...
dan sebuah cincin."
"Cincin?"
Johnny mengaitkan kelingkingnya dengan kelingking
mungil Ten "Tunggu saja aku kembali dengan sebuah cincin yang akan
melingkar dijemarimu."
"Kau berjanji?"
"Tentu saja.." Johnny mengambil kameranya,
kemudian memotret kelingkingnya dan Ten yang masih saling mengait sebagai bukti
perjanjiannya saat ini.
"Bukti janjiku padamu.. suatu saat akan ada
cincin yang melingkar di jemarimu.."
"Kalau begitu aku akan menunggumu sambil
melanjutkan impianku.."
"Membuka cafe?"
Ten menganggukkan kepalanya dengan cepat, namun jemari
besar Johnny segera mengacak surai hitam kekasihnya. "Kita akan jarang
bertemu.. apa kau akan merindukanku?"
"Aku menyimpan fotomu di dompetku, aku akan
melihatmu setiap hari di dompetku. Bagaimana bisa aku merindukanmu?"
Johnny terkekeh "Kalau begitu.. aku akan membuat
album foto yang penuh dengan siluetmu dan wajahmu. Berjaga-jaga jika diriku
merindukanmu.."
Keduanya saling melempar senyuman manis dengan
kelingking yang masih terkait, senja sore menjadi saksi janji keduanya di
pesisir Busan 2 hari sebelum Johnny akan berangkat ke Seoul.
Hanya selembar foto didalam dompet.
Hanya sebuah kaitan janji 'Pinky Promise'.
Hanya sebuah pertemuan kecil dipohon mapple.
Hanya sebuah memori indah yang mereka abadikan dalam
sebuah potret kamera.
Hanya janji kecil yang perlahan menjadi janji yang
sakral.
Takdir, Cinta dan sebuah kenangan indah..
- The End -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar