∵ TWISTED ∵
|
|
|
|
Seminggu lewat setelah acara fanmeeting yang batal tersebut, dan seminggu juga Jaemin tidak terlihat datang ke mansion Lee untuk bekerja seperti sebelum-sebelumnya. Sehingga Jeno terpaksa meminta Jisung untuk menemaninya kemanapun ia pergi.
"Jaemin sedang memulihkan tangannya."
Hanya itu alasan yang diberikan oleh Jeno setiap beberapa kali rekan kerjanya sesama model bertanya dimana sang bodyguard yang selalu terlihat tampan dengan pakaian serba hitamnya itu.
"Sampai kapan kau akan terus berbohong pada rekan kerjamu? Sebenarnya apa yang terjadi setelah insiden itu hingga reinkarnasi Hyungku itu tidak mau lagi melihat wajahmu."
"Yak, apa perlu sefrontal itu Park Jisung?"
Jisung menggendikkan bahunya, ia sepertinya tak salah berbicara bukankah yang dikatakannya memang benar? Na Jaemin tidak akan bolos bekerja dalam keadaan apapun, itu yang didengarnya dari Mark saat mempertanyakan kenapa Jaemin tak bekerja selama berhari-hari.
"Dia akan masuk beberapa hari lagi." ucap Jeno yakin, ia pun segera menaiki tangga untuk naik kelantai 2 mansion Lee meninggalkan Jisung yang baru saja memasuki pintu rumah.
Menghindari pembicaraan, itu yang pintar dilakukan Lee Jeno saat ini. Dan hanya membuat Jisung merotasikan kedua matanya, rasanya Jeno lebih kekanakan daripada dirinya.
"Apa lagi yang disembunyikannya.." keluh Jisung kemudian menyusul Jeno naik kelantai 2 iapun ingin segera kembali ke kamarnya.
Berkali-kali Jeno menatap ponselnya, ini sudah panggilan ke 160nya selama seminggu pada Jaemin namun sama sekali tidak ada jawaban dari sana, apalagi tidak ada balasan dari ratusan chat yang dikirim olehnya.
Apa Jaemin sudah lupa bagaimana cara menggunakan ponsel? Rasanya tidak mungkin.
Atau memang Jaemin benar-benar sedang menghindarinya? Apa semua karena kejadian hari itu? Jeno berdecak sebal, ia kesal pada dirinya sendiri. Bisa-bisanya ia membiarkan Jaemin melihat mata merahnya lalu mencium pria itu seolah-olah mereka adalah sepasang kekasih yang sudah lama tak bertemu.
Belum lagi...
Belum lagi, Jenopun mengigit leher Jaemin dan menghisap darah pria itu sedikit karena tak dapat menahan aroma manis dari tubuh Jaemin yang memanggil-manggil instingnya untuk sekedar mencicipi darahnya, padahal hal tersebut tak pernah terjadi pada dirinya dan Park Jaemin dulu.
Baik Park Jaemin ataupun Na Jaemin, keduanya benar-benar membuat Jeno selalu hampir kehilangan kontrol akan dirinya sendiri hanya karena aroma manis tersebut. Aroma manis tersebut adalah tanda bagi para penghisap darah bahwa pemilik darah itu adalah pemasok darah hidup yang bisa memberikan mereka darah manusia secara berkala.
Seperti yang terjadi pada Donghae dan Eunhyuk dahulu.
Kapan terakhir kali Jeno meminum darah manusia? Sepertinya sudah sangat lama sekali, berabad-abad kalau di ingat-ingat. Jeno memukul pelan keningnya, bagaimanapun ini salahnya.. siapapun akan terkejut saat melihat seorang pria mencium pria lain belum lagi ditambah dengan mengigit leher pria tersebut dan menghisap darahnya.
Ia masih ingat Jaemin terlihat lemas karena Jeno hampir tak bisa menahan diri saat menghisap darah manis tersebut, beruntung Jaemin berhasil mendorong Jeno dan mengatakan satu kalimat yang menyadarkannya.
'Kau ingin membunuhku Lee Jeno?'
Dalam sekejap Jeno segera menghapus bekas gigitan yang berdarah dan meninggalkan sedikit bekas dileher Jaemin ia membantu Jaemin untuk segera bangkit dan membawa pria itu ke rumah sakit.
Tapi Jeno tidak menemukan Jaemin di kamar inapnya pada keesokan hari, pria itu juga tidak mengangkat panggilannya ataupun membalas pesannya. Jenopun tidak memiliki keberanian untuk datang ke pantinya.
"Hhh sepertinya kali ini aku harus meminta bantuan pada Donghae hyung.." gumamnya pelan, ia memutuskan untuk beranjak dari kasurnya dan pergi menemui Donghae. Meminta bantuan Donghae selayaknya adik meminta bantuan kakaknya. Karena jika ditunda lebih lama lagi, Jeno akan menggila karena tidak melihat ataupun bertemu dengan Jaemin.
⇨ Twisted ⇦
Pagi hari di panti Jaemin memakai kaos lengan panjang dengan leher tinggi seperti beberapa hari sebelumnya, seolah-olah ia tengah terserang demam tinggi. Beruntung memang cuaca memang tengah memasuki musim dingin tidak heran jika dirinya menggunakan pakaian seperti ini dan tidak akan menimbulkan kecurigaan dari saudara-saudaranya.
"Cuaca dingin.." Itu alasannya jika ditanya tentang pakaiannya yang selalu sama, berleher tinggi atau ia akan menjawab "Tanganku belum sembuh aku akan kembali bekerja setelah benar-benar sembuh." jika Jinhyuk bertanya mengapa dirinya tidak masuk bekerja.
Padahal jelas Jaemin tengah menutupi bekas gigitan Jeno di lehernya, dan tentu saja menghindar dari Lee Jeno atasannya, terlihat bekas tersebut sudah mulai mengering dan hanya meninggalkan 2 titik dileher kirinya namun masih terasa sedikit ngilu jika disentuh. Dan tentu saja dia belum ada muka atau lebih tepatnya tidak berani bertemu dengan Jeno setelah kejadian hari itu.
Andai saja hari itu saat Jeno menciumnya ia sadar dan memukul pria tampan itu tentu dirinya akan lebih memiliki muka untuk bertemu dengan Jeno, tapi kenyataannya? Jaemin justru membalas ciuman tersebut dan malah membiarkan Jeno menghisap darah miliknya dari leher.
Ada denyut sakit di dadanya saat mengingat kejadian hari itu, ia merasa berkhianat pada sang ayah karena kinoi dirinya tahu bahwa Jeno memang pembunuh ayahnya 20 tahun lalu. Dan iapun merasa bahwa bukan dirinya yang kemarin dilihat oleh Jeno saat pria itu menciumnya, mungkin saja yang dilihatnya Park Jaemin bukan dirinya. Memikirkannya saja membuat Jaemin merasa kesal, walau ia tak tahu dirinya kesal karena apa.
"Jaemin-ah?"
"Ya?" Jaemin menoleh saat melihat kepala Hyukjae muncul dari pintu kamarnya yang terbuka sedikit, mengapa hyungnya ini suka sekali muncul dengan cara yang seperti itu.
"Apa hari ini kau masih libur? Bantu diriku di cafe bagaimana? Hari ini akan ada banyak pesanan."
Jaemin terkekeh lalu mengambil coatnya, kepalanya mengangguk sebagai jawaban ia akan menghabiskan waktu hari ini di cafe milik hyungnya, lagi. "Biar kubawakan mobil untukmu Hyung." Tawarnya saat sudah keluar dari kamar dan bersiap-siap untuk pergi bersama dengan Hyukjae.
Keduanya melangkah menuju truck milik Hyukjae yang dibelinya 3 tahun lalu dari hasil menabungnya saat masih menjadi pekerja "Kau tidak apa-apa Jaemin-ah?"
"Aku? Aku baik-baik saja Hyung.." Jaemin menghidupkan mesin mobil lalu segera pergi dari panti menuju cafe milik Hyukjae.
"Jika kau baik-baik saja mengapa tidak pergi bekerja? Kau bahkan sudah bisa mengenggam stir mobil dengan luka di telapak tanganmu itu."
Jaemin terdiam, ia tidak tahu akan menjawab apa. Hyukjae ternyata tahu dirinya berbohong dengan berkata tangannya belum sembuh dan bodohnya memang Jaemin sendiri yang menawarkan untuk membawakan mobil pada Hyukjae.
"Jika kau tak ingin cerita tak apa, mungkin kau memang ada masalah dengan Jeno-ssi. Pakailah waktumu untuk berlibur sejenak darinya."
Jaemin menoleh sebentar kemudian tersenyum hangat lalu kembali fokus pada jalan didepannya "Terima kasih Hyung."
Memang hanya Hyukjae yang mengerti dirinya, tak heran mengapa Hyukjae menjadi hyung terfavoritnya setelah Siwon tentu saja.
⇨ Twisted ⇦
Sebuah mobil sedan berwarna hitam berhenti di depan panti, dan seorang pria dengan rambut terang berwarna golden brown itupun turun dari dalam mobil lalu melangkah memasuki panti untuk menanyakan keberadaan Jaemin.
"Jaemin Oppa sudah berangkat dengan Hyukjae Oppa.." Jawab seorang anak kira-kira berumur 10 tahun.
"Apa kau tahu kemana mereka pergi? Oppa harus bertemu dengannya ada hal penting yang harus Oppa sampaikan."
"Apa Oppa akan menjahati Jaemin Oppa?"
Pria berambut terang itu tertawa pelan sambil membuka kacamata hitamnya lalu berjongkok agar sejajar dengan anak itu, ia tersenyum manis. Senyum yang mampu membuat siapapun menyukainya, Kim Jungwoo.
"Tentu saja tidak, aku mencarinya untuk memberikan obat padanya. Tangan Oppamu terluka bukan?"
Anak perempuan kecil itu mengangguk-angguk, iapun berlari kedalam sebentar lalu kembali keluar dengan sebuah kertas yang bertuliskan letak dan nama cafe milik Hyukjae. Lebih tepatnya itu kartu nama cafe milik Lee Hyukjae yang diberikan oleh gadis kecil tersebut pada Jungwoo.
"Terima kasih gadis kecil, Oppa akan membawakan obat untuk Jaemin Oppamu."
Jungwoo segera beranjak dan kembali mengunakan kacamata hitamnya dengan sebuah kartu nama di dalam tangannya, ia kembali masuk kedalam mobil dan menoleh pada pria disampingnya.
Lee Donghae.
"Dia tidak ingin bertemu?"
"Dia tidak ada, dia pergi membantu Hyungnya yang lainnya sepertinya." Jungwoo memberikan selembar kartu nama tersebut pada Donghae yang berisikan alamat dan nama cafe tersebut.
"Dia berada disana, kau ingin kita kesana sekarang?"
"Tentu saja, aku tidak sanggup lagi melihat betapa frustasi Jeno dirumah." Donghae bersandar pada jok mobilnya sambil menunduk dan menatap kartu nama yang berada dalam genggamannya.
Kedua netranya membaca nama cafe itu dan bibirnya merapalkan nama itu tanpa suara 'Jewel's Cafe' entah mengapa jewel terdengar familiar didalam kepalanya, seperti... nama seseorang.
'Namamu memiliki arti yang bagus Lee Eunhyuk-ssi. Mungkin kau akan menjadi perhiasan berhargaku.'
Donghae memejamkan kedua matanya lalu terkekeh seorang diri, dirinya bodoh atau bagaimana? Hanya sebuah nama yang memiliki arti sama belum tentu cafe itu milik Eunhyuk yang belum ditemuinya selama ini.
"Kau baik-baik saja Donghae-ssi?"
"Ya.. cepatlah sampai disana, aku sudah gatal ingin meminta Jaemin kembali bekerja atau Jeno akan membuat kupingku panas setiap hari."
Mobil yang dibawa Jungwoo melesat dengan cepat membelah jalanan kota Seoul, dalam waktu singkat mereka sudah tiba di daerah yang tertera dalam alamat tersebut hanya tinggal mencari dimana letak cafe bernama Jewel's itu.
"Disana." Donghae menunjuk sebuah bangunan dengan design lampu neon berbentuk permata dibagian atasnya dan memang benar tertulis Jewel's Cafe dibawah simbol tersebut.
Jongwoo melihat didepan cafe terdapat sebuah truck merah dan beberapa truck hitam yang sepertinya tengah mengambil pesanan "Aku tidak bisa parkir disini, kau bisa turun dan menemuinya terlebih dahulu sedangkan diriku mencari parkir."
"Baiklah, jangan terlalu jauh Jungwoo-ya."
Donghae segera turun dari mobil sedannya, ia melangkah perlahan sambil membenarkan hoodie biru yang digunakannya. Dengan sedikit bingung ia mengintip dari jendela luar ia melihat ada 3 orang didalam tengah memasukkan kotak-kotak cake dan minuman kedalam kardus yang lebih besar.
Sambil berdehem sebentar Donghae melangkah masuk kedalam cafe, entah mengapa dia sangat gugup padahal ia hanya ingin menemui Jaemin yang terlihat berada didalam sana membelakangi Donghae dan tengah sibuk bekerja.
"Apa kau pekerja part time yang datang melamar?"
Suara dari belakangnya membuat Donghae berhenti melangkah, ia mengamati penampilannya sendiri yang memang tidak terlihat rapi seperti hari biasanya. Karena ia ingin mengajak Jungwoo berkeliling jika urusannya dengan Jaemin dan Jeno usai.
Kemeja biru, hoodie, celana jeans hitam dan sepatu skets putih. Tak heran sekali lihatpun orang akan menyangka Donghae adalah mahasiswa yang tengah berniat mencari pekerjaan.
Donghae berbalik badan ia menggerakkan tangannya "Bukan.. sepertinya kau salah pa..."
'BRUK'
Donghae tidak bisa menahan tubuhnya sendiri untuk tidak melangkah kebelakang dan menabrak meja hingga jatuh terduduk dilantai saat melihat siapa yang saat ini berbicara dihadapannya.
"Kau tidak apa-apa?"
Suara dari dekat pintu mengusik Jaemin yang tengah mengecek apakah seluruh pesanan sudah tersedia atau belum, ia menoleh dan melihat Hyungnya dan Donghae, Hyung dari atasannya berada disana.
Bahkan Donghae terduduk dilantai, ia terlihat sangat lemas seperti baru saja melihat hantu. "Hyung?" Jaemin menghampiri Hyukjae yang terlihat bingung dengan keadaan Donghae bahkan ia pun sudah berjongkok dihadapan tamunya itu "Donghae-ssi?"
Hyukjae menatap Donghae dan Jaemin bergantian "O, kau mengenalnya Jaemin-ah? Kupikir dia pegawai yang akan melamar part time." Hyukjaepun berdiri dan mengulurkan tangannya pada Donghae yang tidak ia mengerti kenapa bisa jatuh terkejut karena melihatnya.
"Bangunlah Donghae-ssi aku akan membantumu."
Ragu Donghae meraih jemari Hyukjae yang menolongnya, ia pun bangkit kembali berdiri walau dirinya masih terlihat lemas sampai Hyukjae dan Jaemin membantunya untuk duduk disalah satu bangku cafe.
"Ada apa denganmu? Apa yang membawamu kemari?" tanya Jaemin penasaran, lagipula ia ingin menghentikan Donghae dan Hyukjae yang saling melemparkan tatapan satu sama lain.
Yang satu melemparkan tatapan tidak percaya, bingung bahkan sedih, sedangkan yang satunya melemparkan tatapan ramah dan kagum. Apa baru saja Jaemin menjabarkan bagaimana cara Hyukjae menatap Donghae?? Kagum?
Mereka bahkan baru pertama kali bertemu hari ini "Hyung, berhenti menatapnya seperti itu kau mungkin membuatnya takut." omel Jaemin, karena melihat reaksi Donghae ia merasa kalau kakak dari atasannya itu terkejut karena Hyukjae, Hyungnya.
"Tak apa, aku tak apa.."
Donghae membantah bahwa dirinya takut setelah melihat Hyukjae yang sangat serupa dengan Eunhyuknya, bahkan mereka memiliki tatapan indah yang sama dan gummy smile khas yang sama. Hanya saja pria dihadapannya terlihat lebih bahagia daripada Eunhyuknya yang kehidupannya sangat berat dimasa lampau, dan Donghae bersyukur atas itu.
Jaemin menatap Donghae dan Hyukjae bergantian, kenapa reaksi Donghae saat melihat Hyungnya itu terasa familiar baginya seperti tidak asing.
"Donghae-ssi, aku sudah memarkirkan mobilnya di... Omo.."
Jungwoo yang baru saja masuk kedalam cafe terkejut setengah mati saat melihat Eunhyuk berdiri didepannya bersama dengan Jaemin, bahkan kakinya sampai mundur beberapa langkah kebelakang karena terkejut, beruntung salah seorang pegawai Hyukjae menahan tubuh Jungwoo yang memberikan reaksi yang sama seperti Donghae.
"Kalian baik-baik saja? Apa diriku terlalu tampan sampai kalian terkejut melihat wajahku?" ini sebenarnya bukan pujian untuk dirinya sendiri namun sindiran, kenapa harus sampai lemas saat melihat wajahnya apa dirinya semengerikan itu?
Hyukjae hendak melangkah kembali kedalam sedikit kesal dengan reaksi kedua tamunya lagipula ada banyak pesanan yang harus dikerjakannya namun genggaman erat Donghae di tangannya membuat Hyukjae kembali berhenti melangkah dan menoleh pada pria berwajah lembut itu.
"Kau memang tampan.. kuakui itu."
Dan mau tak mau ucapan itu membuat amarah didadanya perlahan menghilang, bahkan kedua sudut bibirnya tertarik menjadi sebuah senyuman yang indah bagi Donghae.
"Lee Donghae.. Siapa namamu?"
Setelah Mark kini Jaemin harus melihat Hyukjae susah payah menyembunyikan senyum bodoh diwajahnya, arghh dia bisa gila. Ada apa dengan semua orang disekitarnya??
"Lee Hyukjae, kau bisa memanggilku..."
"Hyukie? Boleh kupanggil Hyukie?"
"...... Tentu, tentu.. ah, aku harus menyiapkan beberapa pesanan. Kau ingin bertemu dengan Jaemin bukan? Silahkan kalian berbincang." Hyukjae segera melepaskan genggaman Donghae di lengannya kemudian beranjak pergi menghindari tatapan dalam Donghae padanya yang terasa sangat menghipnotisnya.
Walau usai ia melangkah menjauh Hyukjae mengepalkan kedua tangannya didepan dada dan hampir melompat girang tanpa diketahui siapapun, bahkan berteriak 'YES' dengan mode off.
Melihat Hyukjaenya pergi Donghae menghela nafas ia masih ingin berbicara banyak hal pada pria itu, dirinyapun menoleh pada Jaemin secara tiba-tiba membuat pria itu terkejut dilirik secara tiba-tiba oleh Donghae.
"Kembalilah bekerja, kau tahu Lee Jeno hampir menggila hanya karena tidak melihatmu?? Dan aku hampir gila karena Jeno menggila."
Jaemin hampir membuka mulutnya untuk memberikan alasan penolakan lainnya, namun Donghae kembali membuka mulutnya dan tidak memberikan kesempatan pada Jaemin untuk membantah.
"Dia sudah menceritakan segalanya, apa yang terjadi diantara kalian. Jadi selesaikanlah, atau mulailah sesuatu. Jangan saling mendiamkan seperti sekarang.." ocehnya lagi tanpa jeda.
"Permisi.."
Usai berbicara panjang lebar Donghae justru segera bangkit berdiri untuk menghampiri Hyukjae dan kembali mengajaknya berbicara bahkan membantu pria itu dan menghiraukan Jaemin yang ingin menolak permintaan Donghae untuk kembali bekerja.
Namun, apa yang diucapkannya benar.. sampai kapan dirinya akan mendiamkan Jeno? Padahal banyak pertanyaan yang mengganjal di kepalanya semenjak kejadian hari itu.
Kedua netranya bertabrakan dengan netra Jungwoo yang masih terlihat terkejut, bahkan pegawai di cafe Hyukjae yang membantu pria itu tadi sampai mengambilkan bangku serta memberikan segelas air hangat pada Jungwoo.
Ini aneh, benar-benar aneh. Keduanya terlihat seperti..... ah! Jisung dan Jeno saat pertama kali melihat dirinya. Jaemin segera berbalik menatap Hyukjae yang masih meladeni pertanyaan-pertanyaan Donghae sambil menyiapkan pesanan, apa Hyungnya juga terlihat seperti masa lalu Donghae?
Ada apa ini sebenarnya?? Kenapa dirinya harus berurusan dengan Lee Jeno sejak awal?!
⇨ Twisted ⇦
Hari sudah menjelang malam, Jaemin masih membaca diruang tengah panti yang ditempatinya. Dirinya tengah menunggu Jinhyuk pulang ada yang ingin ia minta pada Hyungnya satu itu.
'Drrtttt'
Ponselnya kembali bergetar, Jaemin sudah tahu siapa makhluk kurang kerjaan yang menghubunginya ditengah malam seperti ini. Netranya menatap layar ponselnya dan mendapati nama 'Lee Jeno Tampan' tertera disana, Jaemin bahkan belum atau tidak mengganti nama yang tersimpan disana.
Jemarinyapun meraih ponsel tersebut dan memutuskn untuk menerima panggilan yang ke-188 tersebut, ia langsung bisa mendengar suara Jeno yang memanggil namanya berkali-kali karena dirinya tidak mengucapkan salam atau bersuara sama sekali.
'Jaemin-ssi, aku tahu kau marah padaku. Tapi kumohon berikan aku kesempatan untuk menjelaskannya. Donghae Hyung bilang dia sudah berbicara denganmu. Apa kau akan kembali?'
'Jaemin-ssi?'
'Bicaralah Jaemin-ssi, aku hampir gila karena merasa bersalah sudah mengigitmu.'
Kalimat terakhir Jeno berhasil membuat Jaemin merespon, ia bahkan menyentuh luka lehernya yang sudah mengering "Luka tersebut sudah baik-baik saja Jeno-ssi, besok aku akan kembali mulai bekerja."
Mungkin Jaemin tidak tahu kalau Jeno hampir melompat dari kasurnya saat mendengar suara Jaemin yang menyahutinya barusan.
'Apa perlu kukirimkan mobil kesana untuk menjemputmu?'
"Tidak, sama sekali tidak perlu bertingkah berlebihan seperti itu, sudah malam aku akan tidur." Jaemin hampir memutuskan panggilannya namun terdengar suara Jeno mengucapkan selamat malam sebelum Jaemin benar-benar memutuskan panggilan tersebut secara sepihak.
'Jaljayo Na Jaemin'
Untuk sepersekian detik Jaemin menatap layar ponselnya yang sudah gelap, ia merasa sedikit menyesal tidak membalas ucapan itu bahkan mematikan panggilan tersebut tiba-tiba, mungkin akan membuat Jeno kecewa.
Tapi sepersekian detik setelahnya ia kembali mewaraskan pikirannya yang merasa iba pada Jeno. Pria itu pembunuh, dia yang membuat hidup Jaemin begitu berat sejak kecil, hanya mematikan panggilannya dan bersikap kasar pada Jeno tidak akan membuatnya mati perlahan, begitulah yang dipikirkan oleh Jaemin.
"O... Jaemin-ah, kau masih bangun?"
Suara Jinhyuk menyadarkan Jaemin dari fase melamun, ia melihat hyungnya tersebut baru saja membuka sepatunya dan masuk kedalam sambil mengeratkan jaket tebal yang digunakannya.
"Hyung.. aku ingin meminta bantuanmu.."
Jinhyuk yang hampir melangkah menuju dapur membatalkan niatnya, ini pertama kali dalam hidupnya ia mendengar Jaemin meminta tolong padanya. Biasanya Jaemin akan meminta pertolongan pada Siwon ataupun Hyukjae.
"Kau baik-baik saja?"
"Ya, aku baik-baik saja. Hanya ingin meminta sedikit bantuanmu 'personal help' bisakah?"
Jinhyuk mengangguk dan segera duduk di sofa bersebelahan dengan Jaemin yang masih mengenggam ponselnya, ia melihat Jaemin memberikannya selembar kertas putih yang dilipat. "Bisa kau bantu aku menyelidiki nama yang tertera disana?"
Mau tak mau Jinhyuk menerimanya dan membukanya, keningnya berkerut saat melihat nama siapa yang tertulis disana. "Apa kau yakin ingin aku menyelidiki mereka?"
"Ya.. Selidiki asal usul mereka, selidiki juga Mansion Lee nama itu sangat familiar bagiku. Bisakah kau membantuku?"
"Tentu, tapi ini tidak ada hubungan dengan tindak kriminal bukan?"
"Tentu tidak Hyung, aku hanya ingin tahu dengan siapa diriku bekerja." Jaemin bangkit berdiri dan mengantongi ponselnya "Aku akan tidur, besok diriku sudah akan mulai bekerja."
"Baiklah, selamat tidur Na Jaemin-ah.."
Langkah Jaemin terhenti karena sapaan malam dari Jinhyuk "Satu lagi Hyung.. "
"Ya?"
"Selidiki seseorang bernama Park Jaemin dia mungkin salah satu pekerja di Mansion Lee, dia sepertinya memiliki wajah yang terlihat sepertiku. Apa kau bisa?"
Jinhyuk menatap ragu Jaemin, ia tahu ada yang disembunyikan oleh Jaemin tapi dirinya sendiri tidak tahu apa, dan bertanya saat ini terasa kurang tepat.
"Bisakah Hyung?"
"Ya.. aku bisa.." Jinhyuk mengangguk dan tersenyum hingga kedua mata sipitnya hilang, ia berusaha tidak menaruh curiga atas permintaan Jaemin.
Namun begitu Jaemin menghilang dari hadapannya, air wajahnya kembali terlihat berpikir kedua matanya menatap nama yang terlampir di dalam kertas tersebut bahkan termasuk foto mereka.
Lee Donghae, Lee Jeno, Huang Renjun, Lee Donghyuk dan yang terakhir Park Jaemin serta Mansion Lee..
"Apa yang sebenarnya kau rahasiakan Jaemin-ah..."
⇨ Twisted ⇦
Jemari panjang Jisung tengah sibuk menekan-nekan papan keyboard dihadapannya, sedangkan kedua matanya sibuk menatap layar komputer yang tengah menampilkan battle game antara dirinya dan seseorang disebelahnya.
Ia tengah menghabiskan waktu siangnya ditempat bermain game online berbayar setelah terlepas dari tugasnya menemani Jeno untuk bekerja beberapa waktu ini, ia sudah menghabiskan waktu ditempat ini hampir 2 jam namun rasanya hanya baru 20 menit.
"Kau sudah maju?"
"Tentu, dimana kau??" omel Jisung, ia tidak melihat keberadaan temannya tersebut.
"Aku? Disebelahmu."
Jisung menoleh lalu terkekeh, ia tertawa pelan sambil menatap pria berwajah oriental dengan mata sipit dan rambut berwarna pink tersebut "Apa menatapku bisa membuatmu berjalan lebih cepat?"
"Ck.."
Merasa dirinya justru ketahuan memperhatikan temannya tersebut, Jisung kembali menoleh pada layar komputer dihadapannya dan fokusnya berangsur-angsur kembali pada game.
Hingga hari sudah menjelang sore keduanya keluar dari tempat tersebut sambil merenggangkan tubuh mereka masing-masing, sudah lama Jisung tidak bermain game dengan komputer karena tidak ada teman yang bisa ia ajak untuk bermain kecuali jika si rambut terang ini bisa menemaninya baru Jisung bermain dengan komputer sekaligus bertemu dengan temannya tersebut.
"Tubuhku benar-benar pegal."
"Kau ingin makan malam bersama?"
"Tidak, kecuali kau mentraktirku makan.."
Jisung menghela nafasnya, memang kapan dirinya tidak pernah mentraktir pria pendek ini makan setelah mereka seharian bermain game? "Yak, Zhong Chenle sejak kapan aku tidak pernah mentraktirmu?" Dengan lengan panjangnya Jisung merangkul bahu lebar pria bernama Chenle tersebut lalu menariknya untuk pergi makan malam bersamanya.
Keduanya mampir kesebuah mini mart seperti muda mudi yang seharian sudah menghabiskan uangnya mereka pun memutuskan untuk makan ramen dan meminum sebotol cola. Jisung bukan tidak ingin mentraktir makanan lain yang lebih mahal ataupun lebih layak.
Namun ia hanya tak ingin kejadian sama seperti dahulu terulang, ketika pria dengan wajah berumur 18 tahun seperti dirinya memiliki uang yang cukup banyak untuk mentraktir makanan mahal justru menimbulkan kecurigaan dari teman-temannya yang pada berakhir memutuskan untuk menjauhinya karena mengira Jisung adalah seorang pengedar narkoba, oh bodohnya.
Semenjak kembali ke Korea Chenle adalah teman virtual pertama yang diajak bertemu oleh Jisung, kira-kira semua berawal sejak 3 tahun lalu saat Jisung mengaku dirinya masih berumur 15 tahun pada Chenle yang berumur 16 tahun.
"Terima kasih Jisung-ah.."
"Hhmm..." Jawabnya singkat, karena Jisung sibuk menyeruput ramen dengan lahap.
"Bagaimana kuliahmu?"
"Membosankan, seharusnya aku langsung bekerja saja daripada belajar lagi sepertimu.."
Jisung tersedak ia terkekeh sebentar sambil meminum colanya, ia mengaku pada Chenle bahwa dirinya bekerja sebagai asisten pribadi kakaknya padahal dirinya bukanlah seorang pekerja. Setiap pagi Jisung akan sibuk selama 4 jam menatap pergerakan pasar saham dari ipad miliknya.
Ya... Park Jisung sangat pintar dan ahli dalam mengelola uang miliknya, belum lagi ia memiliki beberapa kedai sushi sendiri. Hampir semua penghuni mansion Lee memiliki bisnis pribadi apapun status mereka dalam mansion tersebut.
"Aku sangat ingin bekerja part time apa Hyungmu memiliki kenalan?"
"Ada... Kau mau bekerja di kedai sushi?" Tawar Jisung dengan senyum lebar di bibirnya bahkan ia menjawab tanpa ada jeda 2 detik setelah Chenle usai mengajukan pertanyaan.
"Waw... Baiklah, tidak masalah. Kau bisa menghubungi jika mereka ingin menginterview diriku."
"Bagaimana jika besok lusa?"
Chenle menatap Jisung bahkan sambil menyipitkan matanya "Apa kau yakin?"
"Tentu, akan kukirimkan alamatnya padamu nanti." Jisung merogoh ponselnya dan membaca pesan yang muncul di notifikasinya "Aku harus pulang, tak apa jika ku tinggal?"
"Tak apa, terimakasih untuk traktiranmu dan pekerjaannya.."
"Jangan sungkan padaku.." Jisung berdiri kemudian mengacak surai pink itu sebentar sebelum dirinya sendiri tersadar bahwa disini ia yang lebih muda setahun daripada Chenle. "Maaf, kau menggemaskan.. Baiklah aku akan pulang. Jangan pulang terlalu malam Chenle Hyung.." Jisung segera beranjak pergi meninggalkan Chenle yang masih tersenyum-senyum sendiri sambil mengigit bibir bawahnya menahan kekehan yang hampir keluar dari bibirnya sendiri karena tak tahan dengan tingkah lugu Jisung.
Namun senyum dibibirnya perlahan menghilang ketika ia merasakan ada yang duduk dikursi yang sebelumnya diduduki oleh Jisung, wajah bahagianya berganti seketika bahkan rahangnya mengeras saat sadar siapa pria yang duduk disebelahnya, walaupun wajah dan kepalanya tertutup hoodie sekalipun.
"Dia sepertinya masuk dalam pesonamu?"
Chenle hanya diam, selama ini ia tidak menyangka bahwa Jisung akan sangat mengasikkan dijadikan seorang teman. Namun sayangnya memang sejak awal dirinya sengaja mendekatkan dirinya dengan Jisung.
"Pastikan bahwa dia salah satu dari penghisap darah yang harus kita basmi Chenle, kau ahli dalam hal itu bukan?"
Surainya tersentuh dan diacak dengan cara yang sama seperti Jisung lakukan tadi namun benar-benar terasa sangat berbeda. Sentuhan ini benar-benar membuatnya takut, ia menoleh pada pria yang tengah menyentuh surainya tersebut, Hyungnya..
"Jika kau yakin dia penghisap darah aku akan segera melenyapkannya."
Ucapan pria itu terdengar berat dan penuh dengan penekanan ia tidak ingin adiknya ini membantah apapun ucapannya, karena baru kali ini Chenle sangat lama dalam mengevaluasi seseorang. "Berikan aku hasilnya sebulan lagi, atau aku akan tetap melenyapkannya walaupun dia bukan penghisap darah sekalipun."
Pria tersebut pergi meninggalkan Chenle, bahkan pria bersurai pink itu baru sadar sejak tadi mungkin saja dirinya tak bernafas karena merasa terintimidasi oleh kakaknya sendiri. Ia menghela nafas dan menghirupnya dengan cepat, tangannya mengepal ia tidak tahu harus melakukan apa karena sejujurnya sudah sejak lama Chenle tahu bahwa Jisung bukanlah seorang manusia.
Namun dari segala hal yang Jisung ketahui tentang Chenle hanya satu hal yang tidak diketahui olehnya, bahwa Chenle adalah seorang pemburu yang mungkin akan melenyapkan Jisung suatu saat nanti.
⇨ Twisted ⇦
Begitu Jisung sampai dikediamannya, ia melangkah masuk kedalam sambil bersiul ria dan menemukan Jeno tengah duduk canggung di kursi dengan Jaemin yang berdiri dalam keadaan canggung juga disebelahnya. Keduanya benar-benar terlihat kurang nyaman dan bagaimana menjelaskannya, mereka seperti belum memulai pembicaraan apapun dan Jisung benar-benar gatal melihatnya.
Tak ada perbedaan berarti setelah Jaemin datang bekerja ataupun tidak. "Mark Hyung.." Panggil Jisung saat ia sudah melangkah hingga menuju dapur, ia melihat Mark sedang memakan sandwich yang baru saja dibuat oleh Donghyuk.
Pria berkulit tan itu baru saja mencoba beberapa resep isian sandwich dari buku yang dibelikan Renjun padanya siang tadi.
"Hmm?"
Susah payah Mark menyahut karena seluruh mulutnya penuh dengan roti.
"Kenapa kau tidak mengajak Donghyuk Hyung berjalan-jalan keluar dia tidak pernah keluar dari rumah. Apa kau tidak bosan hanya menjaganya didalam rumah?"
Mark menoleh pada Donghyuk yang kini memperhatikannya dan Jisung yang tengah berbincang "Mengapa tiba-tiba kau meminta Mark untuk mengajakku pergi keluar? Kau butuh bantuanku? Atau bantuan kami?"
Jisung menunjuk kearah luar, tanpa perlu dijawabpun keduanya mengerti apa yang dimaksud oleh Jisung. Siapalagi kalau bukan Jaemin dan Jeno yang terlihat canggung satu sama lain seperti seseorang yang baru kenal, padahal saat pertama mereka bertemupun keduanya tidak secanggung ini.
"Kalian pergilah keluar dan ajak mereka lalu tinggalkan saja mereka dimanapun setidaknya aku tidak melihat wajah canggung keduanya disini." Omel Jisung seperti anak kecil yang tengah merengek pada Hyungnya.
Baik Mark ataupun Donghyuk justru terkekeh mereka benar-benar tak bisa menolak permintaan Jisung apalagi sangat jarang Jisung bersikap seperti sekarang. Akhir-akhir ini Jisung memang terlihat lebih ceria, namun jelas bukan karena keberadaan reinkarnasi kakaknya.
"Kau ingin keluar Donghyuk-ssi? Aku bisa mengajakmu berkeliling disungai Han jika kau mau? Pemandangan malam disana sangat indah."
"Perlukah aku membuatkan roti isi lebih?"
Jisung mengusap wajahnya, rasanya ia ingin menghantamkan wajahnya pada bantal yang berada di kamarnya. Kenapa Mark dan Donghyuk terlihat seperti sepasang kekasih yang sangat akur berbeda dengan didepan sana.
"Kalian hanya perlu pergi, berjalan-jalan dan gunakan uangmu untuk membeli makanan Hyung jangan bawa bekal. Ini sudah terlalu gelap untuk pergi piknik.." Jisung segera beranjak pergi ia bahkan lupa dengan dahaga di lehernya karena melihat Mark serta Donghyuk tapi keduanya justru terkekeh bersama, Jisung yang frustasi seperti hiburan bagi keduanya.
Dan disinilah mereka ber-4 kini berada, berjalan perlahan di jalan setapak yang berada ditepi sungai han. Mark yang memimpin jalan diikuti oleh Donghyuk dan Jeno yang berjalan beriringan serta Jaemin yang mengikuti dipaling belakang.
Baik Jeno ataupun Donghyuk memang tidak pernah sempat menikmati keindahan Seoul selama ini, karena yang satunya memutuskan untuk tetap berada dirumah sedangkan yang satunya tengah dalam pelarian selama 20 tahun. Padahal mereka baru kembali ke Korea setelah ratusan tahun menetap diluar negeri.
"Bagaimana jika kau temani aku membeli minum?" Pinta Donghyuk, namun bukan Mark yang menyahut namun Jaemin. Pria manis itu sepertinya tak ingin ditinggalkan berdua dengan Jeno disungai Han, mereka bahkan sama sekali belum membahas kejadian hari itu padahal keduanya sudah bertemu kembali selama 2 minggu terakhir.
Entah apa yang membuat keduanya sangat betah saling mendiamkan, namun ada satu hal yang berubah diantara keduanya. Mereka tak lagi saling menjauhi, dimana ada Jeno disana benar-benar ada Jaemin yang berdiri bersamanya, bahkan keduanya tidak segan-segan saling mencari satu sama lain jika mereka berdua tidak saling bertatap wajah lebih dari 30 menit.
Namun jika mereka bersama kecanggungan tersebut kembali terasa, Jaeminpun tidak mengerti kenapa dirinya dan Jeno justru seperti ini, seharusnya bukan ini tujuannya bekerja bersama dengan Jeno sedari awal.
"Baiklah, aku akan berada disini menemani Jeno-ssi.." Sahut Mark, ia membiarkan Jaemin yang pergi dengan Donghyuk. Mungkin saja mereka bisa berbincang tentang masalah diantara Jaemin dan Jeno tidak baik meninggalkan 2 orang canggung bersama.
Sepanjang perjalanan menuju mini market yang berada disekitar sungai Han, Jaemin hanya berjalan dibelakang Donghyuk dalam diam hingga akhirnya pria chubby itupun jenggah. Ia menoleh lalu menunggu Jaemin sejajar dengan langkahnya.
"Apa ada yang ingin kau bicarakan atau tanyakan tentang Jeno padaku?" Tanya Donghyuk secara terang-terangan.
Jaemin terkejut dengan pertanyaan yang tiba-tiba dilontarkan Donghyuk, namun ia berdehem pelan seolah-olah memang pertanyaan tentang Jeno sudah sangat membuat tenggorokannya gatal meminta untuk dikeluarkan, tapi bukankah seharusnya dia berbicara langsung dengan Jeno bukan Donghyuk?
"Aku sudah tahu apa yang terjadi diantara kalian, kau penasaran bukan siapa Jeno sebenarnya? Atau mungkin lebih tepatnya, apa Jeno sebenarnya..." Donghyuk kembali berhenti melangkah ia mengubah posisinya kini berhadapan dengan Jaemin.
"...... makhluk apa dia sebenarnya?"
Dan kini langkah Jaemin yang terhenti karena terkejut mendengar ucapan pria dihadapannya, Donghyuk menghela nafasnya pelan, ia yakin akan mengatakan segalanya pada Jaemin karena jika menunggu mereka berdua memulai percakapan tidak akan ada yang memulai pembicaraan apapun.
"Penghisap darah..."
"Mungkin bahasa keren saat ini adalah Vampire, Jeno... ah bukan, kami, kami semua penghisap darah.."
Ucapan Donghyuk masih terngiang-ngiang dikepalanya padahal yang bersangkutan sudah pergi dari hadapannya setengah jam yang lalu, mungkin akhirnya dia pulang atau meneruskan perjalannya dengan Mark setelah berbincang panjang lebar dengannya.
Sedangkan Jaemin masih terduduk dibangku yang berada didepan mini market. Dari air wajahnya terbaca ia tengah berpikir saat ini, banyak hal yang tengah dipikirkannya baik sebelum atau setelah Donghyuk menceritakan segala hal padanya.
Bahkan kejadian 20 tahun lalu...
Jaemin mengusap kasar wajahnya sendiri, ia terlihat frustasi dengan segala hal yang tengah dicernanya saat ini. "Kepalaku benar-benar sakit.." Gumamnya pelan, ia bahkan semakin bingung bagaimana harus berhadapan dengan Jeno setelah mengetahui segalanya.
"Jaemin-ssi?"
Helaan nafas pelan keluar dari bibirnya begitu mendengar suara Jeno yang memanggilnya dari belakang, ia tahu cepat atau lambat pria itu akan menyusulnya kemari mengecek keadaannya setelah mendengar pengakuan Donghyuk.
"Kurasa kita masih perlu berbicara banyak.." Jaemin menutup kedua matanya, kali ini baik dirinya ataupun Jeno sepertinya memang harus memulai sebuah pembicaraan, perlahan kedua matanya kembali terbuka ia menoleh ada menatap Jeno yang berdiri tidak jauh darinya.
"Mari bicara Jeno-ssi.."
Sedangkan dilain tempat Mark sesekali melihat kebelakang dan menatap Donghyuk yang berjalan di samping kirinya sambil memasukkan kedua tangannya kedalam saku hoodie putih yang digunakannya.
"Apa mereka tidak apa-apa jika hanya ditinggalkan berdua saja?"
"Percayalah padaku, mereka tidak akan apa-apa.."
"Baiklah.." Markpun akhirnya berhenti dari kegiatannya menoleh kebelakang untuk mengecek keberadaan Jeno dan Jaemin, ia pun turut memasukkan kedua tangannya kedalam saku celananya membuatnya terlihat 3x lipat lebih tampan daripada pria disisi kirinya.
"Apa kau ingin pergi ketempat lain selain disini? Aku takut kau akan bosan hanya berjalan-jalan saja ditempat ini.."
"Kupikir kau yang bosan membawaku berjalan-jalan, bukankah diriku seperti anak-anak yang harus di ajak berjalan-jalan karena sama sekali tidak mengenal Seoul."
Mark terkekeh pelan "Justru aku sangat senang karena kau tidak mengenal Seoul, semenjak diriku bekerja aku tidak memiliki waktu untuk berkeliling ataupun berjalan-jalan jadi tentu saja menemanimu berjalan-jalan tidak akan membuatku bosan."
Ucapan Mark mengundang senyum manis dibibir Donghyuk, "Aku benar-benar lupa membeli minum karena berbicara panjang lebar dengan Jaemin. Apa sebaiknya kita mencari minuman saja?"
"Jika itu yang kau inginkan.." Mark kembali memimpin jalan menuju mini market lain, karena ia tahu pasti Jaemin dan Jeno masih berada disana.
"Aku ingin menanyakan ini sejak lama namun sepertinya saat ini memang waktu yang tepat menanyakannya, mengapa kau sangat suka bunga matahari? Apa ada alasan tertentu..."
Donghyuk menganggukkan kepalanya "Ada yang pernah mengatakan padaku bahwa senyumku secerah bunga matahari, sejak itu aku mulai menyukai bunga tersebut."
Langkah panjang Mark terhenti, ucapan Donghyuk berhasil menarik atensinya. Apa pria chubby ini tengah menyukai seseorang? Mengapa cara bicaranya terdengar sangat berbeda dari biasanya?
"Orang itu kekasihmu?"
"Apa? Hahaha tidak, tidak..." pertanyaan Mark benar-benar membuat Donghyuk tertawa lebar, bagaimana mungkin Mark langsung menuduhnya memiliki kekasih padahal dirinya saja tidak pernah keluar rumah selama 20 tahun apa Donghyuk berpacaran dengan seseorang dari imajinasinya??
"Bukan, dia bukan kekasihku. Tidak mudah mencari seseorang yang menyukaiku, mereka belum tahu siapa diriku dan mereka akan pergi jika tahu siapa diriku.."
Betapa malunya Mark sampai menggaruk tengkuknya yang tidak gatal karena pertanyaannya yang menjorok pada pernyataan "Maafkan aku..." pintanya dengan malu-malu.
"Tak apa..."
Namun karena pertanyaan itu memori milik Donghyuk justru kembali terlempar pada masa lampau, dimana Seoul belum seindah ini, saat teknologi belum seperti saat ini, bahkan saat Jeno belum bertemu dengan Jaeminnya.
Ada seorang anak kecil berjenis kelamin pria bermata tajam dengan garis rahang yang sangat tegas dan senyum menawan walaupun anak itu baru berusia 12 tahun yang merupakan seorang anak dari salah satu pasangan pekerja di mansion Lee masa itu.
Anak itu sangat dekat dengan Donghyuk, kemanapun Donghyuk pergi ia akan membawa pria kecil itu. Setiap hari mereka habiskan untuk belajar bersama bahkan Donghyuk tidak segan-segan meminjamkan kamar dan buku-bukunya untuk digunakan oleh anak lelaki tersebut.
"Hyung, berjanjilah padaku kau akan menungguku dewasa... aku tahu ini salah namun aku tidak ingin jauh darimu."
Saat itu Donghyuk masih ingat ucapan dewasa si bocah berumur 12 tahun tersebut padanya, tidak bisa dipungkiri mungkin anak itu juga terjerat dalam pesonanya. Bagaimanapun seorang penghisap darah selalu terlihat penuh dengan pesona termasuk Donghyuk walaupun hanya dia yang berkulit lebih gelap, pesonanya tidak datang dari warna kulitnya melainkan hal lain.
Namun yang Donghyuk ingat anak itu pergi dengan kedua orangtuanya setahun kemudian, karena sang ayah mendapatkan pekerjaan yang lebih baik atas bantuan Donghae.
Ada perasaan tidak rela saat bocah tampan tersebut pergi meninggalkan Mansion Lee namun pelukan erat lelaki kecil itu pada Donghyuk bagaikan janji yang tidak pernah dilupakan olehnya seumur hidup.
"Aku akan kembali lagi nanti saat dewasa, tunggu aku. Dimanapun kau berada tunggu aku Hyung, dimana ada bunga matahari disana aku yakin ada dirimu."
Donghyuk terkekeh pelan jika mengingat janjinya dengan bocah pria tersebut, walau ia tidak bisa menepati janjinya karena kejadian buruk yang terjadi di mansion mereka. Entah apa bocah itu benar-benar datang kembali mencarinya atau tidak, karena dirinya tengah berada dalam pelarian dengan keluarganya.
"...... -ssi?"
"Donghyuk-ssi?" Mark melambaikan tangannya dihadapan Donghyuk berharap pria tersebut sadar dari fase melamunnya.
"Hm? Oh! Maafkan aku, aku melamun."
"Apa yang kau pikirkan?"
"Tiba-tiba teringat dengan bocah kecil yang mengatakan senyumku seperti bunga matahari.." Donghyuk kembali melangkah ia mulai lapar dan berniat untuk mengisi perutnya.
"Bagaimana jika kita berhenti disana untuk makan?" tawar Mark, ia melihat Donghyuk mengelus perutnya pertanda pria itu mulai lapar. Padahal mereka baru menghabiskan masing-masing 2 sandwich saat masih berada dirumah.
"Baiklah, ah kau sangat tahu jika diriku sudah mulai lapar.."
"Aku sudah mulai mengenali dan menghafal gelagatmu.."
Mark sangat bangga ia bisa menebak apa yang diinginkan Donghyuk padahal hal tersebut sepertinya baru saja terlintas di benak pria itu, tak bisa dipungkiri Mark memang tertarik pada Donghyuk sejak awal ia melihat pria itu menunjuknya dan meminta dirinya menjadi pengawal pribadinya dengan senyum lebar, secerah bunga matahari yang terkena pantulan sinar matahari dipagi hari.
"Tapi sepertinya anak itu memang benar, kau memiliki senyuman yang indah. Aku setuju dengannya..."
Donghyuk tertawa mendengar ucapan Mark, mungkin jika bocah itu mendengarnya maka mereka berdua akan bertengkar setelah ini dihadapan Donghyuk "Ah, sudah lupakan. Diriku bahkan tidak tahu bagaimana kabarnya, akupun tidak pernah melihatnya beranjak dewasa.." ia terdiam sebentar berpikir bagaimana kira-kira rupa pria kecil itu saat dewasa "Diriku penasaran bagaimana rupa Kang Minhyung saat dewasa.."
"Siapa?"
"Kang Minhyung, anak yang kuceritakan tadi.."
"Wah.. Kebetulan sekali, dia memiliki nama yang serupa denganku."
Kali ini langkah Donghyuk yang berhenti, ia mengerutkan keningnya. Dirinya pikir Mark Lee memang nama pria dihadapannya sejak lahir, kebetulan yang membuatnya hampir berdebar kuat karena terkejut.
Mark mengeluarkan dompetnya, ia menyimpan fotonya saat masih kecil saat dirinya masih tinggal di desa. Bahkan dirinya mengenakan hanbok dalam foto itu karena sedang berada dalam sebuah perayaan tahunan.
"Namaku Lee Minhyung dan ini diriku saat berusia 12 tahun, setahun sebelum diriku pindah kembali ke Seoul." dengan bangga Mark memperlihatkan foto masa kecilnya, sedikit berharap bahwa Donghyuk akan mengatakan dirinya saat kecil lebih tampan daripada Kang Minhyung yang dikenal oleh atasannya tersebut.
"Bolehkah aku melihatnya?" ragu, Donghyuk mengambil dompet yang disodorkan oleh Mark ia menatap potret Mark saat kecil. Senyum yang menghiasi bibirnya perlahan menghilang terganti dengan raut terkejut, bagaimana bisa wajah Mark dan Kang Minhyung..
Mereka...
"Senyumamu, aku suka bagaimana kau tersenyum. Cerah, seperti bunga matahari Hyung"
Kedua mata bulat Donghyuk beralih menatap Mark yang tengah tersenyum dihadapannya menanti reaksi apa yang akan ditunjukkan oleh pria tersebut.
Mereka orang yang sama?
⇨ To Be Continued ⇦
Tidak ada komentar:
Posting Komentar